BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Struktur Modal Struktur modal merupakan proporsi atau perbandingan dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan, apakah dengan cara menggunakan utang, ekuitas, atau dengan menerbitkan saham (Birgham dan Gapensi : 1996) dalam penelitian Tinjung Desy Nursanti (2004). Menurut Handono (2009), struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan proposi utang jangka panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan perusahaan. Menurut Ahmad dan Herni (2010), struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Menurut Bambang (2001) dalam penelitian Hasa Nurrohim (2008), struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.
6
Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya. Jadi, berdasarkan beberapa referensi tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan demikian struktur modal adalah struktur keuangan yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Struktur Modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tersebut maka dapat digunakan beberapa Teori yang menjelaskan Struktur Modal dalam suatu Perusahaan. B. Komponen Struktur Modal Komponen struktur modal, anatara lain : 1. Hutang Jangka Panjang Jumlah hutang di dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang digunakan dalam operasi perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa
7
hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang, Tetapi pada umumnya pinjaman jangka panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang jangka pendek. Menurut Sundjaja dan Barlian (2003) hutang jangka panjang merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya 5 – 20 tahun. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga pertahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut). Mengukur besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (debt ratio) dilakukan dengan cara membagi total hutang jangka panjang dengan total asset. Semakin tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan di dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen sehingga memilih untuk menggunakan hutang menurut Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai berikut: 1) Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah bunga yang dibayarkan besarnya tetap. 2) Hasil yang diharapkan lebih rendah dari pada saham biasa.
8
3) Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai hutang. 4) Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak. 5) Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan peraturan penebusan dalam perjanjian obligasi. Kreditur (investor) lebih memilih menanamkan investasi dalam bentuk hutang jangka panjang karena beberapa pertimbangan. Menurut Sundjaja at. al (2003), pemilihan investasi dalam bentuk hutang jangka panjang dari sisi investor didasarkan pada beberapa hal berikut: 1)
Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun likuidasi kepada pemegangnya.
2) Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti. 3) Dilindungi oleh isi perjanjian hutang jangka panjang (dari segi resiko) 4) Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan obligasi).
9
2. Modal Sendiri Menurut Wasis (1981), dalam struktur modal konservatif, susunan modal menitikberatkan pada modal sendiri karena pertimbangan bahwa penggunaan hutang dalam pembiayaan perusahaan mengandung resiko yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri. Menurut Sundjaja at al. (2003) modal sendiri/equity capital adalah dana jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan (pemegang saham), yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham preferen dan saham biasa) serta laba ditahan. Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity cost. Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi owner adalah control terhadap perusahaan. Namun, return yang dihasilkan dari saham tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama yang menanggung resiko perusahaan. Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama dari modal sendiri yaitu: a) Modal saham preferen Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan dari
10
pada pemegang saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak. Beberapa keuntungan penggunaan saham preferen bagi manajemen menurut Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan. 2. Fleksibel karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk tetap pada posisi menunda tanpa mengambil resiko untuk memaksakan jika usaha sedang lesu yaitu dengan tidak membagikan bunga atau membayar pokoknya. 3. Dapat digunakan dalam restrukturisasi perusahaan, merger, pembelian saham oleh perusahaan dengan pembayaran melalui hutang baru dan divestasi. b) Modal saham biasa Pemilik
perusahaan
adalah
pemegang
saham
biasa
yang
menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.
