BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Beton Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, kerikil, batu pecah, atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat halus dan kasar, disebut sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan ( durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, di antaranya adalah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengerasannya. Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibandingakn dengan kuat tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% 15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun pembagian tugas, dimana batang tulangan bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan. Komponen struktur beton dengan kerjasama seperti itu disebut sebagai beton bertulangan baja atau lazim disebut beton bertulang saja. Dalam perkembangannnya, didasarkan pada tujuan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan kemampuan kekuatan komponen, sering juga dijumpai beton dan tulangan baja bersama-sama ditempatkan pada bagian struktur dimana keduanya menahan gaya tekan. Dengan sendirinya untuk mengatur kerjasama antara dua bahan yang berbeda sifat dan perilakunya dalam rangka membentuk satu kesatuan perilaku struktural untuk mendukung beban, diperlukan cara hitungan berbeda dngan apabila hanya digunakan satu macam bahan saja seperti halnya pada struktur baja, kayu, aluminium, dan sebagainya. Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan-keaadaan: 1. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjdi penggelinciran di antara keduanya 2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja 3. Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan Sebagai konsekuensi dari lekatan yang sempurna antara kedua bahan, di daerah tarik suatu komponen struktur akan terjadi retak-retak beton di dekat baja tulangan. Retak halus yang demikian dapat diabaikan sejauh tidak mempengaruhi penamapilan struktural komponen yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
II.2 Baja Tulangan Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul di dalam sistem. Untuk keperluan penulangan tersebut digunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis menguntungkan, dan baja tulangan yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran ataupun kawat rangkai las (wire mesh) yang berupa batang kawat baja yang dirangkai (dianyam) dengan teknik pengelasan. Yang terakhir tersebut, terutama dipakai untuk plat dan cangkang tipis atau struktur lain yang tidak mempunyai tempat cukup bebas untuk pemasangan tulangan, jarak spasi, dan selimut beton sesuai dengan persyaratan pada umumnya. Bahan batang baja rangkai dengan pengelasan yang dimaksud, didapat dari hasil penarikan baja pada suhu dingin dan dibentuk dengan pola ortogonal, bujur sangkar, atau persegi empat, dengan di las pada semua titik pertemuannya. Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD), yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu, atau batang tulangan yang dupilin pada proses produksinya. Pola permukaan yang dikasarkan atau pola sirip sangat beragam tergantung pada mesin giling atau cetak yang dimilki oleh produsen, asal masih dalam batasbatas spesifikasi teknik yang diperkenankan oleh standar. Baja tulangan polos
Universitas Sumatera Utara
(BJTP) hanya digunakan untuk tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya diberi kait pada ujungnya. Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es). Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai SII 0136-80 dengan ketentuan bahwa tegangan luluh adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Di dalam perencanaan atau analisis beton bertulang umumnya nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada awal perhitungan. Di samping usaha standarisasi yang telah dilakukan oleh masing-masing negara produsen baja, kebanyakan produksi baja tulangan beton pada dewasa ini masih berorientasi pada spesikasi teknis yang ditetapkan ASTM. Di Indonesia produksi baja tulangan dan baja-struktur telah diatur sesuai dengan Standar Industri Indonesia, anatara lain dengan SII 0136-80 dan SII 318-80. Modulus elastisitas baja tulanngan ditentukan berdasarkan kemiringan awal kurva tegangan-regangan di daerah elastik dimana antara mutu baja yang satu dengan lainnya tidak banyak bervariasi. Ketentuan SK SNI T-15-1991-03 menetapkan bahwa nilai modulus elastisitas baja adalah 200.00 MPa. Menurut SII 0136-80, dilakukan pengelompokan baja tulangan untuk beton bertulang seperti tertera pada tabel sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Jenis dan Kelas Baja Tulangan Sesuai SII 0136-80 JENIS
polos
KELAS SIMBOL BATAS
ULUR KUAT
TARIK
MINIMUM
MINIMUM
N/mm2( kgf/mm2)
N/mm2( kgf/mm2)
1
BJTP24
235(24)
382(39)
2
BJTP30
294(30)
480(49)
deformasian 1
BJTD24
235(24)
382(39)
2
BJTD30
294(30)
480(49)
3
BJTD35
343(35)
490950)
4
BJTD40
392(40)
559(57)
5
BJTD50
490(50)
610(63)
II.3 Workabilitas Kekentalan (konsisitensi) adukan beton harus disesuaikan dengan cara transport, cara pemadatan, jenis konstruksi yang bersangkutan, dan kerapatan dari tulangan. Kekentalan tersebut bergantung pada beberapa hal antara lain: 1. Jumlah dan jenis semen 2. Nilai faktor air semen 3. Jenis dan susunan butir dari agregat 4. Penggunaan bahan-bahan pembantu
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Jumlah Semen Minimum dan Nilai Faktor Air Semen Maksimum Jumlah semen
Nilai faktor
minimum per m3 Air beton (kg)
maksimum
275
0,60
b. Keadaan keliling korosif disebabkan oleh 325
0,52
Beton di dalam ruang bangunan: a. Keadaan keliling non-korosif
kondensasi atau uap-uap korosif Beton di luar ruang bangunan: a. Tidak terlindung dari hujan dan terik 325
0,60
matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari 275
0,60
langsung Beton yang masuk ke dalam tanah:
325
0,55
a. Mengalami keadaan basah dan kering 375
0,52
berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat alkali dari tanah atau air tanah Beton yang kontinu berhubungan dengan air:
275
0,57
375
0,52
a. Air tawar b. Air laut
Kekentalan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump. Adukan beton untuk keperluan pengujian slump ini harus diambil langsung dari mesin
Universitas Sumatera Utara
pengaduk dengan menggunakan ember atau alat lain yang tidak menyerap air. Bila dianggap perlu, adukan beton diaduk lagi sebelum diadakan pengujian tersebut. Untuk mencegah penggunaan adukan beton yang terlalu kental atau terlalau encer, dianjurkan untuk menggunakan nilai-nilai slump yang terletak dalam batasbatas yang ditunjukkan dalam tabel 2.3. Table 2.3. Nilai-Nilai Slump Untuk Berbagai Pekerjaan Beton uraian
Slump
Slump
maksimum
minimum
Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak 12,5
5,0
bertulanng
9,0
2,5
konstruksi di bawah tanah
15,0
7,5
Pelat, balok, kolom, dan dinding
7,5
5,0
Pengerasan jalan
7,5
2,5
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison, dan
Pembetonan masal
II.4 Bahan Penyusun Beton II.4.1 Agregat Halus Pasir adalah salah satu dari bahan campuran beton yang diklasifikasikan sebagai agregat halus. Yang dimaksud dengan agregat halus adalah agregat yang lolos saringan no.8 dan tertahan pada saringan no.200. Pasir merupakan bahan tambahan yang tidak bekerja aktif dalam proses pengerasan, walaupun demikian kualitas pasir sangat berpengaruh pada beton.
