BAB II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Energi Biomassa Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis, baik berupa produk maupun buangan. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara ditransformasi menjadi molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan dalam tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan atau hewan lain) atau dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi. Jenis biomassa yang banyak dijumpai
antara lain adalah tanaman, pepohonan,
rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, limbah perkebunan, tinja dan kotoran ternak (Agustina, 2009). 2.1.1 Struktur Kimia Bahan Bakar Biomassa Biomassa merupakan bahan alami yang tersedia, yang menyimpan energi matahari melalui proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Kandungan utama biomassa ini mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin, dengan komposisi ratarata C6H10O5, dengan sedikit variasi tertentu tergantung pada sifat dari biomassa itu sendiri yang mana biomassa tersebut merupakan bahan bakar padat yang memiliki unsur utama karbon (C) dan hidrogen (H) serta beberapa zat yang mudah menguap (volatile matter). Terdapat dua metode untuk menganalisis struktur kimia biomassa yaitu : analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen biomassa, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate 7
8 harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana. 2.1.2 Analisis Proximate Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam biomassa. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas biomassa. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistem handling abu pada tungku. Analisis proximate untuk berbagai jenis biomassa diberikan dalam Tabel berikut ini. Tabel 2.1 Analisis proximate biomassa
(Zhang, 2012) Parameter-parameter tersebut dijelaskan lebih rinci melalui uraian dibawah ini.
9 Fixed carbon: Fixed carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah bahan yang mudah menguap didistilasi. Kandungan utamanya adalah karbon tetapi juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai panas biomassa. Bahan yang mudah menguap (volatile matter): Bahan yang mudah menguap dalam biomassa adalah metan, hidrokarbon, hidrogen, karbon monoksida, dan gas-gas yang tidak mudah terbakar, seperti karbon dioksida dan nitrogen. Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari kandunagn bahan bakar bentuk gas didalam biomassa. Kandungan bahan yang mudah menguap ini berkisar antara 20 hingga 95%. Kadar abu (ash) Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara 5% hingga 40%. Abu dalam biomassa memiliki karakter sebagai berikut :
Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran
Meningkatkan biaya handling
Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler
Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan
Kadar Air: Kandungan air dalam biomassa harus diangkut, di-handling dan disimpan bersama-sama biomassa. Kadar air akan menurunkan kandungan panas per kg
10 biomassa, dan kandungannya berkisar antara 0,5 hingga 10%. Kadar air dalam biomassa dapat :
Meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap
Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu
Membantu radiasi transfer panas
Kadar Sulfur Kadar sulfur dalam biomassa umumnya berkisar pada 0,5 hingga 0,8%. Sulfur dalam biomassa memiliki karakter berikut :
Mempengaruhi kecenderungan teradinya penggumpalan dan penyumbatan
Mengakibatkan korosi pada cerobong dan peralatan lain seperti pemanas udara dan economizers
Membatasi suhu gas buang yang keluar
2.1.3 Analisis Ultimate Analsis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur- unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll (semua unsur baik padat maupun gas). Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu nyala dan perancangan saluran gas buang dll. Analisis ultimate untuk berbagai jenis biomassa diberikan dalam tabel dibawah ini.
