7
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Temulawak Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Tanaman ini berbatang semu dan habitusnya dapat mencapai ketinggian 2-2,5 meter dan lebar 30-90 cm. Tiap rumpun tanaman terdiri atas beberapa tanaman dan tiap tanaman memiliki 2-9 helai daun. Tanaman temulawak dapat berbunga terus-menerus sepanjang tahun secara bergantian yang keluar dari rimpangnya. Kedudukan tanaman temulawak dalam tata nama (sistematika) tumbuhan termasuk kedalam klasifikasi sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorizza Roxb.
Rimpang induk temulawak bentuknya bulat seperti telur, sedangkan rimpang cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya memanjang. Tiap tanaman mempunyai rimpang cabang antara 3-4 buah. Warna kulit rimpang sewaktu masih muda maupun tua adalah kuning kotor. Warna buahnya adalah kuning, dengan citarasa pahit, berbau tajam serta keharumannya sedang (Rukmana, 1995). Kandungan zat yang terdapat pada rimpang temulawak terdiri atas pati, abu, serat, dan minyak atsiri. Komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut “kurkumin”, dan juga protein, pati, dan minyak atsiri.
8
Tabel 2.1 Senyawa Kimia pada Minyak Atsiri Temulawak Senyawa -Pinene Camphene -Pinene Cis-Pinene Myrcene -Terpene 1,8-Cineole (Z)- -Ocimene Camphor Cis-Dehydro- -Terpineol -Terpineol Terpinen-4-Ol Ethyl-4e-Octenoate Dihydro Cytronellol Acetate -Cubebene (Z)- -Damascenone Methyl Perillate (Z)-Isocugeol -Cis-Bergamotene Methyl Undecanoate -Humulene (Z)- -Farnesene -Elemene (E)- -Farnesene Ar-Curcumene -Curcumene -Bisabolene (Z)- -Bisabolene -Curcunene -Sesquiphellandrene 1,10-Decanediol (Z)-Isoeugenol Acetate Caryophyllene Oxide Thujopsan-2- -Ol Sesquithuriferol 1,10-Di-Epi-Cubenol Citronellyl Pentanoate Cis-Cadin-4-En-7-Ol Cubenol -Eudesmol (E)-Amyl Cinnamic Alkohol (E)-Cytronellyl Tiglate -Bisabolol Ar-Curcumen-15-Al 1-Phenyl-Hepta-1,3,5-Trynen 4-Hydroxy-3-Methoxy-Cinnamaldehyde Chamazulene (E,Z)-Farnesol -Bisabolol Oxide A Xanthorrizol Butyl Dodecanoate Sumber : Jantan dkk. (2012).
Presentase 0,3 0,7 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 5,4 0,3 0,3 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,6 0,1 0,1 0,2 0,4 1,2 13,2 2,6 0,6 2,6 17,1 0,4 0,4 1,2 0,5 0,3 0,2 0,4 5,7 0,8 0,5 0,8 0,7 0,9 3,5 0,8 0,3 0.9 0,3 0,1 0,2 31,9 0,2
Indeks Retensi 940 956 976 986 991 1016 1034 1037 1156 1160 1167 1177 1187 1321 1351 1364 1394 1407 1414 1428 1439 1443 1448 1457 1493 1481 1505 1516 1523 1538 1549 1567 1581 1587 1605 1619 1626 1637 1647 1654 1661 1668 1687 1712 1721 1728 1732 1745 1749 1768 1786
9
Kadar minyak atsiri rimpang temulawak antara 4,6%-11%, mempunyai rasa yang tajam dan bau khas aromatik (Afifah, 2003). Berdasarkan penelitian jantan dkk. (2012) senyawa kimia yang dominan terdapat pada minyak atsiri temulawak adalah xanthorrizol dan
-
curcumenen. Selain senyawa kimia pada minyak atsiri temulawak dapat dilihat pada Tabel 2.1. a. Xanthorrizol Xanthorrizol adalah senyawa aktif utama pada minyak atsiri temulawak, dengan nilai IC50 sebesar 1,93 mol/L. Efek antioksidan yang kuat dari xanthorrizol disebabkan adanya grup hidroksi fenol pada
kerangka
bisabolene.
