BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Metode Pembelajaran Problem Solving 2.1.1 Definisi Metode Pembelajaran Problem Solving Sering terjadi kekeliruan paradigma dalam memahami istilah-istilah dalam dunia pendidikan. Kesulitan dalam membedakan istilah-istilah pendidikan disebabkan adanya kemiripan dan keterkaitan antara satu dengan lainnya. Untuk menghindari kekeliruan paradigma sehingga akan mengantar kita kepada pengerucutan pengertian metode, terlebih dahulu akan diuraikan istilah-istilah pendidikan yang memiliki kemiripan antara lain : a) Pendekatan pembelajaran (approach) dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Menurut Akhmad Sudrajat (www.wordpress.com, 2007:2) “Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.” Menurut Roy Killen (dalam Wina Sanjaya, 2006:127) ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approaches). b) Strategi pembelajaran adalah rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi pembelajaran yang akan digunakan tergantung dari pendekatan seperti yang dikemukan oleh Roy Killen (dalam Wina Sanjaya 2006:127) berikut ini:
9
10
“Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inquiry atau pembelajaran induktif.” c) Metode pembelajaran adalah cara kerja yang teratur, bersistem, dan berpikir baik-baik yang digunakan guru untuk mencapai maksud dan tujuan pembelajaran. Pengertian ini didasarkan pada pendapat yang dikemukan oleh para ahli yaitu Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan); cara kerja yang bersistem untuk mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Depdikbud, 1989:580-581). Sedangkan Ibrahim, dkk. (dalam Utari Sumarmo 1994:94) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan seseorang atau sekelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi , metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Ada banyak macam metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:94109) mengungkapkan adanya 11 macam metode pembelajaran, yaitu: 1. Metode proyek 2. Metode eksperimen 3. Metode tugas dan resitasi 4. Metode diskusi 5. Metode sosiodrama 6. Metode demonstrasi 7. Metode problem solving 8. Metode karyawisata 9. Metode tanya jawab 10. Metode latihan 11. Metode ceramah
Agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran, guru sebaiknya menentukan metode apa yang akan
11
digunakan sebelum melakukan proses belajar mengajar. Pemilihan suatu metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan banyak metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih bermakna. Terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi agar metode pembelajaran yang dipilih dapat mencapai tujuan pembelajaran. Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (1997:53) memberikan beberapa syarat yang harus selalu diperhatikan dalam penentuan metode pembelajaran: 1. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, atau gairah belajar siswa. 2. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa. 3. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mewujudkan hasil karya. 4. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaharuan). 5. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi. 6. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan. 7. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menanamkan dn mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan secara umum ada lima hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam memilih suatu metode antara lain: 1) kemampuan guru dalam menggunakan metode, 2) tujuan pengajaran yang akan dicapai, 3) bahan/materi pelajaran yang perlu dipelajari siswa, 4) tingkat kemampuan siswa, 5) sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
12
Pendekatan, strategi, dan metode memiliki keterkaitan yang erat dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran yang diterapkan akan tergantung pada pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Jadi, metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikana rencana yang telah disusun pada strategi pembelajaran dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sudirman (dalam Utari Sumarmo:1994:28) “Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah cara penyajian pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan masalah atau jawabannya oleh siswa. Sedangkan menurut R. Killen (1998:109-110) mengungkapkan bahwa ”Pemecaham masalah digunakan sebagai metode pada saat kita menginginkan siswa memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai suatu materi yang telah diajarkan dan siswa tidak hanya sekadar menghafal tetapi juga memahami, selain itu ingin mengembangkan cara berpikir dan daya nalar siswa, yaitu menganalisis suatu kondisi tertentu, dalam mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapatkan terhadap situasi baru yang mereka hadapi.” Berdasarkan kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode pemecahan masalah (problem solving) adalah metode yang menjadikan masalah-masalah sebagai bahan kajian dalam pembelajaran melalui proses analisis dan sintesis untuk dicari jawabannya sehingga siswa memperoleh pemahaman yang mendalam dan tahan lama dalam ingatan.
2.1.2 Tujuan Metode Pembelajaran Problem Solving Telah dibahas sebelumnya bahwa penggunaan metode dalam proses belajar mengajar berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itulah
13
problem solving sebagai salah satu metode memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai antara lain: 1) Agar siswa tidak hanya sekadar mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh/utuh. Artinya, tidak hanya perkembangan dalam aspek kognitif semata tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. 2) Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif. 3) Untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat keputusan secara objektif. 4) Dengan menemukan dan menganalisis sendiri maka prestasi belajar yang diperoleh siswa akan lebih permanen, setia/tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan. 5) Mengembangkan metode ilmiah siswa, berpikir rasional analisis, sistematis dan memecahkan masalah yang dihadapi sendiri. 6) Agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan).
