BAB II LANDASAN TEORI 2.1.
Pengertian Kemandirian Belajar Abdullah, M.H (2001) belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha
individu untuk elakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain maupun berdasarkan motivasi sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dijumpai di dunia nyata. Menurut Haris Mujiman (2007) kemandirian belajar dapat diartikan sebagai sifat serta kemampuan yang dimiliki Mahasiswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu kompentensi yang telah dimiliki. Haris Mujiman (2007) berpendapat kemandirian belajar adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompentensi guna mengatatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompentensi yang telah dimiliki. Hasan Basri (Avan, 2010) menyatakan bahwa kemandirian belajar secara psikologis dan mentalis merupakan keadaan seseorang yang dalam kehidupan mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakan atau diputuskan, baik dari segi-segi manfaat atau keuntungan maupun, segi-segi negatif maupun kerugian yang akan dialami. Menurut Umar Tirtaraharja dan La Sulo (2005) kemandirian belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang
10
berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan disertai rasa tanggung jawab dari diri sendiri. Menurut Hendra Surya (Novitasari 2008) belajar mandiri adalah proses menggerakkan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk menggerakan potensi diri mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh asing dari luar diri. Dengan demikian belajar mandiri lebih mengarah pada pembentukan kemandirian dalam cara-cara belajar. Menurut Sumahamijaya (2003), kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung dengan orang lain tetapi menggunakan kekuatan sendiri. Kemandirian diartikan sebagai suatu hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Menurut Abu Ahmadi (2004) kemandirian belajar adalah sebagai belajar mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain. Mahasiswa dikatakan dapat belajar secara mandiri apabila telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Pada dasarnya kemandirian merupakan perilaku individu yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan tidak memerlukan pengarahan dari orang lain untuk melakukan kegiatan belajar. Menurut Tahar (2006) kemandirian belajar mendeskripsikan sebuah proses dimana individu mengambil inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan oranglain, untuk mendiagnosis
kebutuhan
belajar,
menformulasikan
tujuan
belajar,
mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan menentukan pendekatan strategi belajar dan melakukan evaluasi hasil belajar yanag di capai. Kemandirian
11
belajar menuntut tanggung jawab yang besar pada siri mahasiswasehingga mahasiswa berusaha melakukan berbagai kegiatan untuk tercapainya tujuan belajar. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar mandiri merupakan kegiatan belajar yang didorong oleh kemauan dan kesadaran diri, serta tanggung jawab individu dan tidak bergantung oleh orang lain. Mahasiswa dikatakan memiliki kemandirian belajar apabila telah mampu melakukan tugas belajar tanpa tergantung dengan orang lain. Salah satu peran utama remaja adalah sebagai seorang mahasiswa yang secara otomatis selalu di tuntut untuk dapat mencapai standar kompentensi yang sudah ditetapkan serta mampu mengerjakan apapun secara mandiri. Kemandirian belajar menekankan sisi-sisi menguntungkan dari usaha bekerja secara kreatif atas prakarsa sendiri, inisiatif dan panjang akal dari keadaan mempelajari suatu bidang secara intensif, pengembangan disiplin diri, dan belajar teknik-teknik didalam suatu bidang yang telah dipilih sendiri (Wayne Holstein dalam Kartadinata, 2001). Herman Holstein menambahkan bahwa kemandirian merupakan sikap mandiri yang inisiatif sendiri mendesak jauh ke belakang setiap pengendalian asing yang membangkitkan swakarsa tanpa perantara dan secara spontanitas yakni ada kebebasan bagi keputusan, penilaian, pendapat, pertanggung jawaban tanpa menggantungkan orang lain. Konsep kemandirian belajar bertumpu pada prinsip bahwa individu yang belajar hanya akan sampai kepada perolehan hasil belajar, mulai keterampilan, pengembangan penalaran, pembentukan sikap sampai kepada penemuan diri
12
sendiri, apabila mengalami sendiri dalam proses perolehan hasil belajar tersebut. Menurut Brawer yang dikutip oleh M Chabib Thoha (1996) mengartikan Sikap kemandirian menunjukkan ada konsistensi organisasi tingkah laku pada seseorang, sehingga tidak goyah, memiliki self reliance atau kepercayaan diri sendiri.