Efek
antioksidan
muncul
karena
kemampuan komponen tersebut untuk mencelatkan ion logam Cu2+ dan mampu menghambat inisiasi oksidasi LDL dan pembentukan radikal bebas dari lipoprotein (Jantan et al, 2012). Struktur xanthorizzol adalah seperti Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Xanthorizzol (Jantan et al, 2012). Kandungan xanthorrizol dalam temulawak adalah sebesar 32% (Jantan dkk., 2012). berdasarkan setiawan dkk. (2013) kelebihan senyawa xanthorrizol adalah tidak berwarna, tidak berbau, tidak volatil, tahan panas dan keasaman. Xanthorrizol merupakan antibakteri potensial yang mempunyai spektrum luas terhadap aktifitas anti bakteri, stabil terhadap panas, dan aman terhadap kulit manusia. Menurut Hwang (2004) xanthorrizol mempunyai ketahanan yang baik terhadap panas, yakni pada temperatur tinggi antara 60-121oC masih mempunyai aktifitas antibakteri.
10
b. Kurkuminoid Salah satu kandungan utama temulawak adalah kurkuminoid. Kurkuminoid merupakan bentuk campuran senyawa diarilheptanoid, yakni kurkumin, demetoksi kurkumin, dan bisdemetoksi kurkumin dengan pigmen utama yakni kurkumin (Cahyono dkk., 2011 ). Fraksi kurkuminoid dalam temulawak terdiri dari dua komponen yaitu kurkumin dan desmetoksi kurkumin (Grafianita, 2011). Rumus struktur kurkuminoid dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Rumus Struktur Kurkuminoid (Cahyono dkk. 2011) Kurkumin merupakan senyawa turunan fenol yang banyak dijumpai pada kunyit dan temulawak (Setyowati dkk. 2013). Adanya gugus fenolik pada senyawa kurkuminoid menyebabkan kurkuminoid mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat (Cahyono dkk. 2011). Kurkumin adalah pigmen berwarna kuning. Pada isolasi senyawa murni, kurkumin berbentuk bubuk kristalin dengan titik leleh 180183oC (Camble dkk., 2011). Pigmen kurkumin larut dalam pelarut polar seperti etanol 95% (Setyowati dkk. 2013). Berdasarkan Cahyono dkk. (2011) kurkumin mengalami degradasi dibawah kondisi asam, basa, pengoksidasian, dan pencahayaan. Kurkumin terdegradasi apabila terkena cahaya ultraviolet dan daylight. Perlakuan pemanasan berupa pendidihan menyebabkan penurunan kandungan kurkumin mengalami penurunan sebesar 32%.
11
2. Ampas Rimpang Temulawak Ampas adalah sisa barang yang telah diambil sari patinya. Apabila sudah tidak berguna lagi maka dibuang. Pada industri jamu, rempah diambil ekstraknya atau saripatinya. Pada UKM At-Tiin surakarta, temulawak diolah menjadi bubuk temulawak melalui proses pengupasan kulit
temulawak,
pencucian,
kemudian perajangan,
penggilingan,
penggepresan, kemudian sari temulawak ditambah dengan gula dan dibubukkan. Penggilingin temulawak dilakukan 2-3 kali dan kemudian temulawak yang telah digiling diperas dengan cara dipress dengan sekali proses pengepresan. Ampas temulawak UKM At-Tiin sudah tidak digunakan lagi dan diambil tukang sampah. Dalam sekali produksi UKM At-Tiin memasak temulawak kurang lebih 50 kg dengan rendemen sari temulawak 25%, sehingga ampas temulawak sisa produksi UKM At-Tiin kurang lebih 37,5 kg (UKM At-Tiin Surakarta, 2015). Berdasarkan Wibowo (2003) ampas temulawak limbah pabrik jamu “Iboe” mempunyai kadar kurkumin 0,031%-0,044%, kadar kurkuminoid sebesar 0,044%0,076%, kadar minyak atsiri 0,12%-0,15% dan kadar pati sebesar 51,29%-51,58%. 3. Oleoresin Temulawak Oleoresin berasal dari kata “oleo” yang berarti minyak dan “resin” yang berarti damar. Oleoresin adalah minyak dan damar yang merupakan campuran minyak atsiri sebagai pembawa aroma dan sejenis damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin berbentuk padat atau semi padat dan lengket (Amir dan Lestari, 2013). Menurut Stanforth (1973) dalam Yulianti (2010) oleoresin dapat diperoleh melalui ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik. Untuk mengekstrak oleoresin perlu diperhatikan pemilihan pelarut (Assagaf dkk. 2012). Menurut Moyler (1991); Assagaf dkk. (2012) pelarut nonpolar dapat mengekstrak beberapa komponen volatil dan pelarut polar baik untuk ekstraksi oleoresin.
