perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kebahagiaan di tempat kerja 1. Pengertian Kebahagiaan Kebahagiaan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap manusia dalam menjalani kehidupan. Bahagia identik dengan keadaan pikiran atau perasaan yang senang, memiliki cinta, rasa puas atau kegembiraan. Aristoteles (dalam Bertens, 1997) menyebutkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan yang merupakan tujuan dari hidup manusia, sehingga wajar jika individu mengupayakan yang terbaik agar hal tersebut dapat tercapai. Suseno (1987) menambahkan bahwa kebahagiaan tidak sebatas perasaan subjektif seperti senang atau gembira sebagai aspek emosional, melainkan lebih mendalam dan objektif menyangkut pengembangan seluruh aspek kemanusiaan dari individu baik secara moral, sosial, emosional, dan rohani. Dari uraian tersebut untuk bisa bahagia seseorang lebih dipengaruhi sikap mentalnya (Carnegie,1999). Kebahagiaan didefinisikan oleh Rusydi (2007) sebagai perasaan senang, tentram, dan memiliki kedamaian. Dengan merasa damai, tentram individu dapat mengembangkan potensi diri serta membawa dampak positif bagi sesama. Individu yang bahagia cenderung menularkan emosi positif ke individu lain yang tidak mengalami hal yang sama. Kebahagiaan menurut Biswas, Diener dan Dean 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
(2007) dijabarkan sebagai kualitas dari keseluruhan hidup manusia. Menurut Biswar, Diener dan Dean bahagia secara keseluruhan terdiri dari kesehatan yang baik, kreativitas yang tinggi ataupun pendapatan yang mencukupi. Dengan sehat, kreatif, dan berkecukupan individu tidak akan menghawatirkan hal-hal negatif yang mengakibatkan stres atau depresi yang cenderung membuat tidak bahagia. Oleh karena itu, kebahagiaan ialah bentuk dari perasaan positif yang dijabarkan sebagai keadaan sehat fisik, kreatif, dan berkecukupan. Pengertian bahagia oleh Rawls (2009) didefinisikan sebagai suatu bentuk eksekusi dari rencana yang rasional dengan keyakinan bisa dicapai dari tujuan hidup manusia. Untuk bahagia menurut Rawls (2009), dibutuhkan tujuan yang pasti dan jaminan tercapainya hasil yang rasional. Dengan demikian kebahagiaan individu cenderung akan lebih mudah untuk direalisasikan ketika kondisi yang dituju terukur secara jelas beserta keyakinan diri yang kuat. Kebahagiaan oleh Sumner (dalam Veenhoven, Ruut, Hagerty 2006) digambarkan sebagai sikap positif terhadap kehidupan yang dimiliki individu yang dibentuk dari komponen kognitif dan afektif. Aspek kognitif dari kebahagiaan terdiri dari suatu evaluasi positif terhadap kehidupan yang diukur baik melalui standar atau harapan. Segi afektif kebahagiaan terdiri dari apa yang kita sebut secara umum sebagai kesejahteraan, menemukan kekayaan hidup yang menguntungkan atau perasaan puas. Dari paparan tersebut kebahagiaan oleh peneliti didefinisikan kondisi berkembang dari aspek kemanusiaan yang didapat dari pelaksanaan tujuan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
jelas dan keyakinan yang tinggi dengan terpenuhinya keadaan sehat, kreatif, dan berkecukupan.
2. Pengertian Kebahagiaan di Tempat Kerja Beberapa peneliti mulai melihat manfaat kebahagiaan dalam organisasi dan lingkungan kerja. Menurut Jones (2010), kebahagiaan di tempat kerja adalah sebuah pola pikir yang memungkinkan individu untuk memaksimalkan kinerja dalam mencapai potensi diri. Kebahagiaan di tempat kerja baru dapat dicapai dengan kesadaran penuh baik ketika individu berada dalam kondisi terbaiknya ataupun sebaliknya dan hal tersebut bisa diperoleh ketika bekerja sendiri atau dengan orang lain. Kebahagiaan di tempat kerja selanjutnya didefinisikan oleh Freyermuth dan Schonewille (2009) sebagai suatu pengalaman berada di tempat kerja yang menyenangkan yang terjadi secara alami ketika kreativitas muncul setiap hari melalui interaksi yang menyenangkan. Kebahagiaan di tempat kerja juga didefinisikan Fisher (2010) sebagai keadaan afeksi dari individuyang ditunjukan selama bekerja yang berasal dari sikap positif atau pengalaman yang menyenangkan saat bekerja. Lebih lanjut lagi, Fisher (2010) menjabarkan kebahagiaan di tempat kerja terbagi dalam tiga tingkatan. Pertama ketika kebahagiaan terlihat ada, kedua lama atau durasi dari kebahagiaan dari waktu ke waktu, dan yang terakhir konten yang diperlihatkan ketika seseorang bahagia. Jadi kebahagiaan di tempat kerja oleh Fisher digambarkan sebagai keadaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
emosi positif yang terlihat melalui ekspresi ataupun bentuk fisik yang memiliki kurun waktu yang menetap. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut disimpulkan bahwa kebahagiaan di tempat kerja sebagai kondisi emosi positif yang stabil yang didapatkan dari pengalaman menyenangkan di tempat kerja. Dengan bahagia di tempat kerja, individu dimungkinkan dapat mengembangkan segala aspek kemanusiaan yang terdiri dari segi moral, sosial, dan emosional sehingga memiliki kreativitas dalam bekerja.