11
Ada beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa bagi kepentingan manajemen (perusahaan), menurut Sundjaja at. al (2003), yaitu: 1. Saham biasa tidak memberi dividen tetap. Jika perusahaan dapat memperoleh laba, pemegang saham biasa akan memperoleh dividen. Tetapi berlawanan dengan bunga obligasi yang sifatnya tetap (merupakan biaya tetap bagi perusahaan), perusahaan tidak diharuskan oleh hukum untuk selalu membayar dividen kepada para pemegang saham biasa. 2. Saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo. 3. Karena saham biasa menyediakan landasan penyangga atas rugi yang diderita para kreditornya, maka penjualan saham biasa akan meningkatkan kredibilitas perusahaan. 4. Saham biasa dapat, pada saat-saat tertentu, dijual lebih mudah dibandingkan bentuk hutang lainnya. Saham biasa mempunyai daya tarik tersendiri bagi kelompok-kelompok investor tertentu karena dapat memberi pengembalian yang lebih tinggi dibanding bentuk hutang lain atau saham preferen dan mewakili kepemilikan perusahaan, saham biasa menyediakan para investor benteng proteksi terhadap inflasi secara lebih baik dibanding saham preferen atau
12
obligasi. Umumnya, saham biasa meningkat nilainya jika nilai aktiva riil juga meningkat selama periode inflasi. 5. Pengembalian yang diperoleh dalam saham biasa dalam bentuk keuntungan modal merupakan obyek tarif pajak penghasilan yang rendah. (Weston & Copeland) Menurut Wasis (1981) pemilik yang menyetorkan modal akan menjadi penanggung resiko yang pertama. Artinya bahwa pihak non pemilik tidak akan menderita kerugian sebelum kewajiban dari pemilik ditunaikan seluruhnya. Dari segi investor (Sundjaja, 2003), keuntungan menggunakan saham (modal sendiri) adalah sebagai berikut: 1. Memiliki hak suara (hak kendali) dalam perusahaan. 2. Tidak ada jatuh tempo. 3. Karena menanggung resiko yang lebih besar, maka kompensasi bagi pemegang modal sendiri lebih tinggi dibanding dengan pemegang modal pinjaman. C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Dalam
menentukan
struktur
modal
yang
optimal,
perusahaan akan
mempertimbangkan faktor-faktor yang akan mempengaruhi penentuan struktur modal tersebut. Banyak ahli ekonomi telah mengemukakan pendapatnya
13
mengenai faktor-faktor yang mempengarui struktur modal. Menurut Brigham dan Houston, faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal adalah: Stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan, fleksibilitas keuangan. Menurut Bambang Riyanto, ada delapan faktor utama yang mempengaruhi struktur modal yaitu: tingkat bunga, besarnya perusahaan, stabilitas pendapatan, keadaan pasar modal, susunan aktiva, kadar risiko dari aktiva, sifat manajemen, dan besarnya jumlah modal yang dibutuhkan. Semua faktor-faktor tersebut secara bersama-sama telah mendorong perusahaan untuk mempertahankan fleksibilitas keuangannya atau dari sudut pandang operasional berarti mempertahankan kapasitas cadangan yang memadai untuk melakukan pinjaman. Dalam
penelitian
ini,
faktor-faktor
yang
digunakan
adalah
faktor
profitabilitas, struktur aktiva dan pertumbuhan penjualan. 1. Profitabilitas Menurut Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Menurut Sartono (2001) berpendapat bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.
14
Menurut Rahmawati (2007) profitabilitas keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan perusahaan. Sedangkan menurut Gitman (2009) profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan dengan menggunakan asset perusahaan, baik lancar maupun tetap dalam aktifitas produksi. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Menurut
Weston dan Brigham (1990),
perusahaan dengan
tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil karena tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar pendanaan internal. Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan menggunakan laba ditahan sebelum memutuskan untuk menggunakan utang. Hal ini sesuai dengan Pecking Order Theory yang menyarankan bahwa manajer lebih senang menggunakan internal funding (pembiayaan yang pertama yaitu laba ditahan kemudian utang) (Agus Sartono, 1999).
15
2. Struktur Aktiva Struktur aktiva menggambarkan sebagian jumlah aset yang dapat dijadikan jaminan (collateral value of assets). Brigham and Gapenski (1996) menyatakan bahwa secara umum perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang dari pada perusahaan yang tidak memiliki jaminan. Teori tersebut juga konsisten dengan Lukas Setia Atmaja (1994) yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif besar. Menurut Bambang Riyanto (1995) kebanyakan perusahaan indutri dimana sebagian besar dari pada modalnya tertanam dalam aktiva tetap, akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan hutang sifatnya sebagai pelengkap. Laili Hidayat (2001) mengemukakan bahwa struktur aktiva berpengaruh positip terhadap struktur modal. Penelitian dari Sekar Mayang Sari (2001) serta Bhaduri (2002) mendukung penelitian Laili tersebut, di mana struktur aktiva berpengaruh positip terhadap struktur modal.