12
Oleoresin temulawak adalah sari temulawak yang mengandung komponen-komponen temulawak baik minyak atsiri (volatil) dan komponen nonvolatil seperti resin dan pigmen. Oleoresin temulawak berwarna merah tua atau merah jingga akibat adanya kurkuminoid dalam oleoresin temulawak (Yulianti, 2010). Menurut Lukas dkk. (2011) oleoresin temulawak berbentuk cair, pekat, berwarna jingga kemerahan, berbau khas temulawak. Oleoresin temulawak dapat diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut organik (Yulianti, 2010). Berdasarkan penelitian Sembiring dkk. (2006) lama ekstraksi mempengaruhi rendemen oleoresin temulawak, semakin lama waktu ekstraksi semakin tinggi rendemen sampai batas 6 jam, pada lama ekstraksi 8 jam rendemen oleoresin temulawak turun. Kahalusan bahan mempengaruhi rendemen oleoresin. Temulawak dengan ukuran mesh 40 dan 60 mesh mempunyai perbedaan rendemen oleoresin. Temulawak bubuk dengan kehalusan 60 mesh mempunyai rendemen oloresin yang lebih besar. Kehalusan bubuk temulawak dan lama ekstraksi tidak berbeda secara signifikan terhadap kadar kurkuminoid namun signifikan terhadap kadar xanthorrizol. Kadar xanthorrizol tertinggi pada tingkat kehalusan 60 mesh. Proses ekstraksi selama 4 jam dilanjutkan dengan pendiaman selama 24 jam. Penentuan formulasi temulawak dengan pelarut etanol 96% berdasarkan penelian Yulianti (2010). Penggunaan rasio pelarut dengan temulawak 4:1 menghasilkan oleoresin terbaik. Kondisi ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pengadukan. Maserasi adalah merendam bahan didalam pelarut. Proses ekstraksi dilakukan selama 4 jam dengan pengadukan kemudian dibiarkan selama 24 jam. Suhu ekstraksi 30oC menghasilkan oleoresin dengan kadar xanthorrizol 42,82% yang lebih tinggi daripada ekstraksi dengan suhu 40 oC-50 oC. 4. Kertas Aktif Berbasis Oleoresin Ampas Rimpang Temulawak Pengemas kertas aktif adalah pengemas dari kertas dengan penambahan zat aditif tertentu yang secara aktif dapat mengubah kondisi
13
makanan yang dikemas, memperpanjang umur simpan, meningkatkan keamanan pangan, mempertahankan rasa dan kualitas makanan (Day, 1989;Rodriguez dkk., 2008). Pengemas kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak telah diteliti oleh Atmaka dkk. (2016). Kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak dibuat dengan mencapur pulp kertas dengan oleoresin ampas rimpang temulawak berbagai konsentrasi (0, 2%, 4%, 6%) dan bahanbahan lain seperti tapioka, tween-80 dan larutan kitosan dalam asam asetat glasial 1%. Berdasarkan penelitian Atmaka dkk. (2016) kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak mempunyai kadar air sebesar 7,86-9,99%. Semakin banyak oleoresin yang ditambahkan semakin kecil kadar air kertas aktif. Ketebalan kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak semakin tebal dengan semakin tinggi kadar oleoresin ampas temulawak yang ditambahkan namun tidak berbeda nyata yakni 0,871-0,880 mm. Ketahanan tarik kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak mempunyai nilai yang lebih rendah daripada kertas tanpa penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak. Ketahanan tarik kertas aktif dengan penambahan oleoresin 2% lebih rendah dibandingkan dengan penambahan oleoresin 4% dan 6%. Ketahanan lipat kertas tanpa penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak lebih tinggi daripada kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak. Kertas aktif dengan penambahan oleoresin 4% dan 6% mempunyai ketahanan lipat yang lebih tinggi daripada penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak 2%. Aktivitas antimikroba kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak berdasarkan penelitian Atmaka dkk. (2016) kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak berbagai konsentrasi tidak berbeda nyata terhadap penghambatan Pseudomonas fluorescens. Sedangkan zona penghambatan kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak berbagai
14
