8
BAB II LANDASAN TEORI
A. KONSEP BIAYA Konsep biaya berikut ini berdasarkan tujuan dari pengklasifikasian biaya. 1. Menyiapkan Laporan Keuangan Eksternal a.
Biaya Produksi Dikatakan bahwa “kebanyakan perusahaan
manufaktur
membagi biaya produksi kedalam tiga kategori besar yaitu bahan langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik” (Garrison, Noreen dan Brewer: 2006). “Pengklasifikasian seperti ini diperlukan untuk tujuan pengukuran laba dan penentuan harga pokok produk yang akurat atau tepat serta pengendalian biaya”(Firdaus dan Wasilah,2009). “Pengklasifikasian biaya atas dasar objek biaya merupakan suatu dasar yang digunakan untuk melakukan perhitungan biaya, umumnya berdasarkan produk, departemen dan aktivitas” (Firdaus dan Wasilah, 2009). 1) Berdasarkan produk a) Bahan Langsung (direct material) Menurut Firdaus dan Wasilah (2009 : 24) : Biaya bahan langsung merupakan biaya perolehan dari seluruh bahan langsung yang menjadi bagian yang integral yang membentuk barang jadi.
9
Garrison, Noreen dan Brewer (2006) mendefinisikan bahan langsung sebagai : Bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi. Sesungguhnya bahan baku berkaitan dengan semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan produk jadi, dan produk jadi suatu perusahaan dapat menjadi bahan baku perusahaan yang lainnya. b) Tenaga Kerja Langsung (direct labor) Menurut Firdaus dan Wasilah (2009 : 24) : Biaya tenaga kerja langsung adalah upah dari semua tenaga kerja langsung yang secara fisik baik menggunakan tangan maupun mesin ikut dalam proses produksi untuk menghasilkan suatu produk atau barang jadi. Garrison, Noreen dan Brewer (2006) menyatakan: Tenaga kerja langsung digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Misalnya adalah tenaga kerja bagian pengolahan dan operator mesin. Dalam beberapa industri telah terjadi pergeseran yang besar dalam struktur tenaga kerja. Peralatan otomatis yang canggih, yang dijalankan dan diawasi oleh tenaga kerja tidak langsung yang ahli, mulai menggantikan peran tenaga kerja langsung. c) Biaya Overhead Pabrik (manufacturing overhead) Garrison, Noreen dan Brewer (2006) menyatakan : Biaya overhead pabrik mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik termasuk bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik dan penerangan, pajak properti, depresiasi dan asuransi fasilitas-fasilitas produksi. Di dalam perusahaan juga terdapat biaya listrik dan penerangan, pajak properti, asuransi, dan depresiasi yang berkaitan dengan fungsi administrasi dan penjualan namun hanya biaya-biaya yang berkaitan dengan operasi pabrik yang termasuk kategori biaya overhead produksi.
10
Firdaus dan Wasilah (2009) menjelaskan definisi aplikasi biaya overhead pabrik yaitu : Biaya-biaya yang dari segi masalah praktis tidak dapat dibebankan kepada tujuan-tujuan tersebut secara langsung. Suatu metode alokasi biaya yang konsisten harus digunakan yang mana dengan beberapa ukuran menaksir pengorbanan ekonomi yang terjadi. Menurut Firdaus dan Wasilah (2009 : 25) : Biaya overhead pabrik atau biaya produksi tidak langsung adalah semua biaya untuk memproduksi suatu produk selain dari bahan langsung dan tenaga kerja langsung.Biaya ini diklasifikasikan sebagai bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung dan biaya produksi tidak langsung lainnya. i. Bahan Tidak Langsung Dijelaskan oleh Firdaus dan Wasilah (2009) : Bahan tidak langsung yaitu semua bahan yang tidak dapat diidentifikasikan dengan mudah dan ekonomis terhadap produk yang selesai atau biasanya bukan merupakan biaya yang berarti dalam menghasilkan produk tersebut. Dengan kata lain merupakan unsur-unsur biaya yang menjaga pabrik agar tetap berada dalam kondisi kerja yang baik ii. Tenaga Kerja Tidak Langsung Dijelaskan oleh Firdaus dan Wasilah (2009) : Biaya tenaga kerja tidak langsung merupakan upah dari semua tenaga kerja yang secara tidak langsung terlibat dalam memproduksi suatu produk. Biaya ini sulit dihubungkan dengan produk yang dihasilkan. Firdaus dan Wasilah (2009) juga menjelaskan : Semua biaya tenaga kerja untuk mengoperasikan fasilitas produksi, di mana biaya-biaya ini adalah tidak mungkin dan juga tidak praktis untuk dibebankan secara langsung kepada jumlah unit produksi tertentu.
11
iii. Biaya Produksi Tidak Langsung Lainnya “Biaya produksi tidak langsung lainnya meliputi semua biaya lain yang harus terjadi dalam membuat suatu produk tersebut” (Firdaus dan Wasilah, 2009). Lebih lanjut Firdaus dan Wasilah (2009 : 249) menjelaskan : Biaya ini meliputi berbagai macam biaya overhead pabrik yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai biaya bahan tidak langsung ataupun biaya tenaga kerja tidak langsung. Sebagai contoh dari biaya tidak langsung lainnya adalah pemeliharaan gedung pabrik, pemeliharaan mesin dan peralatan, pemeliharaan kendaraan dan peralatan, pemeliharaan inventaris pabrik, penyusutan, asuransi, utilitas, pajak dan royalti. Sedangkan menurut Jay Way (2008) dalam tulisannya : Biaya overhead adalah biaya tidak langsung, memberikan manfaat umum untuk produksi pada baris produk atau penyerahan berbagai layanan yang berbeda. Tidak seperti biaya tenaga kerja dan bahan langsung yang dapat ditelusuri ke produk atau jasa tertentu sebagai sumber kontribusi langsung, biaya overhead adalah sumber daya bersama yang tidak dapat dengan mudah ditelusuri kembali ke produk atau jasa tertentu.
2) Berdasarkan departemen a) Menurut Firdaus dan Wasilah (2009 : 25) : Departemen produksi merupakan unit organisasi dari suatu perusahaan manufaktur di mana proses produksi dilaksanakan secara langsung atas produk, baik dengan tangan maupun dengan menggunakan mesin. b) Menurut Firdaus dan Wasilah (2009 : 25) : Departemen pendukung merupakan suatu organisasi yang secara tidak langsung terlibat dalam proses produksi. Departemen ini memberikan jasanya kepada departemendepartemen lain dalam perusahaan, baik departemen produksi maupun departemen pendukung lainnya.