2.1.3 Karakteristik Metode Pembelajaran Problem Solving Karakteristik memiliki pengertian bahwa sesuatu obyek memiliki ciri-ciri atau kekhasan tertentu yang tidak dimiliki oleh obyek yang lain. Ciri atau
14
kekhasan ini dapat membedakannya dari obyek yang lainnya. Menurut Barrows (1996:125) problem solving sebagai suatu metode pembelajaran mempunyai karakteristik antara lain : a. Pembelajaran berorientasi pada siswa (student oriented) Dalam kegiatan belajar, tentunya tidak akan terlepas dari proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dimaksud merupakan tindak lanjut dari kegiatan belajar, dengan kata lain kegiatan belajar dan pembelajaran ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, karena pembelajaran yang dimaksud merupakan suatu proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya. Indrawati (1999:2) mendefinisikan pembelajaran: sebagai pengorganisasian, penciptaan, atau pengaturan suatu kondisi lingkungan sebaik-baiknya yang memungkinkan terjadinya belajar pada siswa. Pembelajaran juga diartikan sebagai proses belajar mengajar, dengan demikian ada dua komponen utama dalam pembelajaran yaitu guru dan siswa yang saling berinteraksi. Oemar Hamalik (2004:57) mengungkapkan bahwa “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan”. Sedangkan
Arifin (dalam T. Rahmat, 2003:6) menyatakan
“Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar ditinjau dari sudut pembelajar yang direncanakan guru untuk dialami pembelajar selama kegiatan belajar mengajar.” Berdasarkan beberapa pernyataan tentang konsep pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan sebagai suatu
15
kegiatan belajar mengajar yang direncanakan oleh guru dengan cara mengkombinasikan unsur-unsur pembelajaran yang ada guna mencapai tujuan pembelajaran. Proses Belajar Mengajar yang menggunakan problem solving sebagai metodenya merupakan suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented). Artinya pembelajaran ini lebih menekankan pada aktivitas siswa yang menuntutnya untuk lebih aktif dalam proses belajar. Siswalah yang menentukan sendiri gaya belajarnya sesuai dengan minat, bakat, potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Disamping itu juga siswa yang menentukan kecepatan belajar, dan hasil belajarnya. Sehingga materi apa yang seharusnya dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya tidak semata-mata ditentukan oleh keinginan guru, tetapi memperhatikan setiap perbedaan karakteristik siswa (heterogen) selama masih sesuai dalam kerangka kurikulum yang berlaku. b. Peran guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator Dalam metode pembelajaran problem solving yang lebih ditekankan adalah pada aktivitas siswa. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, walaupun istilah yang digunakan “pembelajaran”, tidak berarti guru harus menghilangkan perannya sebagai pengajar. Karena pada dasarnya siswa dalam proses belajar membutuhkan bimbingan/pengarahan, membutuhkan peran fasilitator dan motivator ketika mengalami kesulitan-kesulitan belajar. Dalam hal ini peran gurulah yang dimaksud yaitu dengan cara memperjelas tujuan kompetensi yang ingin dicapai, membantu siswa mencari sumber-sumber bahan, dan
16
membangkitkan minat siswa. Bimbingan dan arahan guru ini juga terkait dengan keefektifan penggunaan metode problem solving dalam pembelajaran. Hal ini didasarkan pada pendapat Sudjimat (1995:28) bahwa metode yang bermanfaat untuk membelajarkan pemecahan masalah adalah: (1) ajarkan aspek-aspek pemecahan masalah yang penting, dan (2) ubah peran guru dari sekedar pemberi informasi menjadi fasilitator, pelatih, dan motivator bagi siswa. Sejalan dengan Sukirman (dalam Utari Sumarmo:1994:27) yang mengungkapkan bahwa “Pemecahan masalah akan menjadi suatu hal yang sulit bagi siswa, apabila guru tidak menuntun siswa secara bertahap, atau apabila hanya mengajarkan secara sekilas kepada siswa.” c. Informasi-informasi/pengetahuan/konsep baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning). Metode problem solving yang banyak dianjurkan John Dewey dan selanjutnya dipopulerkan oleh Jerome Bruner (dalam Benny Ahmad Benyamin:2003:15) bertujuan untuk memperoleh hasil belajar yang lebih permanen karena dicari sendiri dengan susah payah seperti informasiinformasi, pengetahuan dan konsep-konsep tidak akan dimiliki hanya dengan mendengarkan melainkan pengalaman dan menemukan sendiri melalui mencari jawaban untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Setelah terpecahkannya masalah maka akan terbentuk pengetahuan baru yang diperoleh sendiri oleh siswa. Untuk memecahkan masalah diperlukan pengetahuan awal yang cukup. Siswa harus memiliki sejumlah konsep-konsep dan aturan–aturan yang telah
17
diperoleh pada proses pembelajaran sebelumnya. Secara umum, pengetahuan awal berpengaruh langsung dan tak langsung terhadap proses pembelajaran. Secara langsung, pengetahuan awal dapat mempermudah proses pembelajaran dan mengarahkan hasil-hasil belajar yang lebih baik. Secara tidak langsung, pengetahuan awal dapat mengoptimalkan kejelasan materi-materi pelajaran dan meningkatkan efisiensi penggunaan waktu belajar dan pembelajaran. d. Menuntun
adanya
pembaharuan
paradigma
pendidikan
dari
behaviorisme bergeser menuju ke konstruktivisme. Aliran teori belajar behavioristik dengan tokohnya John Locke berpandangan bahwa manusia adalah organisme yang pasif, sehingga proses belajarnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dengan teori tabularasanya, John Locke (dalam Wina Sanjaya :2006:113) menganggap bahwa “Manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang
menulisnya.”