konsentrasi berbeda secara signifikan pada Aspergillus niger. Zona penghambatan kertas aktif dengan panambahan oleoresin ampas rimpang temulawak terhadap Aspergillus niger mengalami peningkatan seiring dengan penambahan konsentrasi oleoresin. Penambahan konsentrasi oleoresin ampas temulawak terpilih adalah konsentrasi 4% karena kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak 4% mempunyai sifat ketahanan lipat dan ketahanan tarik serta aktivitas antimikroba yang lebih baik daripada kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak 2% dan tidak berbeda nyata dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak 6%. Berdasarkan penilaian sensoris parameter warna, aroma, tekstur, dan overall kertas aktif dengan berbagai konsentrasi tidak saling berbeda nyata yang dinilai netral oleh panelis. Kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak sebesar 4 % mempunya karakteristik berupa kadar air sebesar 8,18 ±0,16 %, ketebalan sebesar 0,876±0,00 mm, ketahanan tarik 0,580 N/mm, ketahanan lipat sebesar 0,511±0,047, dengan penilaian sensoris pada warna, aroma, dan overall bernilai netral, zona hambat terhadap Pseudomonas fluorescens sebesar 6,73±1,07 mm dan zona hambat pada Aspergillus niger sebesar 15,06±2,15 mm. Kertas aktif dengan penambahan oleoresin ampas rimpang temulawak sebesar 4% mempunyai gugus fungsi yang menandakan adanya senyawa aktif kurkumin dan xanthorrizol (Atmaka dkk., 2016). 5. Stroberi Tanaman stroberi berasal dari Amerika, Nikolai Ivanovich seorang ahli botani menyebutkan bahwa stroberi berasal dari daerah Chili. Stroberi yang pertama kali ditemukan di Chilli adalah Fragaria chiloensis (L.) Duchesne atau disebut stroberi Chili. Terdapat beberapa spesies stroberi yang menyebar di dunia yakni Fragaria vesca L., Fragaria virginia Duschesbe, Fragaria ananassa Dushesne, dan Fragaria bringhurdii. Stroberi yang pertama kali masuk ke Indonesia adalah jenis
15
Fragaria vesca L. Jenis stroberi yang telah lama beradaptasi di Indonesia disebut stroberi varietas lokal (Rukmana, 1995). Taksonomi tanaman stroberi adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rosales
Famili
: Rosaceae
Genus
: Fragaria
Spesies
: Fragaria x ananassa
Stroberi adalah buah subtropis. Iklim yang baik untuk pertumbuhan stroberi adalah daerah dengan curah hujan 600-700 mm/tahun, mempunyai intensitas cahaya yang cukup tinggi dengan lama penyinaran 8-10 jam/hari, mempunyai suhu 17-20oC, dan mempunyai kelembaban udara 80%-90%. Stroberi adalah tanaman yang mempunyai akar tunggang yang akan terus memanjang sampai 100 cm yang akan menyebar kesegala arah. Tumbuhan stroberi mempunyai batang dengan ruas-ruas pendek dan berbuku-buku. Buku-buku batang tertutup oleh daun yang mempunyai kuncup. Pada kuncup ketiak terdapat stolon yang menjalar dipermukaan tanah. Daun stroberi berwarna hijau berbentuk trifoliat dengan tepi yang bergerigi. Bunga stroberi mempunyai 5 kelopak bunga, 5 mahkota bunga, 20-35 benang sari, dan ratusan putik pada dasar bunga yang membentuk pola melingkar. Buah stroberi yang berwarna merah merupakan buah semu karena bukan berasal dari hasil fertilisasi. Organ buah yang sejati pada tanaman stroberi adalah bintik-bintik kecil yang menempel pada buah semu (Rahmatia dan Pitriana, 2007). Buah stroberi mempunyai kandungan gizi yang baik. Menurut Harianingsih (2010) buah stroberi kaya akan kandungan fenol, seperti antosianin dan elagitanin. Stroberi kaya akan vitamin yakni vitamin B5, vitamin B6, K, ribloflavin, vitamin A, vitamin C, asam folat. Buah
16
stroberi merupakan sumber mangan, kalium, tembaga, magnesium, dan asam lemak omega-3. Berdasarkan Rukmana (1995) kandungan gizi stroberi dapat dilihat pada Tabel 2.2. Stroberi adalah buah non-klimakterik sehingga harus dipanen pada kematangan maksimal (Peano dkk., 2014). Stroberi matang berwarna merah cerah, mengkilat. Stroberi yang berwarna merah gelap dan lunak merupakan stroberi yang terlalu matang (overripe). Suhu optimum penyimpanan stroberi adalah 32oF-36oF dengan kelembaban udara 90%95%. Untuk menghindari kerusakan buah stroberi, pengemasan buah stroberi dilakukan pada kotak plastik tertutup atau tas plastik setengah terbuka untuk memberikan kelembaban yang tinggi. Stroberi dalam kondisi penyimpanan optimum dapat disimpan selama 7 hari (Harris dan Mitcham, 2007). Tabel 2.2 Kandungan Nutrisi dalam 100 gram Buah Stroberi Segar No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kandungan Gizi Kalori (kal.) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Niasin (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Bagian yang dapat dimakan (Bdd, %)
Proporsi (jumlah) 37,00 0,80 0,50 8,30 28,00 27,00 0,80 60,00 0,03 0,07 0,03 60,00 89,90 96,00
Sumber : Rukmana (1995).