11 Tabel 2.2 Analisis ultimate dari berbagai macam biomassa
(Saidur, R. 2011) 2.1.4 Sifat biomassa jenis kardus, jerami, dan kapas Telah dijelaskan di awal bahwa penelitian ini menggunakan tiga jenis bahan bakar biomassa yang digunakan pada reaktor gasifikasi, maka penjelasan sifat dan karakter unsur mengenai ketiga bahan bakar biomassa tersebut perlu di uraikan. Seperti dijelaskan di awal bab 1, ketiga jenis bahan bakar biomassa yang akan digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah merupakan hasil samping (limbah) dari media tanam jamur merang yang berupa jerami, kapas dan atau kardus. Kardus (corrugated paper) merupakan bahan kemasan yang digunakan untuk melindungi suatu produk selama dalam masa penyimpanan atau pendistribusian dari
12 produsen menuju konsumen. pada umumnya kardus memiliki warna coklat muda meskipun begitu tidak jarang ditemui juga kardus dengan warna putih. Kardus termasuk jenis biomassa yang sudah mengalami beberapa proses perubahan bentuk. Bahan dasar utama pembuatan kardus ini adalah dari kertas, sedangkan kertas terbuat dari serat kayu yang kemudian mengalami proses manufaktur sehingga terbentuk menjadi seperti lembaran – lembaran tipis. Serat kayu, sebagai bahan pembentuk kertas, hanya memiliki komponen utama berupa serat (selulosa dan hemiselulosa) yang diekstraksi dari kayu tersebut dan tanpa lignin. Jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan kertas tersebut berasal dari kayu jenis hardwood dan softwood. Kedua jenis biomassa lainnya, kapas dan jerami merupakan jenis biomassa murni yang bersumber dari tanaman langsung tanpa mengalami proses perubahan bentuk sehingga komposisi utama dari kedua bahan tersebut berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin. Jerami didapat dari hasil sisa tanaman padi / pertanian yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Berbeda dengan jerami, serat kapas bersumber dari tumbuhan kapas yang memiliki sebagian besar selulosa yang berdasarkan pada asal tumbuhannya. Kapas ini dapat berasal dari biji, daun, batang, dan buah dari tumbuhannya. Tabel berikut memberikan penjelasan tentang komposisi bahan penyusun dari ketiga jenis biomassa tersebut.
13 Tabel 2.3 Perbedaan komponen penyusun ketiga limbah biomassa jamur merang No
Kriteria
Lignocellulosic constituen : 1 Selulosa (% massa) 2 Hemiselulosa (% massa) 3 Lignin (% massa) Proximate Analisis : 1 Fix Carbon (% massa) 2 Ash (% massa) 3 Volatile matter (% massa) Ultimate Analisis : 1 C (% massa) 2 H (% massa) 3 O (% massa) 4 HHV (MJ/kg) (Saidur, R. 2011 ; Zhang, 2012)
Kardus (hardwood)
Kapas
Jeramai
45 – 49 30 -
80 – 95 5 – 20 -
32.10 24.00 12.94
21.9 2.7 77.6
12.4 6.6 81.0
15.86 18.07 65.47
50.0 6.00 42.40 19.0
50.40 8.40 39.80 18.83
38.45 5.28 15.6
2.2 Gasifikasi Biomassa Gasifikasi biomassa merupakan proses pembakaran tidak sempurna bahan bakar biomassa sehingga menghasilkan produksi gas mudah terbakar yang terdiri dari Karbon monoksida (CO), Hidrogen (H2) dan sedikit Metana (CH4) (Rajvanshi, 2014). Campuran gas hasil gasifikasi ini disebut gas produser. Setiap bahan biomassa dapat mengalami gasifikasi, dan proses gasifikasi ini jauh lebih kompleks daripada pembakaran biasa. Hal yang menjadi dasar terjadinya proses gasifikasi biomassa ini adalah dengan cara melakukan pembakaran biomassa dengan udara supplai (oksigen) yang terbatas, biasanya sekitar 20 % - 40 % dari pembakaran normal (pembakaran stoikiometri). Secara teoritis, rasio udara-ke-bahan bakar yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna biomassa, yang didefinisikan sebagai pembakaran stoikiometri adalah 6 : 1 sampai 6,5 : 1, melalui reaksi oksidasi (pembakaran) dengan produk
14 akhir menjadi CO2 dan H2O. Dimana proses pembakaran tersebut secara umum dapat di jabarkan pada proses reaksi berikut ini (Reed, TB. 1988).