12
b. Biaya Periodik Garrison, Noreen dan Brewer (2006) mengatakan: Biaya periodik adalah semua biaya yang tidak termasuk dalam biaya produk. Biaya-biaya ini dicatat sebagai beban di laporan laba rugi pada periode saat biaya tersebut terjadi. Seluruh beban penjualan dan administrasi seperti komisi penjualan, sewa kantor, iklan, gaji eksekutif, hubungan masyarakat dan biaya non produksi lainnya diakui sebagai biaya periodik.
Menurut Firdaus dan Wasilah (2009 : 31) : Biaya penjualan, biaya-biaya yang terjadi untuk menjual suatu produk atau jasa. Sedangkan biaya umum atau administrasi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk memimpin, mengendalikan dan menjalankan suatu perusahaan.
2. Memprediksi Perilaku Biaya a. Biaya Variabel Garrison, Noreen dan Brewer (2006) mendefinisikan : Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas. Biaya total akan naik atau turun sebagaimana pergerakan naik turunnya aktivitas. Aktivitas yang menyebabkan perubahan dalam biaya variabel bisa berupa jumlah unit yang diproduksi, jumlah unit yang dijual, jarak kilometer yang dituju, jumlah unit yang digunakan dan jam kerja. Menurut Garrison, Noreen dan Brewer (2006) : Contoh yang bagus untuk menggambarkan biaya variabel adalah biaya bahan langsung. Biaya bahan langsung yang digunakan selama satu periode akan bervariasi sesuai dengan tingkat unit yang dihasilkan.
Firdaus dan Wasilah (2009 : 26-27) mendefinisikan : Biaya variabel adalah biaya-biaya yang dalam total berubah secara langsung dengan adanya perubahan tingkat kegiatan atau
13
volume, baik volume produksi ataupun volume penjualan. Di samping itu, biaya variabel mempunyai karakteristik umum yang lain di mana biaya per unitnya tidak berubah. “Contoh dari biaya-biaya produksi yang dapat diidentifikasikan sebagai biaya variabel adalah bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung,
elemen
biaya
overhead
pabrik
dan
elemen
biaya
penjualan”(Firdaus dan Wasilah, 2009).
b. Biaya Tetap Garrison, Noreen dan Brewer (2006) mendefinisikan: Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Sebagai konsekuensinya, pada saat level aktivitas naik atau turun, total biaya tetap konstan, kecuali jika dipengaruhi oleh kekuatankekuatan dari luar seperti perubahan harga. Sewa, depresiasi dengan metode garis lurus, asuransi, pajak properti, gaji supervisor, gaji pegawai administrasi dan iklan adalah contoh yang tepat untuk menggambarkan biaya tetap.
Firdaus dan Wasilah (2009 : 28) mendefinisikan : Biaya Tetap adalah biaya-biaya yang secara total tetap tidak berubah dengan adanya perubahan tingkat kegiatan atau volume dalam batas-batas dari tingkat kegiatan yang relevan. Biaya tetap per unit akan berubah dengan adanya perubahan volume produksi. Dalam jangka panjang biaya tetap juga akan menjadi biaya variabel. c. Biaya Semi Variabel “Biaya semi variabel adalah biaya adalah biaya yang terdiri atas elemen biaya variabel maupun biaya tetap” (Garrison, Noreen dan Brewer, 2006).
14
Firdaus dan Wasilah (2009 : 29) menjelaskan : Biaya Semi Variabel adalah biaya-biaya yang mempunyai atau mengandung unsur tetap dan unsur variabel. Untuk tujuan perencanaan dan pengendalian, biaya ini harus dipisah menjadi elemen biaya tetap dan elemen biaya variabel. Unsur tetap ini biasanya merupakan biaya minimum yang harus dikeluarkan atau dibayar untuk jasa yang digunakan.
“Biaya
overhead
semi
variabel
berubah
tetapi
tidakproporsional terhadap volume produksi”Firdaus dan Wasilah (2009 : 247). “Metode yang umum digunakan oleh manajemen dalam mengestimasi komponen tetap dan variabel dalam biaya semi variabel adalah analisis akun dan pendekatan rekayasa”(Garrison, Noreen dan Brewer, 2006). 1) Analisis Akun (account analysis) Garrison, Noreen dan Brewer menyatakan (2006) : Dalam analisis akun, setiap akun yang bersangkutan diklasifikasikan sebagai biaya tetap dan biaya variabel berdasarkan pemahaman seorang analisis mengenai perilaku biaya tersebut. Sebagai contoh, bahan langsung akan diklasifikasikan sebagai variabel dan biaya sewa gedung akan diklasifikasikan sebagai tetap karena sifat dari biaya tersebut. 2) Pendekatan Rekayasa (engineering approach) Garrison, Noreen dan Brewer menyatakan (2006) : Pendekatan rekayasa meliputi analisis detail perilaku biaya yang seharusnya, berdasarkan evaluasi terhadap metode produksi yang digunakan, spesifikasi bahan, kebutuhan tenaga kerja, peralatan yang digunakan, efisiensi produksi, konsumsi listrik dan sebagainya.
15
3. Menentukan Biaya ke Objek Biaya a. Biaya Langsung “Biaya bahan langsung merupakan biaya perolehan dari seluruh bahan langsung yang menjadi bagian yang integral yang membentuk barang jadi” (Firdaus dan Wasilah, 2009 : 24). “Biaya langsung adalah biaya yang dapat dengan mudah ditelusuri ke objek biaya bersangkutan” (Garrison, Noreen dan Brewer: 2006). b. Biaya Tidak Langsung “Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri dengan mudah ke objek biaya yang bersangkutan dan dimasukkan dalam biaya overhead pabrik” (Garrison, Noreen dan Brewer tahun 2006).
B. KONSEP DASAR AKUNTANSI MANAJEMEN 1. Hubungan Akuntansi Manajemen dengan Akuntansi Biaya Firdaus dan Wasilah (2009) menyatakan bahwa: Akuntansi manajemen merupakan pelaporan keuangan yang menyajikan informasi untuk kepentingan internal yaitu pengelola atau manajemen perusahaan baik tingkat atas, tingkat menengah maupun tingkat bawah.
Menurut Firdaus dan Wasilah (2009 : 7): Untuk kepentingan internal perusahaan atau pengambilan keputusan-keputusan internal oleh pimpinan perusahaan (manajemen) tidak ada prinsip atau aturan dan batasan yang mengikat untuk menggunakan berbagai dasar pengukuran data
16
biaya, kecuali dengan mempertimbangkan prinsip manfaat dan biaya dari informasi akuntansi yang disajikan.
