4
BAB II LANDASAN TEORI Brazing adalah cara penyambungan bahan logam melalui proses pemanasan dengan bahan pelekat atau pengisi, yang memiliki titik lebur di bawah titik lebur bahan yang akan dipadukan atau disambungkan. Bahan dasar yang disambungkan pada proses brazing tidak ikut melebur, sambungan terjadi hanya akibat pelekatan bahan brazing pada bidang pengelasan. Untuk menghindari dan menghilangkan terjadinya oksidasi maka proeses penyambungan digunakan fluks (bahan tambah ) atau gas pelindung oksidasi
Gambar 2.1 Bahan brazing terhisap celah sambungan Dari gambar diatas, proses pengikatan dalam pengelasan ini berlangsung pada permukaan logam dasar yang akan disambungkan banyak energi panas, sehingga brazing mulai meleleh, menyaring, bidang-bidang pengelasan, merambat masuk ke dalam celah penyolderan dengan daya hisap kapiler celah, mengeras didaerah pengelasan, dan mengikat bahan dasar yang akan disambungkan. Ikatan yang kuat yang terjadi dalam proses ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara bahan solder dengan rongga atau pori-pori permukaan bahan dasar atau gaya adhesi. Gaya adhesi inilah yang mengakibatkan ikatan kuat antara
5
bahan tambah dengan bahan dasar. Agar di dapat hasil yang pengelasan yang baik, berupa ikatan yang kuat, beberapa hal yang harus di penuhi dalam proses ini adalah: Bidang brazing harus bersifat logam murni ( mengkilap). Pada bidang seperti itu, brazing akan merambat dengan baik. Bila bidang brazing kotor, berkarat atau ganguan lainnya maka dapt terjadi penggumpalan brazing yang cair dan menghalangi ikatan. Memakai bahan fluks (pelumer), yang disalurkan sebelum dan selama proses brazing. Fluks berguna untuk melarutkan lapisan oksid yang selalu ada pada permukaan bahan dasar dan bahan brazing secara kimiawi. Lalu merubahnya menjadi terak cair. Fluks juga berguna untuk mencegah pembentukan oksida baru selama pengelasan. Suhu pemanasan harus sesuai dengan ketentuan/ jenis soldernya. Bila suhu terlalu rendah, solder cair akan membantu butiran bola dan akan merembes. Bila suhu terlalu tinggi, solder akan menguap. Besar celah penyambungan sangat menentukan kekuatan ikatan solder. Celah penyolderan hendaknya dibuat sempit, agar didapat efek hisap yang baik oleh celah dan pori-pori bahan dasar. Untuk solder yang encer, celah penyambungan harus semakin sempit. Solder dari tembaga dan perak yang encer menuntut celah yang sempit dibandingkan oleh kuningan dan solder yang kental.
2.1 Jenis – jenis Penyolderan
6
Pekerjaan menyolder di bagi menjadi 2 jenis, yaitu solder lunak dan solder keras. 2.1.1
Solder Keras ( Brazing ) Solder keras (Brazing) adalah proses penyolderan yang menggunakan
bahan tambah dari logam-logam yang agak keras (perak, kuningan, atau tembaga), dan logam solder mencair pada suhu di atas 450 oC. Solder keras diterapkan bila hasil penyolderan yang diingikan tahan terhadap suhu yang tinggi dan ikatan yang lebih kokoh. Bahan penyambungan tembaga dan perak adalah lebih banyak pemakaianya. Macam-macam bahan solder keras tembaga adalah: 2.1.1.1 Solder keras tembaga Nikel-seng a.
Terbuat dari tembaga, nikel dan seng dengan sedikit sisipan silisium.
b.
Menghasilkan sambungan berkuatan panas, kekuatan tarik tinggi sampai 800 N/m2.
c.
Untuk penyolderan celah (0,3 – 0.5mm), dan penyolderan celah sambungan baja, nikel besi tuang. Bahan pelumer yang sesuai adalah FSH2.
2.1.1.2 Solder kuningan (solder keras tembaga-seng)
7
a.
Terbuat dari tembaga dan timah dengan sedikit campuran silisium, timah, mangan, dan besi. Untuk keperluan khusus yang dicampu perak
b.
ada
juga
dan nikel.
Memiliki daya regang, kekuatan batas menengah, kekekerasan rendah, dan merupakan bahan solder keras yang apaling banyak digunakan.
c.
