BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perencanaan Jalan Perkotaan Masalah kota telah sangat meningkat akibat keadaan yang menyulitkan
seperti, perpindahan penduduk luar kota ke daerah perkotaan, dimana banyak kelompok yang minoritas dan yang kurang mampu terperangkap di dalam daerah kumuh di sekitar distrik pusat perdagangan. Perpindahan orang-orang yang lebih makmur, berikut pelayanan untuk mereka, ke lingkungan baru di pinggiran kota, tekanan ekonomi termasuk harga tanah, biaya transportasi dan beberapa kebijakan pemerintah telah mengakibatkan penyebaran penduduk. Pemerintah relatif tidak efektif dalam menghadapi masalah-masalah ini dan masalah perkotaan yang kompleks. Kekuasaan telah dibagi-bagi pada berbagai tingkatan. Selanjutnya pendekatan yang tidak masuk akal, penundaan yang lama, atau pembiayaan proyek yang tidak layak telah cenderung meremehkan semua usaha yang demikian (Oglesby dan Hicks 1999). Kemacetan merupakan ketidak nyamanan pada daerah perkotaan. Kemacetan bukanlah sebuah fenomena baru. Perbaikan berturut-turut dalam sistem transportasi, seperti trem listrik yang diikuti kemudahan oleh mobil dan bis dan jalan bebas hambatan dan skema pengendalian lalu-lintas yang canggih telah sedikit meringankan persoalan ini. Sekarang semua kota besar baik di negara maju maupun yang sedang berkembang masih menghadapi masalah kemacetan, paling sedikit pada jam-jam sibuk waktu pagi dan sore hari. (Hendarsin 2000). Peraturan menteri pekerjaan umum tentang persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan jalan No:19/PRT/M/2011 menyatakan. 1. Persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalan ini dimaksudkan sebagai panduan bagi para penyelenggara jalan dalam penyelenggaraan jalan.
1
2. Persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalan bertujuan untuk mewujudkan. a. Tertib penyelenggaraan jalan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan. b. Tersedianya jalan yang mewujudkan keselamatan, keamanan, kelancaran, ekonomis, kenyamanan dan ramah lingkungan. 2.2
Karakteristik Jalan Karakteristik utama jalan akan mempengaruhi kinerja jalan jika dibebani
lalu-lintas. Setiap titik pada jalan tertentu dimana tidak terjadi perubahan penting dalam rencana geometrik, karakteristik lalu-lintas atau aktifitas samping menjadi batas segmen jalan. Secara umum, kapasitas dari suatu fasilitas jumlah per jam maksimum di mana orang atau kendaraan diperkirakan akan dapat melintasi sebuah titik atau suatu ruas jalan selama periode tertentu pada kondisi jalan, lalu-lintas, dan pengendalian biasa. Yang dimaksud dengan kondisi-kondisi jalan adalah jenis fasilitas, karakteristik geometriknya, jumlah lajur (berdasarkan arah), lebar lajur dan lebar bahu jalan, kecepatan desain, alinyemen horizontal, vertikal dan jarak ketersediaan antrian dipersimpangan. Kondisi lalu-lintas disini adalah distribusi jenis kendaraan yang menggunakan fasilitas dan lajur suatu jalan, serta distribusi arahnya (Khisty dan Lall 2000). 2.2.1 Geometrik a) Tipe jalan: berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada pembebanan lalu-lintas tertentu, misalnya jalan terbagi dan tak terbagi, atau jalan satu arah. 4/2 T dan 2/2 TT (untuk jalan sekunder. Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011). b) Kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan jalur lalu-lintas. Lebar jalur jalan ditunjukkan pada Tabel 2.1.
2
Tabel 2.1 Lebar Jalur Jalan (Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011). Spesifikasi Penyediaan Sarana LHR (smp/hari)
Jalan Sedang
Jalan Kecil
< 27.100
< 19.500
Jalan Raya < 145.900
< 109.400
< 72.900
Arteri (Kelas I, II, III, Khusus) Fungsi Jalan
Kolektor (Kelas I, II, III) (Lokal I, II)
Lokal Lingkungan (Kelas III)
Lebar Jalur efektif Vr < 80 km/jam
2x(4x3,50) 2x(3x3,50) 2x(2x3,50)
7,00
5,50
Lebar Jalur efektif Vr > 80 km/jam
2x(4x3,60) 2x(3x3,60) 2x(2x3,60)
-
-
c) Kereb: kereb sebagai batas antara jalur lalu-lintas dan trotoar berpengaruh terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. Kapasitas jalan dengan kereb lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat tepi jalur lalulintas, tergantung jalan mempunyai kereb atau bahu. d) Bahu: jalan perkotaan tanpa kereb umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi jalur lalu-lintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu, akibat pertambahan lebar bahu, terutama akibat pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi jalan seperti kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya. Lebar bahu jalan ditunjukkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Lebar Bahu Jalan (Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011). Spesifikasi Penyediaan Sarana LHR (smp/hari) Lebar bahu luar (m) Lebar bahu dalam (m)
Jalan Raya < 145.900 2,00 0,50
Jalan Sedang < 27.100 1,50 -
Jalan Kecil < 19.500 1,00 -
e) Median: median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas. f) Jalur jalan: semua bagian dari jalur gerak, median dan pemisah luar. Lebar badan jalan ditunjukkan pada Tabel 2.3.
