BAB II LANDASAN TEORI
A. Kemandirian Belajar 1. Pengertian kemandirian belajar Kemandirian belajar merupakan proses dimana individu mengambil inisiatif dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sistem pembelajarannya (Merriam & Caffarella, 1999). Sedangkan menurut Grieve (2003) kemandirian belajar adalah atribut personal, kesiapan psikologis seseorang dalam mengontrol atau bertanggung jawab dalam proses belajarnya. Knowles (1989) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai suatu proses belajar dimana setiap individu dapat mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam hal mendiagnosa kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber-sumber belajar (baik berupa orang maupun bahan), memilih dan menerapkan strategi belajar yang sesuai bagi dirinya, serta mengevaluasi hasil belajarnya. Pendapat senada dikemukakan oleh Kozma, Belle dan Williams (1978), yang menyatakan belajar mandiri sebagai suatu
bentuk
belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menentukan: tujuan belajar, sumber-sumber belajar dan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Sedangkan menurut Mocker & Spear (1984) kemandirian belajar adalah suatu proses dimana pelajar mengontrol sendiri proses pembelajarannya dan tujuan dari pembelajaran tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Gibbons (2002), belajar mandiri merupakan peningkatan dalam pengetahuan, kemampuan, atau perkembangan individu dimana individu memilih dan menentukan sendiri tujuan dalam pembelajaran, serta berusaha menggunakan metode – metode yang mendukung kegiatannya. Sementara itu, Cyril Kesten (1992), mendefinisikan belajar mandiri sebagai suatu bentuk belajar dimana pebelajar (dalam hubungannnya dengan orang lain) dapat membuat keputusankeputusan penting yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya sendiri. Baumgartner (2003) juga menyatakan bahwa belajar mandiri adalah sistem belajar mandiri dimana individu mengambil langkah untuk memutuskan apa, kapan dan bagaimana cara belajar. Pannen dkk (2000) menegaskan bahwa ciri utama dalam belajar mandiri bukanlah ketiadaan guru atau teman sesama siswa, atau tidak adanya pertemuan tatap muka di kelas. Menurutnya, yang menjadi ciri utama dalam belajar mandiri adalah adanya pengembangan kemampuan siswa untuk melakukan proses belajar yang tidak tergantung pada faktor guru, teman, kelas dan lain-lain. Menurut Merriam dan Caffarella (1999), kemandirian belajar merupakan proses pembelajaran dimana pelajar membuat inisiatif sendiri dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dari pengalaman pembelajarannya, yang diambil dari berbagai sumber atau literatur. Menurut Gibbons (2002), metacognition merupakan konsep dari kemandirian belajar. Metacognition adalah pemikiran seorang individu tentang pikirannya, memikirkan apa yang diketahui, apa yang dilakukan dan apa yang dipikirkan. Menurut Hacker, Dunlosky, dan Graesser (1998), metacognition fokus terhadap
Universitas Sumatera Utara
pemahaman individu mengenai regulasi dirinya, yang menjadi hal penting dalam pemikirannya. Di dalam kemandirian belajar, individu belajar tentang pemikirannya, membuat rencana dan mengambil tindakan. Individu memikirkan ide untuk dapat mengambil keputusan yang baik dan memikirkan keputusan agar mendapatkan hasil yang diharapkan. Individu juga memikirkan proses – proses yang akan mereka jalani, solusi dari masalah yang dihadapi dan strategi untuk mengembangkan kemampuannya. Kemandirian belajar dapat mengembangkan kompetensi dari metacognitive. Menurut Deming (1994), proses yang harus diikuti siswa yang memiliki kemandirian belajar adalah rencanakan, kerjakan, pelajari, lakukan tindakan (plan, do, study, act). Proses belajar mandiri adalah suatu metode yang melibatkan siswa dalam tindakan – tindakan yang meliputi beberapa langkah, dan menghasilkan baik hasil yang tampak maupun yang tidak tampak. Proses ini disebut dengan pembelajaran mandiri. Menurut Johnson (2009), pembelajaran mandiri memberi kebebasan kepada siswa untuk menemukan bagaimana kehidupan akademik sesuai dengan kehidupan mereka sehari – hari. Pelajar mengambil keputusan sendiri dan menerima tanggung jawab untuk itu. Pelajar juga mengatur, menyesuaikan tindakna mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Proses belajar mandiri ini memberikan siswa kesempatan yang luar biasa untuk mempertajam kesadaran mereka akan lingkungan mereka. Pembelajaran mandiri memungkinkan siswa untuk membuat pilihan – pilihan positif tentang bagaimana pelajar akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan
Universitas Sumatera Utara
sehari – hari. Pola ini memungkinkan siswa bertindak berdasarkan inisiatis mereka sendiri untuk membentuk lingkungan (Johnson, 2009). Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah suatu proses belajar dimana setiap individu dapat mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam hal menentukan kegiatan belajarnya seperti merumuskan tujuan belajar, sumber belajar (baik berupa orang ataupun bahan), mendiagnosa kebutuhan belajar dan mengontrol sendiri proses pembelajarannya.