Seseorang
yang
mempunyai
sikap
mandiri
harus
dapat
mengaktualisasikan secara optimal dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Menurut Mu’tadin (2002) kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari. Indivdu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap. Menurut Steinberg (2002) kemandirian merupakan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas, maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian, berdasarkan motivasi sendiri untuk menguasai sesuatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
13
2.1.1 Ciri-Ciri Kemandirian Belajar Berdasarkan pengertian kmandirian belajar tersebut, maka ciri-ciri kemandirian belajar dapat dikenali. Dalam bukunya, Chabib Thoha (1996) mengutip pendapat Brawer bahwa ciri-ciri perilaku mandiri adalah : a. Seseorang mampu mengembangkan sikap kritis terhadap kekuasaan yang datang dari luar dirinya. Yang berarti mereka tidak segera menerima begitu saja pengaruh orang lain tanpa dipikirkan terlebih dahulu segala kemungkinan yang akan timbul. b. Ada kemampuan untuk membuat keputusan secara bebas tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Sedangkan Spancer dan Koss, merumuskan ciri-ciri perilaku mandiri sebagai berikut : a. Mampu mengambil inisiatif. b. Mampu mengatasi masalah. c. Penuh ketekunan. d. Memperoleh kepuasan dari hasil usaha. e. Berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Apabila berdasarkan pendapat tersebut dicermati secara mendalam akan nampak rumusan-rumusan tentang ciri-ciri kemandirian belajar sebagai berikut : a. Mampu berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif. b. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. c. Tidak lari atau menghindari masalah. d. Memecahkan masalah dengan berpikir yang mendalam. e. Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. f. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain. g. Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan. h. Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. 2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar menurut Thoha (1996) dapat dibedakan menjadi dua faktor dari dalam dan dari luar. 1. Faktor intern / dari dalam diri antara lain : faktor kematangan usia, dan jenis kelamin. Anak yang semakin tua usianya akan cenderung
14
semakin mandiri. Disamping itu intelegensi seseorang juga berpengaruh terhadap kemandirian seseorang. 2. Faktor ekstern/ dari luar meliputi : faktor kebudayaan, dan faktor keluarga
terhadap anak. Faktor kebudayaan memberi pengaruh
terhadap kemandirian. Masyarakat yang maju dan komplek tuntutan hidupnya
cenderung
mendorong
tubuhnya
kemandirian
dibandingkan dengan masyarakat yang sederhana. Kemudian faktor keluarga terhadap anak bahkan sampai pada cara hidup orang tua berpengaruh terhadap kemandirian anak. Berdasarkan uraian diatas diperoleh bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar antara lain faktor dari dalam meliputi kematangan usia dan jenis kelamin sedangkan faktor dari luar terdiri dari faktor kebudayaan dan faktor keluarga. 2.1.3. Aspek-Aspek Kemandirian Belajar Mahasiswa dapat dikatakan mandiri dalam belajar apabila mempunyai aspek-aspek yang telah dikemukakan oleh Thoha (1996) yaitu sebagai berikut: 1. mampu berfikir kritis dan kreatif dengan ciri-ciri mempunyai kreatifitas yang tinggi, mempunyai ide-ide yang cemerlang, menyukai hal-hal yang baru, suka mencoba-coba dan tidak suka meniru orang lain. 2. tidak mudah terpengaruh oleh orang lain 3. tidak menghindari masalah dalam belajar 4. mampu memecahkan masalah sendiri tanpa bantuan dari orang lain 5. belajar dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan 6. bertanggung jawab dengan ciri-ciri mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan tanpa bantuan orang lain, mampu membuat keputusan sendiri, mampu menyelesaikan masalah sendiri dan bertanggung jawab atau menerima resiko dari perbuatannya.
15
2.2. Pengertian Pengambilan Keputusan Anoraga (2001) berpendapat bahwa pengambilan keputusan tidak lebih dari memilih berbagai alternatif. Anaroga menambahkan bahwa keputusan menjadi cepat dan tepat bila ada unsur-unsur lain yang membantu seperti tenaga, waktu, pikiran, dana dan fasilitas karena aplikasinya harus dipelajari menurut tempat, waktu, keadaan dan sifat dari masalah yang dihadapi. Siagian ( dalam Syamsi 2000) mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakekat suatu pengumpulan fakta dan data penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dalam pengambilan keputusan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Basori (2004) menyebutkan bahwa pengmbilan keputusan merupakan suatu proses untuk menentukan berbagai alternatif yang berkaitan dengan suatu hal sesuai dengan keadaan diri dan lingkungan. Menurut Budiprasetyo (2002) pengambilan keputusan merupakan suatu proses dan berlangsung dalam suatu sistem, walaupun merupakan suatu keputusan yang sifatnya paling pribadi sekalipun. Dalam kegiatan manusia sehari-hari, keputusan merupakan hal yang biasa diambil atau dilakukan karena manusia menghadapi berbagai permasalahan untuk dapat mempertahankan kehidupan. Menurut Shull (dalam Supriyanto dan Santoso, 2005) pengambilan keputusan merupakan proses-proses sadar yang didasari atas fakta fakta dan nilai-nilai, yang melibatkan aktivitas memilih dari berbagai alternatif dengan maksud untuk mencapai suatu keadaan yang diinginkan.
