BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Teori Kesusastraan Menurut Nurgiyantoro dan Putu Wijaya Sastra adalah suatu wadah untuk menyampaikan model kehidupan yang di idealkan dan ditampilkan dalam cerita lewat para tokoh, juga dapat dijadikan tempat untuk menyampaikan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan
dan
memperjuangkan
hak-hak
dan
martabat
manusia
(Nurgiyantoro,1998:321) Dapat di katakan juga bahwa sastra adalah cerita tentang manusia atau cerita tentang apa saja yang memberikan kepada manusia sebuah pengalaman spiritual untuk merenungi kehidupan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, untuk mengantarkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik, lebih sempurna dan lebih membahagiakan manusia bersama-sama. Jadi dengan demikian sastra juga merupakan senjata kemanusiaan yang di tembakkan sebagai upaya untuk memangkas batas-batas yang memisahkan manusia, tidak untuk mengatakan bahwa manusia yang satu harus sama rata dengan manusia yang lain. Tapi hanya untuk menyadarkan bahwa manusia satu dengan yang lain saling terkait dan tidak mungkin hidup tanpa manusia yang lain ( Wijaya: 2002)
6
2.2 Teori Tokoh dan Penokohan 2.2.1 Teori Tokoh Yang di maksud dengan tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita, dan pada umumnya tokoh berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang di insankan. (Sudjiman,1991:16) Dapat juga di katakan bahwa Tokoh adalah alat penyampai ide dan perasaan yang oleh sang kreator di usahakan secara maksimal tampil sebagai tokoh yang hidup dan
bukan
sebagai
wayang
di
tangan
dalang
(kusnidien,
www.mailarchive.com/kusnidien/08/02/06). Istilah tokoh juga menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, watak, perwatakan dan karakter, yang menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh. Seperti yang di tafsirkan oleh
para
pembaca,
lebih
menunjuk
pada
kualitas
pribadi
seorang
tokoh
(Nurgiyantoro,1994:165). Pada penelitian ini saya menekankan penelitian pada tokoh utama atau biasa disebut protagonis. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita, bahkan menjadi pusat sorotan di dalam kisahan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama atau protagonis bukan frekuensi kemunculan tokoh tersebut dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Protagonis dapat juga di tentukan dengan memperhatikan hubungan antar tokoh. Protagonis berhubungan dengan tokoh-tokoh yang lain, sedangkan tokoh-tokoh yang lain tidak semua berhubungan satu dengan yang lain. (sudjiman, 1991:18).
7
Tetapi tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka di tentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.
2.2.2 Teori Penokohan Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh, yang berarti tokoh-tokoh perlu menggambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya, agar
kualitas
tokoh,
kualitas
nalar
dan
jiwanya
dikenal
oleh
pembaca
(Sudjiman,1968:58). Menurut Nurgiyantoro (2004:165-166) bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran
yang
jelas
tentang
seseorang
yang
ditampilkan
dalam
sebuah
cerita.Penokohan juga mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita. Sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada tehnik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Masalah penokohan dalam sebuah karya tak semata-mata hanya berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan para tokoh, melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan penghadirannya secara tepat, sehingga mampu menciptakan dan mendukung tujuan artistik karya yang bersangkutan (Nurgiyantoro,1994:194).
8
2.3 Teori / Konsep Seks dan Seks Bebas 2.3.1 Teori / Konsep seks Kata seks mempunyai arti jenis kelamin dan merupakan sesuatu yang dapat dilihat dan ditunjuk dan hal-hal yang menyangkut alat kelamin itu sendiri (Hadiwardoyo,1990:42). Tetapi ada pendapat juga bahwa seks merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang keberadaannya sama sekali tidak terpisahkan dari eksistensi umat manusia. Hal tersebut menjadi bagian dari peradaban manusia, dari masa lalu hingga kini (Subinarto, 2005:4). Di Indonesia kata seks masih dipandang tabu oleh sebagian masyarakat, dan kebanyakan orang tua beranggapan bahwa pengetahuan tentang seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan seks. Sehingga dengan pemberian pengetahuan seks yang setengahsetengah akan menyebabkan remaja cenderung untuk mencobanya. (Gunarsa,1986:154).