2. Ciri – ciri dari kemandirian belajar Menurut Hiemstra (1991), ada beberapa ciri – ciri dari kemandirian belajar. Ciri – ciri tersebut seperti : a. Pelajar mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan usaha pembelajaran b. Belajar mandiri merupakan karakteristik yang dapat digunakan setiap individu dalam setiap situasi c. Belajar mandiri bukan mengisolasi diri individu dengan orang lain d. Individu yang mempunyai kemandirian belajar mampu untuk “transfer learning”, baik pengetahuan maupun keahlian (skill) dari satu situasi ke situasi yang lain seperti berpartisipasi dalam grup, latihan – latihan, dialog secara elektronik, dan aktifitas – aktifitas menulis.
Universitas Sumatera Utara
e. Peran efektif dari guru di dalam belajar mandiri terjadi, seperti melakukan dialog dengan pelajar, melihat sumber pengetahuan yang aman, mengevaluasi hasil yang ada, dan berpikir secara kritis. f. Beberapa institusi pendidikan menemukan cara yang dapat mendukung kemandirian
belajar
seperti
program
pendidikan
terbuka,
pemilihan
pendidikan bagi individu, dan program inovasi lainnya. Menurut Thoha (1996), ciri kemandirian belajar dapat dibagi dalam delapan jenis, yaitu: a. Mampu berfikir secara kritis, kreatif dan inovatif. b. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. c. Tidak lari atau menghindari masalah. d. Memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam. e. Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. f. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain. g. Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan. h. Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Sementara itu Babari (2002) membagi ciri-ciri kemandirian dalam lima jenis, yaitu : a. Percaya diri b. Mampu bekerja sendiri c. Menguasai keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan kerjanya d. Menghargai waktu
Universitas Sumatera Utara
e. Bertanggung jawab Sedangkan Johnson (2009), membagi langkah – langkah yang diambil siswa untuk menguasai kemandirian belajar, yaitu : a. Mengambil tindakan Mencari dan menggabungkan informasi secara aktif dari tempat kerja, masyarakat, maupun ruang kelas, lalu menggunakannya untuk alasan tertentu akan meningkatkan informasi yang ada di dalam ingatan (Souders & Prescott, 1999). Kemandirian belajar menekankan pada tindakan, memberi otak kesempatan untuk merasakan dunia uar dengan cara – cara tertentu (Sizer, 1992). b. Mengajukan pertanyaan Pola belajar mandiri juga bergantung pada pengetahuan dan keahlian yang menghasilkan perilaku dan proses berpikir mandiri. Untuk memupuk kemandirian belajar, siswa harus mampu mengajukan pertanyaan menarik, membuat pilihan yang bertanggung jawab, berpikir kritis dan kreatif, memiliki pengetahuan tentang diri sendiri dan bekerja sama. Menurut Brooks dan Brooks (1993), untuk mencari sebuah makna siswa harus mempunyai kesempatan untuk membentuk dan mengajukan pertanyaan. c. Membuat pilihan Selain mengajukan pertanyaan, para siswa dengan belajar mandiri harus dapat membuat pilihan – pikihan cerdas. Menurut Lewis dan Tsuchida (1998), berangkat dari pilihan – pilihan, siswa dapat memilih tujuan tertentu untuk dapat mengarahkan diri mereka.
Universitas Sumatera Utara
d. Membangun kesadaran diri Kesadaran diri yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan saat perasaan tersebut muncul yang merupakan kemampuan khusus manusia. Kemampuan ini membuat kendali diri menjadi sesuatu yang mungkin. Pilihan bijaksana dan tindakan yang cerdas dibentuk oleh pengetahuan tentang diri atau kesadaran diri. e. Kerja sama Kerja sama merupakan hal yang penting dalam memupuk kemandirian belajar. Kerjasama mencakup kerjasama antar sekolah, antar siswa dan orangtua. Melalui kerjasama, hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit dapat dihilangkan.
3. Sumber – sumber dari sistem belajar mandiri Menurut Brockett dan Hiemstra (1991), ada berbagai sumber – sumber pembelajaran yang termasuk dalam belajar mandiri. Sumber – sumber tersebut seperti a. Sumber mediasi (Mediated Resources) Sumber mediasi seperti jurnal, majalah dan modul – modul belajar. b. Sumber dari individu (Individual Resources) Merupakan sumber yang berasal dari individu itu sendiri, seperti dari observasi ataupun kepribadian personal. c. Sumber dari grup ataupun agen (Agency or Group Resources) Sumber dari grup seperti perpustakaan, museum dan galeri – galeri.
Universitas Sumatera Utara
d. Sumber dari mentor (Mentored Resources) Sumber ini seperti partner dalam belajar, teman sebaya, dan sebagainya.