Universitas Sumatera Utara
Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butirbutir harus bersifat kekal, dan tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti hujan atau terik matahari. 2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih besar dari 5 % (ditentukan terhadap berat kering). Yang dimaksud dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5 %, maka agregat harus dicuci terlebih dahulu. 3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak dan harus dibuktikan dengan percobaan warna dari AbramsHarder (dengan larutan NaOH). Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan adukan agregat tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari tidak kurang dari 95 % dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam 3 % NaOH yang kemudian dicuci hingga bersih dengan air pada umur yang sama. 4. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : sisa di atas ayakan 4 mm harus minimum 2 % berat sisa di atas ayakan 1 mm harus minimum 10 % berat sisa ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80 % dan 95 % berat 5. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.
Universitas Sumatera Utara
6. Butiran agregat halus berdiameter 0.075 mm hingga 4 mm. Derajat kehalusan suatu agregat ditentukan oleh modulus kehalusan (Fineness Modulus) dengan batasan-batasan sebagai berikut: Pasir Halus
: 2,20 < FM < 2,60
Pasir Sedang
: 2,60 ≤ FM < 2,90
Pasir Kasar
: 2,90 ≤ FM ≤ 3,20
Adapun agregat halus yang dikategorikan baik berdasarkan persen lolosnya adalah berdasarkan tabel 2.4. di bawah ini.
Table 2.4. Persentase Lolos Agregat Halus Diameter (mm) 9,52 4,76 2,38 1,19 0,60 0,30 0,15
ayakan % lolos 100 95-100 85-100 50-85 25-60 10-30 2-10
II.4.2 Agregat Kasar Agreagat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil disintergrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dair alat pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan di ayakan 4,76 mm. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan agregat kasar adalah agregat dengan besar butir lebih dari 5 mm.
Universitas Sumatera Utara
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Agregat kasar adalah agregat dengan besar butiran lebih dari 5 mm. Sesuai dengan syarat-syarat pengawasan mutu agregat untuk berbagai mutu beton maka agregat kasar harus memenuhi syarat. 2. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melampaui 20 % dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir kasar harus bersifat kekal yang berarti tidak pecah atau hancur akibat pengaruh cuaca seperti hujan dan terik matahari. 3. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 % (ditentukan terhadap berat kering).Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui/lolos ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 1 %, maka agregat kasar harus dicuci. 4. Agregat kasar tidak boleh mengandung bahan-bahan yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang aktif terhadap alkali. 5. Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan mesin pengaus Los Angeles dimana tidak boleh terjadi kehilangan berat melebihi 5 %. 6. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam dan apabila diayak, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Sisa di atas ayakan 31,5 mm harus 0 % berat. Sisa di atas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90 % dan 98 %. Selisih antara sisa-sisa kumulatif ayakan yang berurutan adalah maksimum 60 % dan minimum 10 % dari berat.
Universitas Sumatera Utara
7. Berat butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal plat atau 3/4 dari jarak bersih minimum di antara batang-batang atau berkas tulangan. Penyimpangan dari batasan ini diijinkan apabila menurut pengawas ahli, cara pengecoran beton adalah sedemikian rupa sehingga menjamin tidak terjadinya sarangsarang kerikil. Batasan Modulus kehalusan kerikil : 5,5 ≤ FM ≤ 7,5. Table 2.5 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar Ukuran lubang ayakan (mm) 38,10 19,10 9,52 4,75
Persentasse loloa kumulatif (%) 95-100 35-70 10-30 0-5
II.5 Semen II.5.1 Uraian Umum Semen berasal dari kata cement dalam bahasa asing/inggris yang berarti pengikat/perekat. Perkataan cement itu sendiri diambil dari kata latin cementum yaitu nama yang diberikan kepada batu kapur yang serbuknya telah dipergunakan sebagai bahan adukan (mortar) lebih dari 2.000 tahun yang lalu di negara Italia. Dalam perkembangannya, arti perkataan cement
mengalami sedikit
perubahan, misalnya pada abad pertengahan diartikan sebagai segaala macam bahan pengikat perekat seperti rubber cement, termasuk pula portland cement.
Universitas Sumatera Utara
Semen adalah hydraulic binder (perekat hidraulis) yang berarti bahwa senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Oleh karena sifat hidraulis tersebut, maka semen bersifat: Dapat mengeras jika dicampur dengan air Tidak larut dalam air Hydraulic binder misalnya: portland cement, blended cement, high alumunia cement dan sebagainya. Di samping hidraulic binder, juga dikenal non-hidraulic binder misalnya lime. Sejak berabad-abad kandungan lime merupakan perekat klasik dalam bangunan yang dibuat dengan memanaskan limestone pada suhu 850℃. Kandungan CaCO3 dari limestone akan melepaskan CO2 dan menghasilkan burnt lime atau quick lime (CaO). Produk ini bereaksi dengan cepat dengan air menghasilkan Ca(OH)2 dalam butir yang halus dan selanjutnya Ca(OH)2 ini akan bereaksi dengan CO2 dari udara dan mengeras menjadi CaCO3 kembali dan juga bereaksi dengan senyawasenyawa silikat yang menghasilkan senyawa calcium silicate hydrate yang bersifat sebagai perekat batuan. Adapun bahan baku pembuatan semen adalah : Batu Kapur • Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan sedikit tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya.