3. Aspek-aspek Kebahagiaan di tempat kerja Kebahagiaan di tempat kerja menurut Jones (2010), terdiri dari delapan aspek, yaitu: a. Kontribusi Kontribusi adalah upaya yang telah kita lakukan dan persepsi terhadapnya. Kontribusi adalah bagian paling penting dari delapan komponen yang menunjukan kebahagiaan di tempat kerja. Kontribusi dapat dimaknai sebagai usaha ekstra yang kita masukan kedalam pekerjaan, misalnya bekerja dengan lebih keras, mendetailkan hasil kerja yang akan diberikan ke atasan, dan masuk lebih pagi untuk bekerja. Didalam aspek kontribusi sendiri masih terbagi menjadi dua bagian yaitu kontribusi dari dalam keluar dan dari luar kedalam. Kontribusi dari dalam keluar dilihat dari empat hal yang di antaranya adalah merasa aman di tempat kerja, memiliki sasaran yang tepat,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
mengembangkan isu yang bermanfaat bagi individu, dan mencapai tujuan. Sedangkan kontribusi dari luar kedalam terdiri dari didengarkannya ide, mendapat umpan balik yang positif, dihormati oleh atasan, dan terakhir dihargai hasil kerjanya. b. Keyakinan Keyakinan dikatakan sebagai motivasi yang dimiliki individu dalam keadaan apapun. Hal tersebut akan menjaga aspek kontribusi tetap pada jalur ketika elemen lain berjalan dengan baik ataupun tidak. Selain itu, keyakinan memiliki dampak yang besar pada psychological capital pekerja, sebab ditemukan korelasi yang positif antara meyakini kesesuaian pekerjaan dengan kesesuaian ekpektasi dari individu. Keyakinan terbagi menjadi beberapa indikator, diantaranya ialah menjadi termotivasi, bekerja secara efektif dan efisien, menjadi ulet dalam bekerja, dan mempersepsikan hasil positif dari kinerja. Inti dari faktor keyakinan adalah menjadi termotivasi. Individu yang termotivasi berdampak pada kinerja yang konsisten di tempat kerja, menjadi ulet dalam bekerja, dan memiliki konsistensi dengan usaha untuk bahagia di tempat kerja sehingga akan berperilaku efektif dan efisien. Ditambah lagi ketika individu sudah berperilaku secara efektif dan efisien, akan mempersepsikan bahwa kinerjanya selama ini memiliki dampak positif bagi individu lain atau organisasi tempatnya bekerja.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
c. Budaya Budaya adalah nilai, norma, dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang diantara pekerja dalam suatu organisasi. Konsekuensi dari pekerja yang tumbuh dan berkembangdalam budaya organisasi ialah akan lebih memiliki kontrol atas aspek kontribusi dan kepercayaan dari kebahagiaan di tempat kerja. Budaya disusun berdasarkan beberapa elemen diantaranya, menikmati pekerjaan yang dimiliki, menyukai rekan kerja, menghargai nilai-nilai yang ada di tempat kerja, dan memiliki etos kerja yang baik d. Komitmen Komitmen ialah suatu bentuk keterikatan individu kepada organisasi tempat bekerja. Dengan adanya komitmen, pekerja akan tahu mengapa ia melakukan sesuatu, apa yang menjadi tujuannya, dan akan senantiasa bekerja untuk mendapatkan tujuan tersebut. Komitmen terdiri dari pekerjaan yang dianggap berharga, ketertarikan dengan pekerjaannya, kemudian percaya pada visi dari organisasi tempatnya bekerja, dan akhirnya berakibat meningkatnya emosi positif. Semua hal tersebut tidak berdiri sendiri, namun saling memperkuat satu sama lain. e. Kepercayaan diri Kepercayaan diri adalah faktor utama yang dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat melakukan keempat aspek di atas. Pekerja tidak akan memiliki kontribusi, kepercayaan, budaya, dan komitmen tanpa menyadari pentingnya memiliki
kepercayaan
diri
dalam
bekerja.
Kepercayaan
diri
juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
mempengaruhi pekerjaan dan cara pelaksanaan kegiatan dalam lingkungan kerja sesuai dengan apa yang diyakini dan kemudian dikerjakan. Kepercayaan diri
seorang pekerja dapat dilihat dari beberapa hal
diantaranya,
menyelesaikan apa yang dimulainya, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, dan memahami peran yang bisa dilakukan kedepan dan kebelakang. f. Kebanggaan Pekerja bisa merasa bangga dengan pekerjaannya apabila mempunyai rasa percaya pada tempat kerja dan pemimpinnya. Ditambah lagi kebanggaan memiliki korelasi positif secara internal dengan apa yang dilakukan dan keseluruhan nilai yang ada ditempat kerja pada saat itu. Pekerja dapat mengetahui kebanggaan diri dalam organisasi dengan mengidentifikasi level dari kontribusi yang telah dilakukan, dengan begitu ia akan tahu pekerjaan tersebut mempengaruhi siapa saja dan menyadari dampak yang lebih luas. Kebanggaan di tempat kerja dimulai dari timbulnya kesadaran akan level kontribusi dari individu, mengetahui siapa yang terkena dampak dari kinerja kita dan dampak lebih dari rasa bangga tersebut. g. Kepercayaan terhadap perusahaan Kepercayaan adalah sumber daya psikologis yang membantu seseorang untuk fokus terhadap pekerjaan. Kepercayaan juga berarti melakukan pekerjaan secara tepat dan terencana, logis, dan penuh perasaan. Kepercayaan pekerja terhadap organisasi didapatkan dari dua sumber, yaitu rekan kerja dan pemimpin senior.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
h. Pengakuan Pengakuan adalah suatu bentuk apresiasi atas usaha yang telah dihasilkan oleh individu dari bekerja. Pengakuan individu dapat diperoleh dengan cara menyadari peran di tempat kerja dan apa yang telah dihasilkan disana (keadaan status dan pekerjaan), pencapaian (bagaimana cara mewujudkan dan hasil yang didapatkan), cara kerja (bentuk nyata dari kerja dan relasi di tempat kerja), dedikasi terhadap pekerjaan (memperlihatkan usaha ekstra yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas). Dari pendapat diatas, peneliti memakai aspek kebahagiaan dari Jones (2010) yang terdiri dari kontribusi, keyakinan, budaya, komitmen, kepercayaan, kebanggaan, kepercayaan, dan pengakuan.