2.3.2 Teori / Konsep Seks Bebas Seks bebas adalah seks diluar nikah dan merupakan suatu perilaku yang dilakukan dengan pasangan yang selalu berganti-ganti. Perkembangan zaman ternyata telah banyak mengubah pandangan, sikap dan perilaku masyarakat, termasuk pandangan sikap dan perilaku tentang seks. Aktivitas seks telah dipandang sebagai suatu aktivitas seperti makan dan minum saja.(Subinarto,2005:22).
9
Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse atau kinky seks merupakan bentuk pembebasan seks yang dipandang tidak wajar. Ironinya perilaku tersebut cenderung disukai oleh anak muda, terutama kalangan remaja yang secara Bio-Psikologis sedang tumbuh menuju proses pematangan. Hanya sekedar memenuhi tabiat aktualisasi nafsu yang berlebihan ia rela mengorbankan moralitasnya untuk
mendapatkan
pujian
dari
kelompok
referensinya
(Tahir,dikRutin
No.3157/PT'09.H2/N/1997). Ditinjau dari pandangan psikoanalisis, tabunya pembicaran mengenai seks tentunya disebabkan karena seks dianggap bersumbar dari dorongan-dorongan naluri didalam"Id".(Gunarsa,1991:154).
2.4 Teori Psikoanalisis Sigmund Freud Saya menggunakan teori-teori dari Sigmund Freud untuk mendukung penelitian saya. Saya menggunakan ketiga struktur kepribadian dari Freud, karena pada dasarnya ketiga struktur tersebut berinteraksi dengan erat satu sama lain, sehingga sulit untuk memisahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Tetapi sebelum memasuki struktur kepribadian, menurut Freud didalam kehidupan, jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu: a. Tak sadar atau ketidak sadaran yang meliputi apa yang terkena represi ( proses psikis yang tak sadar dimana suatu pikiran atau keinginan yang dianggap tidak pantas disingkirkan dari kesadaran).
10
Isi atau materi dari ketidaksadaran itu memiliki kecenderungan kuat untuk bertahan terus di dalam ketidak sadaran, pengaruhnya dalam tingkah laku sangat kuat, namun tidak disadari. b. Prasadar meliputi apa yang dilupakan, tetapi dapat diingat kembali tanpa perantara psikoanalisis. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar. Tetapi jika dianggap bahaya, maka akan ditekan lagi ke daerah taksadar. Materi tak sadar yang sudah berada di daerah prasadar bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap dan mekanisme pertahanan diri. c. Sadar atau kesadaran yang merupakan Ego. Isi-isi kesadaran hanya bertahan dalam waktu yang singkat di daerah sadar, dan segera tertekan ke daerah prasadar dan taksadar. Kepribadian tersususn dari tiga sistem pokok, yakni Id, Ego dan Superego. Meskipun masing-masing bagian dari kepribadian total ini mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan mekanismenya sendiri, namun mereka berinteraksi begitu erat satu sama lain, sehingga sulit untuk memisahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya terhadap tingkah laku manusia. Di bawah ini merupakan tiga dari struktur kepribadian tersebut: a. Id Menurut Freud yang merupakan terjemahan dari Bertens (1991:XL) Id merupakan lapisan psikis yang paling dasariah, disitu terdapat naluri-naluri bawaan ( seksual dan agresif) dan keinginan-keinginan yang depresi.sistim kepribadian yang 11
asli, yang berisikan segala sesuatu yang telah ada sejak lahir. Id juga berhubungan erat dengan proses-proses jasmaniah, yang merupakan tempat Id mendapatkan energinya. Freud juga menyebut Id "kenyataan psikis yang sebenarnya", karena Id merepresentasikan dunia batin, pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif. (.Supratiknya,1993:64) Untuk melaksanakan tugasnya, Id memiliki dua proses, tapi saya hanya menggunakan satu proses, yaitu proses primer yang menyangkut suatu reaksi psikologi yang sedikit rumit, karena proses ini berusaha untuk menghentikan tegangan dengan membentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan ketegangan tersebut. (Supratiknya, 1993:65). b. Ego. Menurut Freud yang merupakan terjemahan dari Bertens (1991,XL) Ego terbentuk dengan diferensiasi dari Id karena kontaknya dengan dunia luar. Adalah tugas ego untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar, lagi untuk memecahkan konflik-konflik realitas dengan konflik-konflik antara keinginan yang tidak cocok antara satu dengan yang lain. Ego juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran dan apa yang mau dikerjakan. Akhirnya Ego menjamin kesatuan kepribadian Ego berkembang dari Id (sistim kepribadian asli) agar orang mampu menangani realita, sehingga Ego beroprasi mengikuti prinsip realita. Prinsip realita itu dikerjakan dengan cara berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. (Alwisol,2004:20).
