BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kehati-hatian (Prudential Banking) Koperasi Jasa Keuangan Syariah, selanjutnya disebut KJKS, adalah Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). 31 Prudent itu sendiri secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti bijaksana. Namun, dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk “Asas kehati-hatian”. Selanjutnya, istilah Prudent atau asas kehati-hatian tersebut digunakan secara meluas dan dalam konteks yang berbeda-beda.32 Prinsip
kehati-hatian
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Nomor
16/Per/M/KUKM/XII/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi Pasal 30 ayat 2 yang menyatakan bahwa dalam memberikan pinjaman, koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam wajib memegang
teguh
prinsip
pemberian
pinjaman
yang
sehat
dengan
memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman.33 B. Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pemberian Pembiayaan Dalam Penerapan Prinsip Kehati-hatian Penilaian unsur 5 C merupakan prinsip analisa pembiayaan yang harus dinilai oleh KJKS/UJKS/BMT,34 31
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi 32 Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 21. 33 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 34 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm.69
24
25
sebagai alat analisa pembiayaan apakah calon mitra layak atau tidak layak untuk dibiayai. Adapun unsur 5C adalah sebagai berikut : 1. Character Penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon mitra, dengan tujuan untuk mempertimbangkan kemungkinan bahwa mitra pengguna dana mengajukan
pembiayaan
dapat
memenuhi
kewajibannya.
yang Untuk
mempertimbangkan karakter calon mitra atau mitra berdasarkan kajian pada pembiayaan bermasalah adalah :35
Mencocokan hasil wawancara dengan data yang diperoleh
Gaya bicara dalam wawancara; jika orang sudah menjelek-jelekan mitra lainnya biasanya ada indikasi kurang baik
Memandang nilai pembiayaan; jika calon mitra memandang remeh nilai pembiayaan
berarti
tidak
punya
rencana
usaha
dan
cenderung
menyembunyikan informasi usaha yang akurat
Menyampaikan rencana usaha; calon mitra yang tidak punya rencana usaha yang baik ingin selalu cepat dicairkan maka KJKS/UJKS harus cepat cepat juga menolak pegajuannya
Pergaulan di lingkungan warga
Loyalitas dalam bekerjasama
Pelayanan terhadap petugas lapang pada saat survey; hati-hati terhadap service calon mitra yang berlebihan (petugas lapang dilarang menerima oleh-oleh hasil survey)
35
Ir.Ktut Silvanita Mangani, M.A., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Erlangga, 2009, hlm.28
26
Jika mitra lama lihat prestasi pembiayaan sebelumnya
Penilaian karakter tidak dapat dilihat dan dirasakan dalam waktu yang singkat. Pertimbangan diatas merupakan langkah-langkah umum yang terjadi dalam transaksi pembiayaan. 2. Capacity Penilaian secara subyektif tentang kemampuan mitra untuk melakukan pembayaran. Kemampuan ini diukur dengan catatan prestasi mitra masa lalu yang didukung dengan pengamatan dl lapangan atas usaha mitra, cara berusaha ataupun tempat berusaha. Kemampuan mitra dapat dilihat dari analisa kelayakan usaha. Perlu dicermati dalam melihat kemampuan mitra jika terjadi titik kritis, misalnya jika mitra tersebut sakit apakah ada yang menggantikan usahanya, bila terjadi musibah dan lain sebagainya apakah ada pendapatan lain yang dapat mengkaper pembayaran. 36 3. Capital Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon mitra, yang diukur dengan posisi usahanya secara keseluruhan melalui rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya.37 4. Conditions Bagian pembiayaan KJKS/UJKS/BMT harus melihat kondisi perekonomian secara umum khususnya yang terkait dengan jenis usaha calon mitra. Hal tersebut dilakukan karena keadaan eksternal usaha yang dibiayai. Kasus yang
36
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil, Yogyakata : UII Press, 2011, hlm. 69 37 Dsr. Zainul Arifin, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi 2009, Jakarta: Azkia Publisher, 2007, hlm. 43
27
dapat kita lihat misalnya pada usaha wartel. Kondisi wartel saat ini sudah sangat jenuh karena pulsa celuler lebih murah dan penggunaanya sangat praktis sehingga kondisi seperti ini kurang baik untuk dibiayai, atau sebaliknya kebutuhan akan bahan pokok tidak pernah jenuh dan sistem yang berjalan cukup baik sehingga secara conditioning usaha ini cukup baik dibiayai. 5. Collateral Colateral adalah jaminan milik calon mitra. Penilaian jaminan untuk lebih meyakinkan jika suatu risiko kegagalan pembayaran terjadi, maka jaminan dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya. Tetapi, collateral dalam KJKS KJKS/UJKS/BMT lebih ditekankan pada faktor : kepercayaan, kedekatan hubungan dengan pengusaha dan kegiatan usahanya; sudah dikenal karakternya sebagai anggota KJKS, dijamin oleh seseorang.