4. Dimensi dari kemandirian belajar Menurut Candy (1991) kemandirian belajar memiliki empat dimensi, yaitu : a. Otonomi pribadi (personal autonomy) Dimensi otonomi pribadi menunjukkan karakteristik individual dari orang yang mampu belajar mandiri. Individu yang memiliki kemandirian adalah individu yang bebas dari tekanan baik eksternal maupun internal, memiliki sekumpulan nilai-nilai dan kepercayaan pribadi yang memberikan konsistensi dalam kehidupannya. Hal ini berarti orang tersebut mampu membuat rencana atau tujuan hidup, bebas dalam membuat pilihan, menggunakan kapasitas dirinya untuk refleksi secara rasional, mempunyai kekuatan kemauan, berdisiplin diri dan melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mandiri. b. Manajemen diri dalam belajar (self-management in learning) Dimensi manajemen diri menjelaskan adanya kemauan dan kapasitas dalam diri seseorang untuk mengelola dirinya. Kapasitas tersebut ditunjukkan dengan adanya keterampilan atau kompetensi dalam diri orang yang mandiri. c. Meraih kebebasan untuk belajar (the independent pursuit of learning) Dimensi meraih kebebasan dalam belajar menggambarkan tentang adanya kebutuhan individu untuk memperoleh kesempatan belajar. Dimensi ini menjelaskan bahwa orang dewasa memiliki kebutuhan untuk meningkatkan diri melalui belajar berbagai hal dalam kehidupan.
Universitas Sumatera Utara
d. Kendali / penguasaan pebelajar terhadap pembelajaran (learner-control of instruction). Dimensi kontrol pebelajar terhadap pembelajaran, menjelaskan tentang peran siswa pada situasi belajar formal yang melibatkan cara mengorganisasi tujuan pembelajaran. Penjelasan dimensi ini dihubungkan dengan hal-hal yang dianggap menjadi porsi pengawasan guru, yaitu pengorganisasian tujuan belajar, materi belajar, kecepatan belajar, langkah-langkah belajar, metodologi belajar serta evaluasi belajar.
5. Tujuan dari kemandirian belajar Menurut Baumgartner (2003), ada 3 tujuan utama dari belajar secara mandiri. Tujuan tersebut terdiri dari ; a. Meningkatkan kemampuan dari pelajar untuk menjadi siswa yang dapat belajar secara mandiri b. Mengembangkan system belajar tranformasional sebagai komponen utama dalam kemandirian belajar c. Mengarahkan pembelajaran emansipatoris dan perilaku sosial sebagai bagian intergral dari kemandirian belajar
6. Bentuk dari kemandirian belajar Menurut Valente (2005), ada tiga bentuk kemandirian belajar. Bentuk – bentuk kemandirian belajar adalah : a. Linear
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap ini, menurut Tough dan Knowles (1971), siswa belajar dengan membuat tahap – tahap untuk meraih tujuan dari pembelajaran secara mandiri. Pelajar memilih apa yang akan mereka pelajari, dimana mereka akan belajar dan bagaimana proses pembelajaran akan terjadi. Tahap pertama adalah memutuskan pengetahuan dan ketrampilan yang akan dipelajari, dan memutuskan aktifitas spesifik, metode, sumber, atau peralatan yang akan digunakan dalam belajar. Setelah keputusan pertama dilakukan, pelajar memutuskan dimana mereka akan melakukan proses pembelajaran, mengatur waktu dan target, dan bagaimana memulai belajar. Ketika proses pembelajaran dimulai, pelajar berhati – hati dalam menganalisis proses untuk melihat faktor – faktor seperti mengadaptasi ruangan untuk pembelajaran yang efektif, tahap penyesuain juga penting dan melihat sumber yang dibutuhkan untuk belajar. Menurut Knowles (1975), karakteristik dari proses kemandirian belajar dapat dilihat dari enam tahap seperti mengatur tempat atau lingkungan, mendiagnosa kebutuhan dalam belajar, melihat tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber materi untuk belajar, memilih dan mengimplementasikan strategi belajar dan mengevaluasi hasil belajar. b. Interaktif Di dalam bentuk interaktif, terdapat beberapa faktor pembentuk seperti kesempatan dalam menemukan lingkungan yang tepat, karakteristik kepribadian dari pelajar, proses kognitif, dan kontek belajar seperti interaksi kolektif dalam membentuk kemandirian belajar. c. Instruksional
Universitas Sumatera Utara
Adanya instruktor dari lingkungan formal digunakan dalam model kemandirian belajar ini yang berarti mengintegrasikan metode kemandirian belajar ke dalam program dan aktifitas – aktifitas. Pada model ini, terdapat kontrol pembelajaran dan adanya kemandirian dalam lingkungan formal.
7. Karakteristik kemandirian belajar Menurut Brockett & Hiemstra, (1991); Candy, (1991); Gibbons, (2002), beberapa karakteristik yang dihubungkan dengan kemandirian belajar pada siswa adalah: a. Independence Siswa yang belajar secara mandiri bertanggung jawab secara mandiri terhadap analisa,
rencana,
pelaksanaan
dan
mengevaluasi
sendiri
aktivitas
pembelajarannya. b. Self Management Siswa yang belajar secara mandiri dapat mengidentifikasikan apa yang mereka butuhkan selama proses pembelajaran, mengatur tujuan belajar, mengontrol waktu mereka sendiri dan berusaha untuk belajar dan membuat ataupun mengatur feedback dari pekerjaan mereka. c. Desire for learning Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengetahuan, siswa yang belajar secara mandiri harus memiliki motivasi yang kuat.
