BAB II Landasan Teori
A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial
Hurlock (1999) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Menurut Eysenck, dkk dalam Anantasri, (1997) penyesuaian sosial merupakan proses individu atau suatu kelompok mencapai keseimbangan sosial dalam arti tidak mengalami konflik dengan lingkungan, dengan demikian individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Schneiders (1964) juga menyebutkan penyesuaian sosial sebagai kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas sosial, situasi, dan hubungan sehingga tuntutan atau kebutuhan dalam kehidupan sosial terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Penyesuaian sosial adalah proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya (Schneiders, 1964). Dari pengertian diatas didapat disimpulkan bahwa penyesuaian sosial sebagai kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial agar dapat memenuhi tuntutan dalam kehidupan sosial.
Universitas Sumatera Utara
2. Aspek – Aspek Penyesuaian Sosial
Menurut Schneider (1964) aspek – aspek penyesuaian sosial adalah sebagai berikut: a. Penyesuaian sosial terhadap keluarga Penyesuaian sosial yang baik terhadap lingkungan keluarga memiliki ciri – ciri sebagai berikut: 1. Adanya hubungan yang sehat antar anggota keluarga, tidak ada penolakan (rejection) orang tua terhadap anak – anaknya, tidak ada permusuhan, rasa benci atau iri hati antar anggota keluarga. 2. Adanya penerimaan otoritas orang tua, hal ini penting untuk kestabilan rumah tangga dan anak wajib menerima disiplin orang tua secara logis. 3. Kemampuan untuk mengemban tanggung jawab dan penerimaan terhadap pembatasan atau larangan yang ada di dalam peraturan keluarga. 4. Adanya kemauan saling membantu antara anggota keluarga baik secara perorangan maupun kelompok. 5. Kebebasan
dari
ikatan
secara
emosional
secara
bertahap
dan
menumbuhkan rasa mandiri.
b. Penyesuaian sosial terhadap lingkungan sekolah Penyesuaian sosial yang baik terhadap lingkungan sekolah memiliki ciri – ciri sebagai berikut: 1. Adanya perhatian, penerimaan, minat dan partisipasi terhadap fungsi dan aktivitas sekolah.
Universitas Sumatera Utara
2. Adanya hubungan yang baik dengan komponen sekolah seperti guru, dan teman sebaya.
c. Penyesuaian sosial terhadap lingkungan masyarakat Penyesuaian sosial yang baik terhadap lingkungan masyarakat memiliki ciri – ciri sebagai berikut : 1. Mengenal dan menghormati orang lain di sosial 2. Bergaul dengan orang lain dan mampu mengembangkan sifat bersahabat, keduanya diperlukan untuk penyesuaian sosial yang efektif. 3. Penyesuaian sosial yang menarik dan dukungan untuk kesejahteraan orang lain. 4. Bersikap hormat terhadap hukum, tradisi, dan adat istiadat. Adanya kesadaran untuk mematuhi dan menghormati peraturan dan tradisi yang berlaku dilingkungan maka ia akan dapat diterima dengan baik dilingkungannya 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial Schneider (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian sosial seorang individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Kondisi Fisik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, meliputi hereditas, konstitusi fisik, kesehatan, sistem syaraf, kelenjar, dan otot. b. Perkembangan dan kematangan, khususnya intelektual, sosial, moral, dan emosi.
Universitas Sumatera Utara
c. Kondisi psikologis, meliputi pengalaman. Selain itu ada proses belajar, pembiasaan, frustrasi, dan konflik. d. Kondisi lingkungan, khususnya lingkungan rumah dan keluarga, dimana kondisi keluarga dapat menimbulkan kesulitan remaja melakukan penyesuaian sosial. e. Faktor kebudayaan, termasuk agama. Dimana nilai-nilai sosial budaya mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang, termasuk penyesuaian sosialnya.
