BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dibahas mengenai landasan teoritis yang akan mendukung tulisan ini. Dalam budaya orang Timor, corak buaya menduduki tempat yang cukup penting, karena corak buaya tidak hanya muncul dalam kain tenun ikat orang Timor, tetapi juga muncul dalam berbagai lukisan-lukisan, seperti tempat siri (oko mama) dan tempat kapur (tiba).1 Selain itu, jika kita mengelilingi kota SoE, kita akan melihat, bahwa di depan setiap bangunan kantor atau instansi, figur buaya juga tampak begitu jelas dalam lukisan-lukisan. Apakah hal seperti ini, hanya karya seni bagi orang Timor atau mencerminkan keyakinan religius? Emile Durkheim dalam bukunya The Elementary Forms Of The Religious Life mengatakan bahwa hal seperti ini berkaitan dengan totem. Oleh karena itu, mari kita pahami apa itu totem dalam pandangan para sosiolog. A. TOTEMISME Istilah totemisme berasal dari kata Ojibwa (suku Algonkin dari Amerika Utara), ditulis secara beragam totem, tatam, dodain. Totemisme merupakan fenomena yang menunjuk kepada hubungan organisasional khusus antara suatu suku bangsa dan suatu spesies tertentu dalam wilayah binatang atau tetumbuhan. 2 Totemisme merupakan fenomena yang sangat beraneka ragam. Hal ini dapat dilukiskan sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktik yang mewujudkan gagasan tertentu dari suatu hubungan “mistik” atau ritual antara anggota-anggota kelompok sosial dan suatu jenis binatang ataupun tumbuhan. Fenomena tersebut mengandung perintah-perintah yang dijunjung tinggi, seperti larangan membunuh binatang totem atau mengganggu tanaman
1 2
Eben Nuban Timo, Sidik Jari Allah Dalam Budaya,(Maumere:Ledalero, 2005),139. Mariasusai Dhavamoni, Fenomenologi Agama,(Yokyakarta:Kanisius,1995), 74.
1
totem. Para anggota dari kelompok sosial itu juga percaya, bahwa mereka diturunkan dari satu leluhur totem yang mistis, atau bahwa mereka dan para anggota dari totem sejenis merupakan “saudara.” Mereka menggunakan totem sebagai simbol kelompok dan menganggapnya sebagai pelindung kelompok secara keseluruhan.3 Emile Durkheim berpendapat bahwa, totem merupakan sesuatu yang dinamakan sebagai sebuah nama dan simbol (tumbuhan, hewan bahkan benda) yang disakralkan, sehingga totem tersebut dikhususkan dan dibuat dalam aturan-aturan khusus atau sebagai larangan-larangan yang tujuannya menjaga kesakralan. Totemisme tersebut dilaksanakan dalam masyarakat dan dalam kebudayaan, khususnya dalam masyarakat primitif. 4 Totem sebagai Nama dan lambang Menurut Durkheim, di dalam totemik ada hal-hal riil yang dijadikan sebagai objek ritus, karena hubungan seseorang ataupun suku tertentu dengan binatang totem. Hal-hal rill yang dimaksudkan di sini, tentu saja adalah ciptaan-ciptaan yang menyerupai spesies totemik, karena desain-desain yang mempresentasikan totem dapat membangkitkan perasaan religius,5 hal-hal yang biasanya dipresentasikan adalah binatang atau tumbuhan. 6 Dalam suku-suku Australia, kita akan mendapati satu kelompok yang menduduki tempat istimewa dalam kehidupan kolektif: kelompok tersebut adalah marga. Ciri utama yang menjadi karakter marga adalah individu-individu yang menjadi anggotanya merasa terikat oleh hubungan kekeluargaan, tapi ikatan ini sangat khas. Hubungan kekeluargaan ini bukan lahir karena mereka memiliki hubungan darah yang jelas dan baku, tapi mereka ini satu ikatan hanya karena memakai nama yang sama. Hubungan-hubungan ini bukan bapak, ibu,
3
Ibid.,74. Emile Durkheim. Sejarah Life,(Yogyakarta:IRCiSoD, 2011),178. 5 Ibid, 191. 6 Ibid,.. 4