4. Faktor-faktor dari Kebahagiaan di Tempat Kerja Sirota, Mischkind, and Meltzer (2005) mengungkapkan kebahagiaan di tempat kerja terbentuk dari tiga faktor yaitu: a. Ekuitas Ekuitas ialah diperlakukan sama rata dalam kaitannya dengan kondisi di tempat kerja. Ekuitas kondisi tempat kerja meliputi lingkungan kerja yang aman dari segi fisik, dibayar dengan gaji yang cukup, mendapat jaminan sebagai pekerja tetap dari segi ekonomi, dan diperlakukan secara sopan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
b. Pencapaian Pencapaian adalah karyawan dapat bekerja secara antusias untuk organisasi tempatnya bekerja. Organisasi tempat bekerja juga harus memiliki tujuan yang jelas dan memiliki visi yang inspiratif. c. Persahabatan Persahabatan ialah bekerja sama sebagai anggota tim untuk mendapatkan kepuasan terbesar dari tujuan bersama. Bahkan persahabatan merupakan kekuatan pemersatu dari berbagai bagian dari sebuah organisasi. Dari paparan diatas disimpulkan faktor terbentuknya kebahagiaan di tempat kerja terdiri dari ekuitas, pencapaian, persahabatan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
B. Efikasi Diri 1. Pengertian Efikasi Diri Istilah efikasi diri pertama diperkenalkan oleh Albert Bandura di tahun 1977 dalam teori belajar sosial (Bandura, 1977). Efikasi diri didefinisikan oleh Bandura (1977) sebagai evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensi untuk melakukan tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan. Selain itu efikasi diri berfokus pada kemampuan yang dimiliki dan apa yang diyakini individu tersebut mengenai apa yang mampu dilakukan dalam sebuah situasi atau keadaan yang sebenarnya. Keyakinan akan kemampuan diri tersebut digunakan sebagai landasan oleh individu untuk berusaha secara tekun, ulet, dan berani menghadapi permasalahan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Stajkovic dan Luthans (dalam Luthans, 2009), yang menyebutkan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan individu mengenai kemampuan untuk memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan agar berhasil melaksanakan tugas dalam konteks tertentu. Efikasi diri oleh Santrock (2003) didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya untuk menguasai situasi dan menghasilkan sesuatu yang positif. Efikasi diri berfungsi menciptakan perbedaan fase sebelum tindakan dilakukan. Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi akan membayangkan skenario kesuksesan, mengantisipasi kemungkinan hasil yang berbeda dari harapan dengan mengambil inisiatif untuk mencoba mengadopsi perilaku baru.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Sedangkan seseorang dengan efikasi diri yang rendah, akan membayangkan skenario kegagalan, menyembunyikan keragu-raguan, dan cenderung menunda untuk bertindak. Carlos (2006) menyimpulkan bahwa perilaku dan motivasi individu dipengaruhi oleh keyakinan mereka sendiri. Efikasi diri yang diungkap oleh Kreitner dan Kinicki (2005) berfungsi sebagai keyakinan seseorang mengenai peluang keberhasilan mencapai tugas tertentu yang muncul secara lambat laun melalui pengalaman, kemampuan kognisi, sosial, bahasa dan kemampuan fisik. Bandura (dalam Friedman dan Schustack, 2008) menambahkan efikasi diri memiliki dampak yang penting bahkan menjadi motivator utama terhadap keberhasilan seseorang. Pada umumnya, orang akan bertindak untuk mencapai tujuan, jika ia merasa yakin akan mendapatkan hasil dari tindakan tersebut. Jika ia tidak yakin bahwa tindakannya akan berhasil, maka cenderung tidak bertindak. Menurut Myers (2002) efikasi diri merupakan perasaan yang dimiliki individu mengenai kemampuan melakukan tindakan yang tepat. Seseorang dengan efikasi diri yang kuat akan tetap tenang dalam menghadapi masalah dan fokus mencari solusi, bukan memikirkan kekurangan dirinya. Sebaliknya individu dengan efikasi diri yang rendah akan bersikap setengah hati dan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan. Individu dengan efikasi diri tinggi cenderung lebih cepat berhenti mengerjakan tugas nyata tidak dapat diselesaikan dibanding mereka yang rendah. Individu yang memiliki efikasi diri tinggi lebih suka mengalokasikan waktu dan usahanya untuk tugas yang mereka tahu dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
diselesaikan (Bandura dalam Baron dan Byrne. 2004). Perkiraan individu terhadap efikasi diri menentukan seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Apabila ada kesulitan yang dialami individu yang meragukan kemampuannya, maka usaha yang akan dilakukannya akan mengendur atau bahkan dihentikan. Sebaliknya, individu yang mempunyai perkiraan efikasi diri yang kuat akan mengerahkan usahanya lebih besar. Efikasi diri juga diungkapkan oleh Wade dan Tavris (2007), sebagai keyakinan seseorang bahwa individu mampu meraih hasil yang diinginkan, seperti penguasaan suatu ketrampilan baru atau mencapai suatu tujuan. Selain itu Alwisol (2010), menambahkan efikasi diri individu diungkap sebagai penilaian diri, apakah individu dapat bertindak baik atau sebaliknya, secara tepat atau salah, bisa atau gagal dalam mengerjakan suatu hal dengan syarat yang berlaku. Efikasi diri berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena aspirasi menggambarkan sesuatu yang
ideal
yang
seharusnya
(dapat
dicapai),
sedangkan
efikasi
diri
menggambarkan penilaian kemampuan diri. Berdasarkan uraian di atas, efikasi diri dapat disimpulkan sebagai keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Definisi efikasi diri pada penelitian ini didasarkan pada teori Bandura (1977) bahwa efikasi diri didefinisikan sebagai evaluasi seseorang terhadap kemampuannya atau kompetensi dirinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