CH1.4O0.6 + 1.05 O2 + (3.95 N2) CO2 + 0.7 H2O + (3.95 N2) ……. (1) Rumus molekul CH1.4O0.6 ini merupakan rumus kimia umum untuk biomassa. Nitrogen (N2) dalam reaksi tersebut diatas, ditulis dalam tanda kurung mengingat keberadaan Nitrogen (N2) dalam proses reaksi tersebut dapat diabaikan karena Nitrogen (N2) merupakan gas yang terdapat pada udara yang bersifat inert (tidak reaktif). Namun kemudian, jika pasokan udara dikurangi menjadi sekitar 20% - 40% dari pembakaran stoikiometrik, maka pelepasan energi kimia dari biomassa akan berkurang, dan kemudian senyawa gas baru akan terbentuk dari proses pembakaran yang tidak sempurna ini (disebut proses gasifikasi). Senyawa gas yang terbentuk ini terdiri atas H2, CO, dan CH4 (methana), yang masih memiliki potensi energi kimia yang belum dilepaskan. Proses pembakaran gasifikasi ini, dilakukan pada kondisi substoikiometri dengan rasio udara-ke-bahan bakar menjadi 1,5 : 1 sampai 1,8 : 1. Gas yang diperoleh (H2, CO, dan CH4) disebut gas produser, yang mudah terbakar. Proses ini dimungkinkan dalam sebuah alat yang disebut gasifier, dalam pasokan udara terbatas melalui reaksi oksidasi parsial dan reaksi reduksi. Reaksi reduksi merupakan reaksi endotermik untuk menghasilkan produk yang mudah terbakar seperti CO, H2 dan CH4 seperti yang ditunjukkan di bawah ini (Reed, TB. 1988).
…………………….……………….. (2) …..... (3)
15 Reaksi ini menghasilkan karbon tersisa. Sisa karbon ini dapat direaksikan dengan uap air. Secara stoikiometrik prosesnya akan memenuhi reaksi berikut:
C (arang) + H2O (uap air) –> CO (gas) + H2 (gas) ………………(4) Reaksi sisa karbon dengan uap air ini dapat menghasilkan gas karbon monoksida dan gas hidrogen. Gas hidrogen merupakan gas yang memiliki nilai pembakaran. Namun demikian, uap air yang ditambahkan dapat pula bereaksi dengan gas hasil proses reaksi sebelumnya. Uap air dapat berreaksi dengan gas karbon dioksida menghasilkan gas karbon monoksida dan gas hidrogen sesuai reaksi stoikiometrik berikut:
CO2 + H2O –> CO + H2 ……………………………………………… (5) Reaksi ini biasa disebut dengan shift reaction atau reaksi geser. Reaksi yang dapat menggeser karbon dioksida dan uap air menjadi gas karbon monoksida dan hidrogen.
Selain dengan uap air, karbon sisa dapat juga berreaksi dengan gas karbon dioksida sesuai reaksi stoikiometrik berikut:
C (arang) + CO2 –> 2CO ………………………………………….. (6) Terlihat pada Reaksi ini, karbon dikonversi oleh gas CO2 menjadi gas yang memiliki nilai mampu bakar yaitu gas CO. Jika pada ruang gasifikasi tersebut masih tersisa gas H2 dan arang C, maka gas H2 tersebut akan dapat bereaksi dengan karbon C tersebut melalui reaksi berikut :
C (arang) + H2 –> CH4 ……………………………..……………….. (7) Proses gasifikasi tersebut diatas akan berlangsung terus – menerus selama kandungan arang (C) pada biomassa masih tersedia dan terbentuk melalui proses
16 pembakaran biomassa itu sendiri. Proses tersebut diatas dapat berlangsung terus selama masih terjadi pembakaran bahan bakar biomassa. 2.2.1
Jenis – Jenis Reaktor Gasifikasi
Proses gasifikasi berkaitan dengan jumlah udara atau oksigen dan biomassa di gasifier, sehingga reaktor gasifikasi diklasifikasikan menurut cara udara atau oksigen di supplai ke dalamnya. Ada tiga jenis sistem reaktor gasifikasi berdasarkan arah aliran udara dan atau arah supplai bahan bakar biomassanya yaitu : sistem Downdraft, Updraft dan Crossdraft. Sesuai dengan namanya, sistem gasifikasi updraft memiliki aliran udara yang disupplai melalui biomassa dari bawah dan gas mudah terbakar keluar dari bagian atas reaktor. Demikian pula dalam sistem gasifikasi downdraft udara dilewatkan dari leher ke arah bawah biomassanya (Rajvanshi, 2014).