Perumpamaan
ini
jika
dikaitkan
dengan
proses
pembelajaran akan berlaku pada pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Di mana kertas putih adalah perumpamaan dari siswa yang hanya bertindak pasif sebagai penerima informasi dari guru yang berperan sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun sudah saatnya merubah pandangan/paradigma pendidikan tersebut. Menurut Jerome Bruner (Benny Ahmad Benyamin:2003:14), “Belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun pengetahuan baru berdasarkan pengalaman atau pengalaman yang sudah dimiliki.” Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme yang menyatakan bahwa siswa adalah
18
sebagai pusat pembelajaran, siswa diberi kesempatan menggunakan gaya belajar sendiri dalam belajar dan guru membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Menurut Bell (dalam Ratna Wilis Dahar:1996:84) tentang teori belajar konstruktivisme, yang mengemukakan bahwa “Belajar di kelas adalah suatu proses penyempurnaan konsep awal dalam struktur kognitif siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi melalui pengarahan, penjelasan dan bimbingan dari guru sebagai fasilitator dan narasumber. ”Lebih lanjut Bell (dalam Ratna Wilis Dahar:1996:85) juga menjelaskan prinsip-prinsip konstruktivisme dalam pembelajaran, yaitu (a) hasil belajar tidak hanya tergantung dari pengalaman belajar di kelas, tetapi tergantung pula dari pengetahuan siswa sebelumnya, (b) belajar adalah mengkonstruksi konsep-konsep, (c) mengkonstruksi konsep adalah proses aktif dalam diri siswa, (d) konsep-konsep yang telah dikonstruksikan dievaluasi yang selanjutnya konsep tersebut diterima atau ditolak, (e) siswa yang sesungguhnya paling bertanggung jawab terhadap cara dan hasil belajar mereka, (f) adanya semacam pola terhadap konsep-konsep yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya. Selanjutnya “Pendekatan
Utari
Sumarmo
konstruktivisme
adalah
(1999:3) pendekatan
mengemukakan
bahwa
pembelajaran
dimana
pengetahuan baru tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkunganya.” Jadi, dapat disimpulkan bahwa karakteristik metode problem solving dengan sendirinya akan menuntun adanya perubahan paradigma pendidikan
19
dari behaviorisme yang berpusat pada guru (teacher oriented) bergeser menuju ke konstruktivisme yang berpusat pada siswa (student oriented). Dengan metode problem solving siswa menjadi lebih aktif berpikir kritis analitis serta menemukan sendiri jawaban atas masalah yang dihadapinya dengan menerapkan konsep-konsep berupa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dan dikonstruksikan menjadi pengetahuan yang baru.
2.1.4 Hakikat Masalah dalam Metode Pemecahan Masalah Secara sekilas mungkin antara metode inkuiri (inquiry) dengan metode pemecahan masalah (problem solving) ada persamaan yaitu masing-masing ingin mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Akan tetapi dari segi masalah yang dihadapi ada perbedaan, yaitu masalah dalam dalam metode inkuiri (inquiry) bersifat tertutup, artinya jawaban dari masalah itu sudah pasti. Oleh sebab itu jawaban dari masalah yang dikaji dalam metode inkuiri guru sebenarnya sudah mengetahui dan memahaminya, namun guru tidak secara langsung tidak menyampaikannya kepada siswa. Dalam metode inkuiri tugas guru pada dasarnya menggiring siswa melalui proses tanya jawab pada jawaban yang sebenarnya sudah pasti. Tujuan yang ingin dicapai oleh metode inkuiri adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa tentang jawaban dari suatu masalah serta menggiring siswa menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Berbeda dengan metode inkuiri (inquiry), masalah dalam metode problem solving adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah
20
tersebut belum pasti. Setiap siswa bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Leuw (dalam Sudjimat, 1995:28) mengatakan bahwa “Belajar pemecahan masalah pada hakikatnya adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya.” Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan metode problem solving memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi, berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan pemecahan masalah. Hakikat masalah dalam PBM yang menggunakan metode problem solving adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Berikut adalah kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam pembelajaran dengan metode problem solving menurut Wina Sanjaya (2006:216). a. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari kehidupan nyata sehari-hari. b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik. c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak sehingga terasa manfaatnya. d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
21
e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya. Oleh karena itu, bahan diutamakan berasal dari permasalahan yang diajukan siswa.