38
Walaupun
demikian perlu adanya perangkat-perangkat dan dokumen dalam jaminan, paling tidak jika mitra akan menjual barang yang dijaminkan atau pindah tempat tinggal, dapat diketahui KJKS, sehingga dapat menyelesaikan pembiayaannya. Bentuk jaminan dibagi dua yaitu : 1. Jaminan utama Benda tak bergerak, seperti tanah dan bangunan. Berdasarkan atas hak kepemilikan atas tanah, maka terbagi menjadi :
38
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015
28
Akte Jual Beli, bukan merupakan tanda kepemilikan hak suatu tanah.
Untuk jaminan ini, pemohon wajib melengkapi Surat
Keterangan Riwayat tanah (SKRT) yang diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat dimana jaminan tersebut berada. Surat ini menjelaskan sejarah pemindahalihan tanah sejak tahun 1961. Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai. Untuk sertifikat selain hak milik, maka kepemilikan tanah mempunyai jangka waktu tertentu.39 Benda bergerak, seperti kendaraan, mesin, serta tagihan. Kebijakan KJKS KJKS/UJKS/BMT tentang jaminan berupa kendaran bermotor adalah : Usia kendaraan bermotor maksimal lima tahun terhitung pada saat calon mitra mengajukan pembiayaan ke KJKS/UJKS/BMT. Apabila kepemilikan kendaraan bermotor tersebut berasal dari pihak lain yang dibeli oleh calon mitra dan belum dibalik nama, maka calon mitra wajib menyertakan bukti transaksi asli. Benda tak berwujud, jaminan ini merupakan jaminan wajib berupa tabungan, salahsatu syarat mendapat fasilitas pembiayaan adalah mitra membayar simpanan pokok dan simpanan sukarela.40
39
2015
40
http://dokumen.tips/documents/panduan-pembiayaan-bmt.html, diakses tanggal 27 Oktober
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi
29
2. Jaminan tambahan Garansi atau jaminan kepercayaan atas pembiayaan yang diterima oleh mitra dari pihak ketiga. Avalist, adalah jaminan yang berupa uang simpanan penjamin di KJKS atau dana lain yang dapat dibayarkan untuk mitra bila terjadi risiko kemacetan. Nilai jaminan materi minimal 125% dan atau sebanding dengan nominal pembiayaan yang diajukan oleh calon mitra. Kepemilikan jaminan materi harus milik keluarga inti. Prinsip penilaian tersebut dilakukan karena KJKS/UJKS/BMT lebih mengutamakan pembiayaan berkualitas bukan penanganan pembiayaan bermasalah. Penilai kelayakan usaha dan analisa pembiayaan dituangkan dalam Memorandum Analisa Pembiayaan (MAP). Memorandum Analisa Pembiayaan (MAP) merupakan panduan yang harus ditanyakan kepada calon mitra dan juga mitra yang mengulangi pembiayaan termasuk dokumen-dokumen yang diperlukan : 1. Identitas Identitas mitra diisi pada lembaran MAP, untuk menunjukan keakuratan data dokumen yang perlu dilampirkan mitra adalah KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan KK (Kartu Keluarga) sehingga kita dapat melihat dan memperkirakan biaya risiko keluarga 41 2. Status Rumah Status rumah ditunjukan dengan kelengkapan dokumen surat rumah, bila kondisi mitra menggunakan fasilitas listrik, telpon, gas, PDAM maka
41
Memorandum Analisa Pembiayaan (MAP)
30
dilampirkan dengan bukti pembayaran terakhir. Dokumen tersebut tujuannya agar KJKS/UJKS/BMT dapat melihat karakter bayar mitra dan karakter pola hidup mitra. 3. Profil Usaha Menggali sejarah usaha mitra, usaha yang dijalankan saat ini, system usaha yang dijalankan, lokasi usaha, status tempat usaha dan kepemilikan. Petugas pembiayaan menjelaskan dalam bentuk deskripsi sehingga komite dapat melihat gambaran usaha kini dan yang akan datang. Profil usaha mitra dibandingkan dengan kondisi keuangannya. Agar dana yang dilempar KJKS/UJKS/BMT sesuai dengan tujuan analisa kelayakan usaha, KJKS/UJKS juga melakukan analisa pembiayaan. Prinsip analisis kelayakan usaha adalah lebih melihat kepada prospek usaha calon mitra sedangkan analisa pembiayaan melihat tidak hanya unsur usaha saja namun dilihat secara keseluruhan apakah layak dibiayai atau tidak.