Gambar 2.1 Jenis Reaktor Gasifikasi Ketiga jenis sistem gasifiasi tersebut termasuk dalam jenis gasifikasi sistem fix bed gasifier. Sistem gasifikasi jenis lain yang tidak termasuk dalam fix bed gasifier ini adalah jenis sistem fluidized bed gasification. Dimana sistem fluidized bed tersebut dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada fix bed gasifier. Sitem ini cocok untuk kapasitas yang besar untuk skala industri. Berbeda dengan
17 sistem fix bed, pada sistem fluidized bed bahan bakar biomassa yang padat berbentuk partikel kecil didalam reaktor dihembuskan oleh blower sehingga mengalami sifat seperti fluida (fluidisasi). Berbeda dengan ketiga sistem diatas, pada sistem fluidisasi ini, proses pembakaran dan gasifikasi dapat diatur sesuai dengan kebutuhan energi kalor yang akan digunakan. Kelemahan pada sistem ini yaitu memiliki kandungan tar yang tinggi, pembakaran karbon yang tidak sempurna dan kesulitan dalam pengisian bahan bakar (Belonio, 2005) 2.2.2
Tahapan Proses Gasifikasi
Proses gasifikasi terjadi melalui empat tahapan proses yang berbeda. Masing – masing tahapan proses tersebut memiliki tingkat keadaan temperatur yang berbeda pula. Berikut merupakan empat tahapan proses yang terjadi pada sistem gasifikasi tersebut :
Proses pengeringan bahan bakar
Proses pirolisis
Proses reduksi, dan
Proses pembakaran (oksidasi)
Masing – masing tahapan proses tersebut terjadi pada bahan bakar biomassa di dalam reaktor gasifikasi yang berbeda zona-nya tergantung perbedaan temperatur yang ada pada biomassa yang terbakar tersebut. Gambar 3 berikut menunjukkan skema sebuah gasifier updraft dengan zona yang berbeda dan suhu masing-masing (Rajvanshi, 2014)..
18
Gambar 2.2 Skema zona untuk tiap tahap proses gasifikasi pada sistem updraft 2.3 Kebutuhan Udara Pada Proses Gasifikasi Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara pembakaran untuk pembakaran sempurna. (Djokosetyardjo, 1989) Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan : C + O2
CO2 ………………………………….……………….. (8)
12 kg C + 32 kg O2
44 kg CO2
1 kg C + 32/12 kg O2
44/12 kg CO2
1 kg C + 2,67 kg O2
3,67 kg CO2
Hidrogen (H) terbakar sempurna menjadi H20 menurut persamaan : 4 H + O2 4 kg H + 32 O2 1 kg H + 8 kg O2
2H2O …………………………….………….…….. (9) 36 kg H2O 9 kg H2O
Untuk pembakaran sempurna 1 atom karbon (C) akan membutuhkan sejumlah 2,67 kg Oksigen (O2) dan 1 atom Hidrogen akan membutuhkan sejumlah 8 kg Oksigen (O2). Berbeda pada proses gasifikasi, untuk dapat terjadinya serangkaian proses gas
19 produser gasifikasi, hanya memerlukan 20% - 40% dari pembakaran sempurna (stoikiometri). Setiap 1 atom karbon (C) pada proses gasifikasi akan membutuhkan sejumlah 0,53 – 1,06 kg Oksigen (O2) dan 1 atom Hidrogen akan membutuhkan sejumlah 1,6 – 3,2 kg Oksigen (O2). Terlihat pada table 2.3 diatas, karena ketiga bahan bakar biomassa yang digunakan memiliki jumlah atom C dan H yang berbeda, maka kebutuhan udara gasifikasi per satu satuan massa bahan bakarnya juga akan berbeda pula. 2.4 Analisis Energi Kalor Pada Proses Sterilisasi Prinsip sederhana dari proses sterilisasi kumbung dengan menggunakan tungku tradisional tersebut sebenarnya adalah merupakan serangkaian proses perubahan / perpindahan kalor dari energi bahan bakar kayu menjadi energi uap panas dan kemudian dipindahkan ke media tanam jerami dan ruangan kumbung. Proses ini dapat dianggap sebagai proses yang terjadi pada kesetimbangan energi pada boiler. Gambar berikut merupakan ilustrasi dari penjelasan perpindahan kalor yang terjadi pada proses sterilisasi kumbung jamur merang tersebut, yaitu :
QH2O