Universitas Sumatera Utara
d. Problem-solving. Untuk mencapai hasil belajar yang terbaik, pelajar menggunakan sumber pembelajaran dari lingkungan eksternal dan menggunakan strategi belajar yang memungkinkan yang terjadi selama proses pembelajaran
8. Faktor – faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar Menurut Meichenbaum Biemiller, (1998), ada 2 kondisi yang menentukan dalam pembentukan kemandirian belajar pada siswa, yaitu : a. Sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa seperti orang tua, pelatih, anggota keluarga dan guru.
Orang dewasa ini dapat
mengkomunikasikan nilai kemandirian belajar dengan modelling, memberikan arah dan mengatur perilaku yang akan dimunculkan. b. Sumber yang kedua adalah mempunyai kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan selalu diatur secara langsung oleh orang tua dan guru tidak dapat membangun ketrampilannya untuk dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang mereka punya. Sedangkan menurut Cross (1977) ada beberapa faktor yang menghalangi aktifitas pengorganisasian belajar atau kemandirian belajar. Hal itu terdiri dari : a. Faktor situasional Faktor situasional yang dapat menghalangi belajar secara mandiri adalah situasi lingkungan yang terjadi, seperti kurangnya waktu dalam tanggung jawab di rumah, masalah transportasi, kurangnya kepedulian terhadap anak. b. Faktor Dispositional
Universitas Sumatera Utara
Faktor dispositional seperti kurangnya kepercayaan diri, perasaan bosan dengan belajar. c. Faktor Institusional. Faktor institusional yang dapat menghalangi seperti jadwal yang tidak nyaman, lokasi yang membatasi siswa. Menurut Basri (1994:54) kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri (faktor endogen) Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar dari ayah dan ibu mungkin akan didapatkan didalam diri seseorang, seperti bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya, serta jenis kelamin. b. Faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor eksogen). Faktor eksogen (eksternal) adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan dengan faktor lingkungan. Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian, termasuk pula dalam hal kemandiriannya.
Universitas Sumatera Utara
B. Dukungan Sosial 1. Pengertian dukungan sosial Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Gottlieb (1983) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (1983) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Rice (1987) mengartikan dukungan sosial sebagai bantuan yang diberikan oleh pasangan (suami/istri), orang tua dan teman-teman. Sedangkan menurut Sarafino (2002), dukungan sosial adalah berbagai macam dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan pernghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari kelompok. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Baron & Byrne (2000), bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman
dan
keluarga
individu
tersebut.
Cobb
(dalam
Sarafino,
1998)
mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya kenyamanan, perhatian,
Universitas Sumatera Utara
penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. Menurut Ordford (1992) dukungan sosial adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada orang tersebut. DiMatteo (1991) juga menyatakan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman sekerja dan orang-orang lainnya. Pendapat lain dikemukakan oleh Johnson & Johnson (dalam Farhati & Rosyid, 1996) yang menyatakan dukungan sosial sebagai keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan. Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah bantuan atau dukungan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar individu yang mampu membuat individu merasa nyaman, baik secara fisik maupun psikologis sebagai bukti bahwa mereka diperhatikan dan dicintai.
2. Aspek – aspek dukungan sosial Aspek-aspek dukungan sosial menurut Sarafino (1998) adalah sebagai berikut: a. Dukungan penghargaan Dukungan ini dapat berupa penghargaan positif kepada orang lain, mendorong dan memberikan persetujuan atas ide-ide individu atau perasaannya, memberikan semangat, dan membandingkan orang tersebut secara positif. Individu memiliki seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah
Universitas Sumatera Utara
mereka. Menurut Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) dukungan ini ditandai dengan pernyataan terhadap individu bahwa dia dihargai dan diterima apa adanya. b. Dukungan emosional Dukungan emosional merupakan dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga kedaan emosi, afeksi atau ekspresi. Dukungan ini meliputi ekspresi empati, kepedulian, dan perhatian pada individu, memberikan rasa nyaman, memiliki dan perasaan dicintai. Menurut Tolsdorf (dalam Orford, 1992) tipe dukungan ini lebih mengacu pada pemberian semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi. Selain itu dukungan ini melibatkan perhatian, rasa percaya dan empati sehingga individu merasa berharga.
Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang
dianggap tidak dapat dikontrol. c. Dukungan istrumental Dukungan ini merupakan pemberian sesuatu berupa bantuan nyata (tangible aid) atau dukungan alat (instrumental aid). Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi banyak aktivitas seperti menyediakan bantuan dalam pekerjaan rumah tangga, menjaga anak-anak, meminjamkan atau mendermakan uang, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, membantu menyelesaikan tugas-tugas, menyediakan benda-benda seperti perabot, alat-alat kerja dan buku-buku Dukungan ini sangat diperlukan dalam menghadapi keadaan yang dianggap dapat dikontrol.