Agama,
The
Elementary
Forms
OF
The
Religius
2
putera atau putri, paman atau bibi seperti dalam pengertian kita saat ini, akan tetapi mereka menganggap diri mereka membentuk satu keluarga, besar atau kecil keluarga ini tergantung pada ukuran marga.7 Yang membedakan marga masyarakat Australia adalah nama yang dipakai adalah nama dari benda-benda tertentu yang dianggap memiliki hubungan khusus. Spesies benda-benda yang dipakai dalam nama marga secara kolektif itulah yang menjadi totem marga tersebut. Totem marga juga menjadi totem setiap anggotanya.8 Totem bukanlah hanya sekedar nama, dia juga merupakan lambang.9 Organisasi masyarakat Australia memperlihatkan totemnya, bahwa totem pertama-tama merupakan tanda pengenal sebuah kelompok. Totem pada dasarnya adalah sebuah desain yang berhubungan dengan lambang yang menjadi panji-panji sebuah bangsa beradab, dan setiap orang berhak memakainya sebagai identitas keluarganya. Hal ini ditunjukan oleh etimologi kata tersebut yang berasal dari kata dodain, yang berarti kampung atau tempat tinggal kelompok keluarga.10 Para bangsawan zaman feodal memahat, melukiskan, dan dalam setiap kesempatan, menggambarkan lencana-lencana mereka di dinding-dinding istana, senjata dan segala macam benda lain yang mereka miliki. Orang kulit hitam Australia dan orang Indian Amerika Utara melakukan hal yang sama dengan totem mereka. Emile Durkheim, di dalam bukunya mengutip tulisan Samuel Hearne, yang menuliskan bahwa orang Indian menggambarkan totem mereka di atas perisai-perisai mereka sebelum pergi ke medan tempur. Durkheim, juga mengutip pendapat Charlevoi yang menekankan bahwa dalam keadaan perang, beberapa suku Indian memiliki panji-panji yang terbuat dari potongan kulit kayu yang diikat pada lubang di mana totem dianggap menampakan diri. Di antara suku Tlingit, ketika terjadi
7
Ibid., 154. Ibid., 155. 9 Ibid., 170. 10 Ibid,.
8
3
perseteruan antara dua marga, marga yang menang dari dua kelompok yang bermusuhan ini memakai tutup kepala yang dilukisi gambar totem mereka. Dalam masyarakat Wyandot, setiap marga memiliki ornamen dan gaya lukisan masing-masing. Dalam suku Omaha dan Sioux totem dilukiskan pada tenda mereka.11 Bukti-bukti yang cukup banyak ini mengindikasikan pentingnya posisi totem dalam kehidupan sosial masyarakat primitif.12 Binatang dan Manusia Totemik Menurut Emile Durkheim, analisa mengenai agama harus dimulai dengan pengakuan dengan adanya ketergantungan antara masyarakat dengan agama. Dia pun memilih untuk mempelajari agama dalam masyarakat khususnya masyarakat primitif, karena dia merasa bahwa adanya saling ketergantungan ini, akan menjadi lebih nyata dibandingkan dengan masyarakat modern. Masyarakat primitif, mengenal beberapa bentuk kepercayaan yaitu totemisme, fetisisme, sihir, animisme, dan dinamisme. Kepercayaan yang paling mendasar dari semua kepercayaan yang ada yaitu kepercayaan totemisme.13 Dalam kebudayaan masyarakat primitif, organisasi sosial dan aspek religi merupakan kesatuan yang unik. Totemisme merupakan satu di antara kelompok yang umum dalam masyarakat primitif. Ditemukan di Amerika utara, Afrika ,India, Australia dan beberapa pulau Melanesia, kata Totem baru muncul dalam etnografi menjelang akhir abad ke 18. Pertama kali kata ini muncul dalam buku penafsir Indian, J. Long, yang diterbitkan di London tahun1971.14 McLenan adalah orang pertama yang menghubungkan totemisme dengan sejarah manusia. Dia menunjukan bahwa totemisme adalah sebuah kemajemukan
11
Ibid., 170-171. Ibid,. 13 Ibid., 70. 14 Ibid., 136.
