BAB II LANDASAN TEORI A. Peranan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Kata keluarga dalam bahasa Arab adalah ”al-usrah” merupakan kata jadian dari “al-asru”. Secara etimologis berarti ikatan, “al-asru” maknanya mengikat dengan tali, kemudian menjadi segala sesuatu yang diikat, baik dengan tali atau yang lain. Menurut Mahyudin keluarga dalam arti sempit adalah unit atau kelompok yang kecil di dalam masyarakat yang terdiri dari ayah ibu dan anak. Keluarga dalam arti luas adalah ayah, ibu dan anak-anak dan sebagainya yang kebutuhan hidupnya, semuanya tergantung pada keluarga.1 Menurut Hasan Sadhili, keluarga adalah suami istri yang beranak. Para sosiologi berpendapat bahwa asal usul pengelompokan keluarga bermula dari peristiwa perkawinan. Tetapi dapat pula terjadi bahwa asal usul keluarga terbentuk dari hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan statusnya yang berbeda, kemudian mereka tinggal bersama dan anak yang dihasilkan dari hidup bersama ini disebut keturunan dari kelompok itu. Kemudian dari sinilah keluarga itu dapat dipahami dari pelbagai segi. 2
1
Mahmud dkk, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga ( Jakata : Akademia Permata, 2013), hlm.130 2
Jalaludin Rahmat, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Moden (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 12
23
24
Keluarga adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari subsistem yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama yang lain. 3 Keluarga sebagai unit social terkecil dalam masyarakat merupakan lingkungan budaya pertama dan utama dalam rangka menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan perilaku yang dianggap penting dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Menurut Ramayulis keluarga adalah unit pertama dan institusi pertama dalam masyarakat dimana hubungan-hubungan yang terdapat didalamnya sebagian besar sifatnya hubungan langsung. Disitulah perkembangan individu dan disitulah terbentuknya tahap-tahap awal perkembangan dan mulai interaksi dengannya, ia memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat dan sikap dalam hudup.4 Menurut Ibrahim Amini, keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama si anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-lakidan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga, diantara mereka disebabkan mempunyai tanggung jawab.5 Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keluarga adalah kesatuan unsur terkecil yang terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak. Masing-masing unsur tersebut mempunyai peranan dalam membina dan menegakan keluarga, sehingga bila salah satu unsur tersebut hilang maka keluarga akan mengalami guncangan atau kurang seimbang 3
Mahmud dkk, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga....hlm. 128
4
Ramayulis, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga (Jakarta: Kalam Mulia, 1987), hlm.
5
Ibrahim Amini, Agar Tidak Salah Memdidik Anak (Jakarta: Al-Huda, 2006), hlm.10
20
25
dimana dalam keluarga harus saling membantu baik dalam hal sosial maupun dalam kaitanya dengan ibadah atau keagamaan. 2. Peran dan fungsi keluarga Secara sosiologis keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman, tentram bahagia dan pula sejahtera, yang semua itu harus dijalankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil. Dalam buku keluarga muslim dan dalam masyarakat modern, dijelaskan bahwa, berdasarkan pendekatan budaya keluarga mempunyai beberapa fungsi diantaranya yaitu, fungsi biologis, fungsi edukatif, religius, fungsi proyektif, fungsi sosialisasi, fungsi rekreatif dan fingsi ekonomi.6 Menurut Mely Sri sebagaimana dikutip oleh Mahmud mengemukakan secara sosiologis ada sembilan fungsi keluarga yaitu sebagai berikut: a. Fungsi biologis Keluarga sebagai suatu organism mempunyai fungsi biologis. Fungsi ini member kesempatan hidup pada setiap anggotanya. Keluarga di sini menjadi tempat untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan dengan syarat-syarat tertentu, sehingga keluarga memungkinkan dapat hidup di dalamnya, sekurang-kurangnya dapat mempertahankan hidup. Sisi lain dari fungsi ini adalah untuk memenuhi kebutuhan seksual dan memdapatkan keturunan.