“Informasi biaya untuk kepentingan internal disiapkan sesuai kebutuhan pimpinan perusahaan dan jangka waktunya dapat menjadi fleksibel, bisa harian, mingguan atau lebih dari satu tahun” (Firdaus dan Wasilah, 2009). “Laporan-laporan yang dihasilkan oleh akuntansi manajemen menekankan pada masa yang akan datang tidak hanya informasi keuangan tetapi juga informasi non keuangan” (Firdaus dan Wasilah, 2009). Mengenai Akuntansi Biaya Firdaus dan Wasilah (2009) menyebutkan: Akuntansi biaya berlandaskan pada prinsip “Konsep Biaya Berbeda untuk Tujuan Berbeda” (different costs for different purposes). Tidak ada satu konsep biaya yang dapat digunakan untuk semua tujuan dari akuntansi biaya. Untuk memperoleh data biaya dan menggunakannya menjadi informasi biaya, seyogyanya memperhatikan tujuan yang hendak dicapai, apakah untuk penentuan harga pokok, perencanaan biaya, pengendalian biaya atau untuk pengambilan keputusan-keputusan yang khusus.
“Akuntansi biaya bertujuan untuk menentukan harga pokok produk yaitu membantu manajemen untuk menentukan biaya yang seharusnya terjadi untuk menghasilkan satu unit produk” (Firdaus dan Wasilah, 2009).
17
2. Keakuratan Pembebanan Menurut Hansen dan Mowen (2004 : 139) : Total biaya produksi harus diukur, dan selanjutnya harus dapat dikaitkan dengan unit yang diproduksi. Nilai biayanya dapat berupa biaya aktual yang dibebankan pada input produksi, atau dapat pula berupa angka perkiraan. Seringkali nilai perkiraan digunakan untuk memastikan ketepatan waktu informasi biaya untuk pengendalian biaya. Proses menghubungkan biaya, setelah diukur, dengan unit yang diproduksi disebut pembebanan biaya.
Dijelaskan oleh Hansen dan Mowen(2004: 42) : Pembebanan biaya secara akurat ke objek biaya sangatlah penting. Gagasan mengenai keakuratan tidak dievaluasi berdasarkan pengetahuan tentang biaya yang sebenarnya. Keakuratan adalah suatu konsep yang relatif, dan harus dilakukan dengan wajar serta logis terhadap penggunaan metode pembebanan biaya.
“Hubungan antara biaya dan objek biaya dapat digali untuk membantu meningkatkan keakuratan pembebanan biaya. Semakin besar biaya yang dapat ditelusuri ke objeknya, semakin akurat pembebanan biayanya” (Hansen dan Mowen, 2004: 43). 3. Ketertelusuran “Melakukan
hubungan
sebab
akibat
antara
biaya
yang
dibebankan dan objek biaya adalah kunci untuk membuat pembebanan biaya yang secara wajar akurat” (Hansen dan Mowen, 2004: 42). Pembebanan biaya berperan besar dalam pengambilan keputusan dan evaluasi oleh karenanya Hansen dan Mowen (2004) menjelaskan : Ketertelusuran adalah kemampuan untuk membebankan biaya ke objek biaya dengan cara yang layak secara ekonomi berdasarkan hubungan sebab akibat. Ketertelusuran memiliki arti bahwa biaya dapat dibebankan dengan mudah dan akurat, sedangkan
18
penelusuran adalah pembebanan aktual biaya ke objek biaya, dengan menggunakan ukuran yang dapat diamati atas sumber daya yang dikonsumsi oleh objek biaya. 4. Metode Penelusuran “Adapun metode untuk menelusuri biaya ke objek biayanya bisa menggunakan penelusuran langsung dan penelusuran penggerak” (Hansen dan Mowen, 2004). a. Penelusuran langsung Hansen dan Mowen (2004) menjelaskan: Penelusuran langsung adalah suatu proses pengidentifikasian dan pembebanan biaya dengan suatu objek melalui pengamatan secara fisik. Baik bahan baku dan penggunaan tenaga kerja dapat diobservasi secara fisik, oleh sebab itu biayanya dapat dibebankan langsung ke objek biaya. Idealnya semua biaya harus dibebankan ke objek biaya dengan menggunakan penelusuran langsung. Sayangnya, sering terjadi bahwa objek biaya bukan merupakan pengguna satu-satunya sumber daya. b. Penelusuran penggerak Hansen dan Mowen (2004) menjelaskan: Penelusuran penggerak adalah penggunaan penggerak untuk membebani biaya ke objek biaya. Di dalam konteks pembebanan biaya, penggerak adalah faktor penyebab yang dapat diamati dan yang mengukur konsumsi sumber daya objek biaya. Oleh sebab itu, penggerak adalah faktor yang menyebabkan perubahan dalam penggunaan sumber daya, dan memiliki hubungan sebab akibat dengan biaya yang berhubungan dengan objek biaya (Hansen dan Mowen, 2004: 43). “Penelusuran
penggerak
biasanya
kurang
akurat
dibandingkan penelusuran langsung, akan tetapi jika hubungan sebab akibatnya kuat, maka dapat diperkirakan adanya tingkat keakuratan yang lebih tinggi” (Hansen dan Mowen, 2004).