12
4
kepercayaan, bahkan dia lebih menekankan bahwa totem adalah bentuk pemujaan dan penyembahan kepada binatang dan tumbuhan yang bisa dilihat dalam masyarakat primitif. 15 Semua masyarakat primitif memperlihatkan satu kebiasaan, yaitu masyarakat mengelompokkan semua hal yang diketahui oleh sifat manusia dalam dua kelompok yaitu profan dan sakral. Hal yang sakral yaitu hal-hal yang tersisih, terlarang dan tindakan yang menyatukan semua orang yang meyakini hal-hal tersebut, sedangkan Profan sebagai tempat larangan-larangan itu diterapkan dan harus tetap dibiarkan berjarak dari hal-hal yang sakral. Untuk meneliti lebih dalam mengenai yang sakral dalam kehidupan sehari-hari masyarakat primitif maka Durkheim mengadakan penelitian tentang totemisme pada masyarakat asli Aborigin Australia. 16 Emile Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat primitif berada dalam kultus marga dan kultus itu ialah totemisme. Maksudnya ialah totemisme dan marga merupakan dua bagian yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Dewa marga yaitu marga itu sendiri, sehingga pemujaan terhadap totem ialah bentuk kesetiaan kepada marga.17 Totemisme ada dalam masyarakat yang paling sederhana.18 Totemisme adalah dewa yang bersifat kemanusiaan yang menetap dibumi dalam bentuk benda-benda yang tak terbatas jumlahnya. Totem ada dalam bentuk binatang, tumbuhan yang merupakan bentuk materil yang dibelakangnya terdapat khayalan yang menggambarkan zat bukan materil (dewa) ini. Jadi, pada dasarnya totem merupakan simbol dewa dalam klan. Setiap anggota klan yang memiliki kesamaan simbol totem akan menunjukan sikap dan rasa ketergantungan antara satu dengan lainnya, serta ada di dalam kelompok secara umum. 19
15
Ibid., 137. Ibid 136. 17 Ibid., 10. 18 Ibid,. 19 Ibid., 281. 16
5
Totemisme ada dalam masyarakat primitif, yang bersifat objektif. Dalam hal ini, ada tiga karakter utama totemisme yaitu diwariskan dari generasi sebelumnya, pada segala kondisi dalam masyarakat tprimitif, agama merupakan kewajiban.20 Totem dalam masyarakan modern Ciri mistis dan sosial yang adalah salah satu komponen totemisme berlanjut dalam kehidupan masyarakat modern. Istilah kesamaan antara manusia dan binatang sering kali digunakan dalam percakapan sehari-hari, misalnya memiliki mata elang dan berjiwa berani bagaikan singa. Dalam hal ini kecenderungan sosial masyarakat modern (sama halnya dengan masyarakat primitif) kelompok-kelompok tertentu juga menampilkan tanda-tanda, bendera, tato, warna, maupun simbol. Masyarakat modern juga menggunakan gambar binatang ataupun tumbuhan sebagai simbol dari kelompok tertentu. Hal ini mempunyai kemiripan dengan Totemisme kerena sama-sama menggunakan simbol alam seperti binatang atau tumbuhan. Dalam masyarakat modern simbol atau lambang juga sering digunakan untuk halhal tertentu seperti perang.21 Seperti yang sudah dipaparkan Durkheim bahwa totem merupakan sebuah simbol, dan simbol yang sering dipresentasikan adalah binatang dan tumbuhan22. Berbicara mengenai totem sebagai simbol, maka penulis akan sedikit membahas tentang simbol. Simbol merupakan sesuatu yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Manusia berpikir, berperasaan, dan bersikap menggunakan ungkapan yang simbolis, bahkan tubuh manusia dengan bagian-bagiannya dimuati oleh simbolis, seksual, kultural, moral dan sebagainya.23 Ernst Cassirer berpendapat bahwa manusia adalah “animal symbolicum”. Hanya dengan
20
Ibid., 11. Evans Pritchard Teori-teori tentang agama primitive.(Jakarta PT Djaya Pirusa),70. 22 Emile Durkheim, Sejarah Agama The Elementary Forms OF The Religius Life….., 169. 23 Anthony Synnott, Tubuh Sosial-Simbolisme, diri dan masyarakat (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), 1. 21
6