16
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah pengakhiran dari suatu proses pemikiran tentang apa yang dianggap sebagai masalah, sebagai sesuatu yang merupakan penyimpangan dari apa yang dikehendaki, direncanakan ataupun yang dituju, dengan menjatuhkan suatu pilihan alternatif untuk pemecahan masalah. 2.2.1 faktor-faktor dalam mengambil keputusan Menurut Terry (1989) faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan sebagai berikut: 2 hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan; 3 setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan 4 setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan kepentingan orang lain; 5 jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan; 6 pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik; 7 pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama; 8 diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik. 9 setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan yang diambil itu betul; dan 10 setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan menurut Sukardi (dalam Ardianto, 2008) adalah sebagai berikut : 1. Faktor dari dalam meliputi : a. Bakat yaitu: suatu kondisi, kualitas yang dimiliki seseorang yang memungkinkan individu berkembang pada masa mendatang.
17
b. Minat yaitu: suatu perangkat mental yang terdiri dari kombinasi, perpaduan dan campuran perasaan, harapan dan kecenderungan-kecenderungan lain yang mengarah pada suatu pilihan tertentu. c. Sikap yaitu: kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Suatu kecenderungan yang relatif stabil yang dimiliki seseorang di dalam bereaksi terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi-situasi tertentu d. Kepribadian yaitu: suatu organisasi yang dinamis di dalam diri seseorang yang berisikan sistem-sistem psikofisik dan penyesuaian yang baik terhadap lingkungan. e. Aspirasi dan pengetahuan pendidikan yaitu: suatu keterkaitan yang berkaitan langsung dengan perwujudan cita-cita. f. Intelegensi yaitu : kemampuan seseorang untuk bertingkah lakusesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan 2. Faktor sosial meliputi a. Kelompok primer : keluarga merupakan kelompok primer dan bagian dari masyarakat yang membentuk ide-ide, sikap, melatih kebiasaan-kebiasaan, dasar-dasar pendidikan, membangun kreatifitas dan kedisiplinan. b. Kelompok skunder : keadaan teman sebaya akan menyangkut pendidikan dan keadaan keluarganya, termasuk sifat, sikap dan pandangan teman sebaya.
18
2.2.2
Aspek-aspek Pengambilan Keputusan Berkaitan dengan pengambilan keputusan , Herren, Kass, Tinsley dan
Morelland (1978 ) dalam Bramantya (1999) memperkenalkan tiga bentuk dalam pengambilan keputusan yaitu : a. Pengambilan keputusan yang rasional, dalam hal ini seseorang mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang raasional yang matang, bertanggung jawab, mengenali diri sendiri, penuh pertimbangan, dan pengenalan situasi yang ada. b. Pengambilan keputusan intuitif, keputusan diambil dengan tidak melibatkan pertimbangan rasional yang matang. Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan perasaan bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan yang terbaik, tanpa melibatkan faktor rasional. Dalam bentuk ini, kepekaan seseorang dapat akan sangat menentukan, dan faktor intuisi merupakan faktor yang mendominasi pengambilan keputusan. c. Pengambilan keputusan yang merupakan gabungan dari pengambil keputusan rasional-intuitif. Disamping mempergunakan asprk rasio, suatu keputusan diambil dengan mempertimbnagkan pula aspek intuisi. Pengambilan keputusan akan mempertimbangkan secara rasional keputusan yang diambil, akan tetapi pada sisi lain, individu juga tidak mengabaikan keputusan. Menurut Atmosudrjo (1989) dalam Bramantya(1999) memperkenalkan dua bentuk pengambilan keputusan yaitu : a. Pengambilan keputusan yang rasional. Dalam hal ini seseorang mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional yang matang, tanggung jawab dan tidak memberi dampak negatif. b. Pengambilan keputusan yang rasional intuitif. Seseorang merencanakan suatu karir tidak dapat hanya menggunakan perasaaan akan tetapi juga menggunakan pertimbangan pemikiran secara rasional, apakah karir tersebut sesuai dengan kemampuannya, tidak beresiko tinggi dan merupakan yang terbaik bagi diri dan lingkungan individu. Aspek pengambilan keputusan menurut Harren, dkk (dalam Pratiwi, 2009), yaitu: a. Bertanggungjawab, yaitu sejauh mana tanggung jawab subyek terhadap masa depan. Pada tahap terakhir setelah keputusan dibuat, individu menjadi terikat kepada jalur tindakan baru dan bertanggung jawab memikirkan bagainmana melaksanakan keputusan yang dibuatnya. b. Mengenali diri sendiri, yaitu sejauh mana subyek mengenal kemampuan dirinya sendiri. Apabila kita mengalami suatu masalah, kita 19