3
Tabel 2.3 Lebar Badan Jalan (Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011). Spesifikasi Penyediaan Sarana LHR (smp/hari) Arteri Kolektor Lokal Badan Jalan lebar Lingkungan paling kecil (m)
Jalan Raya < 145.900 18,00 18,00 -
Jalan Sedang < 27.100 11,00 9,00 -
Jalan Kecil < 19.500 11,00 9,00 7,50 6,50
-
-
3,50
Lingkungan untuk roda dua
g) Trotoar: bagian jalan disediakan untuk pejalan kaki yang biasanya sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari jalur jalan oleh kereb. Lebar trotoar ditunjukkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Lebar Trotoar (Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011). Spesifikasi Penyediaan Sarana LHR (smp/hari) Lebar Trotoar (m)
Jalan Raya < 145.900 1,00
Jalan Sedang < 27.100 1,00
Jalan Kecil < 19.500 1,00
h) Alinyemen jalan: lengkung horisontal dengan jari-jari kecil mengurangi kecepatan arus bebas. Tanjakan yang curam juga mengurangi kecepatan arus bebas. Karena secara umum kecepatan arus bebas di daerah perkotaan adalah rendah maka pengaruh ini diabaikan. 2.2.2 Komposisi Arus Dan Pemisah Arah a) Pemisahan arah lalu-lintas: kapasitas jalan arah paling tinggi pada pemisahan arah 50-50, yaitu jika arus pada kedua arah sama pada periode waktu yang dianalisis (umumnya satu jam). b) Komposisi lalu-lintas mempengaruhi hubungan kecepatan-arus jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam kend/jam, yaitu tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus lalu-lintas. Jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), maka kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam) tidak dipengaruhi oleh komposisi lalu-lintas.
4
2.2.3 Pengaturan Lalu Lintas Batas kecepatan jarang diberlakukan di daerah perkotaan di Indonesia, dan karenanya hanya sedikit berpengaruh pada kecepatan arus bebas. Aturan lalulintas lainnya yang berpengaruh pada kinerja lalu-lintas adalah pembatasan parkir dan berhenti sepanjang sisi jalan, pembatasan akses tipe kendaraan tertentu, pembatasan akses dari lahan samping jalan dan sebagainya (MKJI 1997). Menurut UU No 22/2009 lalu-lintas dan angkutan jalan, tentang penggunaan dan perlengkapan jalan. 1. Setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional. 2. Batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud pada poin (1) ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antar kota dan jalan bebas hambatan. 3. Atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, Pemerintah Daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan rambu lalu-lintas. 4. Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada poin (1) dan poin (2) diatur dengan peraturan pemerintah. 2.2.4 Aktifitas Samping Jalan (Hambatan Samping) Banyak aktivitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, kadang-kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu-lintas. Pengaruh konflik (hambatan samping), diberikan perhatian utama dalam MKJI 1997, jika dibandingkan dengan manual negara barat. Hambatan samping yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah. a. Pejalan kaki b. Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti c. Kendaraan lambat (misalnya becak, kereta kuda)
5
d. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan Untuk menyederhanakan peranannya dalam prosedur perhitungan, tingkat hambatan samping telah dikelompokkan dalam lima kelas dari sangat rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekwensi kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati, ditunjukkan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan (MKJI 1997). Kelas Hambatan Samping (SFC)
Kode
Jumlah berbobot kejadian per 200 m per jam (dua sisi)
Kondisi Khusus
Sangat rendah
VL
<100
Daerah pemukiman; jalan samping tersedia.
Rendah
L
100-299
Daerah pemukiman; beberapa angkutan umum dsb.
Sedang
M
300-499
Daerah industry; beberapa toko sisi jalan.
Tinggi
H
500-899
Daerah komersial; aktifitas sisi jalan tinggi.
Sangat tinggi
VH
>900
Daerah komersial; aktifitas pasar sisi jalan.
Kelas hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu-lintas dari aktivitas samping segmen jalan, seperti pejalan kaki (bobot=0,5) kendaraan umum/kendaraan lain berhenti (bobot=1,0), kendaraan masuk/keluar sisi jalan (bobot=0,7) dan kendaraan lambat (bobot=0,4). 2.2.5 Perilaku Pengemudi dan Populasi Kendaraan Pengemudi dari satu kelompok umur memiliki kemampuan yang jauh berbeda dalam hal penglihatan, informasi proses, kelelahan, frustasi dan kebosanan. Kemudian usia pengemudi berkisar 16 tahun sampai 80 tahun ke atas, dan kemampuan akan berubah dengan semakin bertambahnya usia. Pengemudi yang lebih lanjut usia akan mengadakan kompensasi atas kekuranganya dengan bertindak lebih berhati-hati (Oglesby Dan Hicks 1999).