Universitas Sumatera Utara
d. Dukungan informasi Dukungan informasi berarti memberi solusi pada suatu masalah (House dalam Orford, 1992). Dukungan ini diberikan dengan cara menyediakan informasi, memberikan saran secara langsung, atau umpan balik tentang kondisi individu dan apa yang harus ia lakukan. Dukungan ini dapat membantu individu dalam mengenali masalah yang sebenarnya. Dukungan informasi antara lain memberikan solusi terhadap suatu masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau feedback mengenai apa yang telah dilakukan seseorang. e. Dukungan jaringan Merupakan perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Menurut Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama dengan orang lain dalam aktivitas rekreasional di waktu senggang. serta Dukungan ini juga dapat diberikan dalam bentuk menemani seseorang beristirahat atau rekreasi. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain, membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif.
3. Sumber-sumber dukungan sosial Kahn & Antonucci (dalam Ordford, 1992) menyatakan bahwa seorang individu dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mendukung atau menyertai individu tersebut sepanjang masa hidupnya, dimana orang-orang tersebut dapat datang dan pergi seiring dengan berjalannya waktu. Dan peran anggota yang pergi
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat digantikan oleh orang lain. Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992) membagi sumber-sumber dukungan sosial menjadi tiga kategori yaitu : a. Sumber dukungan sosial yang stabil sepanjang waktu perannya, yaitu yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang menyertai dan mendukung individu tersebut. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami/isteri) atau teman dekat. b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai sepanjang waktu. Misalnya teman kerja, tetangga, sanak kelaurga dan teman sepergaulan. c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber dukungan ini misalnya tenaga ahli/ professional dan keluarga jauh dan sesama pekerja. Menurut Canavan dan Dolan (2000), dukungan sosial dapat diaplikasikan ke dalam lingkungan keluarga, seperti orang tua.
4. Dukungan sosial keluarga Dukungan sosial keluarga adalah dukungan atau aktifitas yang memberikan penguatan positif pada jaringan sosial informal di dalam suatu strategi atau bentuk yang terintegrasi. Strategi itu adalah kombinasi dari hal yang tidak melanggar undang – undang, sukarela, ada komunitas dan bentuk dukungan yang terdapat di dalam komunitas rumah. Fokus di dalam dukungan sosial keluarga ini adalah melindungi kesehatan, kesejahteraan, hak – hak individu di dalam keluarga, serta menjamin anak agar mendapatkan proses pendidikan yang baik.
Fokus dari
Universitas Sumatera Utara
dukungan keluarga adalah mendukung kehidupan anak baik dalam bidang sosial, psikologis, perkembangan pendidikan (Gilligan, 1995). Menurut Audit Commission (dalam Canavan & Dolan, 2000), dukungan keluarga adalah segala macam aktifitas maupun fasilitas yang diterima dari komunitas grup atau individu lain, dimana di dalamnya terdapat arahan dan dukungan orangtua untuk meningkatkan pengembangan anak.
Dukungan
keluarga dapat meningkatkan perkembangan keamanan yaitu dengan mengurangi sumber stres pada anak di dalam kehidupan keluarga, meningkatkan sikap kompetensi, dan merupakan penghubung dengan lingkungan luar yang disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Menurut Cutrona (2000), dukungan sosial di dalam keluarga dapat dibagi menjadi beberapa hal, sebagai berikut : a. Concrete Support Berhubungan dengan perilaku praktik atau nyata untuk membantu individu. b. Emotional Support Terdiri dari empaty, mendengarkan dan ada ketika dibutuhkan oleh seseorang (Cutrona, 2000). c. Advice Support Dukungan ini penting di dalam keluarga agar memberikan rasa kenyamanan dan ketentraman. Dukungan ini berupa pemberian saran kepada individu.
Universitas Sumatera Utara
d. Esteem Support Dukungan ini berupa dukungan yang dapat meningkatkan harga diri seseorang. Bagi keluarga, dukungan ini merupakan fondasi di dalam sistem personal (Burleson, 1999). Menurut Gilligan (1995) kualitas dukungan sosial di dalam keluarga dapat dibagi menjadi : a. Closeness Dukungan di dalam keluarga dan orang lain, dimana seseorang mendukung orang lain, bersikap responsif kepada individu lain. b. Reciprocity Merupakan perilaku dimana bantuan yang diberikan kepada orang lain bersifat reciprocity. Perilaku ini terjadi secara otomatis di dalam keluarga, dimana dukungan terjadi ketika dibutuhkan oleh seseorang. c. Durability Berhubungan dengan tingkat atau waktu seberapa sering individu mendukung. Menurut Gilligan (1995), sumber dukungan kelurga (family support) dapat dibagi menjadi : a. Parent support Merupakan dukungan yang berasal dari orangtua. Dukungan orangtua ini merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan remaja. Menurut Wills dan Clearly (1996) menyatakan bahwa dukungan orangtua tidak hanya mencegah atau mengurangi stres remaja, tetapi juga dapat meningkatkan efek
Universitas Sumatera Utara
dari faktor – faktor protektif yang membangun seperti akademis, kompetensi dan coping behaviour. b. Sibling support Dukungan dari saudara juga merupakan hal yang penting. Di dalam keluarga, anggota – anggota keluarga haruslah saling mendukung. Prinsip penting dari dukungan keluarga adalah harus dapat meningkatkan pengidentifikasian
dari
sumber
dalam
lingkungan
dengan
memberikan
kesempatan bagi anak yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Jadi pendidikan orang dewasa, perkembangan komunitas, pekerjaan, memegang peranan penting dalam membangun hubungan yang kuat di antara orangtua dan anak (Canavan & Dolan, 2000).