19
5. Membebankan Biaya Tidak Langsung Hansen dan Mowen (2004) menjelaskan : Biaya tidak langsung tidak dapat dibebankan ke objek biaya, baik dengan penelusuran langsung atau penggerak karena tidak ada hubungan sebab akibat. Sehingga pembebanan biaya tidak langsung ke objek biaya menggunakan alokasi. “Pengalokasian biaya tidak langsung didasarkan pada kemudahan atau beberapa asumsi yang berhubungan dengan membebankannya secara proporsional ke jam tenaga kerja langsung yang digunakan setiap produk” (Hansen dan Mowen, 2004). Firdaus dan Wasilah(2009) menyebutkan : Dalam membebankan biaya overhead pabrik kepada produk yang dihasilkan perlu mempertimbangkan hubungan yang terdapat antara biaya overhead dengan produk dan volume produksi. Basis alokasi jumlah produksi ini merupakan metode yang paling mudah dan langsung dalam membebankan overhead pabrik. Basis ini membebankan overhead sama besar terhadap masing-masing unit yang diproduksi. Terutama digunakan apabila hanya satu jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Menurut Billie Nordmeyer(2008) dalam tulisannya menyatakan : Alokasi biaya overhead berbasis volume terdiri dari membagi biaya overhead total dengan faktor-faktornya seperti jumlah produk yang dihasilkan atau jumlah jam tenaga kerja langsung atau jam mesin yang diperlukan untuk memproduksi produk. Menurut Jay Way (2008) ada tiga langkah dalam mengalokasikan biaya overhead tradisional (traditional overhead cost allocation) : a. Mengidentifikasi pemicu biaya untuk biaya overhead dan pemicu biaya untuk jumlah total biaya dalam produksi multi-produk atau multi-layanan. Pemicu biaya adalah kegiatan bisnis yang bertanggung jawab untuk perubahan dalam biaya yang dikeluarkan. Misalkan bisnis manufaktur telah mengidentifikasi
20
bahwa jumlah bahan produksi adalah pemicu biaya untuk biaya overhead, artinya biaya overhead total sangat berkorelasi dengan jumlah total bahan produksi yang digunakan. b. Tentukan jumlah pemicu biaya yang digunakan dalam setiap unit produk. Untuk sampai pada biaya overhead per unit, bisnis perlu mengetahui jumlah bahan yang digunakan di setiap unit produk tertentu. c. Hitung biaya overhead per unit. Tarif biaya overhead seringdiekspresikan pada basis per-produk-unit untuk setiap lini produk. Alokasi biaya overhead tradisional biaya tidak mempertimbangkan jumlah aktual dari setiap item biaya overhead. 6. Ikhtisar Pembebanan Biaya Dijelaskan oleh Hansen dan Mowen (2004) bahwa: Penelusuran penggerak bergantung pada faktor-faktor sebab akibat, yaitu penggerak, untuk membebankan biaya ke objek biaya. Keakuratan penelusuran penggerak tergantung pada kualitas hubungan sebab akibat yang digambarkan oleh penggerak. Pengidentifikasian penggerak dan penilaian kualitas dari hubungan sebab akibat, jauh lebih besar biayanya dibandingkan dengan penelusuran langsung atau alokasi.
Menurut Hansen dan Mowen (2004 : 46) : Keunggulan alokasi adalah kemudahan dan rendahnya biaya implementasi namun merupakan metode yang tingkat keakuratan pembebanan biayanya paling rendah, dan penggunaannya harus seminimal mungkin, sedapat mungkin dihindari.
7. Pentingnya Biaya per Unit “Biaya per unit adalah total biaya yang berkaitan dengan unit yang diproduksi dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi” (Hansen dan Mowen, 2004: 139). Menurut (Hansen dan Mowen, 2004):
21
Biaya per unit penting bagi penilaian persediaan, penentuan laba dan pengambilan keputusan seperti penetapan harga, rancangan produk, membuat atau membeli, dan menerima atau menolak pesanan khusus. Sebagai contoh, penawaran adalah persyaratan umum di pasar untuk menspesialisasikan produk dan jasa. Distorsi biaya produksi per unit tidak dapat diterima. 8. Cara untuk Mendapatkan Informasi Biaya per Unit Terdapat dua cara untuk mengukur dan membebankan biaya. “Dua sistem pengukuran tersebut adalah perhitungan biaya aktual dan perhitungan biaya normal”Hansen dan Mowen (2004 : 141). a. Perhitungan Biaya Aktual Hansen dan Mowen (2004) menjelaskan: Perhitungan biaya aktual membebankan biaya aktual bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead ke produk. Pada praktiknya, sistem perhitungan biaya aktual murni jarang digunakan, karena tidak dapat menyediakan informasi biaya per unit yang akurat berdasarkan waktu. b. Perhitungan Biaya Normal Hansen dan Mowen (2004) menjelaskan: Perhitungan biaya normal membebankan biaya aktual bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung ke produk; akan tetapi, biaya overhead dibebankan ke produk dengan menggunakan tarif perkiraan.
Dijelaskan oleh Firdaus dan Wasilah (2009 : 249) : Pembebanan biaya overhead yang dilakukan atas dasar tarif yang ditetapkan lebih dahulu (predetermined rates), di samping bermanfaat dalam penentuan harga pokok juga dapat membantu manajemen dalam melakukan fungsi perencanaan.
“Tarif perkiraan overhead adalah suatu tarif yang didasarkan pada perkiraan data dan dihitung dengan membandingkan biaya yang
22
diperkirakan dengan penggunaan aktivitas yang diperkirakan” (Hansen dan Mowen, 2004). “Perhitungan tarif biaya overhead pabrik dapat dilakukan apabila taksiran atau anggaran biaya overhead pabrik dan tingkat kegiatan telah ditetapkan (Firdaus dan Wasilah, 2009 : 252). Firdaus dan Wasilah(2009) menyebutkan : Dalam memilih basis alokasi yang akan digunakan sebagai angka penyebut (denominator) dalam rumus penentuan tarif biaya overhead pabrik harus mempertimbangkan hal-hal berikut: 1) Adanya hubungan langsung antara basis alokasi yang dipilihdengan biaya overhead pabrik yang akan dibebankan. 2) Paling mudah untuk dihitung dan diterapkan. 3) Menentukan biaya tambahan yang paling sedikit.
Sedangkan menurut Garrison, Noreen dan Brewer (2007) : Dalam menetapkan standar harga dan kuantitas untuk biaya overhead variabel, biasanya dinyatakan dalam satuan tarif dan jam. Tarif ini mewakili bagian tarif biaya variabel dari tarif overhead yang ditentukan di muka; jam berkaitan dengan dasar aktivitas yang digunakan untuk membebankan overhead ke unit-unit produk (biasanya jam mesin atau jam tenaga kerja langsung).