6. Kerusakan Stroberi Kerusakan bahan pangan terjadi sejak bahan pangan tersebut dipanen. Hal ini disebabkan adanya pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim dalam bahan pangan, suhu baik suhu tinggi maupun suhu rendah, oksigen, kadar air, kekeringan, cahaya, serangga, parasit dan pengerat. Setelah pemanen produk pangan masih melakukan aktifitas fisiologis. Aktifitas fisiologis ini tidak dapat
17
dihentikan, hanya dapat diperlambat. Tahap akhir perubahan pasca panen adalah kelayuan untuk produk nabati dan pembusukan pada produk hewani
(ebookpangan,
2006).
Berdasarkan
Harianingsih
(2010)
kerusakan yang dapat terjadi pada buah stroberi antara lain : a.
Penyusutan Massa Susut massa buah terjadi sejak pemanenan hingga saat dikonsumsi. Buah stroberi mengalami penurunan massa dikarenakan buah masih melakukan respirasi setelah dipanen. Semakin lama penyimpanan maka kehilangan berat akan semakin besar (Santoso dkk.,2007). Stroberi adalah buah dengan kadar air tinggi. Berdasarkan Rukmana (1995) kadar air buah stroberi 89,90%. Dengan kadar air yang tinggi ini,
air
didalam stroberi dapat
bermigrasi
ke
lingkungan.
Berdasarkan penelitian Santoso dkk. (2007) selama 4 hari penyimpanan susut berat buah stroberi terus mengalami peningkatan. Pada 2 hari penyimpanan kehilangan berat mencapai 14%. Kehilangan berat stroberi dari lama penyimpanan 2 hari ke 4 hari mencapai
24%.
Kehilangan
berat
stroberi
selama
4
hari
penyimpanan adalah 37%. Pada hari keempat penyimpanan buah stroberi menjadi keriput karena terjadi migrasi air dari buah ke lingkungan hingga keadaan setimbang. b.
Laju Respirasi Setelah dipanen, stroberi masih terus melakukan respirasi dan metabolisme, karena itulah komoditi tersebut dianggap masih hidup. Selama proses respirasi dan metabolisme berlangsung, buah akan mengeluarkan CO2 dan air serta etilen, serta mengkonsumsi oksigen yang ada disekitarnya. Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi (Harianingsih, 2010).
c.
Laju Transpirasi Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
18
eksternal. Faktor internal yakni morfologis buah, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen. Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfir. Transpirasi yang berlebihan akan menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, penurunan daya tarik (karena layu), nilai tekstur dan nilai gizi (Harianingsih, 2010). d.
Sensitivitas terhadap Suhu Suhu kritis buah stroberi berkisar antara 36-38 oC. Apabila stroberi disimpan melebihi suhu tersebut kerusakan yang dapat terjadi berupa pencoklatan di bagian dalam, bagian tengah coklat, lembek dan lepuh (Harianingsih, 2010).
e.