2.1.5 Prasyarat Pelaksanaan Metode Pembelajaran Problem Solving Dalam proses belajar mengajar atau pembelajaran tidak ada pegangan yang pasti tentang cara mendapatkan metode pembelajaran yang paling tepat. Tepat tidaknya suatu metode baru terbukti dari pretasi belajar siswa. Maksudnya tidaklah efektif juga menggunakan satu metode pembelajaran untuk segala tujuan belajar. Namun suatu metode pembelajaran akan berjalan efektif jika memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan karakteristik metode pembelajaran tersebut. Mengacu pada pendapat Sudjimat (1995), agar proses belajar mengajar dengan metode problem solving berjalan dengan baik maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving bersifat relatif disesuaikan dengan masalah yang akan dicari pemecahannya dan juga harus dibatasi agar konsentrasi siswa benarbenar terfokus pada masalah yang dipecahkan. 2) Metode problem solving memerlukan perencanaan agar terstruktur dan sistematis. Perencanaan ini juga penting untuk mengarahkan pembelajaran kepada tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai siswa. Perencanaan ini meliputi keseluruhan kegiatan dari awal penyusunan masalah-masalah sebagai bahan hingga diperolehnya sebuah pengambilan keputusan dari solusi pemecahan masalah, seperti masalah atau kasus didasarkan atas minat
22
siswa atau lingkungan disekitarnya, menuntut adanya proses pengambilan keputusan, dan menuntut penggunaan lebih dari satu solusi 3) Sumber belajar tidak hanya berasal dari buku. Sumber belajar dapat dikembangkan dari masalah-masalah yang berasal dari hasil pegumpulan kasus-kasus dari koran, majalah, televisi, radio, membuat kasus dari ide dari lingkungan sekitar, dan situasi kondisi yang muncul spontanitas dari siswa. 4) Manajemen kelas dengan cara membagi kelas ke dalam kelompokkelompok kecil, diskusi berkelompok agar lebih efektif dan mendalam saling tukar ide, debat antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.
2.1.6 Langkah Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Banyak ahli yang menjelaskan langkah penerapan metode pemecahan masalah (problem solving), diantaranya John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika (dalam Wina Sanjaya:2006:217) yaitu: a) merumuskan masalah, b) menganalisis masalah, c) merumuskan alternatif, d) mengumpulkan data, e) pengujian alternatif, f) merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Selanjutnya David Johnson & Johnson mengemukakan ada 5 langkah metode pemecahan masalah (problem solving) yaitu : a) mendefiniskan masalah, b) mendiganosis masalah, c) merumuskan alternatif strategi, d) menentukan dan menerapkan strategi pilihan, dan e) melakukan evaluasi. Dalam pelaksanaannya metode problem solving tidak mungkin langsung diterapkan sejak awal dalam PBM tanpa adanya metode ceramah sebagai pengantar. Hal ini dilakukan oleh guru untuk menjelaskan konsep awal agar siswa
23
memiliki pemahaman konsep yang cukup sebagai pijakan dasar dalam pemecahan masalah. Berdasarkan beberapa uraian para ahli di atas maka secara umum metode problem solving bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Merumuskan masalah Siswa dengan bimbingan dari guru menentukan masalah yang akan dipecahkan. Masalah-masalah yang diangkat adalah kesenjangan (gap) berupa isu-isu hangat yang memiliki hubungan dengan akuntansi serta harus menarik untuk dipecahkan. Contoh permasalahan akuntansi misalnya tentang etika profesi atau kode etik akuntan. Suatu kasus ada akuntan yang mengajak manajer kerja sama melakukan manipulasi laporan keuangan sehingga perusahaan dianggap mengalami laba padahal kenyataannya menderita kerugian. Di sinilah terjadi gap atau kesenjangan yang mana seorang akuntan harus jujur dan bertanggung jawab dalam setiap tindakan dan kegiatannya sesuai dengan etika profesi atau kode etik akuntan. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam langkah ini adalah siswa dapat menentukan prioritas masalah. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji dan memperinci rumusan masalah yang jelas, spesipik, dan dapat dipecahkan. 2) Mengidentifikasi masalah Mengidentifikasi masalah memiliki pengertian meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. Menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa
24
dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diprediksi. Kegiatan identifikasi masalah dapat dilakukan dalam dua cara. Cara pertama adalah guru langsung menyajikan masalah. Dalam cara ini siswa tidak diminta
untuk
mengidentifikasi
masalah
tetapi
mereka
diminta
untuk
mengidentifikasi dimensi dari masalah yang diajukan guru. Cara ini sangat berguna untuk kelas yang belum memilki pengalaman dalam merumuskan masalah. Cara kedua adalah siswa sendiri yang merumuskan masalah;guru hanya memberikan tema untuk siswa mengidentifikasi masalah dan selanjutnya dilakukan
identifikasi
dimensi
masalah
tersebut.
