BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan diri dengan pekerjaannya, kemudian akan bekerja dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional. Aspek fisik yaitu energi fisik yang dikerahkan oleh karyawan dalam melaksanakan perannya dalam pekerjaan, aspek kognitif mengacu pada keyakinan karyawan terhadap organisasi, dan aspek emosional lebih mengacu pada bagaimana perasaan karyawan apakah merasakan hal positif atau negatif pada organisasi atau perusahaan. Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker mengatakan bahwa Engagement didefinisikan sebagai suatu hal yang positif, pemenuhan dalam menjalankan tugas pekerjaan, serta cara pandang bekerja yang berhubungan dengan keadaan pikiran yang ditandai oleh adanya vigor, dedication, dan absorption (Schaufeli & Bakker, 2003). Agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik maka diperlukan adanya motif-motif untuk mencapai tujuan apa yang telah direncanakan. Work engagement menjadi salah satu kondisi yang dapat menggambarkan keterlibatan seseorang dalam mencapai performa kinerja yang optimal. Work engagement adalah sebuah kondisi di mana seseorang memiliki pikiran yang positif sehingga ia mampu mengekspresikan dirinya baik secara fisik, kognitif dan afektif dalam melakukan pekerjaan (Schaufeli & Bakker, 2003). 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Work engagement merupakan sikap positif karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai organisasi, dengan pandangan inilah maka karyawan dapat merasa terikat dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya sehingga dapat menciptakan suatu dorongan positif untuk berhasil mencapai tujuan dan kesuksesan dalam bekerja. Karyawan yang engaged memiliki kesadaran dalam konteks bisnis dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi. Kesadaran bisnis yang dimiliki oleh karyawan akan membuat mereka memberikan upaya yang terbaik demi kepentingan bersama (Robinson, Perryman, & Hayday, 2004). Work engagement merupakan bentuk motivasi intrinsik di mana perilaku tersebut dilakukan untuk dirinya sendiri, untuk mengalami kesenangan dan antusiasme yang melekat dalam kegiatan pekerjaan (Vallerand, 1997; Demerouti, Bakker, & Gevers, 2015). Bakker dan Leiter (2010) menyatakan bahwa ketika karyawan engaged, mereka merasa terdorong untuk berusaha maju menuju tujuan yang menantang, mereka menginginkan kesuksesan. Lebih lanjut, work engagement merefleksikan energi karyawan yang dibawa dalam pekerjaan. Ciri-ciri karyawan yang engaged tidak hanya mempunyai kapasitas untuk menjadi energik, tetapi mereka secara antusias mengaplikasikan energi yang dimiliki pada pekerjaan mereka (Bakker & Leiter, 2010). Work Engagement melebihi sebuah respon cepat dari seorang karyawan terhadap tugas dan pekerjaan, lebih jauh lagi work engagement merupakan komitmen pribadi dan refleksi dari energy dalam diri karyawan yang mereka bawa saat bekerja untuk memenuhi tujuan mereka dalam meraih kesuksesan di dunia kerja (Bakker & Leiter, 2010).
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa work engagement adalah upaya seorang individu untuk mengikatkan diri dengan pekerjaannya yang ditunjukkan dalam bentuk sikap positif seperti rasa bangga, merasa tertantang, dan antusias. Oleh karena itu, work engagement karyawan ditandai dengan tingkat energi yang tinggi dan totalitas yang kuat dengan pekerjaannya. 2.1.2
Ciri – ciri Karyawan yang Engaged Robinson, Perryman, & Hayday (2004) menjelaskan beberapa ciri /
perilaku yang engaed diantaranya: 1) Percaya kepada organisasi. 2) Tertarik untuk bekerja lebih baik. 3) Memahami konteks bisnis perusahaan dan gambaran besar perusahaannya. 4) Kerelaan untuk bertindak lebih. 5) Selalu mengikuti perkembangan yang ada di lapangan. 2.1.3
Dimensi Work Engagement Berdasarkan Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, Bakker bahwa work
engagement merupakan hal positif, yang terkait dengan keadaan pikiran yang ditandai dengan vigor, dedication dan absorption maka Schaufeli dan Bakker (2003) mengkonseptualisasikan bahwa dimensi work engegement ada tiga, yakni: 1) Vigor: merupakan ketahanan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. 2) Dedication: mengacu pada perasaan penuh makna, antusias, bangga dalam pekerjaan, dan merasa terinsipirasi serta tertantang olehnya. Di samping 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
itu mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. 3) Absorption: mengacu pada konsentrasi penuh dan mendalam, tenggelam dalam pekerjaan dimana waktu berlalu terasa cepat dan sulit memisahkan diri dari pekerjaan karena terlalu asyik dengan pekerjaan mereka.