Universitas Sumatera Utara
• Senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu hingga kuning Tanah Liat • Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat • Klasifikasi senyawa alumina silikat berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya : – Kelompok Montmorilonite • Meliputi : Monmorilosite, beidelite, saponite, dan nitronite – Kelompok Kaolin • Meliput i : kaolinite, dicnite, nacrite, dan halaysite – Kelompok tanah liat beralkali • Meliputi : tanah liat mika (ilite) Pasir Besi dan Pasir Silikat • Bahan ini merupakan bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix) • Digunakan sebagai pelengkap komponen kimia esensial yang diperlukan untuk pembuatan semen • Pasir silika digunakan untuk menaikkan kandungan SiO2 • Pasir Besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix
Universitas Sumatera Utara
Gypsum ( CaSO4. 2 H2O ) • Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen • Hilangnya kristal air pada gipsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat gipsum sebagai retarder. Kandungan kimia yang ada dalam semen antara lain: * Trikalsium Silikat * Dikalsium Silikat * Trikalsium Aluminat * Tetrakalsium Aluminofe * Gipsum Langkah utama proses produksi semen adalah: 1. Penggalian/Quarrying Terdapat dua jenis material yang penting bagi produksi semen: yang pertama adalah yang kaya akan kapur atau material yang mengandung kapur (calcareous materials) seperti batu gamping, kapur, dll., dan yang kedua adalah yang kaya akan silika atau material mengandung tanah liat (argillaceous materials) seperti tanah liat. Batu gamping dan tanah liat dikeruk atau diledakkan dari penggalian dan kemudian diangkut ke alat penghancur. 2. Penghancuran Penghancur bertanggung jawab terhadap pengecilan ukuran primer bagi material yang digali.
Universitas Sumatera Utara
3. Pencampuran Awal Material yang dihancurkan melewati alat analisis on-line untuk menentukan komposisi tumpukan bahan. 4. Penghalusan dan Pencampuran Bahan Baku Belt conveyor mengangkut tumpukan yang sudah dicampur pada tahap awal ke penampung, dimana perbandingan berat umpan disesuaikan dengan jenis klinker yang diproduksi. Material kemudian digiling sampai kehalusan yang diinginkan. 5. Pembakaran dan Pendinginan Klinker Campuran bahan baku yang sudah tercampur rata diumpankan ke pre-heater, yang merupakan alat penukar panas yang terdiri dari serangkaian siklon dimana terjadi perpindahan panas antara umpan campuran bahan baku dengan gas panas dari kiln yang berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi pada pre‐heater ini dan
berlanjut dalam kiln, dimana bahan baku berubah menjadi agak cair dengan sifat
seperti semen. Pada kiln yang bersuhu 1350-1400°C, bahan berubah menjadi bongkahan padat berukuran kecil yang dikenal dengan sebutan klinker, kemudian dialirkan ke pendingin klinker, dimana udara pendingin akan menurunkan suhu klinker hingga mencapai 100 °C. 6. Penghalusan Akhir Dari silo klinker, klinker dipindahkan ke penampung klinker dengan dilewatkan timbangan pengumpan, yang akan mengatur perbandingan aliran bahan terhadap bahan-bahan aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker dan diumpankan ke mesin penggiling akhir. Campuran klinker dan gipsum untuk semen jenis 1 dan campuran klinker, gipsum dan pozzolan untuk semen jenis P
Universitas Sumatera Utara
dihancurkan dalam sistem tertutup dalam penggiling akhir untuk mendapatkan kehalusan yang dikehendaki. Semen kemudian dialirkan dengan pipa menuju silo semen. Jenis-jenis semen antara lain: Semen Portland (Portland Cement) Semen portland ini merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dengan jalan menghaluskan terak yang mengandung senyawa-senyawa kalsium silikat dan biasanya juga mengandung satu atau lebih senyawa-senyawa calsium sulphat yang ditambahkan pada penggilingan akhir. Semen portland adalah semen yang diperoleh dengan menghaluskan terak yang terutama terdiri dari silikat-silikat, calsium yang bersifat hidrolis bersama bahan tambahan biasanya gypsum. Tipe-tipe semen portland yaitu: 1. Tipe I (Ordinary Portland Cement) Indonesian Standard : SNI 15-2049-2004 American Standard : ASTM C 150-04a European Standard : EN 197-1:2000 Semen Portland tipe ini digunakan untuk segala macam konstruksi apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya tahan terhadap sulfat, panas hidrasi, dan sebagainya. Semen ini mengandung 5 % MgO dan 2,5 -3% SO3. 2. Tipe II (Moderate Heat Portland Cement) Indonesian Standard : SNI 15-7064-2004 American Standard : ASTM C 150-04a
Universitas Sumatera Utara