Pada
prinsip secara syariah segala sesuatu kegiatan muamalah selagi tidak ada larangan maka diperbolehkan. Artinya analisa kelayakan yang digunakan oleh siapapun jika tidak ada pelarangan agama maka sesungguhnya kegiatan tersebut sesuai syariah, (al-ashlu fil muamalati al-ibahah illa maa daladdalilu alaa tahrimiha). Dengan demikian KJKS/UJKS/BMT wajib melakukan analisa kelayakan agar amanah yang diberikan dapat dijaga dengan baik. Aspek Kelayakan Usaha meliputi :42
42
Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi Peraturan Menteri Tahun 2007, hlm. 52
31
1. Aspek Manajemen Dalam menilai aspek manajemen usaha kecil (usaha informal) dan mikro KJKS sangat berbeda dengan usaha formal walaupun beberapa hal yang berkaitan dengan manajemen seperti organisasi usaha, rencana penggunaan pembiayaan berkaitan dengan prospek usaha mitra menjadi alat ukur bagi penilaian mitra. Peran KJKS dalam memberikan masukan atas rencana penggunaan pembiayaan termasuk pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya risiko sangat penting karena hal tersebut terkait dengan pembayaran kembali dana KJKS. Bagian penting yang harus diingat bahwa KJKS berprinsip pada bisnis riil bukan jual uang, sehingga wajib tahu rencana penggunaan dana baik sebelum ataupun setelah pencairan dengan kata lain perlu adanya pendampingan. Hal lain yang menjadi perhatian adalah kepemilikan usaha, pengelolaan usaha (sendiri atau menggaji orang), model kerjasama dan sistem pengambilan keuntungan (penggajian atau asal ambil dari kas). Seringkali yang terjadi pada usaha mikro adalah keuangan usaha disatukan dengan keuangan rumah tangga, oleh sebab itu perlu dilakukan analisa yang cermat atas kebiasaan mitra sehingga KJKS menyesuaikan kondisi mitra dan secara perlahan mengarahkan pada kebiasaan mengatur keuangan yang baik.43
43
Ibid
32
2. Aspek Pemasaran Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan pemasaran usaha mitra meliputi kebutuhan pasar (usaha bersifat rutinitas atau musiman),44 tingkat persaingan, pelanggan dan daya beli masyarakat, promosi, cara penjualan (tunai, jual putus, konsinyasi atau kredit), dan daerah pemasaran dan distribusi (eceran atau dalam bentuk partai).45 3. Aspek Tekhnis Produksi Aspek produksi bersifat sangat umum, bila usaha mitra berhubungan dengan proses produksi maka perlu melihat keberlanjutan produksi yang meliputi; proses produksi, kapasitas alat produksi,
fasilitas gedung,
ketersediaan bahan bakunya, tenaga ahli, jangkauan lokasi dan keamanan lokasi.46 4. Aspek Hukum Aspek hukum pada usaha formal biasanya menyangkut pada badan usaha, perpajakan, dan kegiatan birokrasi lainnya. Namun untuk menilai dari aspek hukum usaha informal kecil dan mikro lebih menitik beratkan pada persoalan yang sederhana seperti status usaha (milik sendiri atau kerjasama), status tempat usaha (milik sendiri, sewa, hak guna bangunan, atau kaki lima), tempat tinggal menetap atau tidak usaha yang dijalankan bertentangan dengan hukum atau tidak.
