BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pembiayaan Multijasa Pengertian pembiayaan multijasa dapat dipahami dengan menelusuri Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia. 1. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah Menurut kodifikasi produk perbankan syariah pembiayaan multijasa adalah sebagai berikut: a) Definisi
Pembiayaan
adalah
penyediaan
dana
atau
tagihan
yang
dipersamakan dengan itu berupa: 1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; 2. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewabeli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; 3. Transaksi jual-beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; 4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan 5. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa; Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan
21
22
dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Pembiayaan Multijasa adalah kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan akad ijarah. Dalam jasa keuangan antara
lain
dalam
bentuk
pelayanan
pendidikan,
kesehatan,
ketenagakerjaan dan kepariwisataan. Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan ijarah untuk transaksi multijasa berlaku persyaratan kurang lebih sebagai berikut : a. Bank dapat menggunakan akad ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, dan kepariwisataan; b. Dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan akad ijarah untuk transaksi multijasa, Bank dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee;dan c. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase; b) Akad
1. Ijarah Transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
23
2. Kafalah Transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful ‘anhu/ashil). c) Fitur dan Mekanisme Pembiayaan Multijasa
1. Pembiayaan multijasa atas dasar akad ijarah a. Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi ijarah dengan nasabah; b. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan obyek sewa yang dipesan nasabah; c. Pengembalian atas penyediaan dana Bank dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus; dan d. Pengembalian atas penyediaan dana Bank tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang. 2. Pembiayaan multijasa atas dasar akad kafalah a. Bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap pihak ketiga; b. Obyek penjaminan harus: 1) Merupakan kewajiban pihak/orang yang meminta jaminan; 2) Jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya; dan 3) Tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan). c. Bank dapat memperoleh imbalan atau fee yang disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah nominal yang tetap;
24
d. Bank dapat meminta jaminan berupa cash collateral atau bentuk jaminan lainnya atas nilai penjaminan; dan e. Dalam hal nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga, maka bank melakukan pemenuhan kewajiban nasabah kepada pihak ketiga dengan memberikan dana talangan sebagai Pembiayaan atas dasar akad qardh yang harus diselesaikan oleh nasabah. d) Tujuan dan Manfaat
1. Bagi Bank a. Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka memberikan pelayanan jasa bagi nasabah. b. Memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujrah. 2. Bagi Nasabah a. Sebagai salah satu solusi kebutuhan pelayanan jasa. b. Memperoleh pemenuhan jasa-jasa tertentu seperti pendidikan, kesehatan dan jasa lainnya yang dibenarkan secara syariah. e) Analisis Dan Identifikasi Risiko
1. Resiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
25
2. Resiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan multijasa untuk transaksi komersial adalah dalam valuta asing.1
2. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa Dasar hukum pembiayaan multijasa terdapat dalam Al-Qur’an, AlHadist, kaidah fiqh, dan pendapat para ulama: a. Firman Allah SWT antara lain: 1. QS. Al-Ma’idah (5) ayat 2:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. 2. QS. Al-Ma’idah (5) ayat 1:
.......... “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.......” 3. QS. Al-Israa’ (17) ayat 34: ………… “………Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”
1
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/6FBBF37C-B307-4E64B819-5DA1B5FF5EAE/14712/ KodifikasiProdukPerbankanSyariahLampiranSE.pdf, diakses pada tanggal: 15 Juli 2011, jam: 19.23 wib
26
b. Hadist-hadist Nabi s.a.w antara lain: 1. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani:
علَى ُّ اَل ُ َّص ْل ُح َجائِ ٌز بَيْنَ اْل ُم ْس ِل ِميْنَ إِال َ َص ْل ًحا َح َّر َم َح ََلالًأ َ ْوأ َ َح َّل َح َرا ًما َو ْال ُم ْس ِل ُم ْون ً شُ ُر ِط ِه ْم ِإالَّ ش َْر طا َح َّر َم َح ََلالًأ َ ْوأ َ َح َّل َح َرا ًما “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” 2. Hadist riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id alKhudri, Nabi s.a.w. bersabda:
َُم ِن ا ْستَأْ ِج َرأَ ِجي ًْرا فَ ْليُ ْع ِل ْمهُ ا َ ْج َره “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”
3. Sabda Rasulullah SAW:
ُّ َو ع ْو ِن أ َ ِخ ْي ِه َ ي َ ي ْ ع ْو ِن اْل َع ْب ِد َما َكانَ اْل َع ْبد ُ ِف ْ ُّللا ِف “Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.”