Dijelaskan oleh Firdaus dan Wasilah (2009 : 253-257) bahwa ada beberapa basis alokasi yang dapat digunakan untuk menghitung tarif biaya overhead pabrik sebagai berikut : 1) Jumlah unit produksi Basis alokasi jumlah produksi ini merupakan metode yang paling mudah dan langsung dalam membebankan overhead pabrik. Basis ini membebankan overhead sama besar terhadap masing-masing unit yang diproduksi. Terutama digunakan apabila hanya satu jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Tarif overjead pabrik yang dihitung dengan rumus berikut :
23
Biaya overhead pabrik taksiran/Jumlah unit produksi harian = tarif biaya overhead pabrik per unit 2) Biaya bahan langsung Basis alokasi ini dapat digunakan apabila terdapat hubungan langsung antara biaya bahan langsung dan biaya overhead pabrik, di mana dari hasil studi data biaya yang lalu menunjukkan persentase biaya overhead pabrik terhadap biaya tenaga kerja langsung relatif sama selama suatu periode. Untuk elemen-elemen biaya overhead pabrik yang berhubungan erat dengan bahan, tarif dihitung berdasarkan biaya bahan, berat, volume dan ukuran pemakaian lainnya. Rumus : Biaya overhead pabrik taksiran/Biaya bahan langsung taksiran x 100% = Persentase biaya overhead pabrik dari biaya bahan langsung 3) Biaya tenaga kerja langsung Basis alokasi ini dapat digunakan apabila biaya overhead pabrik mempunyai hubungan erat dengan biaya tenaga kerja langsung. Basis alokasi ini cocok terutama untuk proses produksi yang padat karya (labor intensive). Dalam menggunakan basis alokasi ini juga terdapat adanya masalah-masalah yang perlu diperhitungkan. Apabila bagian yang besar dalam biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya teknologi seperti penyusutan mesin dan peralatan yang telah diotomatisasi, maka pekerjaan-pekerjaan atau produk-produk yang padat karya akan menyerap atau menerima pembebanan biaya overhead pabrik yang tidak layak. Rumus : Biaya overhead pabrik taksiran/Biaya tenaga kerja langsung taksiran x 100% = Persentase biaya overhead pabrik dari biaya tenaga kerja langsung 4) Jumlah jam tenaga kerja langsung Basis alokasi ini dapat digunakan dalam penentuan tarif overhead apabila ada hubungan langsung antara biaya overhead pabrik dengan biaya kerja langsung.
24
Metode atau basis alokasi jumlah jam kerja langsung lebih layak digunakan pada proses produksi yang pelaksanaannya masih bergantung pada tenaga kerja. Apabila penggunaan mesin dalam proses produksi semakin meningkat, penentuan tarif biaya overhead pabrik dengan menggunakan basis alokasi jumlah jam tenaga kerja langsung menjadi kurang layak. Dalam kondisi seperti ini penggunaan alokasi jumlah jam mesin dapat digunakan sebagai ganti basis alokasi jumlah jam tenaga kerja langsung. Rumus : Biaya overhead pabrik taksiran/Jam tenaga kerja langsung taksiran = Tarif biaya overhead pabrik per jam tenaga kerja langsung 5) Jumlah jam mesin Otomatisasi biasanya menunjukkan adanya hubungan yang erat antara jumlah jam mesin dan biaya overhead pabrik. Rumus : Biaya overhead pabrik taksiran/Jam jam mesin taksiran = Tarif biaya overhead pabrik per jam mesin Nayab dan Wendy (2011) menjelaskan dalam tulisannya : Banyak manajer melakukan pembagian langsung dari biaya overhead tersebut, dengan jumlah unit yang diproduksi pada periode yang sama, untuk menentukan tarif biaya overhead material per produk. Hal ini bekerja ketika batas manufaktur itu sendiri untuk produk homogeny tunggal, tetapi menciptakan distorsi dalam produksi multi-produk.
C. BIAYA STANDAR 1. Definisi Garrison, Noreen dan Brewer (2007) mendefinisikan: Standar adalah tolok ukur atau norma dalam pengukuran kinerja. Standar kuantitas menentukan berapa banyak input yang dibutuhkan untuk setiap unit produksi. Standar biaya (harga)
25
menentukan berapa yang harus dibayar untuk setiap unit input. Kuantitas aktual dan biaya aktual input kemudian dibandingkan dengan standar-standar ini. Jika kuantitas atau biaya input ini berbeda secara signifikan dari standarnya, manajer kemudian menyelidiki perbedaan tersebut. Tujuannya adalah untuk menemukan penyebab permasalahan untuk selanjutnya menyelesaikannya sehingga tidak terulang lagi. Proses ini disebut manajemen dengan pengecualian (management by exception).
“Biaya standar adalah biaya yang telah ditentukan sebelumnya untuk memproduksi satu unit produk selama suatu periode tertentuyang direncanakan dalam kondisi operasi sekarang atau yang diantisipasi” (Carter dan Usry, 2005). “Suatu standar sebaiknya dianggap sebagai suatu norma untuk input produksi, seperti unit bahan baku, jam tenaga kerja dan persentase kapasitas yang dipergunakan” (Garrison, Noreen dan Brewer, 2007). Menurut Garrison, Noreen dan Brewer(2007 : 88) : Standar dan anggaran, keduanya amat mirip. Perbedaan antara kedua istilah tersebut adalah standar merupakan jumlah unit, sedangkan anggaran ialah jumlah total. Dengan kata lain, standar dapat dipandang sebagai anggaran biaya untuk satu unit produk.
2. Menetapkan Biaya Standar “Catatan masa lalu atas harga pembelian dan penggunaan input dapat berguna untuk menetapkan standar dan harus dirancang untuk mendorong operasi di masa depan yang efisien” (Garrison, Noreen dan Brewer, 2007).
26
“Standar ideal adalah standar yang dapat dicapai hanya dalam kondisi terbaik. Standar praktis didefinisikan sebagai standar yang ketat tetapi bisa dicapai” (Garrison, Noreen dan Brewer, 2007). “Di samping memberikan tanda atas kondisi yang tidak normal, standar
praktis
digunakan
untuk
mempredikisi
arus
kas
dan
merencanakan persediaan” (Garrison, Noreen dan Brewer, 2007). Sedangkan menurut Firdaus dan Wasilah (2009 : 250) ada 4 tingkat kegiatan yang biasa digunakan dalam menentukan tarif overhead pabrik. Tingkat kegiatan ini merupakan kapasitas produksi atau kapasitas pabrik, sebagai berikut : a. Kapasitas teoritis atau ideal. Mengasumsikan keadaan yang sempurna, di mana sama sekali tidak ada kendala-kendala dan rintangan. Dengan demikian kapasitas ini merupakan tingkat produksi yang mungkin tertinggi, di mana memproduksi dalam kecepatan penuh tanpa rintangan. b. Kapasitas praktis atau realistis. Kapasitas teoritis tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam suatu perusahaan. Kapasitas praktis mempertimbangkan adanya kendala-kendala internal, seperti kerusakan mesin, bahan dengan mutu yang rendah, penyerahan bahan tertunda, kekurangan tenaga dan ketidakhadiran, inefisiensi dan kegagalan, hari-hari besar dan cuti, penghitungan persediaan, dan jumlah penggantian waktu kerja. Tingkat kegiatan ini sama dengan kapasitas teoritis dikurangi kendala-kendala internal. Dalam hal ini kendala eksternal diabaikan. c. Kapasitas sesungguhnya diharapkan atau kapasitas jangka pendek. Tarif-tarif yang berbeda dihitung untuk masing-masing periode berdasarkan kepada fluktuasi-fluktuasi permintaan dari produksi jangka pendek. d. Kapasitas normal atau jangka panjang. Kapasitas ini mengakui adanya kendala-kendala eksternal maupun kendala-kendala internal. Kendala-kendala eksternal sebagai contoh adalah seperti kekurangan pesanan dari pelanggan. Tingkat produksi ini sama dengan kapasitas praktis dikurangi kendala-kendala eksternal dan kendala-kendala
27
internal. Kapasitas normal ini berdasarkan kepada permintaan dan penaksiran produksi jangka panjang, dan tetap konstan untuk masing-masing periode, kecuali biaya tetap atau unsur-unsur biaya tertentu berubah. Kapasitas normal berdasarkan kepada dasar pikiran bahwa tarif overhead (overhead rate) seharusnya tidak berubah karena adanya periode-periode produksi tinggi dan periode-periode rendah.
