BAB II LANDASAN PUSTAKA A. Teori Manajemen Sumber Daya Manusia 1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (Stoner) mengemukakan bahwa
Manajemen
adalah
proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan semberdaya-sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Manajemen memiliki enam unsur yaitu : men, money, methode, materials, machines, dan market. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan). SDM juga adalah potensi yang merupakan asset yang berfungsi sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi. Nawawi (2011) Malayu Hasibuan (2000) berpendapat bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Cahayani
(2005)
mengatakan bahwa Manajemen sumber daya manusia adalah sebagai strategik dan koheren untuk mengelola ast paling berharga milik organisasi, orang-orang yang bekerja di dalam organisasi, baik secara
9
10
individu maupun kolektif, guna memberi sumbangan untuk pencapaian sasaran organisasi. Fokus manajemen sumber daya manusia
terletak pada upaya
mengelola tenaga kerja manusia yang diatur menurut urutan fungsifungsinya, agar efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan organisasi. Manajemen sumber daya manusia meliputi penggunaan sumber daya manusia secara produktif dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi dan pemuasan kebutuhan pekerja secara individual. 2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Irine Wijayanti (2008) terdapat fungsi dari manajemen sumber daya manusia yaitu : a. Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan juga meruapakan penetapan tujuan organisasi, penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, sistem, metode, anggaran, dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. b. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian adalah penentuan sumberdaya-sumberdaya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja , penugasan tanggung jawab tertentu, pendelegasian
11
wewenang. Dalam fungsi ini orang-orang atau anggota organisasi tersebut
dipersatukan
melalui
pekerjaan
masing-masing
yang
pekerjaan-pekerjaan tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. c. Penyusunan Personalia (Staffing) Penyusunan personalia adalah penarikan , pelatihan dan pengembangan , serta penempatan dan pemberian orientasi kepada karyawan dalam lingkungan kerja yang menguntungkan dan produktif. d. Pengarahan (Leading) Pengarahan adalah untuk membuat dan mendapatkan para karyawan melakukan apa yang diinginkan, dan harus mereka lakukan. Pengarahan merupakan usaha yang berkaitan dengan segala sesuatu agar seluruh anggota organisasi atau lembaga dapat melaksanakan bagian pekerjaannya an bekerja sama untuk mencapai tujuannya. e. Pengawasan (Controlling) Pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pengawasan mencakup beberapa hal yaitu, penentuan apa yang akan dicapai atau dituju, penentuan apa yang harus dipegang sebagai pedoman dan penentuan tindakan apa yang harus diambil sebagai langkah perbaikan bila tejadi kegiatan yang menyimpang dari renacana yang telah dibakukan dalam standar.
12
B. Motivasi Kerja 1. Pengertian Motivasi Kerja Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Berikut adalah beberapa pendapat para ahli tentang motivasi: Menurut Malthis (2001) motivasi merupakan hasrat didalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan. Motivasi secara sederhana dapat diartikan “motivating “ secara implisit berarti bahwa pimpinan suatu organisasi berada ditengah-tengah bawahannya, dengan demikian dapat memberikan bimbingan, intruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan (Siagian, 1985). Sedangkan Rivai (2004) berpendapat bahwa motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Motivasi adalah kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu (Robins dan Mary, 2005). Motivasi merupakan faktor psikologis yang menunjukan minat individu terhadap pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan (Masrukhin dan Waridin, 2004). Sedangkan Hasibuan (2004) berpendapat bahwa motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
13
Motivasi merupakan sesuatu yang membuat bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu (Armstrong, 1994). Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, memelihara dan mendorong perilaku manusia. Pemimpin perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya dalam bekerja sesuai dengan keinginan organisasi. 2. Teori Motivasi Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan , yang berlangsung secara sadar. Ada 6 teori motivasi dari sudut pandang psikolog yang dapat diimplementasikan dalam Manajemen SDM di lingkungan organisasi atau perusahaan. Keenam teori itu adalah : a. Teori Kebutuhan (Need) Abraham Maslow Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic, dan extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Dengan kenyataan ini Maslow membuat “needs hierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut. Kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi lima hierarki kebutuhan yaitu: 1) Kebutuhan Fisiologi Perwujudan dari kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan pokok manusia yaitu sandang, pangan papan, dam kesejahteraan individu.