simbol, manusia dapat mencapai tujuan hidupnya yang tinggi.24 Simbol adalah gambar, lambang, bentuk atau benda yang mewakili suatu pemikiran. Meskipun bukan nilai itu sendiri, namun simbol sangat dibutuhkan untuk kebutuhan yang bertugas untuk menghayati nilai-nilai yang diwakili. Simbol dapat dipakai untuk kepentingan apa saja, seperti ilmu pengetahuan, kehidupan bermasyarakat dan keagamaan. Bentuk simbol tak hanya berupa benda yang dapat diamati, namun juga melalui gerakan dan juga ungkapan yang dikeluarkan. Simbol juga dapat dijadikan sebagai susunan bahasa, yang dikenal dengan bahasa simbol.25 Menurut Clifford Greetz simbol adalah suatu kata, benda, tindakan, peristiwa yang mewakili, menggambarkan, mengisyaratkan, menandakan dan juga menyampaikan sesuatu yang lebih besar, lebih tinggi, dari pada objek dilambangkan. Simbol disamakan dengan lambang. 26 Seni dan mitos juga didasarkan pada lambang yang menunjukan sifatnya yang khas. Pengetahuan, seni, bahasa dan mitos juga mewakili fungsinya sendiri, masing-masing membuat lambangnya sendiri. Lambang membantu mempertahankan suatu arti.27 Menurut Erwin Goodenough simbol adalah benda ataupun pola yang apa pun akibatnya, bekerja dalam kehidupan manusia dan berpengaruh dalam kehidupan manusia, melampaui pengakuan tentang apa yang disajikan secara nyata dalam bentuk yang nyata itu. Simbol mempunyai arti tersendiri dan daya kekuatan yang menggerakkan manusia. Daya kekuatan simbol yang bersifat emotif, yang akan merangsang manusia untuk bertindak dianggap sebagai ciri yang hakiki. 28 Mariasusai Dhavamoni, di dalam bukunya Fenomenologi Agama, mengutip pendapat Mircea Eliade, yang mengatakan bahwa simbol berasal dari sebuah pemahaman dan dari
24
F. W. Dillistone, The Power of Symbols (Yogyakarta: kanisius, 2002),10. Diambil dari http:/id.wikipedia.org/wiki/simbol, 31 Mey 2012. 26 F. W. Dillistone, The Power ..., 116. 27 Ibid,. 28 Ibid., 19.
25
7
sebuah mitos.29 Mitos adalah simbol yang diletakan dalam bentuk cerita. Sebuah mitos, bukan hanya suatu gambaran ganda, akan tetapi serangkaian gambaran yang dikemukakan dalam bentuk cerita.30 Tujuan utama mitos adalah memberikan peristiwa awali mengenai masa lampau yang jaya, untuk diulangi lagi masa kini. Fungsi utama mitos dalam kebudayaan primitif adalah mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan kepercayaan, melindungi dan memperkuat moralitas, menjamin keutuhan dari ritus, serta memberi peraturan-peraturan praktis untuk menuntun manusia. 31
Totem dan tabu Emile Durkeim berpendapat bahwa dalam praktek totem, ada dua ciri utama yang harus ditaati yaitu cult atau Pemujaan dan piacular atau penebusan. Cult (Pemujaan) terbagi lagi dalam dua bentuk, yaitu negatif dan positif. Sedangkan piacular (penebusan), memiliki peran dalam kedua bentuk pemujaan baik positif dan juga negatif. Kultus yang positif adalah perayaan masyarakat dalam kesenangan dan kepercayaan diri. Sedangkan, tugas piakular yaitu membantu masyarakat primitif untuk mampu melewati bagian-bagian yang gelap seperti saat dukacita, malapetaka, ketakutan maupun ketidakpastian yang dapat terjadi di dalam kehidupan manusia disetiap waktu dan tempat.32 Pemujaan negatif, mempunyai tugas utama sebagai pemelihara bagian-bagian yang sakral agar terpisah dari yang profan.33 Tujuan pemujaan negatif yaitu menentukan pantangan dan larangan, yang disebut tabu.34 Dengan
29
Mariasusai Dhavamoni, Fenomenologi Agama….., 163. Ibid., 165. 31 Ibid., 166. 32 Emile Durkheim, The Elementary…..., 505. 33 Ibid., 434. 34 Ibid,. 30
8
demikian, totem dan tabu dalam masyarakat primitif tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, mari kita pahami pandangan para ahli mengenai tabu. B. TABU Arti Tabu Sigmund Freud dalam bukunya totem dan tabu mengatakan bahwa, Tabu adalah kata yang berasal dari bahasa Polinesia yang sulit diterjemahkan, karena berkonotasikan pada gagasan yang tidak lagi digunakan. Dalam bahasa Romawi kuno, kata sacer juga bermakna sama dengan kata tabu dalam bahasa Polinesia. Selain itu, kata (gos) milik orang Yunani dan juga kata Kodaush milik orang Ibrani, juga menunjuk pada hal yang sama dengan kata tabu dalam bahasa Polinesia35. Kata Tabu juga di pakai dalam bahasa bangsa America, Afrika, Asia Utara dan Tengah. Dalam kamus sosiologi, tabu adalah larangan yang apabila dilanggar, secara serta merta menimbulkan sanksi negatif yang