3. Kegunaan Biaya Standar “Biaya standar membantu perencanaan dan pengendalian operasi. Biaya standar memberikan wawasan mengenai dampak-dampak yang mungkin dari keputusan atas biaya dan laba” (Garrison, Noreen dan Brewer, 2007: 80).
4. Keuntungan menerapkan biaya standar Sistem biaya standar yang diutarakan oleh Garrison, Noreen dan Brewer (2007 :105) memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
Ketika biaya secara signifikan keluar dari standar, maka manajer diperingatkan bahwa mungkin ada masalah yang memerlukan perhatian, sehingga membantu manajer memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting. Sejauh standar tersebut dipandang wajar oleh karyawan, maka standar tersebut dapat meningkatkan nilai ekonomi dan efisiensi. Selain itu, standar merupakan tolok ukur yang dapat digunakan oleh individu untuk mengukur kinerjanya. Biaya standar dapat menyederhanakan pembukuan. Selain pencatatan biaya aktual untuk tiap-tiap pekerjaan, biaya standar untuk bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead dapat dibebankan ke tiap-tiap pekerjaan. Biaya standar secara alamiah sesuai untuk penerapan sistem terintegrasi akuntansi pertanggungjawaban. Standar tersebut menetapkan berapa biaya yang seharusnya, siapa yang bertanggung jawab dan apakah biaya aktual terkendali.
28
5. Potensi Permasalahan dalam Penggunaan Biaya Standar Menurut Garrison, Noreen dan Brewer (2007 :105-106) penggunaan biaya standar dapat menimbulkan sejumlah masalah potensial antara lain: a.
b.
c.
d.
e.
Laporan varians biaya standar biasanya disiapkan bulanan dan seringkali diterbitkan beberapa hari atau minggu setelah akhir bulan. Konsekuensinya, informasi dalam laporan tersebut sudah terlambat bahkan hampir tidak berguna. Laporan yang tepat waktu dan secara keseluruhan benar lebih baik dibandingkan laporan yang sangat tepat tetapi sudah kadaluwarsa pada saat dilaporkan. Beberapa perusahaan saat ini melaporkan varians dan data operasi utama secara harian atau bahkan lebih sering. Karyawan berusaha keras untuk meningkatkan produksi pada akhir bulan untuk menghindari varians efisiensi tenaga kerja yang tidak menguntungkan. Dalam usaha untuk menghasilkan produk yang berlebihan tersebut, kualitas mungkin terabaikan. Standar kuantitas tenaga kerja dan varians efisiensi mempunyai dua asumsi penting. Pertama, diasumsikan bahwa proses produksi dipacu oleh pekerja, jika pekerja bekerja lebih cepat, produksi akan meningkat. Namun output di beberapa negara tidak lagi ditentukan oleh seberapa cepat karyawan bekerja, tetapi ditentukan juga oleh kecepatan mesin bekerja. Kedua, perhitungan mengasumsikan bahwa tenaga kerja adalah biaya variabel. Namun, tenaga kerja langsung bisa jadi bersifat tetap. Jika tenaga kerja sifatnya tetap, penekanan yang tidak semestinya terhadap varians efisiensi tenaga kerja akan menimbulkan tekanan untuk memproduksi persediaan secara berlebihan. Dalam beberapa kasus, varians “menguntungkan” bisa jadi buruk atau bahkan lebih buruk dibandingkan dengan varians “tidak menguntungkan”. Terlalu banyaknya penekanan pada upaya untuk memenuhi standar akan menutupi tujuan lain yang juga penting, seperti mempertahankan dan meningkatkan kualitas, ketepatan waktu pengiriman dan kepuasan pelanggan”.
29
D. BIAYA PRODUKSI “Salah satu tujuan utama sistem manajemen biaya adalah perhitungan biaya produk untuk pelaporan keuangan eksternal” (Hansen dan Mowen, 2004: 49). “Pemasukan yang dihitung menurut klasifikasi fungsional sering disebut sebagai perhitungan pemasukan biaya absorpsi (full-costing) karena semua biaya manufaktur dibebankan ke produk” (Hansen dan Mowen, 2004: 49). Menurut Hansen dan Mowen (2004) biaya dikelompokkan ke dalam dua kategori fungsional utama yaitu produksi dan non produksi: 1. Biaya Produksi “Biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa” (Hansen dan Mowen, 2004: 49) Sedangkan menurut William K. Carter (2009: 69) : Biaya produksi merupakan biaya variabel yang didefinisikan sebagai biaya yang meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktifitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktifitas. Pada prakteknya hubungan antara suatu aktifitas usaha dengan biaya produksi biasanya dianggap linear, yaitu biaya meningkat dalam jumlah yang konstan untuk setiap satu unit peningkatan dalam aktifitas usaha.