14
Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut seorang tidak dapat dikatakan hidup normal. Meningkatnya kemampuan seseorang cenderung mereka berusaha meningkatkan pemuas kebutuhan dengan pergeseran dari kuantitatif ke kualitatif. Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang amat primer karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan. Misalnya dalam hal sandang, Apabila tingkat kemampuan seseorang masih rendah,
kebutuhan akan sandang akan dipuaskan
sekedarnya saja. Jumlahnya terbatas dan mutunya punbelum mendapat perhatian utama karena kemampuan untuk itu memang masih terbatas. Akan tetapi bila kemampuan seseorang meningkat pemuas akan kebutuhan sandang pun akan ditingkatkan, baik sisi jumlahnya atau mutunya. Demikian pula dengan pangan. Seseorang yang ekonominya masih rendah, kebutuhan pangan biasanya masih sangat sederhana. Akan tetapi jika kemampuan ekonominya meningkat, maka pemuas kebutuhan akan pangan pun akan meningkat. Hal serupa dengan kebutuhan akan papan atau perumahan. Kemampuan ekonomi seseorang akan mendorongnya untuk memikirkan pemuas kebutuhan perumahan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus. 2) Kebutuhan Rasa Aman Setelah kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi, maka ada kebutuhan rasa
aman,
seperti
rasa
aman
fisik,
stabilitas,
ketergantungan,
perlindungan, dan kebebasan dari berbagai ancaman, teroris, penyakit,
15
takut, cemas, atau bencana alam. Selain itu, kebutuhan rasa aman bukan hanya tentang fisik namun juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil didalam pekerjaan. Karena pemuas kebutuhan ini terutama dikaitkan kekaryaan seseorang
artinya keamanan dalam arti fisik termasuk
keamanan seseorang
didaerah tempat tinggal, dalam perjalanan dan
keamanan ditempat kerja. 3) Kebutuhan Sosial Setelah dua kebutuhan di atas terpenuhi, selanjutnya akan muncul kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang. Manusia akan mencari sahabat, pasangan, keturunan, dan kebutuhan untuk dekat dengan keluarga. Seseorang yang cintanya sudah relatif terpenuhi tidak akan merasa panik ketika menolak cinta dan ketika ada seseorang yang menolak dirinya, ia juga tidak merasa hancur. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan cinta merupakan cinta yang memberi dan cinta yang menolak. Kita perlu memahami cinta, mengamalkannya, menciptakannya, dan mengajarkannya. 4) Kebutuhan Penghargaan Setelah tiga kebutuhan di atas terpenuhi, manusia akan mengejar kebutuhan akan penghargaan, seperti menghormati orang lain, status, ketenaran, reputasi, perhatian, dan sebagainya. Menurut Maslow, kebutuhan akan penghargaan juga terbagi atas dua tingkatan, yaitu tingkatan yang rendah dan tinggi. Tingkatan rendah yaitu kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan status, ketenaran, reputasi, perhatian,
16
apresiasi, martabat, dan dominasi. Kebutuhan yang tinggi ialah kebutuhan harga diri seperti perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian, dan kebebasan. Maslow berpendapat, apabila kebutuhan harga diri sudah teratasi, maka manusia siap memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi lagi. 5) Kebutuhan Aktualisasi Diri Kebutuhan aktualisasi diri merupakan tingkatan kebutuhan yang paling tinggi. Kebutuhan ini melibatkan keinginan yang terus-menerus untuk mencapai potensi. Menurut Maslow, kebutuhan ini ialah kebutuhan yang dimiliki manusia untuk melibatkan diri sendiri untuk menjadi apa yang sesuai keinginannya berdasarkan kemampuan diri. Manusia akan memenuhi hasratnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki pada dirinya. b. Teori Dua Faktor dari Herzberg Teori ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah :
17
1) Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator). Faktor ini antara lain adalah faktor prestasi (achievment), faktor pangakuan atau penghargaan, faktor tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri. 2) Kebutuhan Kesehatan Lingkungan Kerja (Hygiene Factors). Faktor ini dapat berupa upah atau gaju, hubungan antara pekerja, supervisi teknis, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi di perusahaan. Dalam implementasinya di lingkungan sebuah organisasi atau perusahaan , teori ini menekankan pentingnya menciptakan atau mewujudkan keseimbangan antara kedua faktor tersebut. Salah satu diantaranya yang tidak terpenuhi, akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak efektif dan tidak efisien. c. Teori Prestasi ( Achievment) dari McCleland Teori ini mengkalsifikasi motivasi berdasarkan akibat suatu kegiatan berupa prestasi yang dicapai, termasuk juga dalam bekerja. Dengan kata lain kebutuhan berprestasi merupakan motivasi dalam pelaksanaan pekerjaan. Dalam hubungan dengan teori Maslow , berarti motivasi ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi, terutama kebutuhan atualisasi diri dan kebutuhan akan status dan kekuasaan. Kebutuhan ini memerlukan dan mengharuskan seseorang pekerja melakukan kegiatan belajar, agar menguasai keterampilan atau keahlian
18
yang memungkinkan seorang pekerja mencapai suatu prestasi. Berikutnya jika dihubungkan dengan teori dua faktor, jelas bahwa prestasi
termasuk
klasifikasi
faktor
sesuatu
yang
memotivasi
(motivator) dalam melakasanakan pekerjaan. Implementasinya di lingkungan sebuah perusahaan , antara lain sebagai berikut : 1) Para pekerja terutama manager dan tenaga kerja kunci produk lini, menyukai memikul tanggung jawab dalam bekerja, karena kemampuan melaksanakannya merupakan prestasi bagi yang bersangkutan. 2) Dalam bekerja yang memiliki resiko kerja , para pekerja menyukai pekerjaan yang beresiko lunak (moderat). Pekerjaan yang beresiko tinggi dapat mengecewakannya, karena jika gagal berarti tidak kurang berprestasi. Sebaliknya juga kurang menyukai pekerjaan yang beresiko rendah atau tanpa resiko, yang dapat mengakibatkan pekerjaan tersebut diklasifikasikan tidak atau kurang berprestasi, baik berhasil maupun gagal melaksanakannya.