5. Dukungan sosial orangtua Menurut Santrock (2003), dukungan orangtua merupakan dukungan dimana orangtua
memberikan kesempatan pada anak agar dapat mengembangkan
kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Dengan demikian anak akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orangtua menjadi mandiri. Sedangkan menurut Amstrong (1981) orangtua hendaknya memberi dukungan positif dan menghargai anak, serta memelihara dan tidak memberi rangsangan palsu bagi putra-putri mereka. Dengan adanya perhatian dan dukungan dari orangtua, anak akan lebih giat dan lebih bersemangat dalam belajar karena ia tahu
Universitas Sumatera Utara
bahwa bukan dirinya sendiri saja yang berkeinginan untuk maju, akan tetapi orangtuanya pun demikian. Totalitas sikap orangtua dalam memperhatikan segala aktivitas anak selama menjalani rutinitasnya sebagai pelajar sangat diperlukan agar si anak mudah dalam mentransfer ilmu selama menjalani proses belajar (dalam Orang Tua sebagai Sahabat Remaja, 2002). Sikap dukungan sosial yang dapat diberikan orang tua yang dapat mendorong perkembangan intelektual anak dalam berprilaku mandiri adalah sikap responsif, interaktif terhadap anak, dan pemberian perhatian atau dukungan kepada anak serta tersedianya lingkungan rumah yang kondusif untuk belajar anak. Selain itu orang tua juga dapat menggunakan bahasa dan cara mengajar yang baik, sehingga dapat mendorong kemandirian dan kreativitas anak. Hasilnya anak akan menunjukkan hasrat ingin tahu, kreatif, mengeksplorasi situasi baru yang berkaitan dengan pendidikan (Stewart dan Koch, 1983). Bentuk dukungan sosial orangtua terhadap anak dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut (dalam Orangtua sebagai sahabat remaja, 2002) : a. Pemberian bimbingan dan nasihat b. Pengawasan terhadap belajar c. Pemberian motivasi dan penghargaan d. Pemenuhan kebutuhan belajar Sedangkan menurut Ihsan (1996), tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak dapat dibagi menjadi sebagai berikut : :
Universitas Sumatera Utara
a. Memelihara dan membesarkan anak Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan agar anak dapat hidup secara berkelanjutan. b. Melindungi dan menjamin kesehatannya baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang membahayakan dirinya. c. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi hidupnya. d. Membahagiakan anak untuk hidup di dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim. Grolnick, Ryan (1989), membagi sikap orangtua yang berhubungan dengan pendidikan menjadi 2 hal, yaitu : a. Autonomy support Derajat dimana orangtua memberikan nilai (menghargai anak) dan menggunakan teknik dimana orangtua mendorong anak agar menyelesaikan masalah secara mandiri, memilih suatu hal, dan berpartisipasi dalam membuat keputusan, tidak memaksa anak dalam membuat suatu keputusan, dan meningkatkan motivasi berprestasi anak. b. Structure support Merupakan kebalikan dari autonomy support. Yaitu kecenderungan dimana orangtua memiliki arahan yang konsisten, harapan, dan peranan atau aturan bagi perilaku anak.
Universitas Sumatera Utara
Gunarsa (1981) menyatakan bahwa keluarga memegang peranan penting bagi perkembangan remaja. Hal itu karena beberapa hal, yaitu : a. Keluarga dapat memenuhi kebutuhan remaja dalam hal keakraban dan kehangatan, yang memang diperlukan bagi remaja b. Keluarga dapat memupuk kepercayaan diri anak dan perasaan aman untuk dapat berpikir dan bertindak mandiri dan juga untuk dapat bergaul dengan orang lain.