Semen ini digunakan untuk bahan konstruksi yang memerlukan sifat khusus tahan terhadap sulfat dan panas hiderasi yang sedang, biasanya digunakan untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Semen ini mengandung 20% SiO2, 6 % Al2O3, 6% Fe2O3, 6% MgO, dan 8% C3A. 3. Tipe III (High Early Strength Portland Cement) Semen ini merupakan semen yang digunakan biasanya dalam keadaan-keadaan darurat dan musim dingin. Digunakan juga pada pembuatan beton tekan. Semen ini memiliki kandungan C3S yang lebih tinggi dibandingkan semen portland tipe I dan tipe II sehingga proses pengerasan terjadi lebih cepat dan cepat mengeluarkan kalor. Semen ini tersusun dari 3,5-4% Al2O3, 6% Fe2O3, 35% C3S, 6% MgO, 40% C2S dan 15% C3A. 4. Tipe IV (Low Heat Portland Cement) Semen tipe ini digunakan pada bangunan dengan tingkat panas hiderasi yang rendah misalnya pada bangunan beton yang besar dan tebal, baik sekali untuk mencegah keretakan. Low Heat Portland Cement ini memiliki kandungan C3S dan C3A lebih rendah sehingga kalor yang dilepas lebih rendah. Semen ini tersusun dari 6,5 % MgO, 2,3 % SO3, dan 7 % C3A. 5. Tipe V (Super Sulphated Cement) Indonesian Standard : SNI 15-2049-2004 American Standard : ASTM C 150-04a Semen yang sangat tahan terhadap pengaruh sulphat misalnya pada tempat pengeboran lepas pantai, pelabuhan, dan terowongan. Komposisi komponen
Universitas Sumatera Utara
utamanya adalah slag tanur tinggi dengan kandungan aluminanya yang tinggi, 5% terak portland cement , 6 % MgO, 2,3 % SO3, dan 5 % C3A. Semen portland pozolan Adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen portland dengan pozolan halus, yang di produksi dengan menggiling klinker semen portland dan pozolan bersama-sama, atau mencampur secara merata bubuk semen portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling dan mencampur, dimana kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen portland pozolan. Semen ini mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan pozzolona sendiri tidak memiliki sifat seperti semen, akan tetapi bentuk halusnya dan dengan adanya air, senyawa-senyawa tersebut membentuk kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidraulis. Bahan pozzolan tersusun atas 45-72 % SiO2, 10-18 % Al2O3, 1-6 % Fe2O3, 0,5-3 % MgO, 0,31,6 % SO3. Semen portland komposit Indonesian Standard : SNI 15-7064-2004 European Standard : EN 197-1:2000 (42.5 N & 42.5 R) PCC (Portland Composite Cement) digunakan untuk bangunan-bangunan pada umumnya, sama dengan penggunaan Semen Portland Jenis I dengan kuat tekan yang sama. PCC mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah selama proses pendinginan
dibandingkan
dengan
Semen
Portland
Jenis
I,
sehingga
pengerjaannya akan lebih mudah dan menghasilkan permukaan beton/plester yang lebih rapat dan lebih halus.
Universitas Sumatera Utara
Semen portland komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozolan, senyawa silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6% - 35 % dari massa semen portland komposit. Semen portland komposit dapat digunakan untuk konstruksi umum seperti: pekerjaan beton, pasangan bata, selokan, jalan, pagar dinding dan pembuatan elemen bangunan khusus seperti beton pracetak, beton pratekan, panel beton, bata beton (paving block) dan sebagainya. Semen Trass Semen Trass adalah Semen yang dihasilkan dengan menggiling campuran antara 60 % – 80 % trass atau tanah yang berasal dari debu gunung berapi yang serupa dengan pozzolon dengan menambah CaSO4. Semen Alumina (Alumina Cement) Pembuatan semen alumina kadar alumina 50-60% pemakaiannya lebih luas dibanding semen fondu atau semen alumina putih, karena suhu aplikasinya moderat (1400-1600 0C) dan pembakarannya tidak sampai melebur sempurna. Komposisi campuran bauksit dan batu kapur dihitung berdasarkan perbandingan antara kadar Al2O3 dan CaO dalam campuran (harga sekitar 1-3,54), perbandingan itu mempengaruhi sifat thermal dalam proses pembakaran kalsium oksida.
Universitas Sumatera Utara
Komposisi bahan baku bauksit (57,5-62,5%) dan kapur padam (37,7-42,5%) setelah dibakar pada suhu 1400 0C, menghasilkan semen alumina dengan komponen dominan mineral calsium aluminate (CA), sifat utamanya kecepatan hidrasi cukup baik yaitu waktu ikat awal kurang dari 6 jam dan waktu ikat akhir kurang dari 2 jam, kekuatan ikatan dengan air masih kurang tinggi, kadar alumina dalam semen 47,64-55,30% dengan temperatur lunak 1400-1490 0C. Perbaikan sifat-sifat semen alumina hasil penelitian diperkirakan masih dapat ditingkatkan dengan menaikkan suhu sintering antara 1400-1450 0C, dan memperlambat waktu pendinginan agar pertumbuhan kristal mineral CA dalam semen dapat dipercepat. Komponen lain yang terbentuk dapat mempengaruhi sifat semen ketika bercampur dengan air, yaitu Cl2A7 (mudah terhidrasi dan pengikatan terhadap air sangat cepat), CA2 (semen menjadi sangat lambat terhidrasi pada suhu kamar dan menjadi cepat bila terdapat slurry kapur/larutan yang pHnya tinggi), C2S (menghambat kecepatan pengikatan air bila kadar SiO2 dalam massa campuran bauksit-kapur >5%), C4AF atau C6AF (memperlambat kecepatan hidrasi, terjadi bila kadar SiO2 dalam campuran bauksit-kapur <5%). Semen Slag (Slag Cement) Semen slag ini dikenal 2 macam tipe, yaitu 1. Eisen portland cement Yaitu semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran 60% terak portland dan 40 % butir-butir slag tanur tinggi. 2. Hogh Ofen Cement