44
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2004, hlm. 71 45 http://dokumen.tips/documents/panduan-pembiayaan-bmt.html, diakses tanggal 27 Oktober 2015 46 Drs. Muchdarsyah Sinungan, Strategi Manajemen Bank Menghadapi Tahun 2000, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994, hlm. 172-229
33
5. Aspek Keuangan Untuk mengetahui aspek keuangan calon mitra atau mitra KJKS wajib mendata informasi keuangan mitra dan calon mitra. 6. Aspek sosial ekonomi KJKS/UJKS perlu melihat kondisi perekonomian secara jernih dan mampu melihat sisi manfaat dan mudharatnya KJKS/UJKS melihat berapa jumlah tenaga kerja yg terserap? KJKS/UJKS harus mencermati bagaimana pengaruh usahanya terhadap lingkungan? KJKS/UJKS harus mengkaji lebih dalam apakah usahanya tidak bertentangan dengan agama dan adat setempat? KJKS/UJKS harus melihat sinergitas usaha calon mitra dengan mitra yang sudah berjalan. C. Standar Pengukuran Kolektibilitas Pembiayaan Pembiayaan yang diberikan kepada mitra tidak semua berjalan baik dalam pengembaliannya. Walaupun sudah melakukan analisa kelayakan usaha dan analisa pembiayaan secermat mungkin, keterlambatan angsuran selalu ada yang mengakibatkan munculnya risiko. Hal demikian adalah suatu yang wajar dalam menjalankan usaha terutama pada lembaga keuangan, karena aktiva terbesarnya ada pada outstanding. Untuk mengidentifikasi risiko KJKS perlu melakukan penilaian kolektibilitas dan mengitung portofolio berisiko. Kolektibilitas untuk melihat tingkat bermasalah pada saat terjadi tunggakan, sedangkan portofolio berisiko menganalisa, memprediksi dan memperkirakan kejadian yang akan
34
datang sehingga KJKS/UJKS/BMT dapat melakukan pengobatan sejak dini. Kolektibilitas dikategorikan pada empat katagori :47 1. Kolektibiltas I (Pembiayaan Lancar) Adalah pembiayaan yang tidak mengalami penundaan pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran margin atau bagi hasil. (Jumlah tunggakan : 0). 2. Kolektibilitas II (Pembiayaan Dalam Perhatian) Adalah pembiayaan pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran margin atau bagi hasil telah mengalami penundaan selama 3 bulan dari waktu yang dijanjikan (jumlah hari tunggakan 1 – 90 hari). 3. Kolektibilitas III (Kurang Lancar) Adalah pembiayaan yang pengembalian pokok pinjamannya dan pembayaran margin atau bagi hasilnya telah mengalami penundaan selama enam bulan atau dua kali dari jadwal yang di perjanjikan (Jumlah hari tunggakan 91 – 180). 4. Kolektibilitas IV (Pembiayaan Diragukan) Adalah pembiayaan yang pengembalian pokok pinjamannya dan pembayaran margin atau bagi hasilnya telah mengalami penundaan 9 bulan sejak jatuh tempo menurut jadwal yang diperjanjikan (Jumlah hari tunggakan 181 – 270 hari), namun masih ada jaminan yang dapat ditukar sebagai pengganti pembayaran 5. Kolektibilitas V (Pembiayaan Macet) Adalah pembiayaan yang pengembalian pokok pinjamannya dan pembayaran margin atau bagi hasilnya telah mengalami penundaan lebih dari 9 bulan sejak 47
Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi Peraturan Menteri Tahun 2007
35
jatuh tempo menurut jadwal yang diperjanjikan. (Jumlah hari tunggakan > 270 hari). a. Penilaian Keterlambatan angsuran Penilaian keterlambatan angsuran dengan sistem perhitungan portofolio berisiko bertujuan untuk : 1. Untuk memprediksi dan memperkirakan kondisi dimasa yang akan datang perlu melakukan perhitungan atas keterlambatan pembayaran. 2. Melakukan tindakan prepentif 3. Memerkecil tingkat risiko sejak dini 4. Pembiayaan yang menunjukkan gejala bermasalah di kemudian hari dan jika dibiarkan dapat merugikan KJKS bahkan menimbulkan bahaya yang disebut pembiayaan berisiko. Pembiayaan berisiko dapat diklasifikasikan menjadi: Lambat 1 – 30 hari (portofolio berisiko 1) Lambat 31 – 60 hari (portofolio berisiko 2) Lambat 61 – 90 hari (portofolio berisiko 3) Lambat 91 – 120 hari (portofolio berisiko 4) Lambat > 120 hari b. Penanganan terhadap Pembiayaan Bermasalah Penanganan terhadap pembiayaan bermasalah perlu dilakukan dengan cara: a. Preventif (Pencegahan) o
Pemahaman dan pelaksanaan proses pembiayaan yang benar, menyangkut internal (koperasi) dan eksternal (mitra dan lingkupnya).