2.1.4
Faktor-Faktor Yang Mendorong Work Engagement
Menurut Bakker dan Demerouti (2008) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi work engagement, diantaranya: 1) Job Resources Job Resources merujuk pada aspek lingkungan seperti fisik, sosial maupun organisasional dari pekerjaan yang memungkinkan individu untuk mengurangi tuntutan pekerjaan baik psikologis maupun fisiologis yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut, membantu seseorang mencapai tujuan, serta menstimulasi pertumbuhan personal, pembelajaran, dan perkembangan. 2) Personal Resources Personal resources merujuk kepada karakteristik yang dimiliki oleh karyawan seperti kepribadian, sifat, usia, dan lain-lain. Personal resources merupakan kemampuan seseorang untuk mengontrol dan mempengaruhi lingkungannya secara sukses. Beberapa tipikal personal resources antara lain seperti self efficacy, optimism, & personality.
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.1.5
Pengukuran Work Engagement Schaufeli dan Bakker (2003) menjelaskan bahwa Utrecht Work
Engagement Scale (UWES) telah dikembangkan yang mencakup tiga aspek merupakan work engagement: vigor, dedication, dan absorption. Vigor dinilai oleh enam item. Dedication diukur melalui enam item, begitupun absorption diukur melalui enam item yang kemudian membentuk skala UWES-17. Seiring perkembangan, Schaufeli & Bakker melakukan penyempurnaan pada pengembangan kuesioner singkat untuk mengukur work engagement yang berhubungan dengan pekerjaan positif dari pemenuhan dalam menjalankan tugas pekerjaan yang ditandai dengan vigor, dedication, dan absorption. Data dikumpulkan di 10 negara yang berbeda (n = 14.521), dan hasil menunjukkan bahwa 17-item UWES dapat disingkat menjadi 9 item (UWES-9). Validitas faktorial dari UWES-9 ditunjukkan menggunakan analisis faktor konfirmatori, dan tiga nilai skala memiliki konsistensi internal yang baik dan keandalan tes-tes ulang. Hasil ini mengkonfirmasi bahwa work engagement dapat dipahami sebagai antipoda positif burnout. Hal ini disimpulkan bahwa skor UWES-9 skor memiliki sifat psikometrik diterima dan bahwa instrumen tersebut dapat digunakan dalam studi tentang perilaku organisasi positif (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006). Kemudian Seppala., et al (2009) juga menguji penggunaan skala pengukuran Utrecht Work Engagement Scale untuk mengukur work engagement pada masyarakat Finlandia dengan n=9.404. Seppala., et al (2009) menguji kuesioner UWES yang terdiri dari 17 item (UWES-17), yang mengukur tiga dimensi yang mendasari work enga gement: vigor (enam item), dedication (lima item), dan absorbtion (enam item) serta versi pendek dengan 9-item skala UWES 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(UWES-9) yang terdiri dari vigor (tiga item), dedication (tiga item), dan absorbtion (tiga item). Berdasarkan penelitiannya, ia menyimpulkan versi pendek dari
UWES
9
memiliki
validitas
konstruk
yang
baik
sehingga
ia
merekomendasikan skala UWES-9 dalam penelitian masa depan.