Universitas Sumatera Utara
Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran yang mengandung 15 – 19 % terak portland cement dan 41 – 85 % butir –butir slag dengan penambahan CaSO4. Semen Alami (Natural Cement) Semen alam ini dihasilkan dari kerang batu kapur yang mengandung tanah liat seperti komposisi semen di alam. Material ini dibakar sampai suhu pelelehannya hingga menghasilkan terak. Kemudian terak tersebut digiling menjadi semen yang halus. Dalam pemakaiannya dicampur dengan semen portland. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement) American Standard : API Spec 10A Class G-HSR Oil Well Cement (OWC) digunakan untuk penyekat pada pengeboran sumur minyak. Oleh karenanya semen jenis ini juga disebut semen sumur minyak. Sumur-sumur minyak atau gas dibuat dengan mengebor lubang ke dalam tanah / bumi dengan kedalaman ratusan sampai dengan 20.000 kaki (sekitar 7.000 meter). Pipa besi yang disebut casing ditempatkan pada lubang sumur dan semen dipompa ke bawah melalui pipa tsb. Sewaktu semen terpompa keluar melalui dasar casing tsb. dan kembali ke permukaan melalui bagian luar casing, ia akan membentuk ikatan kritis antara bagian luar casing dengan dinding sumur yang telah dibor. Ikatan ini akan melindungi minyak, gas dan air bawah tanah sehingga tidak bercampur di dalam sumur tsb. Kekokohan semen tergantung pada serangan sulfat dengan kadar, suhu dan tekanan yang tinggi selama proses pemompaan berlangsung. Dikarenakan
Universitas Sumatera Utara
keharusan waktu pemekatan yang ketat, maka OWC diproduksi dengan standar mutu yang ketat sesuai dengan standar API (American Petroleum Institute). Semen ini digunakan pada temperatur dan tekanan tinggi, sering dijumpai pada penggunaan pengeboran minyak atau digunakan untuk pengeboran air tanah artesis. Semen ini merupakan semen portland yang dicampur dengan retarder untuk memperlambat pengerasan semen seperti lignin, asam borat, casein, dan gula. Semen Masonry Semen Masonry dibuat dengan menggiling campuran terak semen portland dengan batu kapur, batu pasir, atau slag dengan perbandingan 1 : 1. Semen ini digunakan untuk plesteran, pemasangan bata, dan keramik. Semen Portland Putih Indonesian Standard : SNI 15-0129-2004 American Standard : ASTM C 150-04a White Portland Cement (WPC) / Semen Portland Putih merupakan jenis semen bermutu tinggi. Semen Portland Putih terutama digunakan untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan arsitektur, precast dan beton yang diperkuat dengan fiber, panel, permukaan teraso, stucco, cat semen, nat ubin / keramik serta struktur yang bersifat dekoratif. Semen Portland Putih dibuat dari bahan-bahan baku pilihan yang rendah kandungan besi dan magnesium oksidanya (bahan-bahan tsb. menyebabkan semen berwarna abu-abu). Derajat keputihannya diukur menurut standar yang berbedabeda, namun mutu Semen Portland Putih ITP mencapai angka sekitar 85 dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan metode Kett C-1. Semen Portland Putih dapat juga digunakan untuk proses konstruksi pada umumnya dan saat ini merupakan satu-satunya Semen Portland Putih produksi dalam negeri. Portland cement yang memiliki warna keabu-abuan, warna ini disebabkan oleh kandungan oksida silika pada portland cement tersebut. Jika kandungan oksida silika tersebut dikurangi 0,4 %, maka warna semen portland berubah menjadi warna putih.
II.5.2 Portland Cement Portland cement adalah perekat hidraulis yang dihasilkan dari penggilangan klinker yang kandungan utamannya calcium silicate dan satu atau dua buah bentuk calcium sulfat sebagai bahan tambahan. II.5.2.1 Hidrasi Semen Kandungan utama dari portland cement adalah Tabel 2.6 Kandungan Utama Portland Cement Rumus Kimia 3CaO.SiO2 2CaO.SiO2 3CaO.Al2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3 CaSO.2H2O
Nama Tricalcium silicate = alite Dicalcium silicate = belite Tricalcium aluminate = inter stitial phase Tetra calcium alumino ferrite = phase stitial gypsum
Simbol C3S C2S C3A C4AF
Apabila air ditambahkan ke dalam portland cement, maka terjadilah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan hidrasi. Reaksi hidrasi tersebut menghasilkan senyawa-senyawa hidrat.
Universitas Sumatera Utara
Senyawa hidrat terdiri dari: 1. Calcium silicate hydrate + Ca(OH)2 2. Calcium aluminate hydrate (3Cao.Al2O3.3H2O) 3. Calcium sulfuric aluminate hydrate (3Cao.Al2O3.3CaSO4.3H2O)4 Yang semuanya dalam bentuk cement gel.