6
Menurut UU No 22/2009 lalu-lintas dan angkutan jalan, tentang persyaratan teknis dan layak kendaraan bermotor. 1. Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan layak jalan. 2. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada poin (1) terdiri atas: a. Susunan b. Perlengkapan c. Ukuran d. Karoseri e. Rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya f. Pemuatan g. Penggunaan h. Penggandengan kendaraan bermotor i. Penempelan kendaraan bermotor 3. Persyaratan layak jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas. a. Emisi gas buang b. Kebisingan suara c. Efisiensi sistem rem utama d. Efisiensi sistem rem parkir e. Ekincup roda depan f. Suara klakson g. Daya pancar dan arah sinar lampu utama h. Radius putar i. Akurasi alat penunjuk kecepatan j. Kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban k. Kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan layak jalan sebagaimana dimaksud pada poin (2) dan poin (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
7
Ukuran Indonesia serta keanekaragaman dan tingkat perkembangan daerah perkotaan menunjukkan bahwa perilaku pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga dan kondisi kendaraan, komposisi kendaraan) adalah beraneka ragam. Karakteristik ini dimasukkan dalam prosedur perhitungan secara tidak langsung, melalui ukuran kota. Kota yang lebih kecil menunjukkan perilaku pengemudi yang kurang gesit dan kendaraan yang kurang moderen, menyebabkan kapasitas dan kecepatan lebih rendah pada arus tertentu, jika dibandingkan dengan kota yang lebih besar. Ukuran Kota, adalah penduduk di dalam kota (juta). Lima kelas ukuran kota ditunjukkan pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Kelas Ukuran Kota (MKJI 1997). Ukuran Kota (Juta Penduduk)
2.3
Kelas Ukuran Kota (CS)
< 0,1
Sangat kecil
0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0 > 3,0
Kecil Sedang Besar Sangat besar
Kriteria Perencanaan Perencana jalan raya yang telah berpengalaman menginginkan pemberian
rambu-rambu lalu-lintas pada jalan raya harus direncanakan sebagai satu bagian integral dari studi perencanaan awal. Apabila pengarahan bagi pengemudi direncanakan untuk menyampaikan pesan sederhana dengan singkat, dan jika jalan ini dapat diikuti secara halus, mudah dan tanpa terjadi perubahan kecepatan, maka rencana fasilitas itu dapat dianggap memenuhi syarat. Untuk melakukan suatu perencanaan teknik jalan diperlukan beberapa kriteria sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan hasil perencanaan. Dampak lingkungan dan tata guna lahan di sepanjang jalan juga merupakan pertimbangan dalam perencanaan, untuk mengantisipasi masalah yang akan
8
timbul dengan adanya jalan, baik masalah sosial maupun teknis (Oglesby dan Hicks 1999). 2.3.1 Klasifikasi Jalan Menurut peraturan pemerintah No 34/2006 tentang jalan bagian kedua sistem jaringan jalan, sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan sekunder. 1. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk meningkatkan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut. a. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai kepusat kegiatan lingkungan. b. Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional. 2. Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya. Berdasarkan fungsi jalan menurut peraturan pemerintah No 34/2006 tentang jalan bagian kedua sistem jaringan jalan. 1. Jalan arteri primer yaitu menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. 2. Jalan kolektor primer yaitu menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antara pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. 3. Jalan lokal primer yaitu menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antara pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antara pusat kegiatan lingkungan.
9
4. Jalan lingkungan primer yaitu menghubungkan antara pusat kegiatan di dalam kawasan pedesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. 5. Jalan arteri sekunder yaitu menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. 6. Jalan lokal sekunder yaitu menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 7. Jalan lingkungan sekunder yaitu menghubungkan antara persil dalam kawasan perkotaan. Kelas jalan menurut UU No 22/2009 lalu-lintas dan angkutan jalan tentang klasifikasi kelas jalan. 1. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton. 2. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton. 3. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton. 4. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling
10
tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton. Sebuah sistem jalan negara serta sebagian besar jalan raya lokal dan jalanjalan peghubung terdiri dari beberapa jenis atau kelas jalan. Contoh ekxtrim adalah jalan untuk kendaraan berkecepatan tinggi dan memiliki volume lalulintas yang tinggi pula, tanpa kaitan dengan lalu-lintas lokal didekatnya. Pada sisi lain terdapat jalan lokal di luar kota yang menampung volume lalu-lintas yang rendah, dan kadang-kadang direncanakan untuk kecepatan yang rendah pula dan fungsi utamanya melayani kepentingan pertanian (Oglesby dan Hicks 1999). Klasifikasi jalan ditunjukkan pada Tabel 2.7. Tabel 2.7. Klasifikasi Jalan Menurut Kelas, LHR, Fungsi, Dan Tipe Jalan (Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011). Spesifikasi Penyediaan Sarana LHR (smp/hari)
Jalan Sedang
Jalan Raya < 145.900
< 109.400
< 72.900
< 27.100
Arteri (Kelas I II, III, Khusus) Fungsi Jalan
Kolektor (Kelas I, II, III)
Jalan Kecil < 19.500 Lokal Lingkungan (Kelas III)
(Lokal I, II) Tipe Jalan
4/2 T
2/2 TT
2/2TT
2.3.2 Komposisi Lalu-Lintas Arus atau volume lalu-lintas pada suatu jalan raya diukur berdasarkan jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu selama selang waktu tertentu. Dalam beberapa hal, lalu-lintas dinyatakan dengan lalu-lintas harian rata-rata per tahun, yang disebut AADT (Average Annual Daily Traffic) atau Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR) bila periode pengamatannya kurang dari satu tahun. Di samping itu, volume lalu-lintas juga dapat diukur dan dinyatakan per jam, seperti volume lalu-lintas yang diamati tiap jam. Beberapa jawatan sekarang memakai selang waktu 5 menit guna membedakan gerakan lalu-lintas pada periode puncak yang biasanya terjadi dalam waktu relatif singkat (Oglesby dan Hicks 1999).
11
Menurut UU No 22 tahun 2009 lalu-lintas dan angkutan jalan tentang ketentuan umum. 1. Lalu-lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu-lintas, angkutan jalan, jaringan lalu-lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu-lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya. 2. Lalu-lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu-lintas jalan. 3. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu-lintas jalan. 4. Jaringan lalu-lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan lalu-lintas dan angkutan jalan. Volume lalu-lintas harian rata-rata (VLHR), adalah perkiraan volume lalulintas harian pada akhir tahun rencana lalu-lintas dinyatakan dalam smp/hari (MKJI 1997). 1) Satuan Mobil Penumpang (smp) Satuan arus lalu-lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan emp. 2) Ekivalen Mobil Penumpang (emp) Faktor yang menunjukkan berbagai tipe kendaraan dibandingkan dengan kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus lalu lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan, emp= 1,0). 3) Faktor (Fsmp) Faktor untuk mengubah arus kendaraan lalu-lintas menjadi arus ekivalen dalam smp untuk tujuan analisis kapasitas. 4) Faktor-LHRT (k) Faktor untuk mengubah arus LHRT menjadi arus jam puncak. 5) Arus Jam Rencana (QDH) Arus lalu-lintas yang digunakan dalam perencanaan QDH = k x LHRT.