Untuk
menghindari
kekompleksan paradigma siswa sebaiknya dimensi masalah dibatasi. Bentuk identifikasi masalah dan identifikasi dimensi masalah dapat berupa tanya jawab dan diskusi antar siswa. Selanjutnya agar bisa memfokuskan perhatian pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mengidentifikasi suatu masalah, diperlukan upaya mencari informasi yang diperlukan sebanyakbanyaknya. Dengan demikian diharapkan, kita bisa mengidentifikasi masalahnya dengan tepat dan benar. Berikut ini beberapa karakteristik dalam melakukan identifikasi masalah yang baik (www.musriadimusanif.blogspot.com.html): 1. Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif harus dipisahkan dari persepsi. 2. Semua siswa yang terlibat diperlukan sebagai sumber informasi. 3. Masalah harus dinyatakan secara tegas. Hal ini seringkali dapat menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas.
25
4. Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya ketidaksesuaian/gap antara harapan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kenyataan yang terjadi. 5. Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas pihak-pihak yang terkait atau berkepentingan dengan terjadinya masalah itu. 3) Mengumpulkan Data Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Dalam akuntansi sumber data dapat berasal dari bukti-bukti transaksi yang berupa faktur, kuitansi, nota debet, nota kredit, memo dan lain sebagainya. Bukti-bukti transaksi inilah yang dijadikan dasar dalam melakukan pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan (siklus akuntansi). Dalam siklus akuntansi, bukti-bukti transaksi adalah syarat mutlak sebagi bukti tertulis dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan suatu transaksi. Selain pengumpulan data juga dilakukan pemeriksaan apakah telah sesuai antara bukti-bukti transaksi dengan pencatatan. Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah tertanamnya pada diri siswa sifat teliti dan kehati-hatian dalam kegiatannya sebagai calon akuntan. 4) Menentukan Pilihan Penyelesaian Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses PBM dengan menggunakan metode problem solving. Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan keputusan yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan. Disinilah akan nampak PBM pada mata pelajaran Akuntansi yang diharapkan yaitu kemampuan dalam memprediksi
26
(predictive) dan pengambilan keputusan seperti seorang manajer yang ada pada perusahaan di kehidupan nyata.
2.1.7 Keunggulan dan Kekurangan Metode Problem Solving Sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran, pemecahan masalah (problem solving) memiliki beberapa keunggulan (Wina Sanjaya:2006:220), diantaranya: a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan metode yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kepuasan tersendiri untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa dalam setiap mata pelajaran yang mereka hadapi c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa agar aktif d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan yang mereka kuasai untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan serta mengarahkan cara belajar mandiri f. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa menunjukkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran khususnya akuntansi, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar dari guru saja. g. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan memberikan pengalaman belajar sehingga merangsang minat serta disukai siswa. h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. i. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata j. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk terus-menerus (kontinuitas) belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir atau belajar sepanjang hayat. Sedangkan beberapa kelemahan metode problem solving antara lain :
27
a. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap oleh para siswa sebagai suatu hal yang merepotkan karena harus melalui tahapan-tahapan. b. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa ragu untuk mencoba c. Keberhasilan metode pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving) membutuhkan cukup waktu yang lama untuk persiapan. d. Karena siswa cenderung untuk bekerja sendiri, mereka mungkin tidak dapat “menemukan” semua hal yang seharusnya mereka dapatkan. e. Siswa yang menggunakan pemecahan masalah (problem solving) yang tidak tepat mungkin akan membuat kesimpulan yang salah
2.2 Prestasi Belajar 2.2.1 Definisi Prestasi Belajar Kata prestasi belajar terdiri dari dua unsur kata yaitu prestasi dan belajar. Dalam kamus bahasa Indonesia, (2001:171) “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dan yang telah dilakukan atau dikerjakan.” Prestasi juga mengandung pengertian suatu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan/aktivitas yang telah dilakukan, diciptakan, baik secara kelompok maupun sendiri. Prestasi merupakan salah satu tujuan seseorang dalam belajar dan sekaligus sebagai motivator terhadap aktivitas siswa. Prestasi belajar merupakan salah satu indikator keberhasilan belajar. Prestasi belajar merupakan aktualisasi dari potensi yang dimilikinya, artinya belajar merupakan manifestasi dari kemampuan potensi individu. Selanjutnya Aziz Lukman Praja (1993:36) mengemukakan beberapa pengertian prestasi belajar sebagai berikut: 1) Prestasi belajar merupakan perubahan perilaku yang dapat diukur yang dilakukan dengan menggunakan tes prestasi (achievement test).