2. Aspek-aspekEfikasi diri Bandura (1977) menyatakan terdapat tiga aspek yang memberikan dorongan bagi terbentuknya efikasi diri, yaitu: a. Pengharapan prestasi (Outcomes expectancy) Merupakan harapan terhadap kemungkinan hasil dari suatu perilaku, yaitu suatu perkiraan bahwa tingkah laku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat tertentu yang bersifat khusus. Aspek ini mengandung keyakinan sejauh mana perilaku tertentu akan menimbulkan konsekuensi yang diharapkan. b. Pengharapan efikasi (Efficacy expectancy) Merupakan harapan terhadap tingkah laku yang dipengaruhi persepsi individu pada kemampuannya. Ditambah lagi pengharapan efikasi berfungsi sebagai mediator sosial kognisi dalam melaksanakan suatu tindakan. Efficacy expectancy merupakan suatu keyakinan bahwa seseorang akan berhasil dalam bertindak sesuai dengan hasil kerja yang diharapkan. Aspek ini menunjukan kesanggupan seseorang dalam berperilaku yang dikehendaki. c. Nilai hasil (Outcomes value) Nilai hasil adalah nilai atas hasil yang diperoleh individu ketika ingin melakukan sesuatu. Nilai hasil yang memuaskan tersebut akan memberikan pengaruh yang kuat pada motivasi seseorang untuk mendapatkannya kembali Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan aspek-aspek efikasi diri terdiri dari pengharapan prestasi (outcomes expectancy), pengharapan efikasi (efficacy expectancy), nilai hasil (outcomes value).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
3. Dimensi dari Efikasi Diri Menurut Bandura (1977), efikasi diri memiliki tiga dimensi, yaitu: a. Tingkat kesulitan tugas (Magnitude) Aspek ini berhubungan dengan tingkat kesulitan suatu tugas yang dilakukan. Individu akan mencoba melakukan usaha yang dirasa mampu dilakukan dan akan menghindari situasi yang membutuhkan usaha diluar batas kemampuan yang dirasakan. Jika seseorang dihadapkan pada tugas yang disusun menurut tingkat kesulitan, maka efikasi diri akan diarahkan pada tugas yang mudah, sedang, atau sulit sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan masing-masing tingkatan kesulitan. Biddle dan Mutrie (2007) berpendapat tingkat kesulitan tugas adalah suatu hal yang mengacu pada pengendalian pada tugas yang sesuai dengan kesulitannya. b. Luas bidang perilaku (Generality) Biddle dan Mutrie (2007) menjelaskan bahwa luas bidang perilaku dalam efikasi diri merupakan hal yang berkaitan dengan seberapa luas ekspektasi. Luas bidang perilaku juga mengukur keyakinan individu akan kemampuan dalam berbagai situasi tugas, mulai dari saat melakukan suatu aktivitas atau situasi tertentu hingga dalam serangkaian tugas atau situasi yang bervariasi. Aspek ini berkaitan dengan seberapa luas bidang tugas atau hambatan yang akan dihadapi. Beberapa pengharapan individu akan terbatas pada bidang tingkah laku yang khusus yang bisa dicapai dan beberapa pengharapan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
mungkin menyebar meliputi berbagai bidang tingkah laku yang memiliki kemungkinan tercapai. c. Kemantapan keyakinan (Strengh) Kemantapan keyakinan adalah derajat kemampuan individu terhadap keyakinan atau pengharapannya. Seseorang dengan efikasi diri yang rendah akan mudah menyerah pada pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang, sedangkan seseorang dengan efikasi diri yang tinggi akan tetap bertahan dalam usahanya meskipun banyak menemui kesulitan dan hambatan. Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa dimensi efikasi diri terdiri dari tingkat kesulitan tugas, luas bidang perilaku, kemantapan keyakinan.
4. Faktor faktor yang mempengaruhi Efikasi diri Bandura (1977) mengungkapkan bahwa tinggi rendah efikasi diri seseorang dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Pencapaian prestasi Pencapaian prestasi adalah penguasaan suatu keahlian atau kemampuan oleh seseorang individu. Penguasaan suatu keahlian dengan baik serta berulangulang merupakan dasar yang penting bagi terbentuknya efikasi diri. Pencapaian prestasi adalah sumber informasi efikasi yang paling berpengaruh pada tingkat efikasi diri seseorang. Pencapaian prestasi memberikan bukti autentik apakah hasil usaha individu dapat diterima sebagai sebuah kesuksesan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
b. Pengalaman orang lain Pengalaman orang lain menurut Matlin (dalam Carlos, 2006) merupakan faktor pembentuk efikasi diri, karena otomatis diperoleh melalui model sosial, sehingga efikasi diri akan meningkat ketika mengamati keberhasilan individu lain yang memiliki kemampuan yang hampir setara dengan individu tersebut. Apabila figur yang diamati memiliki kemampuan yang hampir sama dengan individu, maka dapat meningkatkan efikasi diri. Individu cenderung mensugesti diri mampu ketika individu lain yang diperkirakan memiliki kemampuan yang setara dapat melakukan. Hal tersebut terjadi dengan keyakinan individu akan dapat melakukannya dengan sedikit perbaikan sehingga diawal memiliki efikasi diri rendah akan meningkat seiring mengamati keberhasilan yang diperoleh orang lain yang dianggap setara. Pengaruh pengalaman orang lain tersebut bergantung kepada karakteristik model, kesamaan model, tingkat kesulitan tugas, keadaan situasional, dan keanekaragaman hasil yang dicapai model. c. Bujukan lisan Bujukan lisan menurut Crain (dalam Carlos, 2006) merupakan faktor pembentuk efikasi diri yang berasal dari dorongan verbal individu lain yang berupa saran, nasihat atau bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinan bahwa kemampuan-kemampuan yang dimiliki individu dapat membantunya untuk mencapai apa yang diinginkan. Individu yang diarahkan dengan saran yang meyakinkan akan semakin percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
d. Kondisi fisik dan emosional Efikasi diri individu dipengaruhi kondisi fisik dan emosional. Hal tersebut disebabkan tingkat kecemasan dan kepekaan terhadap tekanan yang dirasakan melalui gejolak emosi dan keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis memberik suatu isyarat akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, karena itu situasi-situasi tersebut perlu dihindari. Dari pendapat beberapa ahli di atas diambil kesimpulan mengenai faktorfaktor efikasi diri, yaitu: pencapaian prestasi, pengalaman orang lain, bujukan lisan, kondisi fisik dan emosional.