2.2 Konsep Sense of Humor 2.2.1 Definisi Sense of Humor Humor sekarang ini memiliki definisi yang cukup luas, Martin (2007) menjelaskan bahwa homor merujuk kepada semua bentuk tawa, termasuk lelucon, stand-up komedi, komedi televisi, sindiran politik dan ejekan. Humor adalah aktivitas yang membuat tertawa. Humor adalah aktivitas manusia yang terjadi pada semua jenis interaksi sosial. Meskipun terlihat tidak serius, namun humor berhubungan dengan kognitif, dan fungsi emosional seseorang. Hal ini dapat dikatakan bahwa humor adalah istilah luas yang mengacu pada sesuatu yang orang katakan atau lakukan, yang dianggap lucu dan cenderung membuat orang lain tertawa (Martin, 2007). Humor pada hakekatnya adalah emosi positif yang ada pada individu. Humor merupakan kecenderungan individu untuk bersikap positif pada lingkungan atau individu lain, dengan menampilkan perilaku tersenyum dan tertawa (Suyasa, 2010). Humor sesuai dengan kondisi emosional yang positif dan dikenal menjadi indikator kesehatan mental. Untuk mengetahui potensi manfaat humor biasanya menggunakan definisi operasional yang luas yang dapat mencakup unsur-unsur yang tidak akan dianggap sehat atau diinginkan dalam formulasi 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
masa lalu (Martin, 2007). Formulasi ini menunjukkan bahwa kesehatan psikologis tidak hanya berhubungan dengan kehadiran beberapa jenis humor adaptif tetapi juga tidak adanya bentuk yang lebih maladaptif humor. Pandangan ini menganggap humor sebagai komponen dari psikologi positif. Salah satu tantangan dari penelitian tentang humor dalam konteks psikologi positif adalah untuk mengidentifikasi aspek-aspek atau komponen dari konstruk humor paling relevan dengan kesehatan mental dan keberhasilan adaptasi (Szabo, 2003; Martin, 2007). Humor merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia normal, sebagai sarana berkomunikasi / interaksi untuk menyalurkan ide, pelampiasan tekanan problematik yang dialami seseorang, dan memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil menghibur (Rahmanadji, 2007). Untuk merasakan interaksi humor maka individu harus memiliki kepekaan humor atau rasa atau selera (sense of humor) yang tinggi. Individu yang mempunyai kemampuan mempersepsikan, mengapresiasikan, bahkan menikmati humor dikatakan sense of humor (Hughes, 2008). Thorson dan Powell (1993) menyatakan bahwa sense of humor merupakan konsep yang multidimensional, yang berarti sense of humor yang dimiliki oleh seseorang tidak hanya ditunjukkan melalui satu dimensi seperti kemampuan seseorang untuk menciptakan humor melainkan juga menunjukkan dimensi lainnya seperti kemampuan bereaksi, menghargai, bahkan menyelesaikan masalah menggunakan humor. Kemudian Martin (2007) mendefinisikan sense of humor sebagai semua hal ketika seseorang secara verbal mengungkapkan atau melakukan dengan cara yang akan dianggap sebagai lucu dan menyebabkan orang lain tertawa. Ini adalah prosedur kognitif yang terlibat dalam penciptaan dan 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
persepsi setiap stimulus yang lucu sebagai akibat menciptakan respons emosional yang terlibat dalam kenikmatannya. Memiliki sense of humor mencakup banyak manfaat. Individu dengan sense of humor yang besar lebih termotivasi, ceria, dapat dipercaya, dan memiliki harga diri lebih tinggi (Tariq & Khan, 2013). Hal ini karena sense of humor adalah kepribadian multidimensi yang mengacu pada perbedaan kebiasaan individu dalam segala macam perilaku, pengalaman, mempengaruhi, sikap, dan kemampuan yang berkaitan dengan humor. Orang dengan sense of humor tinggi lebih mungkin untuk memahami situasi, lebih sedikit stres, dapat mengatasi suatu hal dengan baik, menggunakan penilaian yang positif, dan mengadopsi lebih baik pemecahan masalah strategis. Individu tersebut mereka menunjukkan hubungan interpersonal yang lebih baik dan tingkat motivasi yang lebih tinggi, lebih kompeten, dan memiliki kekhawatiran rendah dibandingkan dengan sense of humor yang rendah. Sense of humor berhubungan positif dengan kecerdasan, kreativitas, keceriaan, optimisme, harga diri, dan harapan dan sebaliknya berhubungan negatif dengan neurotisme, depresi, kecemasan, dan stress (Madhan., et al, 2013). Beberapa dekade terakhir, penelitian psikologi berubah arah ke psikologi positif. Fokus yang sebelumnya melihat dari aspek-aspek negatif kini beralih ke aspek optimis, seperti kebahagiaan, keberanian, dan sense of humor (Tariq & Khan, 2013). Sense of humor merupakan kecenderungan individu untuk bersikap positif pada lingkungan atau individu lain, dengan menampilkan perilaku tersenyum, ceria, dan tertawa (Suyasa, 2010). Sense of humor juga dapat diartikan sebagai ciri kepribadian yang memungkinkan seorang individu untuk memahami, 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menghasilkan dan menghargai hiburan untuk tujuan kenikmatan dan tawa. Sebagian humor dikaitkan dengan keadaan emosional yang menyenangkan (Pande, 2014). Dengan menciptakan sense of humor dalam organisasi karyawan, dapat meningkatkan kepercayaan, harapan, optimisme dan ketahanan sebagai karyawan (Hajloo, 2013). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian sense of humor adalah kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menangkap suatu hal yang menghibur, lucu, kesenangan, candaan, tawa, dan bagaimana seseorang bersikap positif pada lingkungan atau individu lain dengan menampilkan perilaku senyum, ceria, dsb.
2.2.2 Manfaat Humor Humor di tempat kerja menyajikan berbagai fungsi, termasuk dapat membangkitkan moral pekerja dan lingkungan kerja yang produktif, serta orangorang yang berkontribusi dalam sebuah kerja tim. Humor berguna untuk menghilangkan ketegangan dan membuat suasana kerja menjadi tidak kaku (Fry, 1994; Martin, 2004). Humor juga dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan atau fungsi, diantaranya sebagai pelengkap dalam keterampilan kepemimpinan, untuk memfasilitasi komunikasi, sebagai penghambat agresifitas, untuk memfasilitasi proses terapi, dan untuk mengurangi tingkat stres (Suyasa, 2010). Humor sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini dapat dilihat dari fungsi humor itu sendiri didalam kehidupan. Martin (2007), membagi humor dalam 4 fungsi yaitu : 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Fungsi Fisologis Humor dapat mengalihkan susunan kimia internal seseorang dan memberikan dampak yang besar kepada tubuh, termasuk sistem syaraf, sistem kekebalan tubuh, sistem pengatur hormon, dan juga kesehatan kulit serta indra ragawi. 2. Fungsi Psikologis Humor efektif membantu seseorang dalam menghadapi tekanan dan masalah. Kemampuan untuk menggunakan humor dalam berbagai situasi membantu seseorang untuk mengatasi krisis dalam hidupnya dan humor dapat membantu membuat seseorang lebih santai dalam menghadapi gejolak perubahan dan ketidakpastian. 3. Fungsi Pendidikan Humor membuat seseorang lebih waspada dan tenang dalam berinteraksi. Humor merupakan alat belajar yang efektif digunakan karena humor dapat membuat penyampaian suatu materi menjadi lebih menyenangkan sehingga proses penyaringan dan penyimpanan informasi lebih maksimal. Humor juga merupakan alat persuasif yang sangat efektif. 4. Fungsi Sosial Humor tidak hanya membuat seseorang disukai oleh perorangan maupun kelompok, humor juga dapat membuat sesorang mampu beradaptasi dalam lingkungan baru atau dalam kelompok yang berbeda.
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.2.3
Dimensi Sense of Humor Fahri (2013) menjelaskan beberapa dimensi sense of humor berdasarkan
Thorson dan Powell yakni humor production, coping with humor, humor appreciation, dan attitudes toward humor: 1. Humor production, yakni kemampuan individu dalam menentukan ide atau gagasan maupun dalam menciptakan materi-materi humor atau hal-hal yang bersifat jenaka atau lucu. 2. Coping with humor, yakni humor afektif untuk menolong individu menghadapi kesulitan. Merupakan salah satu yang dapat digunakan untuk mengatasi krisis hidup, sebagai perlindungan terhadap perubahan dan ketidaktentuan, selain itu humor juga berfungsi sebagai pemeliharaan dalam diri yaitu suatu cara sehat yang dilakukan individu untuk merasakan jarak antara dirinya dengan masalah. Suatu cara menghindarkan diri dari masalah dan memandang dari sudut pandang yang berbeda. 3. Humor appreciation, pengetahuan atau penghargaan individu terhadap humor atau segala sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya jenaka atau lucu. 4. Attitudes toward humor, suatu tingkah laku atau perasaan, baik itu positif maupun negatif terhadap sesuatu lelucon atau humor yang tercermin dalam perasaan senang, menerima, atau setuju.
2.2.4
Pengukuran Sense of Humor Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS) adalah kebutuhan
pengukuran dalam penelitian yang memungkinkan studi humor dari perspektif 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
multidimensi yang luas. Pendekatan ini dalam arti bagaimana seseorang melihat dunia secara keseluruhan. Ini membedakan antara "sense of humor" dan "humor" (Johnson & Mc Cord, 2010). Setelah serangkaian pemeriksaan analisis faktor, empat faktor yang diekstraksi untuk membentuk MSHS kuesioner. Skala ini menggunakan 24 item untuk menilai beberapa elemen dari konstruk sense of humor. Keempat faktor yang diukur adalah: (1) Humor Production, (2) Coping of Humor, (3) Humor appreciation, dan (4) Attitude towards Humor (Thorson & Powell, 1993). Berdasarkan pengukuran tersebut, penelitian ini menggunakan instrumen MSHS. Hal ini mengatasi kompleksitas dalam penelitian sense of humor yang menunjukkan kebutuhan untuk pengembangan, konsepsi multi-dimensi yang luas dari sense of humor dan pemahaman tentang bagaimana humor berhubungan dengan konteks yang lebih besar dari kepribadian secara keseluruhan, salah satunya adalah work engagement. Skala ini dirancang untuk memetakan beberapa faktor sense of humor terhadap semua domain kepribadian dan aspek terkait tertentu dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan lebih dalam dari perbedaan individu tertentu termasuk hubungan antara sense of humor dengan work engagement.
2.3 Kerangka Berpikir Sumber daya manusia merupakan aset organisasi yang sangat vital, sehingga peran dan fungsinya tidak bisa digantikan oleh sumber daya lainnya. Betapapun modern teknologi yang digunakan, atau seberapa banyak dana yang disiapkan, tanpa sumber daya manusia yang profesional, semuanya tidak 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
bermakna (Badriyah, 2015). Dalam mencapai tujuan suatu organisasi atau perusahaan diperlukan sumber daya yang berkualitas, dimana mereka diharapkan bisa saling bahu membahu melakukan peran dan fungsi masing-masing kelompok dalam melaksanakan tanggung jawab yang telah diberikan. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai penguasaan karyawan sendiri terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan
diri
dengan
pekerjaannya,
kemudian
akan
bekerja
dan
mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional. (Robinson, Perryman, & Hayday, 2004) mendefinisikan work engagement sebagai sikap positif karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai organisasi. Karyawan yang engaged memiliki kesadaran dalam konteks bisnis dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi. Menurut Bakker dan Demerouti (2008) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi work engagement, salah satu diantaranya ialah job resources. Job resources merujuk pada aspek lingkungan seperti fisik, sosial maupun organisasional dari pekerjaan individu. Aspek lingkungan yang mungkin bisa mempengaruhi work engagement karyawan pada penelitian ini ialah sense of humor. Kemudian Martin (2007) mendefinisikan sense of humor sebagai semua hal ketika seseorang secara verbal mengungkapkan atau melakukan dengan cara yang akan dianggap sebagai lucu dan menyebabkan orang lain tertawa. Martin (2007) juga menjelaskan bahwa humor di tempat kerja menyajikan berbagai fungsi, termasuk dapat membangkitkan moral pekerja dan lingkungan kerja yang
22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
produktif, serta orang-orang yang berkontribusi dalam sebuah kerja tim. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dijelaskan dalam gambar 2.3 di bawah ini.
Sense of Humor: Humor Production
Coping with Humor Work Engagement
Humor Appreciation Attitudes Toward Humor Gambar 2.3 Kerangka Berpikir 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. H01 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara humor production dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara humor production dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. b. H02 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara coping with humor dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara coping with humor dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
c. H03 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara humor appreciation dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara humor appreciation dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. d. H04 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara attitudes toward humor dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H4 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara attitudes toward humor dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. e. H05 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara sense of humor (humor production, coping woth humor, humor appreciation, attitude toward humor) dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H5 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara sense of humor (humor production, coping woth humor, humor appreciation, attitude toward humor) dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta.
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/