menuju kumbung (QL) Drum penampung air
Qf (biomassa)
Nyala api pembakaran
Gambar 2.3 Analisis perpindahan energi kalor pada proses sterilisasi
20 Energi yang terkandung pada bahan bakar biomassa di konversi menjadi energi kalor (panas) melalui proses pembakaran pada tungku/kompor. Energi kalor hasil pembakaran biomassa tersebut (Q fuel = Qf) kemudian digunakan untuk memanaskan air sehingga temperatur air mengalami kenaikan dan kemudian mengubah fasa air tersebut menjadi uap. Energi kalor yang tersimpan pada uap panas tersebut (QH2O) kemudian disalurkan ke kumbung dimana pada kumbung tersebut terdapat beban kalor berupa media tanam jerami dan disebut sebagai beban kalor media tanam (Q load = QL). Media tanam jerami yang ada di dalam kumbung tersebut akan mengalami kenaikan temperatur akibat dari perpindahan kalor dari energi uap panas yang bertemperatur tinggi ke media tanam jerami tersebut yang bertemperatur lebih rendah dan akan mengalami kesetimbangan kalor pada titik temperatur tertentu sehingga temperatur kumbung tersebut dapat dipertahankan pada kondisi temperatur tersebut. Potensi energi kalor yang terkandung pada bahan bakar biomassa (Qf) tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini, yaitu (Keating, 2007) : ............................................................................ (10) Dimana : = energi kalor hasil pembakaran bahan bakar biomassa, (kJ) = massa bahan bakar biomassa yang terbakar selama pembakaran, (kg) HHV = nilai kalor pembakaran bahan bakar biomassa tiap satuan massa, (kJ/kg) Rumus yang digunakan pada persamaan (10) diatas merupakan potensi energi kalor yang terkandung pada bahan bakar biomassa (Qf) dalam satuan energi totalnya (joule). Potensi energi kalor yang terkandung pada bahan bakar biomassa tersebut dinyatakan
21 dalam satuan energi totalnya (joule), dapat juga dinyatakan dalam satuan daya (watt) yaitu menggunakan rumus berikut ini, (Keating, 2007) : ............................................................................ (11) Dimana : = laju kalor hasil pembakaran bahan bakar biomassa, (kW) = laju massa bahan bakar biomassa yang disuplai pada pembakaran, (kg/s) HHV = nilai kalor pembakaran bahan bakar biomassa tiap satuan massa, (kJ/kg) Proses selanjutnya yang terjadi pada boiler adalah pemanasan sensibel dan penguapan laten, maka untuk mengetahui berapa laju kalor yang diterima oleh air dapat dihitung dengan dengan dua cara, yaitu menghitung laju kalor sensibel dan atau laju kalor latennya. Persamaan yang digunakan untuk menghitung laju kalor sensibel pada air dapat menggunakan persamaan asas Black, yaitu : …………………………………………… (12)
Dimana : QS.H2O = laju kalor sensibel yang terpakai untuk memanaskan air (kJ) = massa air yang dipanaskan, (kg) = kalor jenis air, (= 4,19 kJ/kgoC) = temperatur air pada kondisi awal (kondisi lingkungan), (oC) dan = temperatur air pada kondisi akhir (kondisi cair jenuh), (oC)
22 Persamaan diatas adalah utnutk menghitung kelor pemanasan sensibel pada air, sedangkan untuk menghitung energi kalor laten penguapan air (QH2O) dapat dihitung melalui persamaan berikut ini (Keating, 2007) : ……………………………………………… (13) Dimana : = Jumlah kalor yang terpakai untuk memanaskan air (kJ) = massa uap air yang diperoleh, (kg) = nilai kalor laten penguapan air pada kondisi jenuh, (kJ/kg) Setiap energi kalor yang dihasilkan pada pembakaran bahan bakar biomassa tersebut tidak seluruhnya digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air dalam tangki. Ada sebagian energi kalor yang terbuang ke lingkungan dalam bentuk panas, maka besarnya efisiensi pembakaran pada tungku tersebut (efisiensi boiler =