Gambar 2.1 Reaksi Hidrasi Portland Cement Portland Cement
Portland Cement Hydrates
3CaO.SiO2) + H2O 2CaO.SiO2)
3CaO.2SiO2.3H2O calcium silicate hydrate
+ Ca(OH)2 calcium hydrate
3CaO.Al2O3
3CaO.Al2O3.6H2O
CaSO4.2H2O
3CaO.Al2O3.3CaSO4.31H2O ettringite
4CaO.Al2O3.Fe2O
3CaO.9AlFe)2O3.3CaSO4.6H2O.aq
Universitas Sumatera Utara
II.5.2.2 Setting (Pengikatan) dan Hardening (Pengerasan) II.5.2.2.1 Mekanisme Terjadinya Setting Dan Hardening Pada pencampuran dengan air, maka senyawa-senyawa klinker segera terhidrasi, seperti ditunjukkan pada gambar 1. C3A akan bereaksi paling cepat menghasilkan 3CaO.2SiO2.3H2O senyawa ini membentuk gel yang bersifat cepat set (kaku) sehingga ia akan mengontrol sifat setting time. Tetapi 3CaO.2SiO2.3H2O akan bereaksi dengan gypsum yang segera membentuk etteringite yang akan membungkus permukaan 3CaO.2SiO2.3H2O dan 3CaO.Al2O3, sehingga reaksi hidrasi dari 3CaO.Al2O3 akan dihalangi dan proses setting akan dicegah. Namum demikian lapisan etteringite pembungkus tersebut karena suatu fenomena osmosis, ia pecah, dan reaksi hidrasi C3 A akan terjadi lagi. Tetapi segera pula akan terbentuk etteringite baru yang akan membungkus 3CaO.Al2O3 kembali. Proses ini akhirnya menghasilkan setting time. Makin banyak etteringite yang terbentuk, maka setting time akan makin panjang. Oleh karena itulah gypsum dikenal sebagai retarder. Dengan adanya gypsum, proses hidrasi di samping menghasilkan cement gel juga terbentuk etteringite. Mekanisme proses setting (pengikatan) dan hardening (pengerasan) ditunjukkan pada gambar 2. Pada awal mula reaksi hidrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan Ca(OH)2, etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel sermen serta etteringite akan membentuk coating pada 3CaO.Al2O3. hal ini akan mengakibatkan reaksi hidrasi akan tertahan, periode ini disebut induction periode atau resting periode atau dormant periode. Ini terjadi pada 1-2 jam dan selama itu pasata masih dalam keadaan plastis dan workable. Periode ini berakhir dengan pecahnya coating
Universitas Sumatera Utara
tersebut dan segera reaksi hidrasi terjadi kembali dan initial set segera tercapai. Selama periode beberapa jam, reaksi hidrasi dari
3CaO.SiO2 terjadi dan
menghasilkan C-H-S dengan volume lebih dari dua kali volume semen. C-H-S ini akan megisi rongga dan membentuk titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Pada tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-H-S dan konsentrasi dari titik-titik kontak yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen yang akhirnya pasta menjadi kaku dan final setting dicapai dan proses pengerasan pun mulai terjadi secara steady. Mekanisme terjadinya proses pengikatan (setting) dan pengerasan (hardening) dapat disimpulkan, seperti pada gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Mekanisme Proses Pengikatan dan Pengerasan
Penambahan air
Dormant periode
Pasta plastis & d h dib
k
Initial setting
Setting
Initial setting
Final setting
Pasta kaku &
Final setting
Hardening
Padat dan kaku &
Proses
Universitas Sumatera Utara
II.5.2.2.2 Setting (Pengikatan) Sifat set (pengikatan) pada adonan semen dengan air adalah dimaksudkan sebagai gejala terjadinya kekakuan pada adonan tersebut. Dalam prakteknya, sifat set ini ditunjukkan dengan waktu pengikatan (setting time) yaitu waktu mulai dari adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan. Dikenal ada dua macam setting time, yaitu: Initial setting time (waktu pengikatan awal) ialah waktu mulai adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah mulai tidak workable. Final setting time (waktu pengikatan akhir) ialah waktu mulai adonan terjadi sampai terjadi kekakuan penuh. Pada umumnya setting time dipengaruhi beberapa hal berikut: Kandungan C3A Makin besar kandungan C3 A cenderung akan menghasilkan setting time yang makin pendek. Kandungan gypsum (CaSO4.2H2O) Makin besar kandungan CaSO4.2H2O di dalam semen, menghasilkan setting time yang makin panjang. Kehalusan Makin halus partikel-partikel semen akan cenderung menghasilkan setting time yang makin pendek.
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktek kadang-kadang dijumpai suatu kelainan dari sifat set, yaitu terjadi kekakuan yang sangat cepat dari adonan semen, mortar, atau beton. Gejala ini dikenal dengan early stiffining. Ada dua macam gejala early stiffining, yaitu: 1. False set (pengikatan semu) Yaitu gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dari adonan semen, mortar, beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyak. Gejala tersebut akan hilang dan sifat plastis akan dicapai kembali bila dilakukan pengadukan lebih lanjut tanpa penambahan air. False set terjadi karenna pada operasi penggilingan klinker dan gypsum silaksanakan pada suhu operasi yang terlalu tinggi gehingga terjadi dehidrasi (pelepasan
air
kristal)
dari
CaSO4.2H2O
menjadi
CaSO4.1,5H2O.CaSO4.0,5H2O. Inilah yang menyebabkan terjadinya false set. 2. Quick set atau flash set Adalah gejala terjadinya pengembangan kekakuan yang terlalu cepat dari adonan semen, mortar, atau beton dengan disretai pelepasan panas yang cukup besar, dimana kekakuan ini tidak dapt dihilangkan dengan pengadukan lebih lanjut tanpa penambahn air. Quick set dapat disebabkan karena terlalu tingginya kadar C3A dalam semen relatif terhadap kadar CaSO4.2H2O. gejala ini dapat juga disebabkan oleh terlalu halusnya partikel semen dan tingginya kadar C3S.