36
o
Pemantauan dan pembinaan pembiayaan (on site dan on desk monitoring).
o
Memahami faktor yang menjadi penyebab dan gejala dini pembiayaan bermasalah.
b. Kuratif (Penyelesaian) Account Officer melakukan analisis-evaluasi ulang mengenai aspek (manajemen, pemasaran, produksi, keuangan, yuridis, agunan) Bentuk-bentuk penanganan/penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dilakukan dalam 3 hal, yaitu: 1. Revitalisasi, dilakukan dengan cara: a. Penataan kembali (Restructuring) Ada tiga bentuk penataan kembali yaitu : 1) Ditambah dana (Suplesi) Mitra boleh mengambil kembali sisa baki debet selama masih dalam jangka waktu pembiayaan yang disetujui dalam akad. 2) Novasi Perjanjian antara koperasi dengan mitra yang menyebabkan pembiayaan lama menjadi hangus. Novasi Subyektif Pasif terjadi apabila mitra baru ditunjuk untuk menggantikan mitra lama yang oleh koperasi dibebaskan dari perikatannya. Kewajiban mitra lama otomatis berpindah kepada mitra baru. Mitra lama tidak dapat dituntut kecuali telah diperjanjikan secara tegas di awal. Atau pada saat penggantian mitra tersebut sudah dalam keadaan bangkrut.
37
3) Pembaruan pembiayaan Hal ini bukan merupakan pembaruan perjanjian yang menyebabkan perjanjian lama menjadi hangus dengan adanya perjanjian baru. Namun merupakan tindakan terhadap suatu fasilitas pembiayaan yang diberikan dengan ketentuan : o Mitra masih belum sanggup melunasi pembiayaan yang telah diterima sehingga yang bersangkutan diberi kesempatan untuk memperoleh pembiayaan dengan maksimal plafon sama seperti pembiayaan semula. o
Mitra tidak diperbolehkan mengambil kembali sisa baki debet dari pembiayaan terdahulu. Atas kedua hal di atas, koperasi perlu menilai ulang terhadap kemampuan mitra terutama dalam penyesuaian dengan saldo pembiayaan yang ada.
b. Penjadwalan kembali (Rescheduling) Penjadwalan ulang dapat dilakukan dengan mengubah jangka waktu pembiayaan, jadwal pembayaran (penanggalan, tenggang waktu), dan jumlah angsuran. Hal ini dilakukan apabila terjadi ketidakcocokan jadwal angsuran yang dibuat Account Officer dengan kemampuan dan kondisi mitra. Pemecahannya adalah dengan mengevaluasi dan menganalisis kembali seluruh kemampuan usaha mitra sehingga cocok dan tepat dengan jadwal yang baru. Koperasi tidak perlu meneliti ulang tentang jaminan dan segala bentuk perijinan yang ada. c. Persyaratan kembali (Reconditioning) Koperasi melakukan tidakan ini terhadap mitra apabila terdapat :
38
o Perubahan kepemilikan usaha o Perubahan jaminan, apakah dalam hal bentuk, harga, maupun status. Hal ini akan mempengaruhi Collateral Coverage pembiayaan. o Perubahan pengurus o Perubahan nama dan status perusahaan Keempat hal di atas akan menyebabkan perubahan penanggung jawab pembiayaan dan perubahan status yuridis perusahaan yang mungkin tidak tepat lagi dengan menggunakan perjanjian semula. d. Bantuan Manajemen Apabila dari hasil evaluasi ulang aspek manajemen yang menjadi faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, maka koperasi akan melakukan asistensi atau bantuan manajemen terhadap usaha mitra. 2. Collection Agent Apabila pejabat koperasi dalam melakukan penagihan pembiayaan bermasalah hasilnya tidak cukup efektif, maka boleh menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan penagihan. 3. Penyelesaian Melalui Jaminan (Eksekusi) Penyelesaian melalui jaminan dilakukan dengan cara: o Ambil alih jaminan (Off Set) o Menjual Jaminan