6
Jalaludin Rahmat, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Moden.... hlm.20
26
b. Fungsi ekonomi Fungsi ini mempunyai hubungan yang erat dengan funsi biologis, terutama hubungan memenuhi
kebutuhan yang bersifat vegetative,
seperti kebutuhan makan, minum, dan tempat berteduh. Fungsi ekonomis dalam hal ini menggambarkan bahwa kehidupan keluarga harus apat mengatur diri dalam mempergunakan sumber-sumber keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan cara yang cukup efektif dan efisien. Fungsi ini menunjukan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis. Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitann dengan pencarian nafkah, pembunaan usaha, dan perencanaan anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga. Pelaksanaan fungsi ini oleh dan untuk keluarga dapat meningkatkan pengertian dan tanggung jawab bersama para anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi.7 c. Fungsi kasih sayang Fungsi ini menekankan bahwa keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interksi dalam ikatan batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status peranan sosialnya masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebgai bentuk kasih sayang. Kasih sayang antara suami istri akan memberikan sinar pada
7
Mahmud dkk, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga.... hlm 140-141
27
kehidupan keluarga yang diwarnai dalam suasana kehidupan penuh krukunan dan persoalan hidup. Dibawah naungan cinta kasih ini dapat ditegakkan keluarga dengan misinya, sehingga keluarga tadi dapat menunaikan apa yang wajib ditunaikan bagi suami, istri dan anak-anak yang ada di dalamnya, serta dapat menunaikan apa yang wajib ditunaikan bagi kerabat, teman dan masyarakat. Dengan demikian tanpa adanya cinta dan kasih sayang, maka fungsi keluarga akan berubah menjadi realisasi pertemuan antara pria dan wanita semata-mata, eperti halnya pertemuan dua jenis binatang hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual.8 d. Fungsi pendidikan Fungsi ini mempunyai hubungan yang erat dengan masala tanggung jawab orang tua sebagia pendidik pertama dari anak-anaknya. Keluarga sebagai lembaga pendidikan bertanggung jawab pula pada pendidikan orang tua dlam lingkup pendidikan orang dewasa. Dengan perkataan lain keluarga bertanggung jawab untuk mengembangkan anak-anak, yang dilahirkan dalam keluarga ini, untuk berkembang menjadi orang yang diharapkan oleh bangsa, negara dan agamanya, pendidikan berpusat pada keluarga dan keluarga pula menjadi pusat pendidikan dalam segala bidang.
8
Mahmud dkk, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga .… hlm. 142-143
28
e. Fungsi perlindungan Fungsi perlindungan dalam keluarga adalah untuk menjaga dan memelihara anak dan anggota keluarga lainya dari tindakan negative yang mungkin timbul, baik dari luar maupun dalam kehidupan keluarga. Fungsi ini pun, untuk menangkal pengaruh kehidupan yang sesat sekarang dan masa yang akan datang. f. Fungsi sosialosasi anak Dalam hal ini, keluarga mempunyai tugas untuk mengantarkan anak ke dalam kehidupan social yang lebih luas. Untk mencapai kehidupan ini, anak melalui bantuan orang tua harus dapat melatuh diri dalam arena percaturan kehidupan social. Dia harus bisa patuh, tetapi juga harus dapat mempertahankan diri. Semua ini hanya dapat dilakukan berdasarkan suatu sistem norma yang dianut dan berlaku dalam masyarakat dimana anak it hidup.9 g. Fungsi rekreasi Dalam kehidupan manusia, rekreasi adalah penting. Rekreasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang atau anggota keluarga atas dasar pengakuan mereka sendiri. Dalam menjalankan fungsi
keluarga
harus
menjadi
lingkungan
yang
nyaman,
menyenangkan, cerah dan ceria, hangat dan penuh se,angat. Keadaan ini dapat dibangun melalui kerja sama diantara anggota keluarga yang diwarnai dengan hubunga insane yang didasari oleh adanya saling
9
Mahmud dkk, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga … hlm.144-145
29
mempercayai, saling menghormati dan saling mengagumi, saling mengerti serta adanya give and take. h. Fungsi status keluarga Fungsi ini dapat dicapai bila keluarga telah menjalankan fungsinya yang lain. Fungsi keluarga ini menunjuk pada kadar kedudukan (status) keluarga dibandingkan dengan keluarga lainya. Dengan perkataan lain status keluarga dalam kehidupan masyarakat ditentukan oleh orangorang yang membina keluarga itu. Perjuangan untuk mencapai keluarga yang diharapkan sangat ditentukan oleh usaha setiap anggota keluarga dengan masing-masing peranan yang berjalan sebagai mana mestinya. i. Fungsi agama Fungsi ini sangat erat hubungannya dengan fungsi pedidikan, fungsi sosialisasi dan perlindungan. Keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan agama dan tempat beribadah, yang secara serempak berusaha mengembangkan amal saleh dan anak saleh. Kebesaran suatu agama perlu didukung oleh besarnya jumlah keluarga yang menjalankan syariat agamanya bukan oleh jumlah penganutnya saja.10