28
2) Prestasi belajar merupakan hasil perbuatan individu itu sendiri bukan hasil dari perbuatan orang lain terhadap individu 3) Prestasi belajar dapat dievaluasi tinggi rendahnya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh penilai atau menurut tolak ukur (standar) yang dicapai oleh kelompok. 4) Prestasi belajar merupakan hasil dari kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, jadi bukan merupakan kebiasaan atau perilaku yang tidak disadari. Jadi, prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa yang ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, keterampilan maupun sikap pada diri seseorang yang dilakukannya secara sengaja/sadar melalui proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu dan dapat diukur serta dinyatakan dalam bentuk nilai, hasil tes atau ujian berupa angka (kuantitatif), huruf, atau kalimat (kualitatif).
2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Aktivitas belajar mengajar tidak selalu dapat berjalan dengan apa yang diharapkan, kadang-kadang lancar dan kadang-kadang terhambat, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari dan kadang-kadang sulit untuk memahaminya.
Keanekaragaman
karakteristik
siswa
yang
tidak
sama
menyebabkan perbedaan tingkah laku antara satu siswa dengan siswa lainnya, sehingga menyebabkan adanya perbedaan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar dibentuk oleh berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut yang akan menentukan berhasil atau tidak berhasil, tinggi atau rendah prestasi belajar. Menurut Slameto (1995:54) mengemukakan bahwa :
29
” .................yang mempengaruhi prestasi belajar terdiri atas: faktor intern yaitu 1. Faktor jasmaniah 2. Faktor psikologis 3. Faktor kelelahan Sedangkan faktor eksternal yaitu 1. Faktor keluarga 2. Faktor sekolah, metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, dan keadaan gedung. Sedangkan menurut Ahmadi (1998:72) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain sebagi berikut: a. Faktor internal. Faktor internal ada1ah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini dapat dibagi dalam beberapa bagian, yaitu : 1) Faktor intelegensi adalah kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang didalamnya berpikir perasaan 2) Faktor minat adalah kecenderungan yang mantap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang tertentu. 3) Faktor keadaan fisik rnenunjukkan pada tahap pertumbuhan, kesehatan jasmani, keadaan alat - alat indera dan lain sebagainya. Faktor keadaan psikis menunjuk pada keadaan stabilitas /labilitas mental siswa b. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor dan luar diri siswa yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor eksternal dapat dibagi rnenjadi beberapa bagian, yaitu : 1) Faktor guru 2) Faktor lingkungan keluarga 3) Faktor sumber-sumber Belajar berupa media/alat bantu belajar serta bahan baku penunjang.
2.2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Sebagai bahan rujukan dan perbandingan peneliti memberikan hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan metode problem solving, sebagai berikut:
30
Muhammad Basri (2008) melakukan penelitian dengan judul Efektifitas Metode Problem Solving Dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS SMA N Batang Hari Lampung Timur Tahun Pelajaran 2007/2008. Metode penelitian menggunakan Penelitian Tindakan kelas (PTK) .Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving pada setiap siklus I, II dan III diperoleh hasil yang cukup memuaskan. Efektivitas metode problem solving dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I efektivitas metode problem solving sebesar 52,8% siklus II sebesar 61,1% dan siklus III sebesar 66,7%. Ria Indahsari (2005) melakukan penelitian dengan judul Efektifitas Pembelajaran Metode Ekspositori dan Metode Problem Solving (Pemecahan Masalah) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X Semester Pada Pokok Bahasan Stoikometri Di SMA Negeri 9 Semarang. Penelitian menggunakan metode Quasi Eksperimen dan hasil penelitianya adalah hasil tes diperoleh rata-rata nilai hasil belajar kelompok ekspositori = 69,77, dan kelompok problem solving = 65,89. Melalui uji efektvitas diperoleh t data untuk ekspositori = 3,604 dan untuk problem solving = 3,756, sedangkan t tabel 1,68, jadi kedua metode sama-sama efektif. Dan melalui uji t tes, diperoleh t data= 2,187, sedangkan t tabel 1,99 pada taraf signifikan 5%.