Untuk menyolder segala macam celah dan sambungan.
d.
Bahan pelumer yang sesuai adalah FSH2.
2.1.1.3 Solder perunggu (solder keras tembaga-timah) a.
Terbuat dari tembaga dan timah dengan sedikit fosfor.
b.
Untuk penyolderan keras pipa baja.
c.
Bahan pelumer yang sesuai adalah FSH3.
2.1.1.4 Solder keras tembaga. a.
Sangat mudah dibentuk, menghasilkan jalur sambungan yang kedap, tahan karat, tahan asam dan suhu.
b.
Menyolder celah sambungan antara baja dan baja.
c.
Bahan pelumer yang sesuai adalah FSH3.
Solder keras perak distandarisasi, terdiri atas tembaga (Cu), perak (Ag), seng (Sn), mangan (Mn) dan nikel (Ni). Beberapa jenis ada yang mengandung cadmium (Cd)
8
maka untuk menurunkan titik lebur. Makin tinggi kandungan Cd makin rendah suhu kerja solder. Suhu kerja paling rendah 6100C dimiliki oleh jenis solder L-Ag 40Cd. Beberapa sifat yang dimiliki solder perak ini adalah: Sangat encer dan mengalir dalam kecepatan tinggi ke dalam celah. Jalur hasil penyambungan sangat kuat. Solder perak sesuai digunakan untuk penyolderan keras berbagai logam berat.
2.1.2 Solder lunak (Braze Welding) Adalah proses penyolderan menggunakan bahan tambah dari logam lunak, logam cair ini harus mencair pada suhu di bawah 450oC. Penyolderan ini diterapkan bila jalur sambungan yang kedap, tidak terlalu pejal, dan tidak untuk menerima suhu yang tinggi. Jenis logam penyambung untuk penyolderan lunak, dipakai untuk menyambung logam-logam besar dibagi menjadi: Solder lunak timbal-timah dan timbal-timbal. Solder lunak timah timbal denagn tambahan tembaga atau perak. Solder lunak istimewa. Pada tabel dibawah ini, tertera lebih lengkap tentang 3 kelompok jenis solder (logam penyambung)
9
Tabel 2.1 jenis-jenis logam penyambung Grup Simbol
Nomor Material
Jumlah Kandungan
Suhu oC
Penggunaan
180oC
Alat Pendingin peralatan karoseri electroda
20% timah (Sn) 1.2 antimon (Sb)
L-Pb Sn 20 SB
2.3420 2.3663
A L-Sn 63 Pb
63% timah (Sn)
L-Sn 60 Pb B
Sisanya timbel (Pb) 63% timah (Sn) Sisanya timbel (Pb) Bebas dari antimon
2.3662
Cu2
1,2. 2% tembaga (Cu) Sisanya timbel 3....5%
L-Sn Ag 5 C
2.1.3
Perak Sisanya timbel (Sn)
270oC 183oC
183oC 190oC
221oC....240oC
Peralatan electroda
Instalasi pipa Baja murni
Fluks (Bahan Pelumer) Bahan pelumer/fluks dapat berbentuk pasta, serbuk, atau lapisan yang
dibalutkan pada batang pengisi. Untuk menghasilkan sambungan yang baik, perlu diperhatikan bahwa fluks-fluks untuk pengelasan satu logam tidak dapat dipakai untuk logam lainya. Fluks yang akan digunakan dalam penyolderan harus memperhatikan jenis logam yang disambung, jenis proses penyambungan soldering atau brazing dan suhu penyolderan itu sendiri.
10
Tabel 2.2 macam-macam fluks dan penggunaan Product
Penggunaan
Technical data
810 AG(10FL) Silver solder flux dalam bentuk Range pasta.
Memberikan
suhu
antara
daya 5500C-8000C
pembersihan yang maksimum pada berbagai logam 810HT (60FL)
High temperatur flux silver brazing Range suhu 5500C-8000C pada suhu tinggi paduan nikel, baja carbon
rendah,
austenitic
dan
tungsten carbide 810 (21FL)
CU Dalam bentuk pasta pemakaian pada Suhu
antara
8000C-
umumnya untuk baja, besi cor, 11000C kuningan, perunggu
40 FL
Aluminium Brazing flux. Digunakan Temperatur suhu antara pada seluruh jenis aluminium dan 4400C-6500C paduan Aluminium
30 FL
Dipakai pada segala logam kecuali Temperaur 2000C-3000C aluminium
11
Dengan kode huruf tertentu, fluks telah diberi tanda untuk tiap-tiap keperluan penyolderan, adalah : H = Untuk brazing W = Untuk soldering S = Untuk logam berat L = Untuk logam ringan F = Bahan pembersih
2.2
Prosedur Penyolderan
Sebelum kegiatan penyolderan dilakukan, ada beberapa langkah awal yang harus dilakukan, di antaranya: a.