10
Mahmud dkk, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga … hlm.146
30
B. Mualaf 1. Pengertian Mualaf Ada beberapa pendapat mengenai pengertian mualaf, antara lain: a. Dalam ensiklopedi dasar Islam mualaf ialah orang yang semula kafir dan baru memeluk Islam.11 b. Dalam ensiklopedi hukum Islam, mualaf (ar: mu’allaf qalbu :jamak: muallaf qulubun sama dengan orang yang hatinya dibujuk dan dijinakan). Orang yang dijinakan hatinya agar cenderung kepada Islam.12 c. Dalam ensiklopedi Islam Indonsia bahwa mualaf yaitu orang-orang yang sedang dijinakan atau dibujuk hati mereka. 13 Kata mualaf sendiri berasala dari bahasa Arab yang merupakan maf’ul dari kata alifa yang artinya menjinakan, mengasihi. Sehingga kata mualaf dapat diartikan orang yang dijinakkan atau dikasihi.14 Seperti yang tertera dalam firman Allah surat At-Taubah ayat 60:
11
Achmad Rustandi, Ensiklopedia Dasar Islam ( Jakarta: PT. Pradaya Paramita,1993).
hlm. 173 12
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1992). hlm. 187 13
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1992). hlm. 187Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Iandonesia (Jakarta: Dujuk adakalanya jambatan, 1992). hlm. 130 14
Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia ( Pondok Kpayak: Multi Karya Grafika, 2003), hlm.207
31
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 60) Dalam ayat di atas terdapat kata muallafah qulubuhum yang artinya orang-orang yang sedang digunakan atau dibujuk hatinya. Mereka dibujuk adakalanya karena merasa baru memeluk Islam dan imanya belum teguh. Karena belum teguhnya iman seorang mualaf, maka mereka termasuk golongan yang menerima zakat. Hal ini dumaksudkan agar lebih meneguhkan iman para muallaf terhadap agama Islam. 2. Pengertian Konversi Agama Pengertian konversi agama menurut etimologis, konversi berasal dari kata “coversio” yang berarti: tbat, pindah, dan berubah (agama). Selanjutnya kat tersebut dipakai dalam kata Inggris conversion yang mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, of from one religion to another). Berdasarkan arti kata-kata tersebut, dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masul ke dalam agama (menjadi paderi).15 Walter Houston Clark dalam bukunya “The Psychology Religion” sebagaimana yang dikutip oleh Zakiyah Daradjat, memberikan definisi konversi
15
sebagai
berikut:
konversi
agama
sebagai
suatu
macam
Bambang Samsul Arifin, Psikologi Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.155
32
pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi konversi agama menunjukan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapatkan hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.16 Jadi konversi agama adalah perpindahan keyakinan seseorang dari agama satu keagama lain, yang menurutnya lebih baik. Konversi agama merubah sudut pandang seseorang terhadap ajaran-ajaran agama awal, kepada agama baru yang mereka pilih berdasarkan alasan yang dia tentukan. 3. Proses konversi agama Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses perubahan sebuah gedung bangunan lama dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain. Sama seperti bangunan yang sebelumnya. Zakiah
Daradjat
memberikan
pendapatnya
berdasarkan
proses
kejiwaan yang terjadi melalui lima tahap yaitu: a. Masa tenang Di saat ini, kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Tejadi semacam sikap apriori terhadap agama. Keadaan yang demikian dengan sendirinya
16
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama ( Bandung: Bumi Aksara, 1996), hlm. 137
33
tak akan mengganggu kaedaan batinnya, hingga ia berada dalam kedaan yang tenang dan tentram. b. Masa ketaktenangan Tahap ini berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinya. Mungkin dikarenakan suatu krisis, musibah atau perasaan berdosa yang dialaminya. Hal ini menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan batinnya sehingga mengakibatkan terjadi kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk: rasa gelisah, panic, putus asa, ragi dan bimbang. Perasaan seperti tu menyebabkan orang menjadi lebih sensitive. Pada tahap ini terjadi proses pemilihan terhadap idea tau kepercayaan baru untuk mengatasi konflik batinnya. c. Masa konversi Tahap ketiga ini terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah tepenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupu timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk Ilahi. Karena disaat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan
sikap
kepercayaan
yang
bertentangan
dengan
kepercayaan sebelumnya, maka terjadilah proses konversi agama.