12
2.3.3 Kendaraan Rencana Ini adalah jenis dan fungsi kendaraan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 55/2012 tentang kendaraan mengenai ketentuan umum. 1. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. 2. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. 3. Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan. 4. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping, atau kendaraan bermotor beroda tiga. 5. Mobil penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram. 6. Mobil bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram. 7. Mobil barang adalah kendaraan bermotor yang dirancang sebagian atau seluruhnya untuk mengangkut barang. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 55/2012 kendaraan, tentang ukuran kendaraan. Kendaraan bermotor selain sepeda motor harus memenuhi persyaratan. 1. Panjang kendaraan. a. 12.000 (dua belas ribu) milimeter untuk kendaran bermotor tanpa kereta gandengan atau kereta tempelan selain mobil bus b. 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter untuk mobil bus tunggal c. 18.000 (delapan belas ribu) milimeter untuk kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan kereta gandengan atau kereta tempelan 2. Lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) millimeter.
13
3. Tinggi tidak melebihi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraan. 4. Sudut pergi kendaraan paling sedikit 8° (delapan derajat) diukur dari atas permukaan bidang atau jalan yang datar. 5. Jarak bebas antara bagian permanen paling bawah kendaraan bermotor terhadap permukaan bidang jalan tidak bersentuhan dengan permukaan bidang jalan. 6. Panjang bagian kendaraan yang menjulur ke belakang dari sumbu paling belakang maksimum 62,50% (enam puluh dua koma lima nol persen) dari jarak sumbunya, sedangkan yang menjulur ke depan dari sumbu paling depan maksimum 47,50% (empat puluh tujuh koma lima nol persen) dari jarak sumbunya. 7. Dalam hal kendaraan bermotor memiliki tinggi keseluruhan lebih dari 3.500
(tiga ribu lima ratus) milimeter, wajib dilengkapi dengan tanda. 8. Tanda sebagaimana dimaksud pada poin (3) berupa tulisan yang mudah dilihat oleh pengemudi di dalam ruang pengemudi. Kendaraan rencana berdasarkan sistem klasifikasi binamarga. 1) Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan bermotor 2 as beroda 4 dengan jarak as 2,0-3,0 m (termasuk mobil penumpang, opelet, mikrobis, pick-up dan truk kecil sesuai dengan klasifikasi bina marga). 2) Kendaraan Berat (HV) Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,5 m biasanya beroda lebih dari 4 (termasuk bis, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi sesuai dengan sistem bina marga). 3) Sepeda Motor (MC) Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan beroda tiga). 4) Kendaraan Tidak Bermotor (UM)
14
Kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia atau hewan (termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai dengan sistim klasifikasi bina marga). 2.3.4 Penampang Melintang Jalan Klasifikasi penampang melintang menurut Peraturan Menteri PU No 19/2011 persyaratan teknis jalan dan kriteria perancangan teknis jalan, ditunjukkan pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Klasifikasi Penampang Melintang (Peraturan Menteri PU No 19/2011.) Spesifikasi Penyediaan Sarana LHR (smp/hari)
Jalan Raya < 145.900
< 109.400
< 72.900
Jalan Sedang
Jalan Kecil
< 27.100
< 19.500
Arteri (Kelas I,II,III, Khusus) Fungsi Jalan
Kolektor (Kelas I,II,III) (Lokal I,II)
Tipe Jalan
4/2T
Lokal Lingkungan (Kelas III)
2/2 TT
2/2TT
Tanpa Jalur pemisah
Tanpa Jalur pemisah
1,00
1,00
Lebar Jalur Pemisa lajur dengan rambu (m)
2,00
Tanpa rambu dan Untuk sepeda motor (m)
1,00
Lebar Trotoar
1,00 1,50 ditinggikan setinggi kereb untuk kecepatan rencana < 60 km/jam
Lebar Median
Tanpa median
Tanpa median
2,00 ditinggikan 1,01 berupa penghalang beton untuk kecepatan rencana .> 60 km/jam Lebar Bahu (m)
Bahu luar 2 dan bahu dalam 0,5
1,5
0,5
Suatu penampang melintang tertentu dapat menentukan tingkat pelayanan dengan keamanan menjadi pertimbangan utama. 1) Umum Dokumen standar jalan Indonesia menunjuk pada tipe jalan dan penampang melintang yang ditetapkan di atas untuk jalan baru tergantung dari faktor sebagai berikut. 1. Fungsi jalan (arteri, kolektor) 2. Kelas jalan
15
Untuk setiap kelas jalan parameter standar jalur lalu-lintas, lebar bahu dan alinyemen
jalan
ditetapkan
dengan
rentang
tertentu.
MKJI
1997
mempertimbangkan fungsi jalan dan perencanaan geometrik, tetapi tidak secara eksplisit mengkaitkan tipe jalan yang berbeda dengan kode kelas jalan. Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisis dengan alasan sebagai berikut. 1. Untuk memenuhi dokumen standar jalan yang ada dan/atau praktek rekayasa setempat. 2. Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis. 3. Untuk memperoleh perilaku lalu-lintas yang ditentukan. 4. Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah. 2) Pertimbangan Ekonomi Ambang arus lalu-lintas tahun 1 untuk perencanaan yang paling ekonomis dari jalan perkotaan yang baru berdasarkan analisa biaya siklus hidup (BSH) 1. Konstruksi baru asumsi umur rencana 23 tahun. 2. Pelebaran jalan yang ada (peningkatan jalan), asumsi jalan akan diperlebar dalam beberapa tahap segera setelah layak secara ekonomis, umur rencana 10 tahun. Penampang melintang tanpa median ditunjukkan pada Gambar 2.1 dan penampang melintang menggunakan median ditunjukkan pada Gambar 2.2.
16
Gambar 2.1 Penampang Melintang Jalan Tanpa Median (Hendarasin 2000).
Gambar 2.2 Penampang Melintang Jalan Dengan Median (Hendarasi 2000).