19
3) Pekerja yang berprestasi tinggi menyukai informasi sebagai umpan balik, karena selalu terdorong untuk memperbaiki dan meningkatkan kegiatannya dalam bekerja. Dengan demikian peluangnya untuk meningkatkan prestasi kerja akan lebih besar. 4) Kelemahan yang dapat merugikan adalah pekerja yang berprestasi lebih menyukai bekerja mandiri, sehingga kurang positif senagai manajer. Kemandirian itu dimaksudkan
untuk menunjukkan
prestasinya, yang mungkin lebih baik dari pekerja yang lain. d. Teori Penguatan (Reinforcement) Penguatan pada dasarnya berarti pengulangan kegiatan karena mendapat ganjaran. Ganjaran selain berbentuk material, dapat pula yang bersifat non material. Ganjaran berarti juga pemberian insentif. Disamping itu teori ini bersumber juga dari teori tingkah laku berdasarkan hubungan antara perangsang dan respon. Implementasi teori ini dilingkungan sebuah organisasi atau perusahaan mengharuskan para manajer mampu mengatur cara pemberian insentif dalam memotivasi para pekerja, agar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien. Dengan kata lain insentif yang diberikan harus diupayakan mampu mewujudkan penguatan bagi kegiatan pelaksanaan pekerjaan yang efektif dan efisien. Untuk itu insentif sebagai perangsang, agar menghasilkan respon pelaksanaan pekerjaan yang diulang atau bersifat penguatan, harus
20
diberikan dengan persyaratan operasional antara lain berupa persyaratan kerativitas, produktivitas, prestasi dan lain-lain. e. Teori Harapan (Expectancy) Teori ini berpegang pada prinsip yang mengatakan : “terdapat hubungan yang erat antara pengertian seseorang mengenai suatu tingkah laku, dengan hasil yang ingin diperolehnya sebagai harapan”. Dengan demikian berarti juga harapan merupakan energi penggerak untuk melakukan suatu kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai sesuatu yang diinginkan disebut “usaha”. Usaha di lingkungan para pekerja dilakukan berupa kegiatan yang disebut bekerja , pada dasarnya didorong oleh harapan tertentu Implementasi di lingkungan sebuah perusahaan dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Manajer perlu membantu para pekerja memahami tugas-tugas atau pekerjaannya, dihubungkan dengan kemampuan atau jenis dan kualitas keterampilan atau keahlian yang dimilikinya. 2) Berdasarkan pengertian itu, manajer perlu membantu para pekerja agar memiliki harapan yang realistis, yang tidak berlebih-lebihan. Harapannya tidak melampaui usaha yang dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. 3) Manajer perlu membantu para pekerja dalam meningkatkan keterampilan atau keahliannya dalam bekerja,
yang dapat
21
meningkatkan harapannya, dan akan meningktkan pula usahanya melalui pelaksanaan pekerjaan yang semakin efektif dan efisien. f. Teori Tujuan sebagai Motivasi Dalam bekerja tujuan bukan harapan. Dalam kenyataannya harapan bersifat subyektif dan berbeda-beda antara setiap individu, meskipun bekerja pada unit rja atau perusahaan yang sama. Tujuan bersumber dari rencana strategik dan rencana operasional organisasi atau perusahaan, yang tidak dipengaruhi individu dan tidak mudah berubah-ubah. Oleh karena itu, tujuan bersifat obyektif. Setiap pekerja yang memahami dan menerima tujuan organisasi atau perusahaan atau unit kerjanya, dan merasa sesuai dengan dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam mewujudkannya. Dalam keadaan seperti itu tujuan akan berfungsi sebagai motivasi dalam bekerja , yang mendorong para pekerja memilih alternatif cara bekerja yang terbaik atau yang paling efektif dan efisien (Nawawi,1996). Implementasi dari teori ini dilingkungan suatu perusahaan dapat diwujudkan sebagai berikut : 1) Tujuan unit kerja atau tujuan organisasi merupakan fokus utama dalam bekerja. Oleh karena itu manajer harus memiliki kemampuan merumuskannya secara jelas dan terinci, agar mudah dipahami para kerja. 2) Tujuan perusahaan tujuan perusahaan menetukan intensitas pelaksanaan
pekerjaan,
sesuai
dengan
tingkat
kesulitan
22
mencapainya. Untuk itu para manajer perlu merumuskan tujuan yang bersifat menantang, sesuai dengan kemampuan pekerja yang ikut serta mewujudkannya. 3) Tujuan yang sulit menimbulkan kegigihan dan ketekunan dalam usaha
mencapainya,
melebihi
dari
tujuan
yang
mudah
mencapainya.Untuk itu para manajer perlu menghargai para pekerja yang berhasil mewujudkan tujuan unit kerja atau perusahaan yang sulit mencapainya.