c. Kaidah fiqh, antara lain:
َحْري ِْم َها ِ ص ُل فِي ْال ُمعَا َم ََل ْ َاَال َ ت اْ ِإلبَا َحةُ إِال ٌ أ َ ْن يَد ُ ٌل دَ ِل ْي ٌل ِ علَى ت “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
اَلض ََّر ُريُزَ ا ُل “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
ب الت َّ ْي ِسي َْر َ ا َ ْل َم ُ شقَّةُ تَجْ ِل
27
“Kesulitan dapat menarik kemudahan”
d. Pendapat para ulama, antara lain: 1. Kitab Mughni al-Muhtajj, jilid II: 201-202: (Hal yang dijamin) yaitu utang disyaratkan harus berupa hak yang bersifat fix pada saat akad. Oleh karena itu, tidak sah menjamin utang yang belum menjadi kewajiban… (Qaul qadim Imam al-Syafi’i menyatakan sah penjaminan terhadap utang yang akan menjadi kewajiban), seperti harga barang yang akan dijual atau sesuatu yang akan diutangkan. Hal itu karena hajat kebutuhan orang terkadang mendorong adanya penjaminan tersebut.” 2. Kitab al-Muhadzdzab, juz I Kitab al-Ijarah hal. 394: “Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang dibolehkan… karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya boleh pula akad ijarah atas manfaat.”
e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia 1) Bahwa salah satu bentuk pelayanan jasa keuangan yang menjadi kebutuhan
masyarakat
adalah
pembiayaan
multijasa,
yaitu
pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa;
28
2) Bahwa LKS perlu merespon kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan jasa tersebut; 3) Bahwa agar pelaksanaan transaksi tersebut sesuai dengan prinsip syariah, Dewan Syariah Nasional MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang pembiayaan multijasa untuk dijadikan pedoman.
f. Landasan Yuridis Landasan hukum perbankan yang mengatur tentang kegiatan bank yang memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran: 1) Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 10 tahun 1998 2) Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 3 tahun 2004.
3. Macam-macam Pembiayaan Multijasa Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia No: 44/DSNMUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa memiliki ketentuan umum sebagai berikut: 1) Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah. 2) Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah.
29
3) Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus
mengikuti
semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah. 4) Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat
memperoleh
imbalan jasa (ujroh) atau fee. 5) Besar ujroh atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan
dalam
bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase. 2 Berdasarkan
keterangan
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
pembiayaan multijasa adalah salah satu bentuk jasa keuangan dalam bidang pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan jasa lainnya yang dibenarkan secara syariah dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pada awal akad antara bank dengan nasabah pembiayaan. Besarnya ujrah dan jangka waktu nasabah membayar uang upah/ujrah sesuai dengan kesepakatan. Jangka waktu maksimum ijarah Multijasa adalah 3 (tiga) tahun besarnya upah/ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan prosentase.