17
Hasil rentang ambang arus lalu-lintas (tahun 1) yang mendefinisikan penampang melintang dengan biaya siklus hidup yang paling rendah ditunjukkan pada Tabel 2.9 dan Tabel 2.10. Tabel 2.9 Ambang Lalu Lintas (tahun 1) Untuk Pemeliharaan Jalan. Ukuran Kota 1-3 juta, (MKJI 1997) Konstruksi Baru. Rentang Amabang Lalu-lintas Dalam Kendaraan/Jam Tahun 1
KONDISI
Tipe Jalan/Jalur Lalu-Lintas (m) Tipe Aliyemen
Hambatan Samping Rendah
Datar
Tinggi
2/2 UD 6m 150200 150200
7m 200300 200300
4/2 UD 10m 350500 300400
12m 600800 400500
4/2 D
14m 600800 500600
12m 650950 550700
6/2 D 14m
21m
650-1500
> 2000
550-1350
>1600
Tabel 2.10 Pelebaran (Peningkatan Jalan baru). Rentang Amabang Lalu-lintas Dalam Kendaraan/Jam Tahun 1
KONDISI
Tepi Jalan/Pelebaran Jalur Lalu-Lintas, dari ..Ke.. (m) Tipe Aliyemen Datar
3)
Hambatan Samping
2/2 UD
4/2 UD
4/2 D
6/2 D
6 ke 7
7 ke 12
10 ke 14
12UD ke 14 D
14 UD ke 14 D
12 D ke 21 D
Rendah
900
1100
1200
1800
1950
-
Tinggi
800
850
950
1500
1600
3550
Pertimbangan Keselamatan Lalu-Lintas Tingkat kecelakaan lalu-lintas untuk jalan perkotaan telah diestimasi dari
data statistik kecelakaan di Indonesia. Pengaruh perencanaan geometrik terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut. 1. Pelebaran lajur mengurangi tingkat kecelakaan antara 2-15% per meter pelebaran (angka yang tinggi menunjuk pada jalan yang sempit). 2. Pelebaran dan perbaikan kondisi permukaan bahu meningkatkan keselamatan lalu-lintas, walaupun dengan derajat yang lebih kecil dibandingkan pelebaran jalan. 3. Median mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30%. 4. Median penghalang (digunakan jika tidak ada tempat yang cukup untuk membuat median yang normal) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10-30%, tetapi menaikkan kecelakaan kerugian material.
18
4) Pertimbangan Lingkungan. Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berkaitan erat dengan arus lalu-lintas dan kecepatan. Pada arus lalu-lintas yang konstan emisi ini berkurang dengan pengurangan kecepatan selama jalan tidak mengalami kemacetan. Jika arus lalu-lintas mendekati kapasitas (derajat kejenuhan > 0,75), kondisi turbulen "berhenti dan berjalan" yang disebabkan kemacetan terjadi dan menyebabkan kenaikan emisi gas buang dan kebisingan jika dibandingkan dengan kondisi lalu-lintas yang stabil (MKJI 1997). Alinyemen jalan yang tidak diinginkan seperti tikungan tajam dan kelandaian curam menaikkan kebisingan dan emisi gas buang. Semua penampang melintang diasumsikan mempunyai kereb atau bahu kerikil yang sesuai untuk kendaraan parkir dan berhenti, tetapi bukan untuk dilalui arus lalu-lintas (MKJI 1997). 2.3.5 Bagian-Bagian Jalan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 34/2006 tentang jalan. Bagian-bagian jalan dan pemanfaatan bagian-bagian jalan. Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan. 1. Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) 1) Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamanannya. 2) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. 3) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.
19
4) Trotoar sebagaimana dimaksud pada poin (3) hanya diperuntukkan bagi lalu-lintas pejalan kaki. 5) Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu-lintas dan angkutan jalan. 6) Dalam rangka menunjang pelayanan lalu-lintas dan angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas. 7) Ruang bebas sebagaimana dimaksud pada poin (2) dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman tertentu. 8) Lebar ruang bebas sebagaimana dimaksud pada poin (3) sesuai dengan lebar badan jalan. 9) Tinggi dan kedalaman ruang bebas sebagaimana dimaksud pada poin (3) ditetapkan lebih lanjut oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri. 10) Tinggi ruang bebas sebagaimana dimaksud pada poin (3) bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5 (lima) meter. Ambang pengaman jalan berupa bidang tanah dan/atau konstruksi bangunan pengaman yang berada di antara tepi badan jalan dan batas ruang manfaat jalan yang hanya diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan. 2. Ruang Milik Jalan (Rumija) 1) Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan. 2) Ruang milik jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu. 3) Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu-lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. 4) Sejalur tanah tertentu sebagaimana dimaksud pada poin (1) dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai lanskep jalan.