bersifat supranatural (tabu).36 Sigmund Freud juga mengatakan bahwa kata tabu memiliki dua makna yang berlawanan. Di satu sisi ia berarti kudus dan suci, tetapi disisi lain, ia berarti aneh, berbahaya, terlarang, dan kotor. Ini menunjukan pada sesuatu yang umum dan jamak (accssible). Dengan demikian, di dalam tabu terdapat konsep untuk menjaga. Tabu dipandang sebagai bagian yang berada dalam pelarangan dan pembatasan.37 Banyak orang beranggapan bahwa tabu mempunyai umur yang lebih tua dari pada umur dewa-dewa. Anggapan ini sudah ada sejak masa pra-agama. Sigmund Freud juga mengatakan bahwa tabu mencakup semua adat istiadat yang menunjukan kekuatan kepada benda-benda tertentu, gagasan-gagasan tentang sistem pemujaan dan tindakan-tindakan yang merajuk pada tabu.38
35
Sigmund Freud, Totem dan Tabu.(Jogjakarta;penerbit jendela, 2002), 31 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi……, 458. 37 Sigmund Freud, Totem dan Tabu……, 31. 38 Ibid,. 36
9
Konsep tabu dalam pemahaman orang-orang Polynesia mengandung arti sebagai berikut: Larangan yang larangannya mendatangkan sanksi secara “otomatis” tanpa mediasi yang dipengaruhi oleh mana yang ada. Misalnya, oleh pemimpin. Unsur yang berikut adalah larangan yang larangannya tidak mendatangkan hukuman, tetapi mengakibatkan kegelisahan hati secara terus menerus (anxiety) dan rasa malu. Oleh sebeb itu, tabu disamakan dengan hal-hal suci, keramat, mana.39 Robertson Smith adalah sarjana yang pertama kali menyatakan hal seperti itu, seperti dikutip oleh Frazer dalam karyanya The Golden Bought (1955 yang kemudian disinggung lagi oleh Douglas 1966/1992), sebagai berikut: Over twenty years years earlier Robertson Smith had used the worl taboo for restriction on man’s arbitrary use of natural things, enforced by dread of supranatural penalties. (selama lebih dari dua puluh tahun, Robertson Smith telah menggunakan istilah tabu untuk menunjukan larangan terhadap benda-benda tertentu dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut terhadap hukuman yang bersifat supranatural).40 Tabu Merupakan suatu hukum Sigmund Freud mengatakan bahwa tabu adalah suatu hal yang harus ditaati. Dalam masyarakat primitif, tabu adalah hukum yang mengatur tingkah laku setiap anggota.41 Tabu adalah aturan hukum dalam kehidupan masyarakat modern. Menurut A.G. Jensen, ketidaktaatan terhadap tabu tidak hanya dianggap sebagai sebuah pelanggaran, tetapi
39
Cook J. King J,A Voyage to the pacific Ocean, (London 1776-1780), 61. Ibid,. 41 Sigmund Freud, totem dan tabu….,19.
40
10
dianggap sebagai pencemaran dan pengkhianatan. Oleh karena itu, taat kepada hukum tabu berarti bertindakan menurut moral yang ada.42 Awalnya hukuman kepada pelanggar tabu, dibiarkan menjadi peristiwa batin. Tetapi ketika tabu dikaitkan dengan pendapat yang berhubungan dengan dewa dan setan, maka hukuman secara nyata itu dianggap jatuh dari kekuasaan dewa. Pada kondisi lain, masyarakat menggunakan kekuasaan untuk menghukum si pelanggar tabu karena dianggap tindakannya telah membahayakan masyarakat di dalam kelompok itu. Dengan demikian, sistem hukuman manusia yang pertama berkaitan dengan tabu. Bahaya-bahaya terhadap tabu bisa dihapuskan dengan suatu upacara penebusan dosa atau upacara untuk menyucikan orang yang melakukan pelanggaran terhadap tabu.43 Freud juga beranggapan bahwa tabu adalah larangan yang kuno, yang pada suatu saat diberlakukan dalam suatu generasi masyarakat primitif, dan larangan ini tanpa asal. Mungkin generasi yang sebelumnya yang memberlakukan larangan ini. Larangan ini mempunyai hubungan dengan tindakan yang mengandung keinginan kuat. Larangan ini terus ada dan hidup dalam setiap generasi serta terus dipertahankan dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya.44 Larangan tabu paling tua dan yang paling penting adalah dua hukum totemisme; yaitu jangan membunuh binatang totem dan jangan mengganggu tumbuhan totem.45
42
Tetano Coronese, kebudayaan suku Mentawai, (Jakarta:Granfidian jaya, 2007)., 62. Sigmun Freud, totem dan tabu…., 35. 44 Ibid., 45 Ibid., 53. 43
11