Universitas Sumatera Utara
II.5.3 Portland Pozzolan Cement Portland pozzolan cement adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen portland dengan pozolan halus, yang di produksi dengan menggiling klinker semen portland dan pozolan bersama-sama, atau mencampur secara merata bubuk semen portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling dan mencampur, dimana kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen portland pozolan. Sedangkan pozzolan adalah bahan yang mengandung silika atau senyawanya dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen, akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. Bahan pozzolan tersusun atas : •
45 - 72 % SiO2
•
10 - 18 % Al2O3
•
1 - 6 % Fe2O3
•
0,5 - 3 % MgO
•
0,3 - 1,6 % SO3 Semen Portland Pozzolan terutama digunakan untuk jenis pekerjaan beton di
lingkungan agresif atau bangunan maritim, karena sifat kekedapannya yang baik dan mempunyai ketahanan terhadap serangan sulfat. Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
Konstruksi beton massa yang membutuhkan panas hidrasi rendah, seperti bendungan. Bangunan yang memerlukan kekedapan air yang tinggi, seperti bangunan sanitasi dan bangunan penampung air.. Bangunan-bangunan yang berhubungan langsung dengan zat asam dan sulfat seperti saluran air, cerobong asap, pabrik-pabrik pembuatan zat kimia, dan lain-lain. Adapun sifat-sifat beton dengan adanya pozzolan ini adalah 1. Mengurangi jumlah air yang digunakan 2. Panas hidrasi rendah 3. Mempunyai pori-pori yang kecil, sehingga beton lebih kedap 4. Penyusutan yang relatif kecil, sehingga dapat menghindari retak rambut Jenis dan penggunaan antara lain sebagai berikut: 1. Jenis IP-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton 2. Jenis IP-K yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton, semen untuk tahan sulfat sedang dan panas hidrasi sedang 3. Jenis P-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi
Universitas Sumatera Utara
4. Jenis P-K yaitu semen porland pozolan yang dapat dipergunakan untuk pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi, serta untuk tahan sulfat sedang dan panas hidrasi rendah Tabel di bawah ini memberikan syarat kimia dan fisik dari jenis IP-U, IP-K, P-U, P-K. Tabel 2.7. Syarat Kimia Jenis IP-U, IP-K, P-U, P-K No 1 2 3
Jenis uji MgO SO3 Hilang pijar
Satuan % % %
IP-U Maks 6,00 Maks 4,00 Maks 5,00
IP-K Maks 6,00 Maks 4,00 Maks 5,00
P-U Maks 6,00 Maks 4,00 Maks 5,00
P-K Maks 6,00 Maks 4,00 Maks 5,00
Tabel 2.8 Syarat Fisik IP-U, IP-K, P-U, P-K No Jenis uji 1 Kehalusan dengan alat blaine 2 Kekekalan dengan autoclave • Pemuaian • penyusutan 4
5 6
Panas hidrasi • umur 7 hari • umur 28 hari
Satuan m2/kg
IP-U Min 280
IP-K Min 280
P-U Min 280
P-K Min 280
% %
Maks 0,80 Maks 0,20
Maks 0,80 Maks 0,20
Maks 0,80 Maks 0,20
Maks 0,80 Maks 0,20
Kal/g Kal/g
-
-
Maks 12
Maks 70 Maks 80 Maks 12
Maks 60 Maks 70 Maks 12
Min 125 Min 200 Min 250
Min 110 Min 165 Min 205
Min 115 Min 215
Kandungan udara dari % mortar volume Kuat tekan Kg/cm2 • umur 3 hari Kg/cm2 • umur 7 hari Kg/cm2 • umur 28 hari
Maks 12
Min 90 Min 175
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini digunakan portland pozzolan cement produksi PT. Semen Padang, dimana jenis semen ini telah memenuhi SNI 15-2049-94 tipe IP-U dan IP-K dan ASTM C 595 M-95a tipe IP & IP (MS). Portland pozzolan cement ini digunakan untuk semua jenis tujuan pembuatan adukan beton, untuk ketahanan terhadap serangan sulfat dan panas hidrasi sedang seperti pembuatan bendungan dam, bangunan tepi pantai. II.6 Pengaruh Kualitas Semen terhadap Kekuatan Tekan Beton II.6.1 Kehalusan Semen Makin halus semen/partikel-partikel semen, akan menghasilkan kekuatan tekan yang tinggi. Hal ini karena makin luasnya permukaan yang bereaksi dengan air dan kontak dengan agregat II.6.2 Komposisi Kimia 1. C3S dan C2S C3S memberikan konstribusi yang besar pada perkembangan kekuatan awal, sedangakan C2S memberikan konstribusi kekuatan pada umur yang lebih panjang.
2. C3A C3A mempengaruhi kekuatan tekan sampai pada tingkat tertentu pada umur 28 hari dan pengaruh ini makin kecil sampai pada nol umur setelah satu atau dua tahun.
Universitas Sumatera Utara
3. C4AF C4AF tidak mempengaruhi kekuatan tekan terlalu banyak. 4. MgO MgO tidak memberikan konstribusi yang berarti pada perkembangan kekuatan tekan. Bahkan akan mengakibatkan ekspansi yang halus, berupa retak-retak rambut, apabila kandungan MgO dalam semen cukup tinggi.
II.7 Panas Hidrasi Reaksi hidrasi komponen-kmoponen semen dengan air adalah eksotermis dan panas yang dilepaskan per satun berat disebut panas hidrasi. Tabel 2.9 menunjukkan besarnya panas hidrasi dari komponen-komponen semen. Tabel 2.9. Panas Hidrasi Dari Komponen-Komponen Semen Dalam J/G Komponen C3S C2S C3A C4AF
3 hari 244 40 888 289
7 hari 222 42 1559 494
28 hari 377 105 1378 494
90 hari 436 176 1303 410
1 thn 490 226 1169 377
6,5 thn 490 222 1374 465
Dari tabel terlihat bahwa semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3 A akan bersifat mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi dan sebaliknya. Panas hidrasi dari portland cement bervariasi dari 420 j/g sampai 500 j/g.