2.2.4 Kerangka Pemikiran Proses Belajar Mengajar merupakan proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan. Interaksi disini yaitu saling
31
memberi dan menerima informasi atau pengetahuan antara guru dengan siswa maupun antara sesama siswa. Dalam petunjuk pelaksanaan kurikulum SMA, dinyatakan bahwa dalam setiap interaksi belajar mengajar ditandai sejumlah unsur yaitu 1) Tujuan yang hendak dicapai, 2) Siswa dan guru, 3) Bahan pelajaran, 4) Metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar mengajar, dan 5) Evaluasi atau penilaian yang berfungsi untuk menetapkan seberapa jauh ketercapaian tujuan. Suatu Proses Belajar Mengajar dapat berjalan efektif bila seluruh unsur yang berpengaruh dalam PBM saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan. Seorang guru hendaknya mampu memberikan motivasi dan bimbingan kepada siswa agar perubahan tingkah laku yang diharapkan sebagai hasil belajar tercapai dengan baik, dalam hal ini guru harus benar-benar pandai dalam memilih metode, pendekatan serta model pembelajaran Prestasi belajar merupakan salah satu indikator keberhasilan belajar. Prestasi belajar merupakan aktualisasi dari potensi yang dimilikinya, artinya belajar merupakan manifestasi dari kemampuan potensi individu. Dalam prestasi belajar terkandung hasil belajar yang dicapai oleh siswa yang biasanya diwujudkan dalam bentuk nilai yang diukur dengan menggunakan sistem penilaian yang telah ditentukan yaitu dengan melakukan evaluasi. Untuk mencapai prestasi belajar yang memuaskan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, terkadang bagi sebagian siswa mencapai prestasi belajar yang memuaskan sangatlah sulit. Dalam belajar ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa baik faktor yamg berasal dari diri siswa
32
seperti kesehatan, kecerdasan, bakat, minat, motivasi maupun faktor yang berasal dari luar diri siswa seperti lingkungan dan alat instrumen (kurikulum, metode pembelajaran, sarana dan fasilitas serta guru/pengajar). Hal ini senada dengan pendapat Muhibbin Syah (1995:106) yang menyatakan bahwa: ”Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat kita bedakan menjadi 3 bagian yakni : 1. Faktor intern (dari dalam siswa) yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa. 2. Faktor ekstern (dari luar diri siswa) yakni keadaan kondisi lingkungan siswa. 3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar yang meliputi strategi dan metode yang diinginkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor pendekatan belajar (approach to learning) dari segi metode. Metode mengajar adalah cara kerja yang teratur, bersistem, dan berpikir baik-baik yang digunakan guru untuk mencapai maksud dan tujuan pembelajaran. Penggunaan metode penting dalam proses belajar mengajar agar materi yang disampaikan oleh guru kepada siswa lebih efektif sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Dengan kata lain metode pembelajaran adalah alat untuk menjembatani penyampaian materi dari guru kepada siswa. Dalam PBM, interaksi guru dengan siswa berlangsung dominan sehingga peran guru sangat penting dan akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberikan pengajaran dengan baik bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Kegiatan guru dalam belajar mengajar perlu diperhatikan.
33
Kegiatan guru yang dimaksud adalah berkaitan dengan metode pembelajaran yang digunakan sehingga mampu membangkitkan motivasi siswa. Namun prestasi belajar akan berbeda hasilnya jika seorang guru dalam proses pembelajarannya tidak memperhatikan metode yang digunakan. Misalnya saja penggunaan metode tidak disesuaikan dengan jenis bahan/materi yang diajarkan. Guru hanya menggunakan metode yang itu-itu saja, seperti halnya yang terjadi pada kegiatan pembelajaran konvensional yang hanya menggunakan ceramah sebagai metodenya. Di dalam pembelajaran konvensional siswa bertindak pasif, monoton sehingga kegiatan belajar menjadi kurang menarik. Berawal dari kegiatan pembelajaran yang kurang menarik menyebabkan siswa menjadi malas, belajar, tidak ada motivasi dan akhirnya tidak senang mengikuti pelajaran tersebut. Jika dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat unsur paksaan pada diri siswa maka sudah dipastikan prestasi belajarnya akan rendah. Dengan kata lain bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh ketepatan guru menggunakan metode di dalam proses belajar mengajar. Hal ini didasarkan
pada pendapat
Syaiful
Bahri
Djamarah
(1994:78-79)
yang
mengungkapkan bahwa : “Penggunaan metode mengajar yang kurang tepat dengan jenis bahan pelajaran akan menyulitkan anak didik menyerapnya. Akibatnya, sudah dipastikan prestasi belajar anak didik rendah.” Dan selanjutnya Slameto (2003:65) juga menyatakan bahwa “Metode mengajar yang tidak baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula.” Banyak sekali jenis metode pembelajaran yang dapat digunakan dan divariasikan dalam proses belajar mengajar. Salah satu metode yang diharapkan