12
Ego merupakan bagian dari Id yang terorganisasi yang hadir untuk memajukan tujuan-tujuan Id. Ego tidak terpisah dari Id dan tidak pernah bebas sama sekali dari Id. Peranan utamanya adalah menengahi kebutuhan-kebutuhan instingtif dari organisme dan kebutuhan-kebutuhan lingkungan sekitarnya. (Supratiknya,1993:66). c. Superego Menurut Freud yang merupakan terjemahan dari bertens (1991:XL) Superego dibentuk melalui larangan-larangan atau perintah-perintah yang berasal dari luar. aktivitas Superego menyatakan diri dalam konflik dengan Ego yang dirasakan dalam emosi-emosi seperti rasa bersalah, rasa menyesal, dan lain sebagainya. Sikap-sikap seperti observasi diri, kritik diri dan inhibisi berasal dari Superego. Superego juga dapat dikatakan sebagai kekuatan moral dan etnik dari kepribadian yang beroprasi memakai prinsip idelistik sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id (sistim kepribadian asli) dan prinsip realistik dari Ego (mampu menangani realita dan beroprasi mengikuti prinsip realita). Superego juga bekerja didaerah sadar, prasadar dan tak sadar. (Alwisol, 2004:21). Pada penelitian ini, saya juga menggunakan dinamika kepribadian Freud, yang mana ciri penting dari dinamika kepribadian adalah pemindahan energi dari suatu objek ke objek lainnya. a. Insting Insting adalah perwujudan psikologik dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan. Hasrat atau motiv atau pula dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis, dan kumpulan energi dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan energi yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian (Alwisol, 13
2004:23). Insting adalah suatu berkas atau butir energi psikis atau suatu ukuran tuntutan pada jiwa untuk bekerja (Freud,1950:168, yang dikutip oleh Supratiknya,1993:70). Menurut Freud yang dikutip oleh Supratiknya (1993:72) Freud menggolonglan insting kedalam dua kelompok besar yakni insting mati dan insting hidup.Insting hidup yang paling ditekankan oleh Freud adalah seks (Freud,1950a). Sebenarnya, insting seks bukan tunggal melainkan banyak. Artinya, ada sejumlah kebutuhan jasmaniah berlainan yang membangkitkan hasrat-hasrat erotik. Insting-insting mati atau terkadang Freud menyebut insting perusak, insting yang bekerja secara sembunyi-sembunyi namun pasti melaksanakan tugasnya, setiap orang akan mati. Suatu fakta yang menyebabkan Freud mengeluarkan fatwa terkenal "tujuan semua kehidupan adalah kematian" (Freud, 1920a:38). Pada dasarnya perwujudan psikologisnya disebut hasrat, dan rangsangan jasmaniah yang mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Insting dapat dianggap sebagai tenaga yang memberikan daya psikologis untuk menjalankan bermacam-macam kegiatan kepribadian. Objek pun diperlukan dapat memuaskan kebutuhan seseorang, variasi dalam Pemilihan objek ini mungkin menjadi penyebab energi psikis dapat dipindahkan (Supratiknya,1993:68-71). b. Kecemasan Kecemasan adalah variabel yang penting dari hampir semua teori kepribadian. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tak terhindarkan, dan dapat dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. (Alwisol,2004:28). 14