20
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah ruang milik jalan diatur dalam peraturan menteri. 6) Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut. a. Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter b. Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter c. Jalan sedang 15 (lima belas) meter d. Jalan kecil 11 (sebelas) meter. 7) Ruang milik jalan diberi tanda batas ruang milik jalan yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan. 8) Ketentuan lebih lanjut mengenai lebar ruang milik jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) dan tanda batas ruang milik jalan sebagaimana dimaksud pada poin (2) diatur dalam peraturan menteri. Apabila terjadi gangguan dan hambatan terhadap fungsi ruang milik jalan, penyelenggara jalan wajib segera mengambil tindakan untuk kepentingan pengguna jalan. Bidang tanah ruang milik jalan sebagaimana dimaksud dikuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) 1) Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan. 2) Ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. 3) Ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu. 4) Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut. a. Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter
21
b. Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter c. Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter d. Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter e. Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter f. Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter g. Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter h. Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter i. Jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu 5) Setiap orang dilarang menggunakan ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. 6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (1) tidak berlaku bagi jalan khusus. 7) Dalam pengawasan penggunaan ruang pengawasan jalan, penyelenggara jalan yang bersangkutan bersama instansi terkait berwenang mengeluarkan larangan terhadap kegiatan tertentu yang dapat mengganggu pandangan bebas pengemudi dan konstruksi jalan, dan/atau berwenang melakukan perbuatan tertentu untuk menjamin peruntukan ruang pengawasan jalan. 2.4
Kecepatan Kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena
mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan: V = di mana: V = L = TT =
L/TT ............................................................................................ (2.1) Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam) Panjang segmen jalan (km) Waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan sepanjang segmen (jam)
22
2.4.1 Kecepatan Dan Waktu Tempuh Kecepatan tempuh adalah kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu-lintas di hitung dari panjang jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melalui segmen jalan. Sedangkan waktu tempuh waktu rata-rata yang digunakan kendaraan menempuh segmen jalan dengan panjang tertentu, termasuk semua tundaan waktu berhenti (detik) atau jam. Penentuan kecepatan pada kondisi lalu-lintas, hambatan samping dan kondisi geometrik sesungguhnya sebagai berikut dengan menggunakan Gambar 2.3 (jalan dua-lajur tak-terbagi) lagkah-langkah sebagai berikut. a) Masukan nilai derajat kejenuhan pada sumbu horisontal (X) pada bagian bawah gambar. b) Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (Y) dari titik tersebut hingga berpotongan dengan nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya. c) Buat garis horisontal sejajar dengan sumbu (X) sampai berpotongan dengan sumbu vertikal (Y) pada bagian sebelah kiri gambar dan lihat nilai kecepatan kendaraan ringan sesungguhnya untuk kondisi yang dianalisis. Hitung waktu tempuh rata-rata untuk kendaraan ringan dalam jam untuk kondisi yang diamati dengan rumus. TT = L/V (jam) ................................................................................... (2.2) di mana : TT = Waktu tempuh rata-rata (jam) L
= Panjang segmen jalan (km)
V
= Kecepatan (Km/jam)
23
Gambar 2.3 Kecepatan Sebagai Fungsi Dari DS Untuk Jalan 2/2 UD (MKJI 1997). 2.4.2 Hubungan Kecepatan Dan Arus
Prinsip dasar analisis kapasitas segmen jalan adalah kecepatan berkurang jika arus bertambah. Pengurangan kecepatan akibat penambahan arus adalah kecil pada arus rendah tetapi lebih besar pada arus yang lebih tinggi. Kapasitas, pertambahan arus yang sedikit akan menghasilkan pengurangan kecepatan yang besar (MKJI1997). Data kecepatan arus jalan perkotaan yang terdapat di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 2.4.
24
Gambar 2.4 Hubungan Kecepatan Arus Pada Jalan Dua-Lajur Tak-Terbagi (MKJI1997). 2.5
Analisis Kecepatan Arus Bebas Untuk jalan tak terbagi, analisis dilakukan pada kedua arah lalu-lintas.
Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalulintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah. Penentuan kecepatan arus bebas kendaraan ringan berdasarkan kecepatan arus bebas dasar untuk jalan perkotaan ditunjukkan pada Tabel 2.11. Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo) Untuk Jalan Perkotaan (MKJI 1997). Tipe Jalan
Kendaraan Ringan
Kecepatan Arus Kendaraan Sepeda Berat Motor
Semua Kendaraan
LV
HV
MC
(rata-rata)
61
52
48
57
57
50
47
55
Empat-lajur tak-terbagi (4/2 UD)
53
46
43
51
Dua-lajur tak terbagi (2/2 UD)
44
40
40
42
Enam-lajur terbagi (6/2 D) atau tiga-lajur satu-arah (3/1) Empat-lajur terbagi (4/2 D) atau Dua-lajur satu arah (2/1)
25
Penentuan faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu-lintas ditunjukkan pada Tabel 2.12. Tabel 2.12 Penyesuaian Untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu-Lintas (FVw) Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan, Jalan Perkotaan (MKJI 1997). Tipe jalan