3. Metode-metode Motivasi Terdapat dua metode dalam motivasi , metode terebut adalah metode langsung dan metode tidak langsung, (Hasibuan, 1996). Kedua metode motivasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Metode langsung, merupakan motivasi materiil atau non materiil yang diberikan secara langsung kepada seseorang untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasannya. Motivasi ini dapat diwujudkan misalnya dengan memberikan pujian, penghargaan, bonus, dan piagam. b. Metode tidak langsung, merupakan maotivasi yang berupa fasilitas dengan maksud untuk mendukung serta menunjang gairah kerja dan kelancaran tugas. Contohnya adalah dengan pemberian ruangan kerja yang nyaman, penciptaan suasana dan kondisi kerja yang baik.
23
4. Asas-Asas Motivasi a. Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut serta dalam berpartisipasi dan memberikan kesempatan dan mengajukan penadapat sebagai rekomendasi dalam pengambilan keputusan. b. Asas komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya dalam kendala yang dihadapi. c. Asas pengakuan, artinya memberikan pernghargaan, pujian, dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya. d. Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri kepada bawahannya, bahwa dengan kemampuan dan kreatifitasnya mampu mengerjakan tugas dengan baik. e. Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas keadilan dan kelayakan terhadap semua pegawai harus adil dan layak bila masalahnya sama. f. Asas perhatian timbal balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak (Hasibuan 1996).
24
5. Fungsi Pemberian Motivasi Fungsi motivasi bagi manusia termasuk para pekerja adalah sebagai berikut : a.
Motivasi berfungsi sebagai energi atau motor penggerak bagi manusia, ibarat bahan bakar pada kendaraan.
b.
Motivasi sebagai pengatur dalam memilih alternatif diantara dua atau lebih kegiatan yang bertentangan. Dengan memperkuat suatu motivasi, akan memperlemah motivasi yang lain, maka seseorang hanya akan melakukan satu aktivitas dan meninggalkan aktivitas yang lain.
c.
Motivasi merupakan pengatur arah atau tujuan dalam melakukan aktivitas. Dengan kata lain setiap orang hanya akan memilih dan berusaha untuk mencapai tujuan yang lemah memotivasinya.
6. Bentuk Motivasi a. Motivasi Intrinsik Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu, beruapa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan, atau menyenangkan, atau memungkinkan mencapai suatu tujuan, maupun karena memberikan harapan tertentu yang positif dimasa depan. Misalnya pekerja yang bekerja secara
25
berdedikasi semata-mata karena merasa memperoleh kesempatan untuk mengktualisasikan atau mewujudkan realisasi dirinya secara maksimal. b. Motivasi Entrinsik Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri
pekerja
sebagai
individu,
berupa
suatu
kondisi
yang
mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah atau gaji yang tinggi, jabatan atau posisi yang terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar, pujian, hikuman dan lain-lain.