dihadapkan pada pilihan untuk menghadapi masalah atau tantangan tersebut atau tidak, dengan melihat kemampuan-kemampuan yang kita miliki dan yang kita ketahui tentang masalah tersebut. c. Pertimbangan, sejauh mana subyek melakukan atau membuat pertimbangan akan keinginan dan cita – cita. Dalam bagian ini berarti individu mempertimbangkan alternatif-alternatif keputusan secara matang dengan melihat kelemahan dan kelebihannya serta mencari informasi untuk mendukung penilaian tujuan-tujuan serta nilai-nilai yang relevan dengan suatu keputusan. d. Pengenalan situasi yang ada, yaitu sejauh mana subyek mengenal keadaan dan perkembangan karir disekitarnya. Berdasarkan beberapa aspek pengambilan keputusan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi terbentuknya pengambilan keputusan adalah aspek bertanggungjawab, mengenali diri sendiri, pertimbangan, dan pengenalan situasi yang ada. Aspek-aspek pengambilan keputusan menurut pendapat Harren, dkk merupakan aspek yang gunakan oleh peneliti untuk membuat skala penelitian 2.2.3. Langkah-langkah Pengambilan Keputusan Menurut Supranto (1998), langkah-langkah dalam pengambilan keputusan, yaitu: a. Rumuskan / definisikan persoalan keputusan Persoalannya ialah sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan atau diharapkan, sehingga harus berusaha mencari pemecahan yang baik bagi suatu soal yang tepat (benar) sebab pemecahan terbaik bagi persoalan yang salah tak ada gunanya. Maka dari itu, dalam membuat keputusan untuk memecahkan persoalan harus bisa menemukan persoalan apa yang perlu dipecahkan. b. Kumpulan informasi yang relevan Memecahkan persoalan berarti suatu keputusan atau tindakan untuk menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan tersebut, maka perlu dikumpulkan data atau informasi yang relevan. c. Cari alternatif tindakan Memutuskan sesuatu berarti memilih salah satu dari beberapa alternatif yang tersedia berdasarkan kriteria tertentu. d. Analisis alternatif yang fisibel Setiap alternatif harus dianalisis, harus dievaluasi baik berdasarkan suatu kriteria tertentuatau prioritas. Hasil analisis sangat memudahkan pengambilan keputusan di dalam memilih alternatif yang terbaik, oleh karena kegiatan analisis berusaha memisahkan mana alternatif yang harus dipertahankan karena memenuhi syarat tertentu dan mana yang harus ditinggalkan karena tidak memenuhi syarat.
20
e. Memilih alternatif yang terbaik Di dalam pengambilan keputusan, pengambil keputusan harus memilih salah satu alternatif di antara banyak alternatif. f. Laksanakan keputusan dan evaluasi hasilnya Pengambilan keputusan berarti mengambil tindakan tertentu (taking a certain action). Pelaksanaan suatu rencana tindakan (action plane), merupakan tahap akhir dari proses pengambilan keputusan. Hal yang harus selalu dilakukan adalah membuat evaluasi hasil keputusan, apakahmemang sudah sesuai dengan tujuan semula yang sudah digariskan sebagai suatu kebijaksanaan (policy) atau ada hal-hal baru yang mengharuskan merubah tujuan semula. Langkah pengambilan keputusan menurut Manullang (1994), yaitu: a. Menerima tantangan Pengambilan keputusan dimulai manakala seseorang dihadapkan kepada suatu tantangan terhadap jalur tindakannya yang sedang berlaku. b. Mencari alternatif Bila suatu jalur tindakan yang sedang berlaku mendapatkan tantangan, pengambilan keputusan yang efektif mulai mencari alternatif.Seseorang mempertimbangkan secara matang-matang tujuan-tujuannya serta nilai-nilai yang relevan dengan suatu keputusan. Lalu memakai informasi itu untuk mencari secara cermat sejajaran alternatif yang luas yang memberikan sesuatu harapan ke arah pencapaian tujuan-tujuan bersangkutan. c. Penilaian alternatif Kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan dari masing-masing alternatif dipertimbangkan dengan cermat. Dalam tahap ini diperlukan upaya besar untuk mencari informasi yang dapat dipercaya yang relevan dengan keputusan yang efektif mencari fakta-fakta serta ramalan-ramalan dari berbagai ragam sumber berkenaan dengan