C. Hubungan Antara Efikasi diriDengan Kebahagiaan di tempat kerja Kebahagiaan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap manusia dalam menjalani hidup. Setiap orang berusaha dan bekerja keras untuk bisa bahagia (Socrates dalam Tjahjadi, 2004). Riset terdahulu yang dilakukan Youssef dan Luthan (2007) ditemukan dampak positif dari kebahagiaan di tempat kerja. Dampak positif yang timbul dari kebahagiaan di tempat kerja antara lain motivasi yang lebih tinggi dibanding pekerja lain, sikap prososial terhadap teman kerja, dan kinerja yang lebih baik. Kebahagiaan di tempat kerja tidak bisa datang dengan sendirinya, karena itu dibutuhkan keyakinan yang kuat dan ketegasan dalam bertindak serta usaha untuk dapat mewujudkan kondisi tersebut. Riset dari Lunenburg (2011) menyatakan bahwa individu akan mengerahkan usaha mengatasi hambatan ketika telah menetapkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
tujuan. Tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah bahagia di tempat kerja. Untuk bisa mengatasi hambatan dan mencapai tujuan dibutuhkan efikasi diri. Efikasi diri menurut Bandura (1977) adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai sebuah tujuan, atau mengatasi halangan. Namun tidak semua individu memiliki tujuan untuk bahagia di tempat kerja.
Seorang pekerja misalnya,
mereka cenderung mengabaikan
kebahagiaan selama imbalan yang diterima dapat mencukupi kebutuhan. Seorang pekerja yang memiliki motivasi kerja dari luar cenderung mengabaikan faktor internal dalam diri. Dari kondisi tersebut akan menimbulkan masalah ketika beban kerja meningkat dan tidak diimbangi coping stres yang baik yang lantas dikhawatirkan akan mengakibatkan kinerja dan produktivitas dari pegawai menurun. Kinerja dan produktivitas yang perlahan-lahan menurun juga diakibatkan banyaknya penyimpangan karena masalah di tempat kerja (Wright dan Bonett, 2007). Padahal, pekerja yang bahagia akan bekerja lebih produktif dibanding pekerja yang belum bahagia. Hal tersebut didukung riset dari Kern dan Ko (2010) bahwa pegawai yang bahagia cenderung memiliki peforma kerja yang lebih tinggi dibanding pegawai lain. Individu yang belum memiliki sumber daya internal seperti kondisi bahagia, cenderung akan sering membolos kerja, mudah jatuh sakit karena stres, sampai memutuskan untuh mengundurkan diri. Hal tersebut terbukti dari riset yang dilakukan Avey, Luthans, dan Jensen (2009) bahwa dibutuhkan coping stres yang berasal dari efikasi diri agar terhindar dari penyimpangan ditempat kerja. Sejalur dengan uraian tersebut Kelloway dan Day (2005) menyebutkan bahwa untuk bisa bahagia di tempat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
kerja, selain efikasi diri dibutuhkan pendekatan holistik untuk membentuk lingkungan kerja yang sehat, antara lain faktor fisik dan psikososial sebagai prediktornya. Sebagai contoh dari segi lingkungan dibutuhkan ergonomik yang sesuai untuk menunjang lingkungan kerja yang aman. Sedangkan dari segi psikososial ialah dalam bentuk budaya organisasi yang dapat mengukur sejauh mana keterlibatan pekerja dan bagaimana hubungan kerja terbentuk. Pekerja yang bekerja dilingkungan yang sesuai diperkirakan lebih mudah untuk bahagia di tempat kerja. Pekerja yang berhasil bahagia ditempat kerja akan memperlihatkan kepuasan akan pekerjaan, keterlibatan, dan motivasi intrinsik dalam bekerja. Hal tersebut dipengaruhi efikasi diri sehingga dari keterikatan pekerja menunjukan adanya kebahagiaan ditempat kerja (Chaudhary, Rangnekar, dan Barua 2012). Kebahagiaan di tempat kerja menurut Jones (2010) didefinisikan sebagai pola pikir individu yang berusaha memaksimalkan potensi diri dalam mencapai kondisi terbaik dari individu. Jones juga menambahkan untuk bisa bahagia di tempat kerja dibutuhkan pengalaman yang menyenangkan sehingga kreativitas pegawai tumbuh melalui interaksi yang menyenangkan. Menurut Jones (2010) Kebahagiaan di tempat kerja ditemukan dalam kontribusi pegawai ketika bekerja. Seorang pegawai barulah memiliki kontribusi ketika ia memiliki tujuan yang jelas. Tujuan dalam skripsi ini adalah bahagia di tempat kerja, sehingga untuk dapat mewujudkannya pegawai harus menentukan langkah-langkah seperti apa yang akan diambilnya dalam mencapai tujuan tersebut. Selain itu, penentuan tujuan yang jelas akan membuat pencapaiannya terukur dan nyata. Untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
bisa bahagia, seorang pegawai membutuhkan kontribusi berupa outcomes expectancy (Bandura, 1977). Outcomes expectancy ialah harapan akan hasil dari perilaku individu, sehingga semakin kuat pegawai berkeinginan untuk bisa bahagia di tempat kerja, hal itu akan mempengaruhi tingkat efikasi dirinya untuk mewujudkan tujuan tersebut. Setelah pekerja memiliki tujuan yang jelas, pekerja akan memasuki tahap berikut dari kontribusi, yaitu mewujudkan tujuan tersebut. Untuk bisa bahagia di tempat kerja, diperlukan perilaku yang tepat dan efisien dalam mewujudkan hal tersebut. Untuk dapat berperilaku tepat dan efisien dibutuhan aspek dari efikasi yaitu efficacy expectancy (Bandura, 1977). Efficacy expectancy ialah harapan individu dapat berperilaku secara tepat dalam mewujudkan tujuan atau mengatasi hambatan. Usaha dalam mewujudkan tujuan pekerja tidak bisa langsung tercapai, tetapi memerlukan strategi. Salah satu strategi yang dipakai ialah berusaha mengembangkan isu yang bermanfaat bagi pencapaian tujuan tersebut. Pengembangan isu yang baik akan membuat pekerja lebih yakin akan apa yang dikuasainya dan menunjukkan keinginan individu untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik, membagikan ide, sudut pandang, dan keberanian. Proses sebelum membagikan ide, sudut pandang dan keberanian membutuhkan dimensi dari efikasi (Bandura, 1977) yang disebut generality, dan dua aspek dari efikasi diri (Bandura, 1977) yaitu outcomes expectancy, dan efficacy expectancy. Generality adalah penguasaan akan suatu ide atau pengalaman, sehingga apabila pekerja memiliki penguasaan yang mantap dan didukung mediasi sosial kognisi (efficacy expectancy) akan dapat berperilaku dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