C. Disiplin Kerja 1. Pengertian Disiplin Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa latin “disipel” yang berarti pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman , kita mengalami perubahan menjadi “disipline” yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib. Disiplin kerja adalah suatu sikap ketaatan seseorang terhadap aturan atau ketentuan yang berlaku dalam organisasi yaitu, menggabungkan diri dalam organisasi itu atas dasar keinsafan, bukan unsur paksaan (Wursanto, 1987). Disiplin adalah sikap dari seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala aturan atau keputusan yang ditetapkan (M.Sinungan 1997). Disiplin kerja adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku seseorang,
26
kelompok masyarakat berupa ketaatan terhadap peraturan, norma yang berlaku dalam masyarakat (Siagian, 1996). The Liang Gie (1981) menjelaskaan bahwa disiplin sebagai suatu keadaan tertib dimana orang-orang tergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan yang ditetapkan dengan senang hati. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah sikap ketaatan dan kesetiaan seseorang atau kelompok orang terhadap peraturan tertulis atau tidak tertulis yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan pada organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2. Pentingnya Kedisiplinan Menurut Hasibuan (2000) Kedisiplinan adalah yang penting
fungsi operatif
karena semakin naik disiplin karyawan semakin tinggi
prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mancapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik mencerminkan besaranya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini yang mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para para bawahannya berdisiplin yang baik. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
27
Kedisplinan menurut Hasibuan (2000)
sebagai berikut: adalah
kesadaran dan kesediaan seseorang manaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sekarela manaati semua perintah dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan kesediaan, adalah suatu sikap , tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Jadi, seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya, baik secara sukarela maupun karena terpaksa. Kedisiplinan diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Didalam melaksanakan kesiplinan sering kali karyawan melakukan pelanggaran. Untuk itu dalam kedisiplinan karyawan diperlukan peraturan dan hukuman. Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib yang baik di perusahaan. Dengan tata tertib yang baik, semangat kerja, moral kerja, efisiensi, dan efektivitas kerja karyawan meningkat. Hal ini
akan
mendukung tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Jelasnya perusahaan sulit mencapai tujuannya, jika karyawan tidak mematuhi peraturan-peraturan perusahaan tersebut. Kedisiplinan suatu
28
perusahaan dikatakan baik, jika sebagian besar karyawan menaati peraturan-peraturan yang ada. Hasibuan (2000) Hukuman diperlukan dalam meningkatkan kedisiplinan dan mendidik karyawan supaya menaati semua peraturan perusahaan. Pemberian hukuman harus adil dan tegas terhadap semua karyawan. Dengan keadilan dan ketegasan, sasaran pemberian hukuman akan tercapai. Peraturan tanpa diiikuti pemberian hukuman yang tegas bagi pelanggarnya bukan menjadi alat pendidik bagi karyawan. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Hasibuan (2000) 3. Indikator –Indikator Kedisiplinan Menurut Hasibuan (2000) pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi
tingkat
kedisiplinan
karyawan
suatu
organisasi,
diantaranya: a.
Tujuan dan Kemampuan Tujuan
dan
kemampuan
ikut
mempengaruhi
tingkat
kedisplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serat cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
29
bersangkutan, agaar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Akan tetapi, jika pekerjaan itu diluar kemapuannya atau jauh dibawah kemampuannya maka kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah. Misalnya: pekerjaan untuk karyawan berpendidikan SMU ditugaskan kepada seorang sarjana atau pekerjaan untuk sarjana ditugaskan bagi karyawan berpendidikan SMU. Jelas kaeyawan bersangkutan kurang berdisiplin dalam melaksanakan pekerjaan itu. Di sinilah letak pentingnya asas the right man in the right place and the right man in the right job. b.
Teladan Pimpinan Teladan pimpinan sangat
berperan dalam
menentukan
kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahanpun ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang disiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisplinan yang baik agar bawahan pun mempunyai disiplin yang baik pula.
30
c.
Balas jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaan. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap perusahaan atau pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Untuk
mewujudkan
kedisiplian
karyawan
yang
baik,
perusahaan harus memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplian karyawan tidak mungkin baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga. Jadi, balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedispilinan karyawan. Artinya semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil, kedisiplinan menjadi semakin rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik. d.
Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan
dasar
kebijaksanaan
dalam
pemberian
balas
jasa
(pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang baik dalam memimpin selalu
31
berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan supaya kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula. e.
Waskat Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada atau hadir ditempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui kemampuan dan kedisiplinan setiap individu bawahannya, sehingga konduite setiap bawahan dinilai obyektif. Waskat bukan hanya mengawasi moral kerja dan kedisiplinan karyawan saja, tetap juga harus berusaha mencari sistem kerja yang lebih efektif untuk mewujudkan tujuan organisasi, karyawan, dan masyarakat. Dengan sistem yang baik akan tercipta internal kontrol yang dapat mengurangi kesalahan-kesalahan dan mendukung kedisplinan serta moralkerja karyawan.
32
f.