Universitas Sumatera Utara
II.8 Ketahanan Beton Ketahanan beton terhadap pengaruh yang merusak oleh kondisi sekitarnya hingga beton tidak mengalami kerusakan ( menimbulkan penurunan kekuatan tekan) adalah dimaksudkan sebagai durability of concrete. Umumnya kerusakan pada beton di daerah-daerah tropis disebabkan oleh pengaruh asam, pengaruh sulfat dan abrasi. II.8.1 Beton pada Pengaruh Asam dari Sekitarnya Beton dari portland cement dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh asam dari sekitarnya. Umumnya serangan oleh asam pada beton adalah dengan merubah konstituen-konstituen semen yang tidak larut dalam air mrnjadi senyawa-senyawa yang larut dalam air. Misalnya asam chlorida (HCl) merubah calcium silicate hydrate, calcium aluminate hydrate, calcium alumina ferryte hydrate dan Ca(OH)2 menjadi CaCl2, AlCl3, dan FeCl3. Dalam hal ini, tingkat keasaman menentukan tingkat agresifitas dari serangan tersebut. Tingkat keasaman yang dapat merusak tersebut diperkirakan adalah pada pH di bawah 6. Akan tetapi bila keasaman air disebabkan oleh pelarutan CO2 maka dengan pH di atas 6,5 juga dapat terjadi perusakan pada beton. Bahkan juga dijumpai dalam air yang netral (pH = 7) juga terjadi perusakan beton. Dalam hal ini pH tidak dapat dipakai sebagai parameter yang dapat menerangkan tingkat agresifitas dari serangan asam tersebut, karena apabila tingkat hardness (kesadahan) cukup tinggi maka pada pH sampai dengan 7,5 tingkat agresif dari serangan asam tersebut sudah cukup besar. Serangan asam tersebut terjadi karena carbondioxida bereaksi dengan calcium hydroxida dari semen yang telah terhidrasi membentuk calcium carbonat
Universitas Sumatera Utara
yang tidak larut dalam air. Pembentukan calcium carbonat ini sebenarnya tidak menimbulkan perusakan, akan tetapi proses berikutnya adalah larutan carbondioxida dalam air akan bereaksi dengan calcium carbonat akan membentuk calcium bicarbonat yang bersifat larut dalam air. Ca(OH)2
+
Calcium hydroxida CaCO3
CO2 calcium oxida
+ CO2 + H2O
CaCO3 calcium carbonat Ca(HCO3)2 Calcium bicarbonat
Disarankan untuk kondisi pada pH sampai dengan 6, maka beton harus diberikan suatu proteksi khusus atau dipakai high alumina cement atau super sulfated cement. Serangan asam pada pH di atas 6 dapat diatasi dengan memperapat beton yaitu dengan memeperkecil W/C ratio sampai 0,45-0,50. II.8.2 Beton pada Pengaruh Sulfat dari Sekitarnya II.8.2.1 Mekanisme Serangan Sulfat terhadap Beton Bermacam-macam senyawa sulfat umumnya dapat menyerang beton dengan hebatnya kecuali barium sulfat (barytes) yang bersifat tidak larut dalam air oleh karena tidak agresif. Bahkan barytes dapat dipakai sebagai agregat untuk pembetonan pada konstruksi-konstruksi berat untuk reaktor-reaktor atom dan konstruksi-konstruksi yang sejenis karena barytes dapat memperbaiki sifat-sifat kekedapan yang dapat mencegah radiasi. Sulfat bereaksi dengan calcium hydroxida dan juga dengan calcium aluminate hydrate. Reaksi yang terjadi dapat menyebabkan pengembangan volume
Universitas Sumatera Utara
dan menyebabkan terjadi ekspansi. Pada pengaruh sulfat yang kontinue ekspansi tersebut akan menimbulkan keretakan yang dapat mengakibatkan kehancuran dari beton. Alkali sulfat bereaksi dengan free calcium hydroxida membentuk gypsum. Ca(OH)2 + Na2SO4 + 2H2O
CaSO4.2H2O + 2NaOH
Dan gypsum akan bereaksi dengan calcium aluminate hydrate membentuk ettringite yang memiliki volume yang lebih besar.
3CaSO4.2H2O + 4CaO.Al2O3.19H2O + 7H2O 3CaO.Al2O3.CaSO4.31H2O + Ca(OH)2 Ettringite II.8.2.2 Intensitas Serangan Sulfat Intensitas serangan sulfat tidak hanya ditentukan olek kadar sulfatnya saja, tetapi juga oleh faktor-faktor berikut: 1. Macam senyawa sulfat Misalnya magnesium sulfat lebih agresif daripada calcium sulfat. 2. Adanya ion-ion lain Misalnya: Sodium hydroxida dapat mengurangi sulfat ekspansion Sodium chlorida dapat memperlambat pembentukan ettringite
Universitas Sumatera Utara
Magnesium chlorida dapat mencegah terbentuk ettringite secara sempurna 3. Cara kontak antara sulfat dan beton Misalnya intensitas serangan sulfat lebih besar pada beton yang terendam secara kontinue (basah dan kering bergantian) lebih besar daripada beton yang terendam secara terus menerus dalam sulfat ( pada marine structure, serangan pada permukaan laut lebih besar daripada dasarnya)
II.8.2.3 Sifat Semen yang Mempengaruhi Ketahanannya terhadap Serangan Sulfat Ketahanan dari portland cement terhadap serangan sulfat adalah ditentukan dari besarnya calcium aluminate hydrate yang ada yang dapat bereaksi dengan gypsum membentuk ettringite. Oleh karenanya ketahanan sulfat tersebut akan lebih baik bila kandungan C3A dalam semen makin kecil. Kandungan C3 A adalah merupakan faktor yang mendasari diproduksinya sulfate resistance cement
II.9 Air Air berguna untuk melarutkan semen sehingga akan menghasilkan senyawa hidrat arang yang dapat mengeras. Dalam konstruksi beton, air adalah bahan campuran yang turut menentukan mutu dari suatu beton. Oleh sebab itu pemakaian air dalam campuran beton harus diteliti terlebih dahulu agar jangan mengurangi mutu beton yang dihasilkan.Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan dengan tepat.
Universitas Sumatera Utara
Air yang digunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Air yang dipergunakan untuk pembuatan dan perawatan beton adalah air yang tidak mengandung minyak, asam, garam-garam, alkali, bahan-bahan organik atau bahan-bahan yang dapat merusak mutu beton atau baja dan juga mempunyai pH yang tidak boleh > 6. Dalam hal ini dianjurkan bahwa air yang digunakan sebaiknya air bersih yang dapat diminum. 2. Apabila terdapat keragu-raguan mengenai air maka dianjurkan untuk mengirim contoh air yang akan dipakai ke lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui untuk diselidiki sampai berapa jauh air tersebut mengandung zatzat yang dapat merusak beton atau tulangan baja. 3. Apabila pemeriksaan tersebut tidak dapat dilakukan maka diadakan percobaan perbandingan antara kekuatan tekan mortar semen + pasir dengan memakai air itu dan dengan memakai air suling. Air tersebut dapat dianggap memenuhi syarat dan dapat dipakai apabila kekuatan tekan mortar dengan memakai air itu pada umur 7 dan 28 hari paling sedikit adalah 90 % dari kekuatan tekan mortar dengan menggunakan air suling pada umur yang sama. 4. Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
Universitas Sumatera Utara