tepat sehingga diharapkan semakin mendekatkan dengan kebahagiaan (outcomes expectancy). Semua hal diatas adalah upaya melakukan kontribusi (Jones, 2010) di tempat kerja, tetapi hal tersebut belum dapat dilakukan sebelum pekerja merasa aman di tempat kerja. Perasaan aman tersebut bisa diperoleh dari segi fisik, sosial dan psikologis. Sebab jika pekerja masih terganggu dengan lingkungan fisik tempat bekerja yang tidak nyaman seperti kegaduhan dan privasi yang tidak terjaga, kemungkinan terwujudnya kebahagiaan akan semakin rendah. Ditambah lagi dengan status kepegawaian yang belum jelas telah menimbulkan kecemasan akan diberhentikan sewaktu waktu. Maka, merasa aman di tempat kerja menjadi sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat mewujudkan efikasi diri yang baik. Bandura (dalam Alwisol ,2010) mengemukakan bahwa kondisi fisik dan emosi yang stabil menjadi faktor dari efikasi diri. Lebih lanjut, kondisi fisik dan emosi yang stabil dari pekerjaakan mendukung terbentuknya rasa aman di tempat kerja. Pekerja yang telah merasa aman di tempat kerja dan memiliki ide mengenai kebahagiannya tentu membutuhkan dukungan dari sekitarnya guna meningkatkan efikasi dirinya dalam mencapai kebahagiaan. Salah satu bentuk dukungan tersebut terdapat dalam kontribusi pekerja yangberupa didengarkan idenya (being listened). Ditambah lagi ketika sudah memiliki ide tentang gambaran kebahagiaan yang ingin dicapai, individu akan melangkah ketahap kontribusi berikutnya yaitu usaha untuk mengutarakan idenya (mengembangkan isu) ke individu yang lain agar mendapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
dukungan berupa umpan balik yang positif (feedforward). Umpan balik positif tersebut dipengaruhi faktor efikasi diri berupa verifikasi logis (Yuwono, 2005). Verifikasi logis didapatkan dari teman yang memiliki kesamaan persepsi. Kesamaan persepsi yang didapat akan membantu individu mewujudkan umpan balik positif kedalam bentuk tindakan nyata. Untuk mewujudkan umpan balik positif tersebut,dibutuhkan aspek efikasi diri berwujud efficacy expectancy (Bandura, 1977). Efficacy expectancy berfungsi agar individu dapat berperilaku secara efektif dalam usaha mewujudkan umpan balik positif yang menghantarkan kebahagiaan di tempat kerja. Selain itu dukungan sosial yang didapat dari umpan balik yang positif akan menghantarkan kontribusi individu kedalam tahap diapresiasi di tempat kerja. Individu yang diapresiasi di tempat kerja akan menganggap hal tersebut sebagai suatu pencapaian prestasi untuk bahagia di tempat kerja (Bandura dalam Alwisol, 2010). Jones (2010) menjelaskan, bahwa penghargaan dari atasan atau manager (being respected by your bos) merupakan bentuk apresiasi dalam kontribusi. Penghargaan tersebut memberikan pengaruh positif terhadap rekan kerja yang lain, sehingga individu yang mendapat apresiasi dari atasan merasa bahagia. Namun, untuk memaknai penghargaan tersebut dibutuhkan adanya outcomes value. Outcomes value berfungsi menghubungkan harapan dari pekerjaannya dan yang didapatkannnya. Aspek lain dari kebahagiaan di tempat kerja adalah keyakinan (Jones, 2010). Aspek keyakinan terdiri dari menjadi termotivasi, berperilaku efektif dan efisien, berperilaku resilien, dan mempersepsikan hasil kerja yang berdampak positif. Menjadi termotivasi adalah salah satu bagian dari keyakinan dalam diri pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Motivasi pekerja dalam mewujudkan kebahagiaan di tempat kerja dipengaruhi aspek efikasi diri berupa outcomes value (Bandura, 1977). Outcomes value akan menjadi sumber nilai yang pantas diperjuangkan untuk bahagia di tempat kerja sehingga mendorong usaha individu dalam mencapai kebahagiaan di tempat kerja. Setelah menjadi
termotivasi
individu
tentu
dalam
menjalankan
tugas
ataupun
mengembangkan isu yang bermanfaat harus berperilaku secara efektif dan efisien. Berperilaku efektif dan efisien adalah salah satu indikator dari keyakinan dalam kebahagiaan di tempat kerja. Untuk dapat berperilaku efektif dan efisien dibutuhkan dimensi dari efikasi diri berupa generality (Bandura, 1977). Generality adalah bentuk penguasaan dan pengalaman di bidang yang ingin dicapai. Dengan memiliki pengalaman yang sesuai akan membantu pekerja mengambil keputusan yang tepat ketika menghadapi suatu hambatan. Ditambah lagi untuk bisa berperilaku efektif dan efisien pekerja memerlukan efficacy expectancy (Bandura, 1977). Efficacy expectancy akan membantu individu untuk berhasil sesuai hasil yang diharapkan. Pekerja yang termotivasi dan bekerja secara efektif akan memiliki keuletan dalam menghadapi masalah. Individu dengan efikasi diri yang baik tentu bertindak ulet ketika menghadapi masalah dan mencoba untuk fokus. Hal tersebut tidak lepas dari dimensi efikasi diri pekerja berupa usaha menyesuaikan kemampuannya atau magnitude (Bandura, 1977) ke dalam bentuk coping stres apabila hambatan tersebut dirasa belum dapat diatasi saat ini. Kemudian ketika individu telah melaksanakan umpan balik positif dan menjadi termotivasi, ia akan memasuki tahap keyakinan akan kebahagiaan di tempat kerja berupa tindakan mengamati dampak positif dari apa yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