sikap
34
d. Masa tenang dan tentram Masa tenang dan tentram yang kedua ini berbeda dengan pada tahap sebelumnya. Jika padtahap pertama keadaan itu dialami akarena sikap yang acuh, maka ketenangan dan ketemtraman pada tahap kedua ini ditimbulan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah diambil. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru. e. Masa ekspresi konversi Sebagai ungkapan dan sikap menerima, terhadap konsep baru dan ajaran agama yang diyakininya tadi, maka tindak tanduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran dan peraturan agama yang dipilih tersebut. Pencerminan ajaran dalam bentuk amal pebuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.17 4. Faktor konversi agama Para ahli agama menyatakan bahwa faktor pendoring terjadinya konversi agama adalah petunjuk Ilahi. Pengaruh supranatural beroeransecara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya konversi agama, baik yang bersifat intern, maupun ekstern, sebagai berikut: a. Faktor intern, yang ikut mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah:
17
Ramayulis, Psikologis Agama (Jakarta: Kalam Mulai, 2013), hlm.87-88
35
1). Kepribadian Secara psikologis, tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. 2). Faktor pembawaan Berkenaan dengan faktor pembawaan, bahwa ada semacam kecenderungan urutan kelahiran yang mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tak mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada urutanurutan antara keduanya sering mengalami stress jiwa. Kondisi yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama.18 b. Faktor ekstern, diantara faktor luar yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah: 1). Faktor keluarga, keretakan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapakan pengakuan kaum kerabat, dan lainnya. Kondisi demikian menyebabkan seseorang mengalami tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya. 2). Lingkungan tempat tinggal Orang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat merasa dirinya hidup
18
I Ramayulis, Psikologis Agama … hlm 83
36
sebatang kara. Keadaan demikian menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan dan mencari tempat untuk berantung hingga kegelisahan batinnya hilang. 3). Perubahan status Perubahan status, terutama yang berlangsung secara mendadak akan banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama, perceraian, keluar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, menikah dengan orang berlainan agama, dan sebagainya. 4). Kemiskinan Kondisi social ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong
dan
mempengaruhi
terjadinya
konversi
agama.
Masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang paling baik. Kebutuhan mendesak akan sandang dan pangan pun dapat mempengaruhi.19
C. Pengamalan Ibadah 1. Pengertian Pengamalan Ibadah Pengamalan dari kata amal, yang berarti perbuatan, pekerjaan segala sesuatu yang dikerjakan dengan maksud berbuat kebaikan.20 Dari pengertian tersebut bahwa yang dimaksud dengan pengamalan adalah sesuatu yang di kerjakan dengan maksud berbuat kebaikan.