)
dapat dihitung dengan membandingkan transfer energi yang ada pada uap panas tersebut ( terbakar (
dengan energi yang dikeluarkan oleh bahan bakar biomassa yang tersebut, yaitu sebagai berikut (Keating, 2007) : ………………………..………………………………. (14)
Dimana : = efisiensi pembakaran boiler pada kompor biomassa = jumlah transfer kalor yang terdapat pada uap panas (kJ) = energi kalor hasil pembakaran bahan bakar biomassa, (kJ) Beban kalor yang ada pada ruangan kumbung (Q load,
) adalah merupakan
beban pemanasan sensibel media tanam jamur (jerami) yang ada pada ruang
23 kumbung. Untuk menghitung beban pemanasan sensibel
tersebut dengan
menggunakan rumus azas Black sebagai berikut : ………………………………………… (15) Dimana : = beban pemanasan sensibel media tanam jamur pada kumbung (kJ) = massa media tanam jamur (jerami) yang dipanaskan, (kg) = nilai kalor jenis media tanam jamur (jerami) ( kJ/kg◦C), dan = selisih temperatur media tanam sesudah dan sebelum pemanasan (◦C) Ada sebagian energi kalor yang hilang dalam proses transfer panas yang terjadi dari energi kalor laten penguapan air pada tangki menuju pipa uap uap air terus sampai ke media tanam jamur akibat adanya kebocoran udara pada kumbung (eksfiltrasi). Sebagian energi kalor uap tersebut dipindahkan ke lingkungan sekitar kumbung, dan dapat dikatakan bahwa dalam hal ini terdapat efisiensi dalam proses transfer panas tersebut. Besarnya beban pemanasan sensibel media tanam jamur yang ada di kumbung (
) tersebut dapat dirumuskan melalui persamaan efisiensi berikut : ………………………….…… (16)
Dimana : = beban pemanasan sensibel media tanam jamur yang ada di kumbung (kJ) = jumlah energi kalor laten penguapan air (kJ) = faktor kehilangan panas pada tangki air dan pipa uap = faktor kehilangan akibat kebocoran udara pada kumbung (eksfiltrasi) = Energi kalor uap panas keluar pipa pada kumbung
24 2.5 Konsep Boiler Dengan Kompor Gasifikasi Biomassa Salah satu aplikasi gasifier yang telah dibuat untuk skala kecil rumah tangga adalah dalam bentuk kompor gasifikasi biomassa. Kompor ini dibuat dengan desain tertentu sehingga dapat menerapkan sistem pembakaran dengan udara yang terbatas sehingga gas produser yang mudah terbakar (proses gasifikasi) dapat dihasilkan dari pembakaran pada kompor biomassa ini. Berikut ini merupakan gambar rancangan dari kompor gasifikasi biomassa yang telah dibuat tersebut :
Ruang pembakaran Bahan bakar biomassa
Gas produser hasil gasifikasi
Supplai udara masuk Gambar 2.4 Skema proses gasifikasi pada kompor biomassa Bahan bakar biomassa yang ada di bagian tengah kompor dibakar dengan nyala api awal dengan bantuan minyak/spiritus sehingga terjadi proses pembakaran pada bagian atas biomassa. Pembakaran terus berlanjut namun karena supplai udara yang mengalir dari bawah kompor sedikit, maka pembakaran yang terjadi pada ruang bakar tersebut menjadi tidak sempurna dan proses gasifikasi pun terjadi dengan menghasilkan gas produser yang mudah terbakar. Gas produser yang dihasilkan dari biomassa tersebut menguap ke bagian atas dan ke samping lalu menuju ke ruang bakar hingga akhirnya terbakar dan proses pembakaran tersebut berlangsung terus menerus dengan gas produser hasil gasifikasi tersebut. Panas yang dihasilkan dari
25 pembakaran gas hasil gasifikasi tersebut kemudian digunakan untuk memanaskan air yang ada dalam panci sampai pada titik temperatur jenuh 100oC, lalu kemudian menguapkannya. Uap panas inilah yang dialirkan ke dalam kumbung dan digunakan untuk sterilisasi media tanam jamur merang (jerami) yang berada di dalam kumbung tersebut.