Lebar jalur lalu-lintas efektif
FVw (km/jam)
(Wc) (m) Empat-lajur terbagi atau
Per lajur
Jalan satu arah
Empat-lajur tak-terbagi
Dua-lajur tak-terbagi
3,00
-4
3,25
-2
3,50
0
3,75
2
4,00
4
3,00
-4
3,25
-2
3,50
0
3,75
2
4,00
4
5
-9,5
6
-3
7
0
8
3
9
4
10
6
11
7
Per lajur
Total
26
Penentuan faktor penyesuaian untuk hambatan samping ditunjukkan pada Tabel 2.13. Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Hambatan Samping Dan Lebar Bahu (FFVSF) Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Untuk Jalan Perkotaan Dengan Bahu (MKJI 1997). Kelas Hambatan Tipe jalan
Faktor penyesuaian untuk hambatan
samping (SFC)
samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m) < 0,5 m
1,0 m
1,5 m
> 2m
Empat-lajur terbagi
Sangat rendah
1,02
1,03
1,03
1,04
(4/2 D)
Rendah
0,98
1,00
1,02
1,03
Sedang
0,94
0,97
1,00
1,02
Tinggi
0,89
0,93
0,96
0,99
Sangat tinggi
0,84
0,88
0,92
0,96
Empat-lajur tak-terbagi
Sangat rendah
1,02
1,03
1,03
1,04
(4/2 UD)
Rendah
0,98
1,00
1,02
1,03
Sedang
0,93
0,96
0,99
1,02
Tinggi
0,87
0,91
0,94
0,98
Sangat tinggi
0,80
0,86
0,90
0,95
Dua-lajur tak-terbagi
Sangat rendah
1,00
1,01
1,01
1,01
(22 UD) atau
Rendah
0,96
0,98
0,99
1,00
jalan satu arah
Sedang
0,91
0,93
0,96
0,99
Tinggi
0,82
0,86
0,90
0,95
Sangat tinggi
0,73
0,79
0,85
0,91
27
Penentuan faktor penyesuaian untuk hambatan samping ditunjukkan pada Tabel 2.14. Tabel 2.14. Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Jarak Kereb-Penghalang (FFVsf) Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan Jalan Perkotaan Dengan Kereb (MKJI 1997). Kelas Hambatan Tipe jalan
Empat-lajur terbagi (4/2 D)
Empat-lajur tak-terbagi (4/2 UD)
Dua-lajur tak-terbagi (22 UD) atau jalan satu arah
samping (SFC) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kereb penghalang Jarak kereb-penghalang Wk (m) < 0,5 m
1,0 m
1,5 m
> 2m
1,00 0,97 0,93 0,87 0,81 1,00 0,96 0,91 0,84 0,77 0,98 0,93 0,87 0,78 0,68
1,01 0,98 0,95 0,90 0,85 0,99 0,95 0,93 0,87 0,81 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77
1,01 0,99 0,97 0,93 0,88 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77
1,02 1,00 0,99 0,96 0,92 1,02 1,00 0,98 0,94 0,90 1,00 0,98 0,95 0,88 0,82
Penentuan faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota, ditunjukkan pada Tabel 2.15. Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Pengaruh Ukuran Kota Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan (FFVcs), Jalan Perkotaan (MKJI 1997). Ukuran Kota (Jumlah Penduduk) < 0,1 0,1 - 0,5 0,5 - 1,0 1,0 - 3,0 > 3,0
Faktor penyesuaian untuk ukuran Kota 0,90 0,93 0,95 1,00 1,03
28
2.5.1 Penentuan Kecepatan Arus Bebas a. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan Rumus kecepatan arus bebas : FV = (FVO + FVW) × FFVS × FFVCS ....................................................... (2.3) di mana: FV
= Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVo
= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
FVW
= Penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (km/jam)
FFVSF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping (perkalian) FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota (perkalian) b. Kecepatan arus bebas tipe kendaraan lain FFV
= FVo – FV ................................................................................ (2.4)
di mana : FFV
= Penyesuaian kecepatan arus bebas LV (km/jam)
FVo
= Kecepatan arus bebas dasar LV (km/jam)
FV
= Kecepatan arus bebas LV(km/jam)
c. Keceptan arus bebas kendaraan berat FVHV
= FVHV,O – FFV x FVHV,O / FVo .............................................. (2.5)
di mana : FVHV,o = Kecepatan arus bebas dasar HV (km/jam)
2.6
FVo
= Kecepatan arus bebas dasar LV (km/jam)
FFV
= Penyesuaian kecepatan arus bebas LV (km/jam)
Analisis Kapasitas Kapasitas adalah Arus lalu-lintas (stabil) maksimum yang dapat
dipertahankan pada kondisi tertentu (geometrik, distribusi arah dan komposisi lalu-lintas, faktor lingkungan). Definisi lain dari kapasitas adalah kapasitas satu ruas jalan dalam satu sistem jalan raya adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki
29
kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun kedua arah) pada periode waktu tertentu dan dibawah kondisi jalan dan lalu-lintas umum. Umumnya kapasitas dinyatakan dalam mobil penumpang per jam, truk dan bus yang bergerak didalamnya dapat mengurangi besarnya kapasitas. 2.6.1 Penentuan Kapasitas Penentuan kapasitas segmen jalan pada kondisi lapangan dengan menggunakan data yang didapat dari lapangan kemudian diformulasikan dengan rumus kapasitas dibawah. C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs ....................................................... (2.6) di mana: C
= Kapasitas (smp/jam) = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw
= Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas
FCsp
= Faktor penyesuaian pemisahan arah
FCsf
= Faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs
= Faktor penyesuaian ukuran kota
2.6.2 Kapasitas Dasar (
(smp/jam)
Kapasitas suatu segmen jalan pada kondisi geometrik, pada arus lalu-lintas dan faktor lingkungan yang ditentukan sebelumnya (ideal). Beberapa faktor penyesuaian untuk menghitung kapasitas: a) Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu-lintas (
.
b) Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah, hanya jalan dua arah tak terbagi (
.
c) Faktor penyusaian kapasitas untuk hambatan samping, sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kerep–penghalang
.
d) Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota
.
30
Penentuan kapasitas dasar (
ditunjukkan pada Tabel 2.16.