B. Penyakit Kronis Sinusitis 1. Pengertian Penyakit Kronis Sinusitis Penyakit kronis merupakan penyakit yang perlu dikelola selama periode bulan, tahun, atau bahkan perjalanan hidup. Penyakit kronis terdiri dari kelompok yang sangat beragam gangguan, yang memiliki berbagai implikasi bagi perkembangan psikologis anak (Wenar, 2006). Penyakit kronis merupakan penyakit yang mempunyai karakteristik yaitu suatu penyakit yang bertahap-tahap, mempunyai perjalanan penyakit yang cukup lama, dan sering tidak dapat disembuhkan (Belsky, 1990). Salah satu penyakit kronis tersebut ialah sinusitis. Sinusitis merupakan proses peradangan pada lapisan mukosa sinus paranasal yang mungkin timbul dari sejumlah penyebab, mulai untuk sederhana, peradangan lokal, dengan gangguan sistemik yang serius (Jovce, 2003). Sinusitis kronis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 3 bulan (Arsyad, Efiaty, dkk, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Hilger (1997) mengklasifikasi secara klinis sinusitis atas tiga bagian yaitu sinusitis akut, sinusitis subakut dan sinusitis kronis. Menurut Cody (1991) sinusitis dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yang pertama yaitu sinusitis akut yaitu suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung adari 1 hari sampai 3 minggu, yang kedua sinusitis sub akut, yaitu infeksi sinusitis yang berlangsung 3 minggu sampai sekitar 3 bulan, dan yang ketiga adalah sinusitis kronik yang dimulai sekitar 3 bulan dan berlangsung sampai waktu yang tidak terbatas. Dapat disimpulkan bahwa, penyakit kronis sinusitis merupakan peradangan lapisan mukosa sinus paranasal yang mempunyai perjalanan penyakit yang bertahap dan cukup lama yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
2. Gejala dan Tanda Klinis
Menurut Ballenger, (2007) gejala – gejala yang timbul dari penyakit sinusitis kronis yaitu : a. Gejala subyektif a.1 Nyeri
Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak. Secara anatomi, gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus) dipisahkan dari saluran didalam pembuluh tubuh (lumen sinus) hanya oleh lapisan tipis tulang atau mungkin tanpa tulang hanya oleh mukosa (Ballenger, 1997).
Universitas Sumatera Utara
a.2 Sakit kepala
Merupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis. Wolff dalam Ballenger (1997) menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul merupakan akibat adanya berlebihnya cairan didalam tubuh (kongesti) dan pembengkakan (edema ) di saluran yang dilewati darah ke jantung (ostium) sinus dan sekitarnya. Sakit kepala yang bersumber di hidung akan meningkat jika membungkukkan badan kedepan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat istirahat ataupun saat berada dikamar gelap. Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya statis vena (Ballenger, 1997).
a.3 Nyeri pada penekanan
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada penyakit di hidung yang berhubungan dengan permukaan wajah (Ballenger, 1997).
a.4 Gangguan penghindu
Indra penghindu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah hilangnya penghindu (anosmia). Hal ini disebabkan adanya sumbatan pada fisura olfaktorius didaerah tulang ethemoid (konka media). Oleh karena itu ventilasi pada meatus
Universitas Sumatera Utara
superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan hilangnya indra penghindu (Ballenger, 1997).
b. Gejala Obyekif
b.1 Pembengkakan dan udem
Jika sinusitis yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut, dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat radang akut (periostitis). Palpasi atau tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan jari mendapati sensasi seperti pada penebalan ringan atau seperti meraba beludru (Ballenger, 1997).
b. 2 Sekret nasal
Mukosa hidung jarang merupakan pusat fokus peradangan supuratif, sinusitis yang merupakan pusat fokus peradangan semacam ini (Ballenger, 1997). Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan secret kental mukopurulen dari meatus medius, secret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga seringkali ada.
c. Diagnosis sinusitis kronis
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
riwayat
medis
(anamnesis),
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini (Mangunkusomo dan Soetjipto, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos posisi atau CT-scan. CTscan sinus merupakan gold standard karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal, hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau praoperasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus (Mangunkusomo dan Soetjipto, 2007).
C. Remaja 1. Definisi Remaja Santrock (2003) mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin yang artinya “tumbuh untuk mencapai kematangan” (Hurlock, 1999). Remaja sebetulnya tidak memiliki tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, namun tidak pula termasuk golongan orang dewasa. Piaget (Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa istilah “adolescence” mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial dan fisik. Dapat disimpulkan bahwa, remaja adalah individu yang berada pada peralihan antara masa kanakkanak menuju masa dewasa.
2. Batasan Usia Remaja Menurut Santrock (2003), remaja dibagi atas dua bagian, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Remaja Awal (Early adolescence) Sub tahap ini ditunujukan untuk individu yang berusia 11-14 tahun . Umumnya sama dengan siswa yang duduk di bangku sekolah menengah pertama dan individu ini tengah mengalami banyak perubahan untuk pubertas. b. Remaja Akhir ( Late Adolescence) Sub tahap ini ditunjukan unutk individu yang berusia 15-19 tahun. Umumnya sama dengan siswa yang duduk di sekolah menengah atas atau mahasiswa pada awal perkuliahan. Dalam sub tahap ini muncul minat yang lebih nyata untuk karir, pacaran, dan ekplorasi identitas . Yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah individu dalam sub tahap remaja akhir yang mengalami transisi menuju dewasa.
3. Tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) ada beberapa tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu: a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik laki-laki maupun perempuan. b. Mencapai peran sosial laki-laki dan perempuan. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab. e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa
lainnya. f. Mempersiapkan karir ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi. D. Penyesuaian Sosial Pada Remaja Penderita Sinusitis Kronis Schneiders (1964) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial merupakan proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Schneiders (1964) juga menyebutkan bahwa penyesuaian sosial sebagai kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas sosial, situasi, dan hubungan sehingga tuntutan atau kebutuhan dalam kehidupan sosial terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Hurlock (1999) menyatakan bahwa penyesuaian sosial yang berhasil akan menuju pada kondisi mental yang baik dalam arti mampu memecahkan masalahnya dengan cara realistis, menerima dengan baik sesuatu yang tidak dapat dihindari, memahami secara obyektif kekurangan orang lain yang bekerja dengan dirinya. Perkembangan kognitif pada remaja akhir menurut Santrock (2003) dimana remaja seharusnya sudah mampu memecahkan masalah-masalah yang rumit dan memiliki kemampuan untuk berfikir multidimensi. Masa akhir remaja juga mulai memikirkan karir, pacaran, dan eksplorasi identitas, sering mengalami ketidakstabilan emosi dari waktu ke waktu sebagai konskuensi dari usaha penyesuaian seorang remaja pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Hurlock, (1999) menjelaskan bahwa pada masa remaja akhir, emosi disalurkan
Universitas Sumatera Utara
dengan cara-cara yang lebih dapat diterima, individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional. Penyesuaian sosial dikatakan baik ketika seorang remaja dapat melakukan penyesuaian sosial terhadap keluarga, sekolah serta dilingkungan masyarakat dengan baik (Schneiders, 1964). Penyesuaian yang berhasil memerlukan beberapa tindakan yang harus dilakukan secara terus menerus, meminimalkan keterbatasan yang dimiliki, mempertahankan hubungan dengan orang lain, menghindari distress emosional serta mempertahankan kualitas hidup (Edward, dalam Sarafino, 2011). Remaja yang memiliki penyesuaian sosial yang baik akan berkembang menuju pribadi yang dewasa, yaitu dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai masyarakat, seperti hukum, kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, dan mampu berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial (Schneiders, 1964). Penyesuaian sosial seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya ialah kondisi fisik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, meliputi konstitusi fisik serta kesehatan. Kondisi fisik serta kesehatan yang kurang baik, dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dapat diterima di lingkungannya (Schneider, 1964). Menurut American Academy of Pediatrics (1993), kondisi kesehatan kronis merupakan suatu penyakit atau cacat yang diderita dalam waktu lama dan memerlukan perhatian dalam bidang kesehatan dan perawatan khusus dibandingkan dengan anak normal seusianya, baik dalam perawatan di rumah sakit, maupun perawatan kesehatan di rumah. Fenomena di lingkungan sekitar salah satunya adalah remaja penderita sinusitis kronis. Sinusitis kronis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal
Universitas Sumatera Utara
yang berlangsung lebih dari 3 bulan (Arsyad, Efiaty, dkk, 2007). Remaja dalam kondisi kesehatan dengan penyakit kronis akan berbeda dengan remaja pada umumnya. Mereka hidup dengan penyakit hampir di sepanjang kehidupannya. Meskipun remaja yang memiliki penyakit kronis terkadang memiliki kemampuan sosial yang baik, mereka cenderung mengambil bagian kecil dalam aktivitas di luar rumah (Sawyer, Couper, Martin, & Kennedy, 2003). Beberapa gejala yang akan timbul dari penyakit sinusitis kronis seperti, hidung tersumbat, demam, secret mukopurulen yang sering turun ke tenggorokan. Lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok akan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia yang bisa menimbulkan secret kental berbau busuk yang bisa dirasakan oleh orang sekitar kita (Arsyad, Efiaty, dkk, 2007). Penderita sinusitis kronis ini biasanya putus asa, karena lebih sering sakit. Mereka akan memiliki masalah selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Berbagai bentuk pengobatan tidak akan membantu untuk waktu yang lama (Jovce, 2003). Dapat disimpulkan bahwa penyesuaian sosial pada remaja penderita penyakit kronis dapat diterima dan memuaskan ketika remaja mampu beraksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas sosial, situasi dan hubungan sehingga tuntutan atau kebutuhan dalam kehidupan sosial terpenuhi meskipun dengan penyakit kronis sinusitis yang diderita remaja saat ini.
Universitas Sumatera Utara
E. Paradigma Teoritis
Penyesuaian sosial (Schneider, 1964)
Penyesuaian Sosial di Lingkungan Keluarga
Tugas Perkembangan Remaja (Hurlock, 1999) : • Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik lakilaki maupun perempuan • Memperoleh peranan sosial • Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif
Penyesuaian Sosial di Lingkungan Sekolah
Faktor (Schneider, 1964) : • Kondisi Fisik (Kesehatan) • Lingkungan
Penyesuaian Sosial di Lingkungan Masyarakat
Remaja Akhir (15-19 Tahun) Sinusitis Kronis Ballenger, (2007)
Faktor lain : • Tipe Kepribadian • Jenis Kelamin
Ket : : Faktor yang berpengaruh
Universitas Sumatera Utara