Sanksi hukuman Sanksi hukuman
berperan penting dalam memelihara
kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat , karyawan
akan
semakin
takut
melanggar
peraturan-peraturan
perusahaan, sikap, dan perilaku indispliner karyawan akan berkurang. Berat atau ringan sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan di infomasikan secara jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. g.
Ketegasan Ketegasan
pimpinan
dalam
melakukan
tindakan
akan
mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan
yang
indisipliner
akan
disegani
dan
diakui
kepemimpinannya oleh perusahaan. Sebaliknya apabila apabila seoarang pimpinan kurang tegas atau tidak menghukum karyawan yang indispliner , sulit baginya untuk memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indispliner karyawan semakin banyak karena mereka beranggapan bahwa peraturan dan sanksi hukumannya
33
tidak berlaku lagi. Pimpina yang tidak tegas menindak atau mengkum karyawan yang melanggar peraturan, sebaiknya tidak perlu membuat peraturan atau tataa tertib pada perusahaan tersebut. h.
Hubungan kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship dan cross relationship hendaknya harmonis. Manajer harus berusaha menciptakan suasan hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun horizontal diantara semua karyawannya.
4. Prinsip-prinsip Kedisiplinan Dengan adanya tata tertib yang ditetapkan, dengan tidak sendirinya para pegawai akan mematuhinya, maka perlu bagi pihak organisasi mengkondisikan
karyawannya
dengan
tata
tertib
kantor.
Untuk
mengkondisikan pegawai agar bersikap disiplin, maka dikemukakan prinsip pendisiplinan sebagai berikut: a. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi. Pendisiplinan ini dilakukan dengan menghindari menegur kesalahan dihadapan orang banyak, karena bila hal tersebut dilakukan menyebabkan karyawan yang bersangkutan malu dan tidak menutup kemungkinan akan sakit hati.
34
b. Pendisiplinan yang bersifat membangun. Selain menunjukkan kesalahan yang dilakukan karyawan, haruslah disertai dengan memberi petunjuk penyelesaiannya, sehingga karyawan tidak merasa bingung dalam menghadapi kesalahan yang dilakukan. c. Keadilan dalam pendisiplinan. Dalam
melakukan
tindakan
pendisiplinan,
hendaknya
dilakukan secara adil tanpa pilih kasih serta tidak membeda-bedakan antar karyawan. d. Pendisiplinan dilakukan pada waktu karyawan tidak absen. Pimpinan hendaknya melakukan pendisiplinan ketika karyawan yang
melakukan kesalahan hadir, sehingga secara pribadi ia
mengetahui kesalahannya. e. Setelah pendisiplinan hendaknya dapat bersikap wajar. Hal itu dilakukan agar proses kerja dapat berjalan lancar seperti biasa dan tidak kaku dalam bersikap. Adapun disiplin kerja dipengaruhi oleh faktor yang sekaligus sebagai indikator dari disiplin kerja yaitu: 1) Ketepatan waktu. Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik.
35
2) Menggunakan peralatan kantor dengan baik. Sikap hati- hati dalam menggunakan peralatan kantor, dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehinga peralatan kantor dapat terhindar dari kerusakan. 3) Tanggungjawab yang tinggi. Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang di bebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggungjawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik. 4) Ketaatan terhadap aturan kantor. Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal / identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi. (Soejono, 1997 : 67).
D. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Sebelum masuk kedalam bahasan kepuasan kerja maka terlebih dahulu melihat pengertian mengenai kerja, menurut : Malayu Hasibuan (2006) kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental yang dilakukan seseorang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Contoh aktivitas fisik adalah gerakan manual, proses kontrol, dan suara mulut. Sedangkan aktivitas mental adalah proses berpikir kreatif, pengumpulan dan penyimpanan informasi, serta penyelesaian masalah.
36
Osborn (1985) mengatakan bahwa “kerja adalah kegiatan yang menghasilkan suatu nilai bagi orang lain”. Dalam hal ini, kerja dilakukan seseorang untuk bisa mencapai tujuan pribadi dan juga orang lain. Imbalan dari kerja yang baik dan benar adalah penghargaan berupa pujian, penghormatan, uang maupun barang. Sedangkan bagi orang lain adalah kepuasan karena keinginan mereka tercapai. Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun perusahaan
maka hasil
kerja
yang ia selesaikan
akan
mempengaruhi terhadap tingkat produktivitas organisasi. oleh karena itu, pandangan dan juga perasaan individu terhadap pekerjaannya harus tetap terjaga pada sisi positif dari pekerjannya dengan kata lain individu tersebut harus memiliki dan menjaga kepuasan kerjanya agar produktivitasnya dapat terus ditingkatkan.