Dijelaskan oleh Hansen dan Mowen (2004 : 139) : Biaya produk seringkali didefinisikan sebagai biaya produksi: yaitu jumlah dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead produksi. Definisi biaya produk tersebut diharuskan
30
untuk pelaporan keuangan bagi pihak eksternal, dan oleh karena itu memainkan peranan kunci dalam penilaian persediaan dan menentukan pendapatan. 2. Biaya Non Produksi Menurut penjelasan Hansen dan Mowen(2004: 49) : Biaya nonproduksi adalah biaya yang berkaitan dengan fungsi perencanaan, pengembangan, pemasaran, distribusi, layanan pelanggan dan administrasi umum. Dimana biaya pemasaran, distribusi, dan layanan pelanggan kadangkala ditempatkan dalam satu kategori umum yang disebut biaya penjualan. Sedangkan biaya-biaya yang diperlukan untuk merancang, mengembangkan dan administrasi umum ditempatkan dalam kategori kedua yang disebut biaya administrasi. Nayab dan Finn (2011) menjelaskan dalam tulisannya : Bebanyang terjadi di luar pabrik, seperti biaya pemasaran dan penjualan, dan biaya administrasi umum, bukan bagian dari biaya overhead manufaktur, dan standar akuntansi keuangan menetapkan masuknya biaya overhead tersebut muncul secara terpisah dalam laporan laba rugi, tanpa menempatkan mereka untuk produk. Sedangkan menurut Billie Nordmeyer(2008) dalam tulisannya menyatakan : Sejumlah biaya non-manufaktur meliputi gaji dan tunjangan dari penjualan dan tenaga administrasi, sewa dan utilitas untuk ruang yang menampung fungsi perusahaan non-manufaktur, asuransi yang berkaitan dengan daerah-daerah dari situs perusahaan tidak digunakan untuk manufaktur, beban keuangan, pemasaran dan periklanan, penyusutan peralatan dan bangunan, dan perlengkapan kantor.
31
E. VARIABLE COSTING DAN FULL COSTING 1. Variable Costing Merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi variabel saja. Dikenal juga dengan istilah direct costing untuk kepentingan internal perusahaan. 2. Full Costing Yakni metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk. Dikenal juga dengan Absortion atau Conventional Costing. Perbedaan tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi tetap, dan akan mempunyai akibat pada : a. Perhitungan harga pokok produksi dan b. Penyajian laporan laba-rugi.
3. Prinsip Full Cost Recovery Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 5 Ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2006 bahwa “pendapatan PDAM harus memenuhi prinsip pemulihan biaya secara penuh (full cost recovery)”. Menurut Permendagri tersebut khususnya Pasal 14 Ayat 2 maka untuk melakukan perhitungan dan proyeksi biaya harus dipersiapkan data
32
sebagai berikut: a.
komponen-komponen biaya sumber air;
b.
komponen-komponen biaya pengolahan air;
c.
komponen-komponen biaya transmisi dan distribusi;
d.
komponen-komponen biaya kemitraan;
e.
komponen-komponen biaya umum dan administrasi;
f.
komponen-komponen biaya keuangan;
g.
komponen-komponen aktiva produktif;
Sedangkan menurut Billie Nordmeyer(2008) dalam tulisannya menyatakan : Prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU) mengharuskan overhead untuk dialokasikan kepada produk dalam rangka untuk merekam produk ini dengan biaya penuh mereka. Namun, prinsipprinsip tersebut tidak mengacu pada biaya overhead nonmanufaktur. Oleh karena itu, biaya tersebut tidak dialokasikan untuk produk tertentu melainkan dibebankan pada saat terjadinya. Dalam hal ini, alokasi overhead non-manufaktur untuk produk yang diproduksi dilakukan dengan menggunakan metode biaya berbasis volume atau berbasis aktivitas. F. Kerjasama Pemerintah Swasta Kerjasama Pemerintah Swasta bisa disebut juga sebagai Privatisasi atau Public Private Partnership. Privatisasi yang berpola “kemitraan” yang lazim disebut Private Sector Participation, bentuknya antara lain (Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta, 2008: 44): 1. Pemberian konsesi secara terbatas, baik waktu dan/atau lingkup kerja. Di sini pihak swasta hanya mengoperasikan infrastruktur yang
33
dimiliki oleh BUMN/BUMD, atau pemerintah untuk lingkup tertentu dan waktu tertentu. 2. KSO atau Kerja Sama Operasi, di mana pihak BUMN/BUMD melakukan kerja sama manajemen untuk mengelola unit bisnis tertentu yang dikelolanya. Pola ini banyak dipergunakan oleh Telkom sejak tahun 1980an. 3. BOT atau Built Operate and Transfer, dimana pihak swasta membangun sebuah infrastruktur dari awal, untuk kemudian dikelola, dan pada kurun waktu tertentu diserahkan kepada pemerintah atau BUMN/BUMD. Pola ini misalnya untuk jalan tol. 4. ODT atau Operate Develop and Transfer, di sini BUMN/BUMD memberikan konsesi kepada swasta untuk mengelola bisnisnya (atau sebagian bisnisnya), mengembangkannya, dan pada kurun waktu yang disepakati mengembalikan kepada BUMN/BUMD. Pola ini dipergunakan misalnya untuk PAM DKI Jakarta kepada dua mitra swastanya, PT Palyja dan PT Aetra.
G. SUMBER AIR Sumber air PT Palyja 60% air baku dari banjir kanal barat, 35% air curah dari Tangerang dan 5% air dari berbagai sumber sungai lain (Sumber:http://id.palyja.co.id/bisnis-utama/fasilitas-daninfrastruktur/sumber-air-palyja/) 1. Air Baku (Raw Water) Perum Jasa Tirta II memiliki bisnis utama pada pengelolaan sumber daya air dan kelistrikan menggunakan waduk atau bendungan Jatiluhur di sebelah tenggara Jakarta mengelola sumber daya air di wilayah Citarum atau banjir kanal barat. Perum Jasa Tirta II melayani wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta yang mencakup Jakarta, Kotamadya dan Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, sebagian Indramayu, sebagian
34
Sumedang, Bandung termasuk Kotamadya Bandung, Cianjur dan sebagian Bogor. Gambar 2.1 Air Baku Jatiluhur
2. Air Curah (Bulk Treated Water) a. PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang Wilayah pelayanan PDAM mencakup kabupaten Tangerang dan PT Palyja khususnya seperti pada gambar di bawah ini : Gambar 2.2 Air Curah PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang
35
(Sumber:http://www.pdamtkr.co.id/v4/index.php?option=com_content&vi ew=article&id=8:sistem-penyediaan-air-bersih&catid=7:sistempenyediaan-air-bersih) b. PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang Wilayah pelayanan PDAM mencakup kabupaten Tangerang dan PT Palyja khususnyaseperti pada gambar di bawah ini : Gambar 2.3 Air Curah PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang
(Sumber: http://www.tirtabenteng.com/pdam/index.php/history)
H. PENELITIAN TERDAHULU Skripsi yang diteliti oleh Ristiani (2005) yang berjudul “Analisis Harga Pokok Air Bersih PDAM dan Respon Konsumen terhadap Kebijakan Tarif Air Minum (Studi Kasus di PDAM Kabupaten Bogor)” memiliki permasalahan mengenai harga pokok air PDAM. Harga pokok air dihitung dengan membagi seluruh biaya produksi dengan banyaknya volume air yang terjual.