Pencoklatan Perubahan warna yang utama pada stroberi disebabkan oleh reaksi browning (pencoklatan). Stroberi yang memar akan mengalami pencoklatan. Pada buah stroberi utuh, sel-selnya masih utuh, dimana substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim phenolase sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel pecah akibat terjatuh atau terpotong (pengupasan, pengirisan) substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob (terdapat oksigen) sehingga terjadi reaksi browning enzimatis. Pembentukan warna coklat dikarenakan terjadinya oksidasi senyawa-senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk quinon, yang selanjutnya berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna coklat) (Harianingsih, 2010).
f.
Perubahan Tekstur Tekstur hasil pertanian disebabkan oleh adanya pektin. Perubahan tekstur dapat terjadi karena pemecahan pektin menjadi senyawasenyawa lain sehingga buah menjadi lunak (Soetrisno, 1980). Semakin lama penyimpanan maka buah akan semakin lunak karena terjadi proses pematangan buah. Zat pektik akan terhidrolisis menjadi komponen-komponen yang larut air, sehingga kadarnya
19
turun dan meningkatkan zat yang terlarut dalam air sehingga menyebabkan buah menjadi lunak (Santoso, 2007). g.
Perubahan Kimia Sebelum hasil pertanian dipanen, proses biologis masih terus berjalan sehingga menyebabkan perubahan kimiawi. Perubahan kimia ini berlangsung sebelum dan sesudah dipanen (Soetrisno, 1980). Perubahan kimia pada buah stroberi meliputi perubahan pH, kadar asam tertitrasi, jumlah padatan terlarut, dan penurunan kadar vitamin C. Nilai pH berhubungan dengan kandungan asam organik yang terdapat didalam buah stroberi. Semakin tinggi nilai pH menunjukkan terjadinya penurunan tingkat keasaman. Asam-asam yang terdapat pada buah stroberi meliputi asam sitrat, malat, siklamat, susinat, gliserat, glikolat, dan aspertat. Semakin lama buah disimpan maka total asam buah semakin menurun. Asam-asam organik dapat digunakan sebagai energi untuk proses respirasi sehingga total asam akan berkurang seiring dengan lama penyimpanan (Santoso dkk., 2007). Kandungan gula pada buah akan meningkat sejalan dengan proses pematangan dan menurun seiring dengan lama penyimpanan buah. Penurunan kadar gula total diduga karena proses respirasi membutuhkan gula total sebagai substrat, sehingga kadar gula ini lebih digunakan sebagai substrat respirasi dari pada disimpan dalam bentuk gula sederhana (Johansyah dkk., 2014). Vitamin C pada buah dapat rusak oleh oksidasi, panas dan alkali (Winarno, 1992).
h.
Kerusakan Mikrobiologis Kerusakan stroberi akibat aktivitas mikrobiologis menyebabkan penyakit busuk pada stroberi. Penyakit busuk padabuah stroberi disebabkan
oleh
jamur
dan
bakteri.
Jamur
patogen
yang
mengkontaminasi buah stroberi adalah Botrytis cinerea (bercak kelabu),
Colletotrichum
Phytophthora
cactorum
acutatum (busuk
(busuk
kulit
antraknosa),
buah).
Bakteri
dan yang
20
menyebabkan busuk lunak pada buah stroberi adalah Erwinia carotovora dan Pseudomonas marginalis (Yuliasari dkk., 2015). Berdasarkan penelitian Yuliasari dkk. (2015) pada stroberi yang mengalami busuk lunak teridentifikasi bakteri Weeksella. Gejala busuk yang ditimbulkan oleh isolat bakteri, pada permukaan buah yang dilukai memunculkan air sehingga menjadi basah. Luka pada buah berbentuk cekung dan berwarna lebih gelap dibandingkan jaringan sehat di sekitarnya. Warna daerah perlukaan menjadi putih keruh yang disebabkan oleh jaringan buah yang rusak. 7. Penyimpanan Buah Stroberi Buah stroberi optimum disimpan pada suhu 32-36 oF atau 0-2 oC. kelembaban optimal penyimpanan stroberi adalah 90-95% untuk mencegah kehilangan air dan layu. Stroberi disimpan dengan nampan plastik tertutup atau setengah terbuka. Pencucian stroberi menggunakan air sebelum penyimpanan dapat menambah kelembaban pada buah stroberi yang
menyebabkan kerusakan
yang lebih cepat. Pada