3. Pertumbuhan Penjualan Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan juga merupakan indikator permintaan dan
16
daya saing perusahaan dalam suatu industri. Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan tinggi, maka akan mencerminkan pendapatan meningkat sehingga pembayaran deviden cenderung meningkat. Menurut Swastha dan Handoko (2001),
pertumbuhan atas penjualan
merupakan indikator penting dari penerimaan pasar dari produk dan/atau jasa perusahaan tersebut, dimana pendapatan yang dihasilkan dari penjualan akan dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan penjualan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa suatu perusahaan dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ke arah yang lebih baik jika terdapat peningkatan yang konsisten dalam aktivitas utama operasinya. Jadi, pertumbuhan yang terjadi dalam perusahaan dagang sering dikatakan sebagai tingkat pertumbuhan penjualan. Higgins (2003) mengatakan bahwa “growth comes from two sources: increasing volume and rising price. Because of all variable cost, most curren assets, and current liabilities have a tendency with sales, so it is a good idea to see the growth based on the sales of the company”. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dilihat bahwa tingkat pertumbuhan suatu perusahaan dapat dilihat dari pertambahan volume dan peningkatan harga
17
khususnya dalam hal penjualan karena penjualan merupakan suatu aktivitas yang umumnya dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tujuan yang ingin dicapai yaitu tingkat laba yang diharapkan. Perhitungan tingkat penjualan pada akhir periode dengan penjualan yang dijadikan periode dasar. Apabila nilai perbandingannya semakin besar, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pertumbuhan penjualan semakin baik. D. Pendekatan dan Teori yang Terkait Struktur Modal Menurut Bambang Riyanto (2001) di dalam penelitian Elyana Noor Andriyanti (2007) ada dua pedoman struktur modal yaitu: 1. Pedoman structure financial vertical memberikan batas rasio yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai besarnya modal pinjaman atau hutang dengan besarnya jumlah modal sendiri. Berdasarkan anggapan bahwa pembelanjaan yang sehat itu awalnya harus dibangun atas dasar modal sendiri, maka pedoman structure financial tersebut menetapkan bahwa besarnya jumlah modal pinjaman atau hutang dalam suatu perusahaan dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh melebihi besarnya jumlah modal sendiri. Dengan demikian angka perbandingan antara jumlah hutang dengan jumlah modal sendiri tidak boleh lebih dari 100%. 2. Pedoman structure financial horizontal memberikan batas rasio antara besarnya jumlah modal sendiri dengan besarnya jumlah aktiva tetap ditambah
18
persediaan bersih. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa dana yang terkait dalam aktiva tetap ditambah persediaan bersih akan tetap tertanam di dalam perusahaan, sehingga sifat kebutuhan dananya adalah permanen. Sumber dana yang permanen atau sumber dana yang akan tetap tertanam dalam perusahaan adalah modal sendiri. Teori struktur modal antara lain: a. Teori Pendekatan Tradisional Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal. b. Teori Pendekatan Modigliani dan Miller Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal tidak mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak. c.
Teori Trade-Off dalam Struktur Modal Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa
menggunakan hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah
19
dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu : a.
Biaya Langsung Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi,
atau biaya lainnya yang sejenis b.
Biaya Tidak Langsung Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan,
perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan tidak akan membayar. Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yang lebih ketat) dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. d.
Teori Pecking Order Teori Trade-Off mempunyai implikasi bahwa manager akan berfikir
dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kebangkrutan
20
dalam penentuan Struktur Modal. Dalam kenyataan empiris nampaknya jarang manager keuangan yang berfikir demikian. Secara spesifik, perusahaan mempunyai urutan-urutan prefensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Teori Pecking Order adalah sebagai berikut : a. Perusahaan memilih pandangan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan. b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi. c. Karena kebijakan deviden yang konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat saat tertentu dan akan lebih kecil pada saat yang lain. d. Jika
padangan
eksternal
diperlukan,
perusahaan
akan
mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan surat berharga campuran seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
21
Teori Pecking Order ini bisa menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil. e.
Teori Asimetri Informasi dan Signaling Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan dengan
perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih dari pihak lainnya. Teori ini terdiri dari Teori : 1.
Myers dan Majluf Menurut Teori ini ada asimetri informasi antara manger dengan pihak
luar. Manager mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar. 2.
Signaling Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang)
merupakan signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai
22
signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. f.