4. Cara Perhitungan Ujrah Pembiayaan Multijasa iB Pendidikan Skema Multijasa iB Pendidikan adalah sebagai berikut: orangtua siswa atau mahasiswa mengajukan pembiayaan multijasa iB pendidikaan kepada bank syariah. Bank syariah akan membantu mengurus biaya pendaftaran masuk sekolah yang harus dibayar kepada lembaga pendidikan. 2
DSN MUI-Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hal. 328
30
Misalnya besarnya adalah Rp.20.000.000,- biaya tersebut langsung ditransfer oleh bank syariah ke rekening lembaga pendidikan. Atas jasa tersebut, bank syariah mengenakan fee atau biaya sewa kepada nasabah sebesar nilai tertentu, misalnya Rp.1.000.000,-. Apabila nasabah akan mengangsur biaya pendidikan kepada bank syariah selama 1 tahun (1 Januari 2011 s/d 1 januari 2012). Berapa angsuran yang harus dibayar oleh nasabah: 3 Jawab: Angsuran yang harus dibayar nasabah adalah: 1) Kewajiban= Biaya pokok + biaya sewa (ujrah) Rp. 20.000.000,- + Rp. 1.000.000,- = Rp. 21.000.000,2) Kewajiban / 1 tahun (12 bulan) Rp. 21.000.000,- / 12 bulan = Rp.1.750.000,-
B. Akad-Akad Operasional Bank Syariah 1. Akad Berbasis Penghimpunan Dana (funding)
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Akad operasional bank syariah yang dapat diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah wadi’ah dan mudharabah. a) Akad wadi’ah Akad wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk giro. Wadi’ah yad dhamanah berbeda dengan wadi’ah yad amanah. Dalam wadi’ah yad amanah pada dasarnya 3
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/5BA5C43B-6F26-4EA5-BF47-CEBB6D51864F/176 38/Multijasa_iB.pdf, diakses pada tanggal:12 -10-2011, pukul: 12.33 wib
31
harta titipan tidak boleh dimanfaatan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi’ah yad dhamanah pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. 4 b) Akad mudharabah Dalam mengaplikasikan akad mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (nasabah) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau pembiayaan ijarah. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka. 5 c) Akad pelengkap Seperti yang juga terjadi pada penyaluran dana, maka dalam pelaksanaan penghimpunan dana biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Salah satu akad pelengkap yang dapat dipakai untuk penghimpunan dana adalah akad wakalah.
4
Muhammad Al Anshari, dkk, Perbankan Islam, Sejarah, Prinsip dan Operasional, (Jakarta: Minaret, 1993), hlm. 80 5 Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah, (Yogyakarta: BPFE, 2002), hlm. 15
32
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
2. Akad Berbasis Penyaluran Dana (financing)
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: a) Pembiayaan dengan akad jual-beli (Ba’i) Akad
jual-beli
dilaksanakan
sehubungan
dengan
adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property) dan keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. 6 Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan, yakni sebagai berikut: 1) Pembiayaan murabahah Murabahah adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank sebagai penjual di satu sisi dan di sisi lain nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
6
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Suatu Pengantar Umum, ed. Khusus, (Jakarta: Tazkia Institute, 2000), hlm. 135
33
berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan. 2) Pembiayaan salam Salam
adalah
transaksi
jual-beli
dimana
barang
yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli sementara nasabah sebagai penjual. 7 Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan. 3) Pembiayaan istishna’ Produk istishna’ menyerupai produk salam, tapi dalam istishna’ pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan
7
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid Ke- 4, Terj. Soeryo Nastangin, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 2003), hlm. 380.
34
dalam akad istishna’ dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.8 b) Pembiayaan dengan akad sewa (ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual-beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang sedangkan pada ijarah transaksinya adalah jasa.9 Pada akhir masa sewa bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahiyyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). c) Pembiayaan dengan akad bagi hasil (syirkah) Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil sebagai berikut: 1) Pembiayaan musyarakah Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
8
M. Fahim Khan and Mirakhor, “The Framework and Practice of Islamic Banking”, Finance and Development, (Leceister: The Islamic Foundation, 1990), hlm. 87 9 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: AlvaBet, 2003), hlm. 23
35
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat
berupa
dana,
barang
perdagangan
(trading
asset),
kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. 2) Pembiayaan mudharabah Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Dengan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.10 Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dalam setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam.
10
Muhammad Al Anshari, dkk, Op. Cit., hlm. 96
36
d) Pembiayaan dengan akad pelengkap Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya pelaksanaan akad ini. Besarnya biaya hanya untuk menutupi biaya timbul. 1) Hiwalah (Alih utang piutang) Tujuan hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. 2) Rahn (Gadai) Tujuan akad
rahn
adalah untuk
memberikan
jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:11 a. Milik nasabah sendiri. b. Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar. c. Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang 11
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 35
37
digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab. 3) Qard Qard adalah pinjaman uang. Aplikasi qard dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu: a. Sebagai pinjaman talangan haji; b. Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah; c. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil; d. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank; 4) Wakalah Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukaan L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyakarah.
38
5) Kafalah (garansi bank) Garansi bank diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
3. Akad Berbasis Jasa-Jasa Lain
Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries (penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) dengan pihak yang kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa: a) Sharf (jual beli valuta asing) Pada prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli valuta asing ini penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. b) Ijarah (sewa) Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposite box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.12
12
Adiwarman A Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi Ke-3 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 97-112.