Adapun pengertian kepuasan kerja menurut para ahli
adalah sebagi berikut : Menurut
Marihot
Tua
Efendi
(2002:290)
kepuasan
kerja
didefinisikan dengan hingga sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam pekerjaannya. Menurut pendapat Stephen Robbins (2003:91) istilah kepuasan kerja merujuk kepada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap kerja itu sementara seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu, karena pada umumnya apabila orang
37
berbicara mengenai sikap karyawan, lebih sering mereka memaksudkan kepuasan kerja. Malayu S.P. Hasibuan (2006:202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi antara keduanya. Veithzal Rivai (2004) kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikap senang atau tidak puas dalam bekerja. Evaluasi membandingkan antara apa yang dirasakan saat bekerja dengan harapan. Jika, harapan sesuai dengan apa yang dirasakan saat bekerja maka akan merasa puas, sebaliknya jika harapan tidak sesuai dengan yang dirasakan saat bekerja maka tidak akan merasa puas. Pekerjaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Olehkarena itu kepuasan kerja adalah bagian kepuasan hidup (Wether dan Davis, 1982:42). Kepuasan kerja juga tergantung pada hasil intrinsik, ekstrinsik, dan persepsi pemegang kerja pada pekerjaannya, sehingga kepuasan kerjaadalah tingkat di mana seseorang merasa positif atau negatif tentangberbagai segi dari pekerjaan, tempat kerja, dan hubungan dengan temankerja (Gibson Ivanicevic Donely, 1985:464-465). Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai
38
dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Jadi secara garis besar kepuasan kerja dapat diartikan sebagai hal yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan yang mana pegawai memandang pekerjanya. Menurut Herzberg seperti yang dikutip oleh Suryana Sumantri (2001:83),ciri perilaku pekerja yang puas adalah mereka yang mempunyai motivasi yang tinggi untuk bekerja, mereka lebih senang dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka yang malas berangkat kerja ke tempat bekerja, dan malas dalam melakukan pekerjaannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan atau sikap seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya, yang dapat di penrgaruhi oleh berbagai macam faktor, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal.
2. Teori Kepuasan Kerja Teori tentang kepuasan kerja yang telah cukup terkenal adalah : a. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory). Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi apa yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat disparancy, tetapi merupakan disparancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada
39
selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai. b. Teori Keadilan (Equity theory). Teori ini mengungkapkan bahwa orang yang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya ada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya seperti pendidikan, pangalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk melakukan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang diangap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa serseorang di perusahaan yang sama, atau ditempat lain atau bisa pula dengan dirinya dimasa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidak puasan. c. Teori dua faktor (Two factor theory). Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan
40
ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinue. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan disatisfies. Satisfies adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasn kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh pengahrgaan dan promosi. Terpenuhinya faktor-faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan,
namun
tidak
terpenuhinya
faktor
ini
tidak
selalu
mengakibatkan ketidak puasan. Disatisfies adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari : gaji/upah, pengawasan, hubungan antar personal, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pada dasarnya dapat menjadi dua bagian yaitu faktor intrinsik atau faktor yang berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri seperti harapan dan kebutuhan individu tersebut dan yang kedua adalah faktor ektrinsik, faktor ekstrinsik yaitu faktor yang berasal dari luar diri karyawan antara lain kebijakan
41
perusahaan, kondisi fisik lingkungan kerja, interaksi dengan karyawan lain, sistem penggajian, dan sebagainya. Secara teoritis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, perilaku, locus of control pemenuhian harapan penggajian, dan efektivitas kerja. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah: Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2004:203) adalah: a. Balas jasa yang layak dan adil b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian b. Berat-ringannya pekerjaan c. Suasana dan lingkungan pekerjaan d. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan e. Sikap pemimpin dalam kepemimpinannya f. Sifat pekerjaan monoton atau tidak Menurut Stephen Robbins (2003:108) ada empat faktor yang kondusif bagi tingkat kepuasan kerja karyawan yang tinggi, yaitu : a. Pekerjaan yang secara mental menantang. Orang lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan
yang
memberi
mereka
peluang
untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan satu varietas tugas, kebebasan dan umpan balik tentang seberapa baiknya mereka melakukan itu. Karakteristik-karakteristik ini membuat pekerjaan menjadi menantang secara mental.