akibat-akibat dari alternative alternatif yang sedang dipertimbangkan. d. Menjadi terikat Pengambilan keputusan yang efektif menelaah kembali segala informasi yang telah terkumpul sebelum mengambil suatu keputusan terakhir. e. Berpegang pada keputusan Setiap pengambilan keputusan berharap segala-galanya akan berjalan lancar sesudah suatu keputusan diambil, tetapi hambatan terjadi. Memilih alternatif terbaik belumlah mencukupi. Jika keputusan tidak dilaksanakan secara memadai, hasil yang menggembirakan tidak akan tercapai. Pengambilan keputusan yang efektif membuat rencana guna melaksanakan keputusan. Menurut langkah-langkah tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pengambilan keputusan adalah
mendiagnosa
keadaan,
mengembangkan
21
berbagai
kemungkinan
pemecahan masalah, menilai berbagai kemungkinan pemecahan, mengambil keputusan, melaksanakan keputusan dan menilai hasil. 2.2.4. Proses Pengambilan Keputusan Proses pengambilan keputusan terdiri atas empat tahap, sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi masalah. Masalah pokok yang dihadapi adalah berada dalam suatu situasi dan kondisi tertentu. harus mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi masalah. Tahap ini merupakan yang paling sulit. Sering dijumpai antara gejala dan masalah yang sesungguhnya sering terjadi kerancuan. telah dapat dirumuskan secara jelas maka kita dapat menanganinya secara mudah. 2. Merumuskan berbagai alternatif. harus menentukan berbagai alternatif penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi. Beberapa alternatif kadang-kadang
dapat
diperbaiki
dengan
mempertimbangkan
pengalaman di waktu lalu. 3. Menganalisis alternatif. Tahap ini mungkin memerlukan pengujian yang sulit. Hal ini menyangkut tujuan jangka panjang dan jangka pendek perusahaan. Meskipun analisis harus dilakukan secara obyektif, tetapi proses pemilihan akhir pasti mengandung unsur penilaian yang subyektif. 4. Mengusulkan suatu penyelesaian dan menyarankan suatu rencana tindakan. Setelah melewati tahap-tahap diatas, disarankan suatu penyelesaian yang logis, meskipun kenyataan, kesempatan dan resiko yang dihadapi sama, tetapi kesimpulan yang diambil dapat berbedabeda. 22
2.2.5. Fase-fase Pengambilan Keputusan Modifikasi fase pengambilan keputusan dapat diklasifikasikan oleh Angel dkk (1995) dalam Noviana (2009) sebagai berikut : 1. Kebutuhan dan motivasi yaitu : mengenai kebutuhan yang mendasar pembuatan keputusan serta keterlibatan orang lain dalam memberikan motivasi. 2. Pencarian infarmasi, yang berkaitan dengan informasi yang telah dapat diingat, serta perolehan informasi dari sumber informasi. 3. Penilaian terhadap alternatif pilihan yang berisi faktor-faktor yang digunakan untuk membandingkan masing-masing alternatif. 4. Pelaksanaan keputusan, yang menekankan pada cara pelaksanaan keputusan dan adanya proses keputusan tambahan. 2.3. Kerangka Berpikir Mahasiswa menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa dituntut memiliki kemandirian belajar yang tinggi agar mereka dapat mengambil keputusan-keputusan hidupnya. Kemandirian belajar juga dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa karena dengan kemandirian belajar yang tinggi maka mereka tidak tergantung pada orang lain. Ketika mahasiswa memiliki kemandirian belajar, mereka dapat mengatur waktu belajar, mentukan target belajar dan lain sebagainya. Kemandirian belajar mahasiswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah pengambilan keputusan program studi. Pengambilan
23
keputusan proram studi akan mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung dalam kemandirian belajar mahasiswa. Ketika mereka mangambil keputusan berdasarkan keinginannya sendiri dan didukung dengan keinginan pihak lain (orang tua, teman sebaya, dunia kerja, dll) maka mereka akan memiliki kemandirian belajar yang tinggi. Oleh karena itu, peneliti ingin menguji apakah ada hubungan yang signifikan antara pengambilan keputusan program studi dengan kemandirian belajar mahasiswa Bimbingan konseling tahun akademik 2012-2013. Variabel Bebas (X):
Variabel terikat (Y):
Kemantapan Pengambilan keputusan
Kemandirian belajar
2.4. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :“ Ada hubungan yang signifikan antara kemantapan pengambilan keputusan pemilihan program studi dengan kemandirian belajar pada mahasiswa angkatan 2012 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Salatiga”.
24