Tempat kerja harus aman, nyaman, dan tidak diisi dengan bahan yang mudah terbakar.
b.
Tempat kerja harus memiliki sirkulasi udara yang baik.
c.
Sebelum dilakukan penyambungan, permukaan benda kerja harus dibersihkan.
d.
Hindari bahan-bahan kimia yang mengenai mata atau badan.
2.3
Proses penyambungan
Untuk memperoleh sambungan yang baik, harus memenuhi syarat-syarat: 2.3.1
Memiliki permukaan sambungan yang bersih.
12
a.
Permukaan yang disambung harus bersih dan mengkilap.
b.
Pembersihan dapat dilakukan dengan cairan pembersihan ampelas, sikat baja dan lainya.
2.3.2
Memiliki celah yang sesuai.
a.
Bila celah sambungan kecil dan rata, hasil penyolderan attau brazing akan membaik.
b.
Jarak celah untuk bahan yang dipakai maksimum 0.5 mm.
2.3.3
Pemakaian yang sesuai.
a.
Fluks harus dapat mengatasi oksid pada awal dan selama proses penyolderan.
b.
Penyolderan dilakukan selama fluks masih lembab. Untuk itu fluks dapat ditambah air murni hingga berbentuk pasta, dan dileburkan pada bidang yang akan disolder.
2.3.4
Memakan alat pemegang dan penyangga.
a.
Benda kerja tidak boleh bergeser dari posisinya sebelum bahan tambah memadat (membeku).
b.
Benda kerja selalu disangga dengan penyangga tertentu.
2.3.5
Pemanasan.
13
a.
Pemanasan dapat dilakukan dengan pipa hembus dan alat pembakar lainya.
b.
Untuk solder keras stainless steel, gunakan nyala api netral, dan untuk logam lainya gunakan nyala api karburasi.
Gambar 2.2 Nyala api netral
Gambar 2.3 Nyala api karburasi
c.
Pembakar / pipa hembus harus digerakkan melingkar-lingkar dan api bagian luarnya saja yang mengenai benda kerja.
14
Gambar 2.4 Gerakan pembakar yang melingkar-lingkar d.
Bila tebal pelat tidak sama, maka pelat yang lebih tebal hartus diberikan panas yang lebih dibandingkan bahan yang tipis, sehingga suhu pemanasan kedua pelat dapat tercapai bersamaan.
e.
Hindari panas yang berlebihan, karena berakibat logam menjadi tidak lancar dan muncul bintik-bintik.
2.4
Pemakaian logam tambah (Pengisi) a.
Bahan pengisi jangan dimasukan ke sisi-sisi sambungan. Suhu pemanasan harus sesuai, agar tercapai perpaduan bahan pengisi yang baik. Ini akan terlihat dengan mengalirnya bahan pengisi secara tipis dan bersih.
b.
Dengan menjatuhkan lelehan bahan pengisi ke atas sambungan yang telah diberi fluks. Bila bahan pengisi setelah menempel pada sambungan berbentuk bola, berarti suhunya masih rendah. Sehingga pemanasan harus dilakukan terus sampai bahan tambah mengalir.
15
c.
Bila menyolder keras pada sambungan panjang, bahan kembali di ayun ke depan, selangkah demi selangkah memakai nyala api. Bahan tambah akan meleleh saat permukaan sambungan sudah mencapai suhu penyolderan keras.
d.
Pada bidang sambungan yang luas, hasil terbaik akan tercapai bila menyisipkan bahan tambah di antara 2 bagian yang disambung.
e.
Logam pengisi yang disiapkan dibentuk sesuai dengan bentuk bidang permukaan sambungan.
Gambar 2.5 Beberapa bentuk logam pengisi yang sudah di bentuk f.
Setelah proses penyolderan selesai, fluks yang teringgal dapat dihilangkan dengan air panas. Cara terbaik adalah dengan mencelupkan benda kerja yang panas ke dalam air atau menyikat dengan sikat basah. Untuk pematrian benda yan luas, perbersihan dapat dilakukan dengan digosok.