42
b. Imbalan yang wajar. Karyawan menginginkan sistem panggajian yang mereka anggap tidak ambigu, dan sejalan dengan harapan mereka. Bila pembayaran itu kelihatan adil berdasarkan pada permintaan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pembayaran masyarakat, kepuasan mungkin dihasilkan. c. Kondisi lingkungan kerja yang mendukung karyawan merasa prihatin dengan kondisi lingkungan kerja mereka jika menyangkut masalah kenyamanan pribadi maupun masalah kemudahan untuk dapat bekerja dengan baik. Banyak studi yang menunjukan bahwa para karyawan lebih menyukaii lingkungan fisik yang tidak berbahaya atau yang nyaman. Selain itu kebanyakan karyawan lebih suka bekerja tidak jauh dari rumah, dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dengan alat dan perlengkapan yang memadai. d. Rekan kerja yang suportif. Dari bekerja orang mendapatkan lebih dari sekedar uang atau prestasi-prestasi yang berwujud, bagi sebagain karyawan kerja juga dapat mengisi kebutuhan akan interaksi social. Oleh karena itu, tidak heran jika seorang karyawan memiliki rekan kerja yang suportif dan bersahabat dapat meningkatkan kepuasan kerja mereka.
43
E. Penelitian Terdahulu Isnan Masyjui (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Motivasi dan Displin Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Grobogan” menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara motivasi dan disiplin kerja terhadap kepuasan kerja pegawai. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisa data bahwa t hitung > t tabel yaitu sebesar (2,729 >2,00) untuk pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja. Sedangkan untuk pengaruh displin kerja terhadap kepuasan kerja ditunjukkan oleh analisa data t hitung > t tabel yaitu sebesar (2,206 >2,00). Prabu (2005) meneliti “Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Muara Enim”, hasil penelitian menyimpulkan: 1. Lingkungan kerja, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi, dan kebutuhan, cukup berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai BKKBN Kabupaten Muara Enim yaitu sebesar 50,7% sedangkan sisanya yaitu sebesar 49,3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel yang diteliti; 2.
Secara parsial variabel kebutuhan memiliki pengaruh paling dominan terhadap kepuasan kerja pegawai. Sedangkan variabel lingkungan kerja dan tingkat pendidikan memiliki pengaruh tidak bermakna terhadap kepuasan pegawai. Dian Mardiono dan Supriyatin dalam penelitiannya yang berjudul “
Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
44
pada PT Graha Megaria Sutos Surabaya” menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil simultan yang diperoleh nilai uji F 52.516 dengan sig sebesar 0.000 dengan simultasn motivasi dan disiplin kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan perhitungan secara parsial nilai sig motivasi sebesar 0,000 dan nilai sig kepuasan kerja sebesar 0,000 < (α) 0,05, sehingga motivasi dan disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
F. Kerangka Pemikiran Dalam suatu lembaga/organisasi, sumber daya manusia dalam hal ini adalah para pegawai/karyawan yang bekerja harus memiliki motivasi yang tinggi. Pegawai dapat mengaktulisasikan diri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk lebih berperan dalam lembaga/ instansi. Mereka memerlukan kondisi yang mendukung baik dari dalam diri pegawai, berupa motivasi agar dapat bekerja dengan baik untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan akan tercukupinya sandang, pangan, papan, kebutuhan akan rasa aman, serta pengakuan akan keberadaannya dalam bekerja. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi terhadap kepuasan kerja adalah disiplin kerja. Lembaga/ instansi membuat peraturan yang intinya untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh pegawai dengan tujuan agar para pegawai melakukan pekerjaan dengan baik sesuai dengan keahliannya masing- masing. Dari uraian diatas dapat disimpulkan kerangka pemikiran ini bahwa terdapat pengaruh motivasi kerja dan disiplinkerja terhadap kepuasan kerja
45
karyawan pada Batik Plentong. Secara skematis dapat digambarkan dalam model kerangka konseptual sebagai berikut :
MOTIVASI KERJA (X1)
H1 KEPUASAN KERJA (Y)
H2 DISIPLIN KERJA (X2)
H3
Gambar 2.1 Skema kerangka konseptual Keterangan : Pengaruh simultan : Pengaruh parsial
:
46
G.
Hipotesis Hipotesis adalah dugaan sementara tehadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis adalah pernyataan tentative yang merupakan dugaan mengenai apa saja yang sedang kita alami dalam usaha untuk memahaminya (Nasution). Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta. Oleh karena itu, setiap penelitian yang dilakukan memiliki suatu hipotesis atau dugaan sementara terhadap penelitian yang akan dilakukan. Dari hipotesis tersebut akan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan pakah hipotesis tersebut benar adanya atau tidak benar.
Berdasarkan pada landasan
pustaka dan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan Batik Plentong Yogyakarta. 2. Ada pengaruh yang signifikan antara disiplin kerja terhadap kepuasan kerja di Batik Plentong Yogyakarta. 3. Ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kepuasan kerja di Batik Plentong Yogyakarta.