34
dapat meningkatkan partisipasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar adalah metode pemecahan masalah (problem solving). Metode ini bukan hanya merupakan metode mengajar, tetapi juga merupakan metode berpikir bagi siswa, karena dalam metode ini dapat juga menggunakan metode yang lainnya yang dimulai dari proses berpikir sampai dengan penarikan kesimpulan. Pemecahan masalah (problem solving) bisa dianggap sebagai suatu proses pengaplikasian pengetahuan yang dimiliki hingga terbentuk pengetahuan baru. Ketika metode pemecahan masalah digunakan di dalam proses pembelajaran, maka penekanannya harus pada siswa yang mempelajari mata pelajaran, bukannya hanya belajar untuk memecahkan masalah semata. Hal ini begitu penting karena jika fokusnya hanya mengajarkan kepada siswa sebatas terpecahkannya masalah tanpa memperhatikan paham tidaknya siswa terhadap materi yang diajarkan maka mereka hanya mempelajari sedikit pengetahuan atau sekedar tahu langkah-langkah yang harus diikuti untuk memecahkan masalah tertentu. Ini bukanlah cara yang efektif dalam membantu siswa belajar, karena belajar adalah proses pengalaman dan tidak terbentuk secara instan. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli yaitu: Darsono dkk (dalam Utari Sumarmo:1994:44), “Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri baik dalam aspek kognitif, sikap maupun psikomotorik.” Dalam kamus Bahasa Indonesia (2001:67) disebutkan bahwa: Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Belajar itu bukan hanya menghafal dan mengingat saja, melainkan berinteraksi dengan lingkungannya dan merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang, dengan tujuan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, daya penerimaannya dan aspek-aspek lain yang ada pada individu.
35
Untuk itulah sudah seharusnya jika pemecahan masalah (problem solving) dipergunakan sebagai sebuah metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar untuk membuat siswa lebih paham lagi secara mendalam terhadap materi pembelajaran yang diberikan. Metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dapat mempengaruhi prestasi belajar karena dalam metode ini siswa dituntut untuk belajar aktif berpikir ilmiah dan mandiri untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, sehingga sesuai dengan tujuan pembelajaran SMA yang memang lebih diarahkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi yakni jenjang perguruan tinggi melalui penanaman pemahaman konsep yang lebih mendalam. Dalam metode pemecahan masalah, siswa dituntut tidak hanya sekedar mengingat atau menghafal saja tapi lebih memahami dan menguasai konsep-konsep, sehingga jika suatu saat permasalahan yang dijadikan bahan ajar tersebut muncul kembali siswa tidak akan mengalami kesulitan yang berarti. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat disusun suatu paradigma penelitian. Menurut Sugiyono (2006:6) yang dimaksud dengan paradigma penelitian adalah: “Pola pikir yang menunjukan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis.” Penggunaan Metode
Prestasi Belajar
Problem Solving
Siswa
Gambar 2.1 : Paradigma Penelitian
36
Dalam penelitian ini perlu adanya asumsi. Menurut Komarudin (dalam Agus Baskara 2008: 40) asumsi adalah: Sesuatu yang dianggap tidak mempengaruhi atau dianggap konstan. Asumsi menetapkan faktor yang diawasi. Asumsi dapat berhubungan dengan syarat-syarat, kondisi-kondisi dan tujuan. Asumsi memberikan hakekat, bentuk, dan arah argumentasi. Berdasarkan pengertian tersebut peneliti merumuskan asumsi sebagai berikut: 1) Kondisi awal antara kelas yang menggunakan metode pembelajaran problem solving dengan kelas yang menggunakan metode konvensional (ceramah) memiliki karakteristik yang relatif sama atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan (equivalent). 2) Lingkungan sekolah dianggap kondusif terhadap pengembangan metode pembelajaran. 3) Terdapat fasilitas yang mendukung untuk diselenggarakannya metode problem solving 4) Guru memahami secara metodologis dan praktis metode pembelajaran problem solving 5) Faktor-faktor lain yang berpengaruh pada prestasi belajar, seperti berupa kemampuan siswa, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan fsikis, kompetensi guru, sumber belajar, dan pengaruh lingkungan pergaulan siswa dianggap konstan.
37
2.2.5 Hipotesis Menurut Suharsimi Arikunto (1987) mengartikan bahwa “Hipotesis sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti kebenarannya melalui data yang terkumpul.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh baik positif atau negatif antara metode problem solving terhadap prestasi belajar siswa. Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini adalah “ Penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving) memiliki pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.”