2.5
Pemanasan pada solder keras
16
Teknik pemanasan pada solder keras adalah nyala api pemanasan harus dikenakan pada logam induk, bukan pada bagian sambungan. Bila pemanasan langsung pada sambungan dan bahan tambah sekaligus, makabahan tambah akan meleleh sebelum sambungan mencapai suhu penyolderan ini dapat meneyebabkan daya lekat penyolderan menjadi kurang kuat. Kedua bagian pelat yang akan disambung harus mencapai suhu penyolderan dalam waktu bersamaan. Bagian yang tebal harus diberikan panas yang lebih dari bagian yan tipis.
Gambar 2.6 Pemanasan yang seimbang
2.6
Macam-macam bentuk pahat carbide
Gambar 2.7 Pahat bubut carbide
17
Gambar diatas meliputi pahat rata kanan, pahat potong, pahat dalam, pahat alur, pahat rata kiri. Pahat bubut dengan bahan karbide dipasang pada holdernya dengan cara dilas dengan pengelasan brazing. Kekerasan pahat karbide ini lebih tinggi daripada HSS sehingga penggunaannyapun untuk membubut benda-benda yang tidak dapat dibubut dengan pahat HSS
2.7 Pengujian kekuatan pahat Pengujian pahat ini menggunakan variable pemakanan yang berubah-ubah sehingga akan di ketahui kekuatan brazing dari pahat tersebut. Adapun landasan teori pada proses pembubutan sebagai berikut Putaran mesin bubut dengan rumus : r/m = Cs x 320 / D ( Satuan matrik ) dan untuk satuan British dapat dirumuskan sebagai berikut : r/m = Cs x 4 / D Ket : r/m = kecepatan putaran ( RPM ) : Cs = Kecepatan potong
18
Tabel 2.3 Kecepatan mesin bubut dalam feet dan meter per menit yang mengunakan High Speed Toolbit Material
Turning dan Boring
Threading
Bubut Kasar
Bubut Halus
Ft/min
M/min
Ft/min
M/min
Ft/min
M/min
Machine steel
90
27
100
30
35
11
Tool steel
70
21
90
27
30
9
Cast Iron
60
18
80
24
25
8
Brass
90
27
100
30
25
8
Alumunium
200
61
300
93
60
18
2.8 Pengujian kekuatan geser pahat Jika suatu bidang melewati suatu benda, maka gaya yang bekerja disepanjang bidang tersebut disebut gaya geser atau gaya gesek (shearing force). Gaya ini kita simbolkan dengn F s . Gaya gesek, dibagi dengan luasan A dimana gaya bekerja disebut tegangan geser (shearing stress). Disimbolkan dengan τ. Dengan demikian,
τ=
Fs A
Perbandingan tegangan geser dan tegangan normal Kita misalkan suatu suatu potongan batang dengan bidang a-a tegaklurus pada
19
sumbunya, seperti Gb. 2.8 Tegangan normal σ adalah tegaklurus bidang a-a. Tegangan geser bekerja disepanjang atau sejajar bidang, yang ditunjukkan dengan simbol τ. Dengan demikian perbedaan antara tegangan geser dan tegangan normal adalah didasarkan pada arahnya. τ
a
σ
a
Gb. 2.8 Tegangan geser Adalah penting untuk membuat asumsi-asumsi berkenaan dengan distribusi tegangan geser. Dengan demikian, pernyataan τ = F s /A mengindikasikan tegangan geser rata-rata pada seluruh luasan bidang.
Kita perhatikan suatu elemen bidang empat persegi panjang yang dipotong dari suatu benda padat dimana gaya-gaya yang bekerja pada elemen diketahui sebagai tegangan geser τ pada arah-arah yang ditunjukkan Gb. 2.9 Permukaan elemen yang sejajar dengan bidang kertas diasumsikan tanpa pembebanan. Karena tidak ada tegangan normal yang bekerja pada elemen, panjang sisi samping empat persegi panjang awal tidak mengalami perubahan ketika tegangan geser diasumsikan bernilai τ. Namun demikian, akan terjadi distorsi pada sudut kanan dari elemen, dan setelah distorsi karena tegangan geser ini maka diasumsikan elemen mempunyai konfigurasi bentuk seperti ditunjukkan
20
dengan garis-putus-putus pada Gb. 2.9 τ τ
γ A
Gambar 2.9 Gaya geser yang bekerja pada permukaan