Teori Lainnya 1.
Pendekatan Teori Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-cash flow. Ada kecenderungan manager ingin menahan sumber daya
sehingga mempunyai control atas
sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik leagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manager akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan untuk membayar bunga. 2.
Pendekatan Interaksi Produk
Teori ini berangkat dari teori organisasi industri dan relatif baru, dibandingkan dengan teori lainnya. Ada dua kategori dalam pendekatan ini, yaitu Strategi dan Menjelaskan hubungan antara Struktur Modal dengan karakteristik produk atau input.
23
3.
Konteks atas Pengendalian Perusahaan
Beberapa penemuan pendekatan ini adalah perusahaan yang menjadi target (dalam pengambilalihan) akan meningkatkan tingkat hutangnya, berhubungan dengan kemungkinan sukses tender offer (penawaran terbuka pada proses pengamalihan usaha). E.
Tinjauan Penelitian Terdahulu 1. Penelitian dilakukan oleh Rizal (2002) dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta dengan periode penelitian tahun 1995-1998. Dalam penelitian tersebut sebagai variabel independennya adalah Tangible assets, likuiditas perusahaan, Market to Book Value (MBV), Size, Growth, dan profitabilitas. Hasil dari penelitian tersebut adalah profitabilitas, growth, dan tangible assets mempunyai pengaruh yang negatif terhadap struktur modal. Sedangkan MBV dan size berpengaruh positif terhadap struktur modal. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Rio Bahtian Sakti (2002) dengan judul “Pengaruh Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Operating Leverage, Profitabilitas, Likuiditas dan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Struktur Modal pada Industri Dasar dan Kimia di Bursa Efek Jakarta”. Data yang digunakan merupakan data periode tahun 1994-1999. dalam penelitian
24
tersebut terbagi 2 periode yaitu periode sebelum krisis moneter (19941996) dan periode setelah krisis moneter (1997-1999). Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Rio ini sebagai variabel independennya adalah tangible assets, size, operating leverage, profitabilitas, likuiditas,
dan
growth. Hasil dari penelitian tersebut adalah pada periode sebelum krisis (1994-1996) terbukti bahwa size mempunyai hubungan positif terhadap struktur modal dan
likuiditas mempunyai hubungan negatif terhadap
struktur modal. Sedangkan padaperiode setelah krisis
(1997-1999)
terbukti bahwa size mempunyai hubungan positif terhadap struktur modal, sedangkan
likuiditas mempunyai hubungan negatif terhadap
struktur modal. Dan hasil dari keseluruhan menunjukkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan Industri Dasar dan Kimia di Bursa Efek Jakarta pada masa sebelum krisis moneter (19941996) dan sesudah krisis moneter (1997-1999) adalah berbeda. 3. Penelitian dilakukan oleh Saidi (2004) dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahan Manufaktur yang Go Public di BEJ Tahun 1997-2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan (firm size), pertumbuhan asset (assets growth), kemampu labaan (profitability), struktur kepemilikan (ownership structure) berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan
25
variabel risiko bisnis terbukti berpengaruh tidak signifikan terhadap struktur modal. 4. Penelitian dilakukan oleh Hendri Setyawan & Sutapa (2006) dengan judul Analisis Faktor Penentu Struktur Modal (Studi Empiris pada Emiten Syariah di Bursa Efek Jakarta Tahun 2001-2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur modal adalah: profitabilitas, pertumbuhan asset, kepemilikan pemerintah, dan kepemilikan asing.
Sedangkan
faktor
ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal. 5. Penelitian dilakukan oleh Kartini & Tulus Arianto (2008) dengan judul Struktur Kepemilikan, Profitabilitas, Pertumbuhan Aktiva dan Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor profitabilitas mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur modal. Sedangkan faktor-faktor yang mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal adalah: struktur kepemilikan, pertumbuhan aktiva, dan ukuran perusahaan.
26
F. Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Model Kerangka Pemikiran Pengaruh Profitabilitas, Struktur Aktiva, dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI
Profitabilitas (X1)
Struktur Aktiva
Struktur Modal
(X2)
(Y)
Pertumbuhan Penjualan (X3)
Sumber : Dari Berbagai Jurnal dan Dikembangkan Untuk Penelitian
27