36
Perbedaan dalam penelitian ini bahwa biaya produksi mitra swasta tidak berbasis volume air terjual. Jurnal yang ditulis oleh Ahmad Juanda dan Nikki Vertik Lestari (2011) berjudul “Analisis Perhitungan Biaya Satuan (Unit Cost) Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran (Studi Kasus Pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang)” turut menjadi perhatian peneliti. Jurnal ini membahas perhitungan biaya satuan penyelenggaraan pendidikan di Fakultas Kedokteran. Adapun penelitian ekonomi lain mengenai PDAM dapat peneliti sebutkan di bawah ini: Judul Skripsi/Tesis 1. Pengaruh
Kesimpulan
Biaya Peneliti terdahulu mengambil kesimpulan
Produksi
Air,
Biaya antara lain:
Pemeliharaan Jaringan Transmisi Distribusi
Air
a. Besarnya biaya pemeliharaan jaringan
dan
transmisi dan distribusi air PDAM
dan
selama
sembilan
tahun
Biaya Operasional Air
cenderung
Kotor terhadap Laba
peningkatan dan penurunan.
Usaha
PDAM Kota
Bandung. Dari
b. Biaya transmisi
Universitas
Pendidikan Indonesia.
menunjukkan
pemeliharaan dan
terakhir fluktuasi
jaringan
distribusi
ar
berpengaruh secara positif terhadap laba usaha. c. Terjadi inefisiensi pada penggunaan
37
biaya
pegawai
dan
biaya
pemeliharaan jaringan transmisi dan distribusi air. 2. Analisis Biaya
Pengaruh Pengaruh dari variabel bebas terhadap Produksi
dan variabel terikat adalah:
Penjualan Air Bersih
a. Variabel biaya sumber air bersih
terhadap Laba Kotor
berpengaruh negatif dan signifikan
pada PDAM Tirtanadi
terhadap laba kotor.
Skripsi
oleh
Wulan
Dani
Surya
b. Variabel biaya pengolahan air bersih
dari
berpengaruh negatif dan signifikan
Universitas Sumatera Utara
Jurusan
terhadap laba kotor. c. Variabel
penjualan
air
bersih
berpengaruh positif dan signifikan
Akuntansi (2006)
terhadap laba kotor. 3. Pengaruh
Biaya Berdasarkan
Pemeliharaan
hasil
analisa
maka
Mesin kesimpulannya laba operasional PDAM
terhadap
Laba 85,8%
Operasional
pada pemeliharaan mesin dan sisanya dari
PDAM Bandung Oleh
Iros
Sukendra
faktor
lain
yang
oleh
dari
Jurusan
biaya
menyebabkan
Rosmala ketercapaian laba yang optimal.
Universitas Komputer Indonesia
dipengaruhi
38
Akuntansi 4. Analisis
Ekonomi Analisis manfaat dan biaya PDAM DKI
Pengelolaan
Sumber Jakarta
setelah
adanya
konsesi
Daya Air PDAM DKI memberikan hasil yang negatif. Jakarta Setelah Adanya Konsesi. Skripsi
oleh
Retno
Triastuti dari Institut Pertanian
Bogor
Jurusan
Ilmu
Ekonomi (2006). 5. Analisis
Ekonomi Kesimpulannya sebagai berikut:
Pengelolaan Daya
Sumber
Air
Kebijakan
Tarif
dan
minyak
Air
mempengaruhi kebijakan kenaikan
PDAM Kota Madiun. Skripsi Eva
oleh
Nimas
Ekonomi
Pertanian
positif
(2006). 6. Pengaruh
Pertanian
tingkat
inflasi
b. Biaya variabel, biaya investasi dan jumlah
Bogor Jurusan Studi
dan
tarif.
dari
Kusuma
Institut
a. Harga beli listrik, harga bahan bakar
produksi
air
terhadap
berpengaruh total
biaya
pengelolaan air PDAM. c. Penetapan tarif air telah mencapai kondisi full cost recovery.
Dana Menggunakan rasio sebagai alat analisis
39
Pegawai, Dana Operasi didapatkan antara lain bahwa: dan
Pemeliharaan,
Dana
Hubungan
Langganan, Penelitian Pengembangan Dana
Produksi
terhadap
Profitabilitas.
Dana
Artinya apabila ada peningkatan atau
dan
penurunan dari biaya produksi akan
serta
diimbangi secara proporsional oleh
Administrasi
Umum
a. Tidak Ada Pengaruh antara Biaya
terhadap
Profitabilitas
peningkatan
atau
penurunan
pendapatan dari harga jual produk, sehingga dimungkinkan sangat kecil
Perusahaan
pada
adanya
PDAM
Kota
peningkatan laba perusahaan.
Sukabumi.
b. Biaya
pengaruh
Produksi,
Biaya
terhadap
Pegawai,
Universitas
Biaya Pemasaran dan Biaya Litbang
Pendidikan Indonesia.
berpengaruh secara simultan maupun
Oleh
parsial pada Profitabilitas. 7. Penentuan Pokok
Harga Membandingkan
Produksi
biaya
produk
antara
Air metode tradisional dengan metode ABC
PDAM Kota Semarang menghasilkan kesimpulan antara lain: dengan
Metode
a. Metode tradisional membebani biaya
Activity Based Costing
terlalu tinggi dibandingkan dengan
sebagai Alternatif.
metode ABC
Tesis
oleh
Basri
(2001)
Hasan dari
b. Sistem
biaya
tradisional
hanya
menggunakan jam mesin atau yang
40
Universitas
berkaitan dengan volume sebagai
Diponegoro Program
satu-satunya
Pasca
pengalokasian biaya overhead ke
Sarjana
Magister Manajemen.
basis
dalam
produk. c. Sistem ABC memperhatikan biayabiaya yang tidak berkaitan dengan volume dan informasi biaya produk yang dihasilkan lebih akurat.
8. Penerapan
Metode http://www.baringin.com/penerapan-
ABC
dalam metode-abc-dalam-penghitungan-harga-
Penghitungan
Harga pokok-produksi-air-pdam-yogyakarta.html
Pokok
Produksi
Air
PDAM Yogyakarta 9. PDAM System
Maros
ABC http://id.scribd.com/doc/79534876/SkripsiFull-Metode-Activity-Based-Costing