Menurut Freud yang merupakan terjemahan dari bertens (1991,XLi) bahwa kecemasan dapat dipandang sebagai tanda bahaya, kecemasan terjadi karena libido terbendung akibat represi. Ego merupakan tempat berlangsungnya kecemasan dan juga secara aktif dapat membangkitkan kecemasan agar mekanisme-mekanisme pertahanan dapat dijalankan. Pada penelitian ini, saya menggunakan tiga macam kecemasan yang dibedakan oleh Freud, yang mana pada tokoh utama pada novel Noruwei No Mori, digambarkan juga kecemasan yang dialami oleh tokoh utama tersebut. 1. Kecemasan Realitas, yaitu rasa takut akan bahaya-bahaya nyata dari luar. 2.Kecemasan Neurotik, yaitu rasa takut insting akan lepas dari kendali dan menyebabkan sang pribadi akan mendapatkan hukuman. 3. Kecemasan Moral, yaitu rasa takut terhadap suara hati. Kecemasan juga bisa disebut suatu keadaan tegangan, juga merupakan suatu dorongan insting, hanya saja ia tidak timbul dari kondisi-kondisi jaringan dari dalam tubuh, melainkan dari luar tubuh. Apabila timbul kecemasan, maka ia akan memotivasi sang pribadi untuk melakukan sesuatu. Sang pribadi bisa lari dari daerah yang mengancam atau menuruti suara hati (Freud yang dikutip oleh Supratiknya,1993:81). Saya juga menggunakan mekanisme-mekanisme pertahanan ego, karena jika dibawah tekanan yang berlebihan, ego terkadang terpaksa menempuh cara-cara ekstrim untuk menghilangkan tekanan.
15
a. Identifikasi Identifikasi dapat didefinisikan sebagai metode yang digunakan orang untuk mengambil alih ciri-ciri orang lain dan menjadikannya bagian yang tak terpisahkan dari kepribadiannya sendiri. Orang belajar mereduksi tegangan dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang lain. Orang tidak perlu mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain pada semua aspek. Biasanya orang memilih dan hanya mengambil hal-hal yang dirasakannya akan menolong untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Identifikasi juga merupakan cara yang mana orang akan dapat memperoleh kembali suatu objek yang telah hilang. ( Freud yang dikutip oleh Supratiknya, 1993:84) b. Pemindahan / Reaksi Kompromi Pemindahan terjadi, apabila objek asli yang dipilih insting tidak dapat dicapai, sehingga insting direpres kembali ke ketidaksadaran atau Ego menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan energi dari objek yang satu ke objek yang lain, sampai ditemukan objek yang dapat mereduksi tegangan. Tetapi objek pengganti jarang memberikan kepuasan, sehingga banyak ketegangan yang tidak mampu direduksi, dan mengakibatkan penumpukan ketegangan. Penumpukan ketegangan tersebut akan mengakibatkan kegelisahan dan gangguan saraf.. proses penggantian objek karena tuntutan Id dengan realitas ego disebut reaksi kompromi. Pada penelitian ini, saya menggunakan satu dari tiga macam reaksi kompromi, yaitu subsitusi, yang merupakan pemindahan dimana kepuasan yang diperoleh hampir sama dengan kepuasan aslinya. 16
c. Represi Represi adalah proses psikis yang tidak sadar dimana suatu pikiran atau keinginan yang dianggap tidak pantas di singkirkan dari kesadaran yang kemudian dipindahkan ketaraf lain yaitu taraf tak sadar. Pada penelitian ini pun saya menggunakan satu dari dinamika campuran, yaitu campuran antara Represi dan simptom histerik ( sesuatu trauma yang timbul karena kehilangan sesuatu yang penting dalam hidup kita, yang secara emosional ingatan itu masih melekat didalam diri kita, sehingga menyebabkan kita sakit secara psikologis.) d. Fiksasi fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. e. Regresi Regresi adalah rasa frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, sehingga dapat mengakibatkan seseorang mundur ke tahap perkembangan terdahulu, dimana dia merasa puas disana. Pada penelitian ini, saya menggunakan teori-teori psikoanalisis dari Sigmund Freud karena, teori-teori tersebut dapat membantu peneliti untuk meneliti psikologi dari keempat tokoh utama dan wanita asing dalam novel Noruwei No Mori. Dan dengan menggunakan teori dari Sigmund Freud ini, diharapkan saya mampu memahami gambaran yang jelas mengenai faktor kejiwaan yang mempengaruhi perilaku Watanabe, terutama yang berkaitan dengan perilaku seksualnya.
17