6. Fungsi keluarga Bila ditinjau berdasarkan Peraturan Pemerintah RI. no 21 tahun 1994 mengenai penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera, telah dirumuskan delapan fungsi keluarga sebagai jembatan menuju terbentuknya sumberdaya pembangunan yang handal dengan ketahanan keluarga yang kuat dan mandiri, yaitu: a. Fungsi Keagamaan Dalam keluarga dan anggotanya fungsi ini perlu didorong dan dikembangkan agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan agamis yang penuh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Fungsi Sosial Budaya Fungsi ini memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan, sehingga dalam hal ini diharapkan ayah dan ibu untuk dapat
Universitas Sumatera Utara
mengajarkan dan meneruskan tradisi, kebudayaan dan sistem nilai moral kepada anaknya. c. Fungsi Cinta kasih Hal ini berguna untuk memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orangtua dengan anaknya serta hubungan kekerabatan antar generasi, sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. Cinta menjadi pengarah dari perbuatan-perbuatan dan sikap-sikap yang bijaksana. d. Fungsi Melindungi Fungsi ini dimaksudkan untuk menambahkan rasa aman dan kehangatan pada setiap anggota keluarga. e. Fungsi Reproduksi Fungsi yang merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan takwa. f. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan Fungsi yang memberikan peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa yang akan datang. g. Fungsi Ekonomi Sebagai unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga. h. Fungsi Pembinaan Lingkungan
Universitas Sumatera Utara
Memberikan kepada setiap keluarga kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis. Selain itu menurut Gerald (1983), keluarga menyediakan 3 fungsi dasar sebelum, selama dan setelah masa remaja. 3 fungsi ini tidak sepenuhnya dapat digantikan oleh peer groups / struktur sosial yang lain sepanjang hidup. 3 fungsi tersebut adalah: a. Keluarga menyediakan sense of cohesion Kohesi atau ikatan emosi membuat kondisi untuk mengidentifikasi kelompok dasar yang utama dan meningkat secara emosional, intelektual dan kedekatan fisik b. Keluarga menyediakan model kemampuan adaptasi. Keluarga mengilustrasikan melalui fungsi dasar bagaimana sebuah struktur kekuatan dapat berubah, bgaimana peran hubungan dapat berkembang dan begaimana peraturan hubungan dapat terbentuk. Remaja yang memiliki pengalaman tipe keluarga yang rigid (rendah tingkat adaptasinya) cenderung terinternalisasi gaya interaksi yang rigid. Keseimbangan penting untuk fungsi ini, hal yang sama juga dengan kohesi. c. Keluarga menyediakan sebuah jaringan komunikasi Melalui pengalaman dimana individu belajar seni dari pembicaraan, interaksi, mendengarkan dan negosiasi.
Universitas Sumatera Utara
7. Persepsi Anak terhadap Dukungan Orangtua Menurut Wilson (2000), persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses informasi tersebut. Sedangkan menurut Maramis (1998) persepsi adalah suatu proses dimana seseorang memahami informasi
tentang
lingkungan
baik
melalui
penglihatan,
pendengaran,
penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasinya. Adapun dukungan keluarga menurut Friedman (1998) adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap klien. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Salah satu sumber dukungan keluarga adalah dukungan orangtua. Jadi persepsi anak terhadap dukungan orangtua adalah interpretasi anak terhadap kualitas antara hubungannya dengan orangtua. Menurut Santrock (2003) persepsi anak mengenai profil orang tua yang ideal adalah gambaran sosok orang tua yang baik dalam pandangan anak, diantaranya bersikap pengertian, adil, jujur, toleransi, perhatian, pengertian, dan menghargai.
C. Siswa SMA Siswa SMA umumnya berada pada rentang usia 15 – 16 tahun sampai dengan 18 – 19 tahun. Peserta didik SMA dapat dikatakan belum meninggalkan masa remaja awal mereka dengan berbagai masalahnya. Dengan demikian dapat
Universitas Sumatera Utara
dikatakan bahwa baru setelah tamat SMA individu mengalami kematangan fisik, psikis dan sosial, sehingga pada masa ini individu cenderung mengalami berbagai masalah terkait dengan tuntutan lingkungan, diri sendirii, maupun hal – hal yang terkait dengan dunia pendidikan, keterbatasan kemampuan yg dimiliki siswa untuk mengatasi berbagai masalah yg dihadapinya serta berbagai aturan yg harus dipatuhi oleh siswa (Ahmadi dan Rohani, 1991). Siswa SMA adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah atas. Peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Siswa memasuki tahap awal dari perkembangan remaja (Erickson, 1999). Siswa adalah subjek atau pribadi yang unik sehingga perlu adanya peraturan program belajar yang selaras dengan kemampuan dasar sikap siswa (Samana, 1992).
D. Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua Terhadap Kemandirian Belajar pada Siswa Sekolah Menengah Atas Kemandirian belajar merupakan hal yang dibutuhkan bagi siswa – siswa sekolah menengah atas sebagai persiapan mereka untuk memasuki universitas. Selain itu seiring dengan perkembang ilmu pengetahuan dan teknologi, para siswa dituntut untuk dapat menerapkan kemandirian belajar (Gibbons, 2002). Menurut Meichenbaum (1998), ada 2 kondisi yang menentukan dalam pembentukan kemandirian belajar pada siswa. Pertama adalah sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa seperti orangtua, pelatih, anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat mengkomunikasikan nilai kemandirian
Universitas Sumatera Utara
belajar dengan modelling, memberikan arah dan mengatur perilaku yang akan dimunculkan. Sumber yang kedua adalah mempunyai kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan selalu diatur secara langsung oleh orangtua dan guru tidak dapat membangun ketrampilannya untuk dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang mereka punya. Penelitian (Swan & Shea, 2005; Garton, Haythornthwaite, & Wellman, 1997; Haythornthwaite, 1996; Haythornthwaite, 1998) menyatakan bahwa salah satu komponen penting yang berpengaruh terhadap kemandirian belajar adalah perkembangan komunitas tempat siswa belajar dan berkembang. Komunitas tempat siswa berkembang ini terdiri dari lingkungan ataupun komunitas di sekitar siswa baik itu lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah. Proses pembelajaran remaja dipengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitar remaja tersebut (Massey, 1979 ; Schooler, 1990 ; Bandura, 1986 ; and Rodin, 1990). Lingkungan sosial yang dimaksud adalah lingkungan rumah dan sekolah. Senada dengan hal yang di atas, Corey Brouse (2007) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan penting dalam proses pembelajaran anak, karena iklim psikologis yang lebih baik akan mengarahkan pada perubahan yang lebih baik pada siswa. Anak dimana orangtuanya memberikan dukungan sosial seperti dengan memberikan kesempatan pada siswa agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya akan menjadi anak yang termotivasi dalam proses belajarnya. Dan
Universitas Sumatera Utara
motivasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam meningkatkan kemandirian belajar (Santrock, 2003). Hubungan antara dukungan sosial orangtua terhadap kemandirian belajar siswa juga dapat dilihat dari karakteristik kemandirian belajar yang digambarkan oleh Heimstra (1998) yang dapat dilihat dari bagan di bawah ini :
Karakteristik dari proses belajar mengajar
Tanggung jawab Personal
Belajar Mandiri
Karakteristik dari siswa
Pelajar yang mandiri Kemandirian Belajar FAKTOR DI DALAM KONTEKS SOSIAL
Gambar 1: Model Personal Responsibility Orientation (PRO) (Sumber: Roger Hiemstra:1998:25) Belajar Mandiri (Self-directed learning) yang ada di sisi sebelah kiri dari model, mengacu pada karakteristik proses belajar mengajar, atau dikenal sebagai faktor eksternal dari si siswa. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan tempat belajar siswa, baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan di dalam keluarga. Di sini mengacu pada bagaimana proses pembelajaran itu dilaksanakan. Siswa mandiri (LearnerSelf-Direction) yang ada di sebelah kanan dari model, mengacu pada individu yang melakukan kegiatan belajar. Termasuk di dalamnya yaitu karakteristik kepribadian siswa, motivasi siswa atau sering disebut dengan faktor internal dari individu yang bersangkutan. Dalam menciptakan karakteristik
Universitas Sumatera Utara
kepribadian yang baik dan menumbuhkan motivasi anak, peranan orangtua merupakan hal yang sangatlah penting. Jika kedua hal tersebut (Self-directed learning dan Learner Self-Direction) dapat tercipta dalam proses pembelajaran, maka individu dapat memiliki kemandirian dalam belajar (self-direction in learning). Hal itu dipengaruhi juga oleh konteks sosial dimana siswa berada. Konteks sosial yang dimaksud adalah lingkungan sekitar siswa baik keluarga ataupun sekolah yang dapat mendukung perkembangan fisik dan psikis siswa yang nantinya berdampak pada kemandirian belajar. Selain itu menurut Redding (1997), kerangka yang dilakukan untuk dapat mengembangkan kemandirian belajar, adalah : a. Process of aging (atau perkembangan, aspek – aspek yang berhubungan dengan pertumbuhan ataupun perkembangan baik secara biologis, psikologis dan sosial). Perkembangan anak dipengaruhi oleh proses – proses yang terjadi di sepanjang terjadinya pertumbuhan. Proses – proses tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan pertama tempat anak lahir. b. Age, berhubungan dengan struktur sosial dan perubahan sosial. Umur memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembentukan kemandirian belajar siswa. Yang termasuk dalam hal ini adalah peranan (pekerjaan, peranan, peran politik) yang dihubungkan dengan pengharapan, fasilitas dan hadiah maupun hukuman. Kedua, nilai – nilai yang dihubungkan dalam struktur (standard yang baik, buruk, benar atau salah), dan yang ketiga adalah individu – individu yang berhubungan dengan kondisi atau struktur ini. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Gueglielmino, Mazmanian, Hoban dan Pololi, 2002, umur mempunyai hubungan yang positif dengan kesiapan kemandirian belajar pada siswa. c. Lingkage, mekanisme yang berhubungan dengan proses pertambahan umur dengan perubahan struktur sosial. Mekanisme – mekanisme tersebut adalah psychological (seperti coping, self esteem, kontrol personal) ; biological (perubahan system fisiologis yang memiliki hubungan langsung dengan proses pertambahan umur) dan sosial (hubungan yang bersifat suportif, saling mendukung, kesempatan). Bila orang tua selalu mendukung hal positif yang dilakukan anak dalam proses belajarnya, maka anak akan menjadi percaya diri dan termotivasi dalam belajar (Monks, 1998).
E. Hipotesis Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan positif antara dukungan sosial orang tua dengan kemandirian belajar pada siswa tingkat Sekolah Menengah Umum. Semakin tinggi dukungan sosial orang tua yang diberikan maka akan semakin tinggi tingkat kemandirian belajar pada siswa. Dan sebaliknya semakin rendah dukungan sosial orangtua yang diberikan maka akan semakin rendah tingkat kemandirian belajar pada siswa.
Universitas Sumatera Utara