19
Bambang Samsul Arifin, op.cit., hlm.158-159
20
W.J.S,. Purwodiningrat, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1985),
hlm. 33
37
Sedangkan pengertian ibadah menurut Hasby Ash Shiddiqy yaitu segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahalanya di akhirat. 21 Menurut Ibnu Taimiyyah, bahwa ibadah adalah nama untuk seluruh perbuatan yang dicintai Allah swt, dan diridhainya baik perkataan maupun perbuatan, yang bersifat zahir maupun yang bersifat batin.22 Menurut ensiklopedi hukum Islam, ibadah berasal dari bahasa arab yaitu al-ibadah, yang artinya pengabdian, penyembahan, ketaatan, menginakan/ merendahkan diri dan doa. Secara istilah ibadah yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai usaha menghubungka dan mendekatkan diri kepada Allah Swt sebagai Tuhan yang disembah. Menurut Yusuf alQardhwi, berdasarkan definisi di atas ulama fiqih menyatakan bahwa ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah Swt, tidak kepada yang lain.23 Menurut kamus istilah fiqih, ibadah yaitu memperhambakan diri kepada Allah dengan taat melaksanakan segala perintah-Nya dan anjuranNya, serta menjahui segala larangan-Nya, karena Allah semata baik dalam bentuk kepercayaan, perkataan maupun perbuatan. Orang beribadah berusaha melengkapi dirinya dengan perasaan cinta, tindakan patuh kepada Allah Swt.24
21
Hasby Ash Shiddiqy, Kuliah Ibadah, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 5
22
Umar Sulaiman Al-Asyqar, Fiqih Niat Dalam Ibadah (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 28 23
Abdul Aziz Dahlan, Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam op cit., hlm. 592
24
109
M. Abdul Mujieb et el, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995), hlm.
38
Dari uraian di atas menggabungksn pengertian pengamalan dan ibadah, maka pengertian ibadah yakni perbuatan yang dilakukan seseorang sebagai usaha menghubungkan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan taat melaksanakan perintah dan ajaranya serta menjauhi segala laranganNya. 2. Dasar Hukum Ibadah Dasar ibadah adalah tunduk dan merasa rendah di hadapan Allah swt. Jika kita renungi hakikat ibadah, kita pun yakin bahwa perinyah beribadah itu pada hakikatnya berupa peringatan, memperingatkan kita menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya. Firman Allah Swt.25
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orangorang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”. Ibadah itu adalah ghoyah atau tujuan dijadikannya jin, manusia dan makhluk lainya.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. adz-dzariyat: 56)
3. Ruang Lingkup dan Sistematika Ibadah Ibadah adalah mensyukuri nikmat Allah. Atas dasar inilah tidak diharuskan baik oleh syara’, maupun oleh akal beribadat kepada selain 25
Umar Sulaiman, op.cit., hlm 30
39
Allah, karena Allah sendiri yang berhak menerimanya, lantaran Allah sendiri yang memberikan nikmat yang begitu besar kepada kita, yaitu hidup, wujud dansegala yang berhubungan dengan-Nya.26 Meyakini benar, bahwa Allah-lah yang telah memberikan nikmat, maka bersyukur dan mensyukuri nikmat itu wajib, salah satunya dengan cara beribadah kepada Allah, karena ibadah adalah hak Allah dan kewajiban manusia yang harus dipenuhi. Untuk mengetahui ruang lingkup ibadah, tidak terlepas dari pemahaman terhadap pengertian itu sendidri. Oleh sebab itu ibadah menurut Ibnu Taimmiyah ibadah mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah Swt, baik dalam perkataan maupun perbuatan, lahir dan batin, maka yang termasuk dalam hal ini adalah shalat, zakat, puasa, haji, benar dalam pembicaran, menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua, menghubungkan silaturahim, memenuhi janji, amar ma‟ruf nahi munkar, jihad terhadap orang kafir dan munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, fakir iskin, ibnu sabil, berdo’a, berdzikir, membaca al-Qur’an, ikhlas, sabar, syukur, rela menerima ketentuan Allah, tawakal, raja’, takut kepada azab dan lain sebagainya. 4. Tujuan Ibadah Tujuan akhir dari ibadah yang diwajibkan Allah adalah agar setiap perkataan, perbuatan, tingkah laku, ahklak sehari-hari, hati, dan hubungan manusia dengan sesamanya, sesuai dengan manhaj dan ketentuan-ketentuan