penyimpanan kondisi optimal, stroberi mampu bertahan sampai 7 hari (Harris, 2007). Penelitian mengenai penyimpanan buah stroberi terus berkembang, diantaranya penyimpanan stroberi menggunakan kemasan atmosfer termodifikasi (MAP), penggunaan edible, maupun kertas aktif. Stroberi dengan kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) disimpan pada suhu 0oC, dengan kelembaban 90-95 % selama 10 hari ditambah 1 hari pada suhu 20 o
C dengan kelembaban 50-55 %. Dengan menggunakan MAP, susut
bobot dan kerusakan mikrobiologis lebih rendah, namun kekerasan, total padatan terlarut, keasaman dan warna tidak berbeda dengan sampel kontrol (Ozkaya dkk., 2009). Moayednia dkk. (2010) melakukan penelitian mengenai efek penggunaan kalsium alginat sebagai coating pada stroberi beku, stroberi disimpan pada suhu 5 oC selama 14 hari. Penggunaan kalsium alginat sebagai coating stroberi tidak berbeda secara signifikan terhadap kehilangan berat maupun parameter fisikokimia
21
apabila dibandingkan dengan kontrol, namun dapat
mengurangi
kerusakan mikrobiologis. Penyimpanan buah stroberi dengan coating thymol dalam protein kedelai atau gluten putih tidak mengakibatkan perubahan pada stroberi selama 9 hari penyimpanan. Penggunaan coating thymol atau kalsium klorida dapat mempertahanankan kandungan vitamin C, kekerasan, total padatan terlarut, kadar gula total dan mengurangi total mikrobia, kapang, dan khamir selama penyimpanan (Amal dkk., 2010). Penggunaan coating pati tapioka dan coating
pati tapioka ditambah
minyak copaiba tidak menambah umur simpan buah stroberi “camarosa” namun dapat mengurangi susut bobot dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme mesofilik dan psikotropik, kapang, dan khamir. Perlakuan coating tidak mempengaruhi warna, pH, dan kadar padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu dingin. Penggunaan coating pati tapioka dengan penambahan minyak copaiba menurunkan daya terima panelis terhadap buah stroberi (Campos, 2009). Rodriguez dkk. (2007) melakukan penelitian mengenai stroberi dengan penggunaan kertas aktif berbasis minyak atsiri kayu manis 4%, disimpan pada suhu 4 oC selama 7 hari. Stroberi dengan kertas aktif tidak ditemukan fungi sedangkan stroberi yang dikemas dengan kertas tanpa minyak atsiri kayu manis terdapat fungi. Hasil penelitian Harianingsih (2010) menunjukkan penyimpanan stroberi dengan suhu 10 oC selama 7 hari menghasilkan nilai susut bobot yang paling rendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 30 oC dan 45 oC. Berdasarkan Zavala dkk. (2004) buah stroberi yang disimpan pada suhu 10 oC rusak oleh kapang pada hari ke-7, buah stroberi yang disimpan pada suhu 5 oC rusak oleh kapang pada hari ke-13 dan penyimpanan buah stroberi dengan suhu 0 oC merupakan suhu optimum untuk mencegah kerusakan oleh kapang. Penyimpanan pada suhu 10 oC mempunyai kapasitas antioksidan tertinggi dan mampu memproduksi komponen aroma pada stroberi. Jin dkk. (2010) menjelaskan stroberi yang
22
disimpan pada suhu 10 oC mempunyai kapasitas antioksidan tertinggi dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 0 oC dan 5 oC.
B. Kerangka Berpikir Stroberi
Tingkat produksi dan konsumsi meningkat tiap tahun dan bernilai gizi tinggi
Mudah mengalami kerusakan fisik, kimia, mikrobiologis selama penyimpanan
Kertas
Oleoresin ampas rimpang temulawak
Pengemas yang mencegah cacat fisik Struktur berpori yang dapat digunakan sebagai bahan kemasan antimikroba
Mengandung minyak atsiri dan kurkuminoid
Bersifat antioksidan dan antimikroba
Pengemasan Kertas sebagai kemasan aktif yang bersifat antioksidan dan antimikroba
Aplikasi kertas aktif berbasis oleoresin ampas rimpang temulawak pada buah stroberi
C. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah penggunaan kertas aktif berbasis oleoresin ampas rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berpengaruh terhadap kualitas (susut bobot, nilai pH, total padatan terlarut, total asam tertitrasi, kadar vitamin C, warna, kekerasan, dan total mikroba) buah stroberi (Fragaria x ananassa) selama penyimpanan.