ia kerjakan selama ini. Agar individu mengetahui dampak positif dari apa yang dikerjakan dibutuhkan outcomes expectancy. Outcomes value adalah suatu nilai positif dari pekerjaan yang dapat meningkatkan motivasi untuk bahagia dari karyawan. Kebahagiaan di tempat kerja juga dipengaruhi budaya (Jones, 2010). Budaya merupakan bagian dari kebahagiaan di tempat kerja yang terdiri dari, menikmati pekerjaan yang dilakukan dan berinteraksi dengan rekan kerja, kemudian mengapresiasi nilai dari budaya organisasi yang menentukan penghargaan terhadap diri. Outcomes value (Bandura, 1977) berperan ketika nilai dari pekerjaan sesuai dengan individu, sehingga meningkatkan motivasinya dalam bekerja. Ketika individu sudah merasa nyaman dengan budaya dan perlakuan yang diterimanya di tempat kerja ia akan memasuki tahap komitmen (Jones, 2010) dari kebahagiaan di tempat kerja. Komitmen (Jones, 2010) yang merupakan aspek dari kebahagiaan di tempat kerja masih dibagi menjadi empat diantaranya melakukan sesuatu yang berharga, menjadi tertarik dalam bekerja, mempercayai visi organisasi dari individu bekerja, dan merasakan semburan kuat emosi positif. Dari segi melakukan sesuatu yang berharga bagi pekerja masih dibagi menjadi dua, diantaranya menemukan makna dari bekerja dan mengidentifikasikan tujuan bekerja secara keseluruhan. Dengan menemukan makna dari bekerja individu menyadari kontribusi dari psychological capital, termasuk pembuatan keputusan, pengambilan tindakan, menemukan tujuan yang tepat, dan menciptakan hubungan yang tepat.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Pemaknaan pekerjaan individu membutuhkan outcomes value (Bandura, 1977). Outcomes value berfungsi untuk melihat nilai hasil dari makna pekerjaan sehingga akan memotivasi pegawai pada tindakan nyata berupa pembuatan dan pengambilan keputusan yang efektif. Pengidentifikasian tujuan bekerja secara keseluruhan akan mempengaruhi pendekatan kebahagiaan di tempat kerja. Individu dengan efikasi diri yang tinggi tentu akan memiliki gambaran komprehensif dari tujuan dalam bekerja yang dipengaruhi magnitude (Bandura, 1977). Magnitude ialah tingkat penguasaan tugas, sehingga ketika gambaran tujuan telah didefinisikan dengan
jelas akan lebih mudah untuk dicapai. Ketika Individu telah menyadari
makna dari pekerjaan dalam komitmen bagian dari kebahagiaan di tempat kerja (Jones, 2010) dan mengidentifikasi tujuannya ia akan mulai tertarik terhadap pekerjaannya. Individu yang tertarik dengan pekerjaannya akan memandang hal tersebut sebagai suatu pemenuhan diri, sebab hal tersebut merupakan perwujudan dari elemen sebelumnya (memberi makna dan tujuan). Perwujudan nyata dari ketertarikan dengan pekerjaan ialah penerampilan pekerjaan (job crafting), yaitu suatu usaha mengurangi atau menambahkan fungsi dari pekerjaan yang berdampak kebermaknaannya bagi individu. Penerampilan pekerjaan membutuhkan dimensi dari efikasi diri berupa magnitude (Bandura, 1977) yang berkaitan dengan kompleksitas dari tugas yang akan dikurangi kegunaannya tetapi tidak menghilangkan fungsi utamanya serta diharapkan akan menambah efektivitas kinerja dari individu. Apabila individu berhasil,
akan berpengaruh pada
keterikatannnya pada organisasi. Keterikatan pada organisasi berdampak pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
mudahnya visi dari organisasi terhubung dengan komitmen individu yang merupakan bagian dari kebahagiaan di tempat kerja. Keterikatan ini juga tidak lepas dari outcomes value yang didapatkan dari job crafting sebelumnya. Mempercayai visi dari organisasi ialah bentuk motivasi yang diuraikan dengan fungsi tertentu yang bertujuan merefleksikan arah yang panjang menuju tujuan organisasi pada suatu kelompok. Mempercayai visi dari organisasi membutuhkan generality (Bandura, 1977) atau luas bidang perilaku. Luas bidang perilaku akan mempengaruhi keyakinan pegawai dalam mempercayai visi dari organisasi dalam berbagai situasi. Demikian juga dengan semburan kuat emosi positif yang merupakan ciri dari komitmen dalam kebahagiaan di tempat kerja. Semburan kuat emosi positif ialah suatu pertanda ketika individu berada dalam jalur yang benar dalam usahanya meraih kebahagiaan. Disamping itu harapan juga membantu mengembalikan emosi positif ketika keadaan menjadi sulit. Dalam mengelola semburan emosi positif dan memunculkan harapan dibutuhkan efficacy expectancy (Bandura, 1977) yang berasal dari ciri efikasi diri untuk memunculkan perilaku yang tepat. Kebahagiaan di tempat kerja seorang individu tidak lepas dari keyakinan akan diri sendiri (Jones, 2010). Keyakinan akan diri sendiri memiliki tiga indikator yang menyusunnya yaitu, menyelesaikan suatu hal, memiliki keyakinan yang kuat ketika merasakan kesuksesan, dan menyadari peran kebelakang dan kedepan. Ketika individu dapat menyelesaiakan suatu hal itu berarti ia memiliki control diri yang termasuk berupa pemusatan diri. Ketika individu ingin mencapai tahap ini ia
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