26
Hasby Ash Siddiqy, op.cit., hlm 10
40
yang telah ditetapakan syariat Islam. Karena itu hendaklah setiap muslim melaksanakan semua perintah-perintah Allah dengan penuh ketaatan kepada Allah, percaya, dan menyerahkan seluruh perkaranya hanya kepada Allah swt semata. Sebagai seorang muslim, adalah, sesuai dengan yang diajarkan Allah Swt. di dalam firman-Nya.27 “ Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An-Nur: 51) 5. Macam-Macam Ibadah Ditinjau Dari Berbagai Segi Dalam kaitan maksud dan tujuan pensyariatannya ulama fiqih membaginya dalam tiga macam, yakni: a. Ibadah maghdah b. Ibadah ghairu maghdah, dan c. Iabadah zi al-wajhain 1). Ibadah maghdah, adalah ibadah yang mengandung hubungan dengan Allah swt semata-mata, yakni hubungan vertical. Iabadah ini hanya sebatas pada ibadah-iabadah khusus. Cirri-ciri ibadah maghdah adalah semua ketentua dan aturan pelaksanaannya telah ditetepkan secara rinci melalui penjelasan-penjelasan al-Qur’an atau hadits. Iabadah maghdah
27
Umar Sulaiman, op. cit., hlm. 29
41
dilakukan semata-mata bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. 2). Ibadah ghoiru maghdah, ialah ibadah yang tidak hanya sekedar menyangkut hubungan dengan Allah swt, tetapi juga berkaitan dengan sesame makhluk (habl min Allah wa habl mi an-nas), disamping ada hubungan vertical juga ada hubungan horizontall. Hubungan sesama makhluk tidak hanya terbatas pada hubungan antara manusia, tetapi hubungan manusia dengan lingkungannya, seperti ayat yang artinya: “dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya” (Q.S. Al-A‟raf : 56) 3). Ibadah zi al wajhain adalah ibadah yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu maghdah dan ghoiru maghdah. Maksudnya adalah sebagian dari maksud dan tujuan pensyariatannya dapat diketahuai dan sebagian lainnya tidak dapat diketahui, seperti nikah dan iddah. Dari segi ruang lingkupnya ibadah dapat dibagi dalam dua macam yaitu: a).Ibadah
khasah,
yakni
ibadah
yang
ketentuan
dan
cara
pelaksanaannya secara khusus ditetapkan oleh nash, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain sebagainya. b). Ibadah „ammah, yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata karena Allah swt, seperti makan dan minum, bekerja amar ma‟ruf nahi munkar, berlaku adil berbuat baik kepada orang lain dan sebagainya.28
28
Abdul Aziz Dahlan, op.cit., hlm. 593
42
Ibadah menurt Hasby Ash Shiddieqy dalam bukunya “kuliyah ibadah”
berdasarkan bentuk dan sifat ibadah terbagi menjadi enam
macam: a. Ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan ucapan lidah, seperti tasbih, tahmid, tahlil, takbir, taslim, doa, membaca hamdalah oleh orang yang bersin, member salam, menjawab salam, membaca basmalah ketika makan, minum dan menyembelih binatang, membaca Al-Qur’andan lain-lain. b. Ibadah-ibadah yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan dengan Sesuatu sifat, seperti berjihad di jalan Allah, membela diri dari gangguan, menyelenggarakan urusan jenazah. c. Ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan suatu pekerjaan, seperti, puasa, yakni menahan diri dari makan, minum dan dari segala yang merusak puasa. d. Ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan menahan diri dari suatu pekerjaan, seperti I’tikaf (duduk di dalam sesuatu rumah dari rumah-rumah Allah swt), serta menahan diri dari jima’ dan mubasyar, haji, thawaf, wukuf di Arafah, ihram, menggunting rambut, mengecat kuku, berburu, menutup muka oleh para wanita dan menutup kepala oleh orang laki-laki. e. Ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak, seperti membebaskan orang-orang
yang
berhutang,
memaafkan
memerdekakan budak untuk kaffarat.
kesalahan
orang,
43
f. Ibadah-ibadah yang melengkapi perkataan, pekerjaan, khusuk menahan diri dari berbicara dandari berpaling lahir dan batin untuk menghadapinya.29 Dilihat dari segi fasilitas yang dibutuhkan untuk mewujudknnya, ibadah dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Ibadah badaniyyah ruhiyyah maghdah, yaitu suatu ibadah yang untuk mewujudkannya hanya dibutuhkan kegiatan jasmani dan ruhani saja, seperti shalat dan puasa. b. Ibadah maliyyah, yakni ibadah yang mewujudkannya dibutuhkan pengeluaran harta benda, seperti zakat. c. Ibadah badaniyyah ruhiyyah maliyyah, yakni suatu ibadah yang untuk mwujudkannya dibutuhkn kegiatan jasmani, ruhani dan pengeluaran harta kekayaan.30 Dari segi sasaran manfaat ibadah dapat dibagi menjadi dua macam: a. Ibadah keshalehan perorangan (fardiyyah), yaitu ibadah yang hanya menyangkut diri pelakunya sendiri, tidaak ada hubungannya dengan orang lain, seperti shalat. b. Ibadah keshalehan kemasyarakatan (ijtima‟iyyah), yaitu ibadah yang memiliki keterkaitan dengan orang lain, terutama dari segi sasarannya. Contoh: sedekah, zakat. Disamping merupakan ibadah kepada Allah
29
Hsby Ash Shiddieqy, op.cit., hlm. 19-20
30
Abdul Aziz Dahlan , Ensiklopedi Hukum Islam,.... hlm. 594
44
swt, juga mepipakan ibadah kemasyarakatan, sebab sasaran dan manfaatibadah tersebut akan menjangkau orang lain.31
D. Keluarga dan Pengamalan Ibadah Keluarga merupakan konsep yang bersifat multidimensi. Keluarga merupakan kelompok social yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerjasama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi. 32 Keluarga adalah suatu kelompok kecil yang terstruktur dalam pertalian keluarga dan memiliki fungsi utama berupa sosialisasi pemeliharaan terhadap generasi baru. 33 Keluarga adalah kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan. Orang-orang yang termasuk keluarga adalah ibu, bapak, dan anak-anaknya. Ini disebut keluarga batih. Keluarga yang diperluas mencakup semua orang dan keturunan dari kakek dan nenek yang sama, termasuk keturunan suami dan istri. Keluarga mempunyai fungsi untuk berkembang biak, mensosialisasi atau mendidik anak, dan menolong serta melindungi yang lemah, khususnya orang tua yang telah lanjut usia.34 Keluarga merupakan tempat yang penting bagi perkembangan anak secara fisik, emos, spiritual, dan sosial. Karena keluarga merupakan sumber kasih sayang, perlindungan, dan identitas bagi anggotanya.
31
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam … hlm. 596
32
Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm 3
33
Sri Lestari, Psikologi Keluarga … hlm.4
34
Kusdwiratri Setiono, Psikologi Keluarga, ( Bandung: PT. Alumni, 2011), hlm.24
45
Keluarga menjalankan fungsi yang penting bagi keberlangsungan masyarakat dari generasi kegenarasi. Keluarga menjadi sarana untuk transmisi nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan teknik dadri genarasi sebelumnya kegenerasi yang lebih muda, keluarga juga menjadi sarana untuk saling mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, salah satu cara untuk mendekatkan diri adalah dengan rajin beribadah dan saling mengingatkan antar anggotanya.35 Ibadah merupakan hak Allah dan kewajiban bagi manusia. Ibadah adalah segala taat yang semata-mata karena mencari keridhoan Allah Swt dan tidak pula nyata kemuslihatannya yang terang. Ibadah adalah mengesakan Allah seru sekalian alam.36 Beribadah
kepada
Allah
karena
mengharap
benar
akan
memperoleh pahala-Nya atau takut akan sisksa-Nya. Beribadah kepada Allah karena memandang ibadah itu perbuatan mulia, dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya, dan beribadah kepada Allah karena Allah berhak disembah.37 Keluarga menjadi tempat atau wadah yang cocok bagi pembinaan pengamalan ibadah karena satu sama lain mempunyai kemampuan yang besar untuk berinteraksi. Anggota keluarga yang lebih paham akan melakukan bimbingan kepada anggota keluarga yang masih membutuhkan
35
Kusdwiratri Setiono, Psikologi Keluarga … hlm. 22
36
Hsby Ash Shiddieqy...., hlm.5
37
Hsby Ash Shiddieqy … hlm. 4
46
pemahaman tentang ibadah baik dari sisi teori maupun praktek atau pengamalan.