Tabel 2.16 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan (MKJI 1997). Tipe jalan Kapasitas Catatan Dasar (SMP/Jam) Empat-lajur terbagi atau 1650 Per lajur jalan satu arah Empat-lajur tak-terbagi
1500
Per lajur
Dua-lajur tak- terbagi
2900
Total dua arah
Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu-lintas (
, ditunjukkan pada Tabel 2.17. Tabel 2.17 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalur Lalu-Lintas (FCw) (MKJI 1997). Tipe Jalan
Empat-lajur terbagi atau Jalan satu arah
Empat-lajur tak-terbagi
Dua-lajur tak-terbagi
Lebar Jalur Lalu-Lintas Efektif (Wc) (m) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Total dua arah
FCw
5 6 7 8 9 10 11
0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34
0,92 0,96 1,00 1,04 1,08 0,91 0,95 1,00 1,05 1,09
31
Khusus untuk jalan tak terbagi, penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah ditunjukkan pada Tabel 2.18. Tabel 2.18 Memberikan Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Untuk Jalan Dua-Lajur Dua-Arah (2/2) dan Empat-Lajur-Dua-Arah Tak Terbagi (MKJI 1997). Pemisah Arah SP %
50-50
55-45
60-40
63-35
70-30
Dua-lajur 2/2 Empat lajur 4/2
1,00 1,00
0,97 0,985
0,94 0,97
0,91 0,955
0,88 0,94
FCsp
Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCsp). a)
Jalan dengan Bahu Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping
ditunjukkan pada Tabel 2.19. Tabel 2.19 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Hambatan Samping Dan Lebar Bahu (FCsf) Pada Jalan Perkotaan Dengan Bahu (MKJI1997). Tipe Jalan
4/2 D
4/2 UD
2/2 UD atau jalan satu Arah
Kelas hambatan
Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan lebar bahu(FCsp) Lebar Jalur Efektif Ws
samping LV L M H VH LV L M H VH LV L
≤ 0,5 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,94 0,92
1,0 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 0,96 0,94
1,5 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 0,99 0,97
≥ 2,0 1,-3 1,02 1,00 0,98 0,96 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95 1,01 1,00
M H VH
0,89 0,82 0,73
0,92 0,86 0,79
0,95 0,90 0,85
0,98 0,95 0,91
32
Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) ditunjukkan pada Tabel 2.20.. Tabel 2.20 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Hambatan Samping Dan Jarak Kereb-Penghalang (FCsf) Jalan Perkotaan Dengan Kereb (MKJI 1997). Tipe Jalan 4/2 D
4/2 UD
2/2 UD atau jalan satu Arah
Kelas Hambatan Samping LV L M H VH LV L M H VH LV L M H VH
Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan jarak kereb-penghalang (FCsf) Jarak Kereb Penghalang Wk ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 0,95 0,97 0,99 1,01 0,94 0,96 0,98 1,00 0,91 0,93 0,95 0,98 0,86 0,89 0,92 0,95 0,81 0,85 0,88 0,92 0,95 0,97 0,99 1,01 0,93 0,95 0,97 1,00 0,90 0,92 0,95 0,97 0,84 0,87 0,90 0,93 0,77 0,81 0,85 0,90 0,93 0,95 0,97 0,99 0,90 0,92 0,95 0,97 0,86 0,88 0,91 0,94 0,78 0,81 0,84 0,88 0,68 0,72 0,77 0,82
Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCcs), ditunjukkan pada Tabel 2.21. Tabel 2.21 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukran Kota (FCcs) Pada Jalan Perkotaan (MKJI 1997). Ukuran Kota(Juta/Penduduk) Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota <1,0 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0 >3,0
0,86 0,90 0,94 1,00 1,04
33
2.7
Perilaku Lalu-Lintas Untuk jalan tak-terbagi, analisis dilakukan pada kedua arah lalu-lintas.
Untuk jalan terbagi, analisa dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalulintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah. 2.7.1 Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai ratio volume (Q) terhadap kapasitas (C). Derajat kejenuhan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu-lintas pada ruas jalan (Alamsyah 2005). Dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), jika tinjauan DS dilakukan untuk tinjauan tingkat kinerja, maka volume lalu-lintasnya dinyatakan dalam smp. Faktor yang mempengaruhi emp adalah. a. Jenis jalan, seperti jalan luar kota, atau jalan bebas hambatan. b. Tipe alinyemen, seperti medan datar, berbukit atau pegunungan. c. Volume jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah ruas jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa nilai derajat kejenuhan tidak melewati 0,75. Rumus umum derajat kejenuhan : DS = Q/C ............................................................................................. (2.7) di mana: DS = Derajat kejenuhan Q = Arus total (smp/jam) C
= Kapasitas (smp/jam)
2.7.2 Tingkat Pelayanan Peraturan Menteri Perhubungan No.14 Tahun 2006 tentang manajemen dan rekayasa lalu-lintas di jalan, menjelaskan tingkat pelayanan merupakan kemampuan ruas jalan atau persimpangan untuk menampung lalu-lintas pada keadaan tertentu. Karakteristik tingkat pelayanan ditunjukkan pada Tabel 2.22.
34
Tabel 2.22 Karakteristik Tingkat Pelayanan (Peraturan Menteri Perhubungan No. 14/2006). Tingkat Pelayanan
A (Free flow/arus bebas)
B (Stable flow/arus stabil)
C (Stable flow/arus stabil D (Approching unstable flow/arus hampir tidak stabil) E (Unstable flow/arus tak stabil) F (Forced flow/arus yang dipaksakan)
Karakteristik
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan sesuai dengan batas kecepatan yang ditentukan. Arus stabil tetapi kecepatan operasional mulai dibatasi oleh kondisi lalu-lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan. Arus masih dalam batas stabil tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan. Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan namun menurun relative cepat akibat hambatan yang timbul. Pengemudi dibatasi memilih kecepatan dan kebebasan bergerak relative kecil Arus tidak stabil karena volume lalulintas mendekati/berada pada kapasitas dimana kecepatan lebih rendah dari 40 km/jam dan pergerakan kendaraan terkadang terhenti Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas. Arus lalulintas sering terhenti hingga terjadi antrian panjang dan hambatan-hambatan yang besar.
Interval Rasio Volume Kapasitas (DS) 0,00 - 0,19
0,20 - 0,44
0,45 - 0,74
0,75 - 0,84
0,85 - 0,99
≥ 1,00
Kebebasan untuk bermanuver di dalam aliran lalu-lintas dan jarak dengan kendaraan lain sama pentingnya dan lebih sering digunakan dari pada kecepatan dalam menjelaskan tingkat pelayanan. Disamping itu, kepadatan meningkat pada seluruh rentang arus hingga tercapainya kapasitas, sehingga menyediakan keefektifan yang lebih baik (Khisty dan Lall, 2000). Tingkat pelayanan (Level of Service) umumnya digunakan sebagai ukuran dari pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume. Setiap ruas jalan dapat digolongkan pada tingkat tertentu yaitu antara A dan F yang mencerminkan kondisinya pada kebutuhan atau tingkat perlayanan tertentu, tingkat A berarti kondisi yang hampir ideal, tingkat E adalah kondisi lalu-lintas sesuai kapasitas dan tingkat F adalah pada kondisi arus terpaksa (Forced Flow) (Ogesby dan Hicks 1999).
35
36
37