membutuhkan efficacy expectancy (Bandura, 1977) yang berasal dari efikasi diri individu untuk membentuk sikap yang tepat sekaligus mediator dari kontrol diri akan penundaan, sehingga semakin tinggi efikasinya maka akan semakin kuat kontrol diri dari penundaan yang mengakibatkan semakin cepatnya tercapai suatu tujuan. Selain itu individu yang dapat menyelesaikan suatu tugas itu membuktikan ia memiliki kepercayaan yang kuat akan dirinya. Kepercayaan yang kuat akan dirinya dapat diperoleh dari mengamati kesuksesan orang lain, atau menerima bujukan atau saran ketika menghadapi tantangan. Kepercayaan yang kuat dari individu memerlukan suatu dasar keyakinan yang kuat yang dapat diperoleh dari efikasi yaitu dalam strenght (Bandura, 1977). Pengalaman keberhasilan dari individu lain dan faktor bujukan lisan akan semakin memperkuat strength dari
individu yang akhirnya
memantapkan kepercayaan dirinya, sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku yang mengarahkan ke pembentukan kebahagiaan di tempat kerja. Berikutnya adalah individu menyadari perannya di organisasi, sebab dengan demikian ia menyadari bahwa pekerjaannya sesuai dengan harapan dan jenjang karir yang direncanakan. Munculnya kesadaran akan peran yang telah dilakukan sebelumnya dan sesudahnya membutuhkan outcomes value (Bandura, 1977). Outcomes value yang berasal dari peran pegawai memunculkaan motivasi untuk bahagia di tempat kerja. Ditambah lagi agar dapat berperilaku yang tepat dan memiliki sikap yang sesuai dalam bekerja dibutuhkan adanya efficacy expenctancy (Bandura, 1977). Terakhir adalah faktor kebanggaan, kepercayaan terhadap perusahaan, dan pengakuan yang membutuhkan efikasi dalam meraih kebahagaiaan di tempat kerja.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Kebanggaan berasal dari pengidentifikasian pemahaman akan level dari kontribusi yang kita berikan, mengetahui siapa yang kita pengaruhi dari hasil pekerjaan kita dan sadar akan dampak yang lebih luas yang kita ciptakan. Outcomes expectancy (Bandura, 1977) yang berasal dari efikasi diri dibutuhkan dalam pembentukan kebanggaan yang merupakan harapan individu agar perilakunya berdampak pada orang lain, sehingga semakin tinggi efikasi (outcomes expectancy-nya),akan semakin membentuk kebanggaan diri dari individu di tempat kerja dan itu akan semakin mendekatkan pada kebahagiaan di tempat kerja. Berikutnya, kepercayaan terhadap perusahaan dengan melakukan suatu hal dengan benar yang dicapai dengan penuh strategi atau pertimbangan serta penuh perasaan akan semakin meningkatkan kebahagiaan di tempat kerja. Individu memerlukan suatu kemantapan (strength) dan efficacy expectancy (Bandura, 1977) untuk semakin memantapkan individu agar tidak akan ragu meskipun ada pengalaman kegagalan yang berasal dari masa lalu. Selain itu, apabila pengalaman tersebut dapat menghambat proses dalam melakukan hal yang benar, dapat ditanggulangi dengan bersikap secara tepat. Pengakuan adalah apa yang dilakukan individu, bagaimana mencapainya, dan dedikasi dalam mencapainya. Saat tata cara dan dedikasi dalam melakukan hal tersebut diperoleh dari outcomes expectancy (Bandura, 1977), ketika keyakinan individu tersebut kuat, maka perkiraan akan keberhasilan dari perilakunya akan semakin mendekatkan pada kebahagiaannya. Dari uraian tersebut, dapat dipersingkat bahwa untuk bahagia di tempat kerja, individu membutuhkan lingkungan fisik dan psikososial serta adanya pengalaman yang menyenangkan dan interaksi dengan orang lain. Paparan tersebut didukung oleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
riset dari Rohl (2012) bahwa dibutuhkan peningkatan kebahagiaan ditempat kerja, khususnya pada pekerja dengan ketrampilan tinggi dan membutuhkan manajemen diri. Keterampilan yang tinggi dan manajemen diri dibutuhkan pekerja LPP RRI Surakarta disebabkan ranah kerja komunikasi yang dibutuhkan kecekatan, kecermatan, dan ketepatan dalam mengambil berita. Dalam proses mengambil berita, pekerja harus mampu memanajemenkan dirinya agar tidak melewatkan setiap peluang yang ada. Berita yang disajikanpun merupakan berita yang dibutuhkan masyarakat sehingga diperlukan keterampilan dalam memilahnya. Dari paparan diatas ditemukan hubungan antara efikasi diri dengan kebahagiaan di tempat kerja.
D. Kerangka Berfikir Hubungan antara Kebahagiaan di tempat kerja dengan efikasi diri digambarkan dengan kerangka berfikir sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Pegawai LPP RRI Surakarta(1)
Kebahagiaan di tempat kerja pegawai LPP RRI Surakarta lebih dipengaruhi faktor eksternal di luar diri (kondisi gaji pegawai yang memadai, relasi kerja yang baik, dan pekerjaan yang mudah untuk dilakukan)(2)
Efikasi Diri (Bandura, 1977)(3)
Aspek 1. Outcomes expectancy 2. Efficacy expectancy 3. Outcomes value
Dimensi 1. Magnitude 2. Generality Strenght
Aspek Kebahagiaan di tempat kerja(4)Jones (2010) 1. 3. 5. 7.
Contribution 2. Conviction Culture 4. Commitment Confidence 6. Pride Trust 8. Recognition Gambar 1 Kerangka Berpikir
Keterangan: 1. Sampel 2.
Fenomena di lapangan
3.
Variabel bebas efikasi diri
4.
Variabel tergantung kebahagiaan di tempat kerja
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
E. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban atau kesimpulan sementara, yang masih perlu dibuktikan kebenarannya sebelum diterima sebagai suatu jawaban atau kesimpulan definitif. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: