BAB II KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian pendidikan karakter Pendidikan karakter kini menjadi isu utama pendidikan, selain sebagai proses pembentukan karakter anak bangsa, pendidikan karakter inipun diharapkan mampu menjadi pondasi utama yang mampu meningkatkan derajat dan martabat bangsa Indonesia. Dalam kemendiknas pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan diseluruh jenjeng pendidikan yang dibinanya.1 Pendidikan lebih dari sekedar penggajaran dan dalam kenyataannya pendidikan merupakan proses suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri anatara individu-individu.2
Pendidikan karakter karakter sebagai pendidikan yang di cita-citakan bukan sekedar pendidikan sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan saja tetepi lebih luas lagi yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai dimana anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dan kemanusiaan sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan karakter dipandang sebagai pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Dalam pendidikan karakter tidak cukup dengan penggetahuan lantas
1
Abd. Majid, dkk, Character Building Through Educationhal(Pekalongan: STAIN Pekalongan Press Bekerjasama dengan University of Malaya Malaysia, 2011), hlm. 210. 2 Ibid.,hlm. 42.
22
23
melakukan tindakan yang sesuai dengan penggetahuaannya saja, karena dalam pendidikan karakter terkait erat dengan nilai dan norma sehingga harus melibatkan perasaan.3 Menurut Thomas Lickona, dengan ketiga aspek tersebut, jika pendidikan karakter diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan akan membuat anak menjadi cerdas dalam emosinya. Sedangkan kecerdasan emosi adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.4 Dapat dimengerti bahwa keberadaan pendidikan karakter merupakan jawaban dari persoalan kependidikan yang mana nilai karakter dalam kependidikan agar tidak hilang, pentingnya proses pendidikan karakter sebagai penyeimbang pengetahuan yang telah diterima agar menumbuhkan karakterkarakter yang di harapkan dapat tercapai serta diterapkan. Sedangkan penerapan pendidikan harauslah memahami kebutuhan anak bangsa akan pendidikan yang baik dan benar, yang dapat menanakan nilai karakter serta menjawab tujuan pendidikan akan kebutuhan diri seseorang nantinya setelah selesai dalam kependidikan, dalam sosial masyarakat serta baik terhadap negaranya. 2. Makna Pendidikan Karakter Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam
3
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia (Jogjakarta: ArRuzz Media, 2013), hlm. 27. 4 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama Dan Budaya Bangsa (Bandung: CVPustaka Setia, 2013), hlm.45.
24
kehidupan, sehingga anak memilki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pemikiran Islam, karakter berkaitan dengan iman dan ikhsan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Aistoteles bahwa karakter erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus-menerus dilakukan.5 Proses kependidikan jelas merupakan usaha membimbing, membina, dan mengarahkan potensi hidup manusia yang berupaya dengan kemampuan dasar sehingga terbentuklah prinsip hidupnya menjadi lebih matang, sehingga pendidikan secara operasional mengandung aspek menjaga, memperbaikai, dan aspek menumbuhkan atau membina.6 Menurut William Kilpatrick, salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang untuk berprilaku baik, walaupun secara kognitif ia mengetahuinya (moral knowing), yaitu karena ia tidak terlatih untuk melatih kebajikan atau (moral action). Sehinga orang itu tidak cukup memberikan pengetahuan tentang kebaikan, tetapi harus terus membimbing anak sampai pada tahap implementasi dalam kehidupan anak sehari-hari.7Moral action adalah bagaimana membuat penggetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perubahan tindakan moral ini mempunyai hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya.8 Dalam kaitannya dengan pendidikan akhlak, pendidikan karakter mempunyai orientasi yang sama yaitu pembentukan karakter. Lickona sebagai
5
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter,Cet. Ke-3, (Jakarta: Bumi Aksara. 2013),
hlm. 3-8. 6
Muhammad Takdir Ilahi, Revitasi Pendidikan Berbasis Moral (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 25. 7 Ibid., 133. 8 Ibid., 134
25
bapak pendidikan karakter di Amerika mengatakan terdapat keterkaitan erat antara karakter dan spiritualitas. Adanya Perbedaan bahwa pendidikan akhlak terkesan timur dan Islam sedangkan pendidikan karakter terkesan barat dan sekuler tidak dipertentangkan bahkan keduanaya memiliki ruang untuk saling menggisi.9
Terbentuknya
karakter
berkaitan
erat
dengan
kepribadian
(personality) seseorang, sehingga bisa disebeut orang yang berkarakter (a person of character) jika perilakunya sesuai dengan etika atau kaidah moral. Dirjen Pendidikan
Agama
Islam,
Kementrian
Agama
Republik
Indonesia
mengemukakan bahwa karakter dapat diartikan totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat didefinisikan pada perilaku individu, dalam arti khusus ciriciri yang membedakan anatara satu individu dengan individu yang lainnya. Dari karakter setiap individu ini akan muncul karakter umum yang menjadi stereotip dari sekelompok masyarakat dan bangsa yang dapat diidentifikasi sebagai karakter suatu komunitas tertentu atau bahkan dapat pula dipandang sebagai karakter suatu bangsa.10 Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan dalam pendidikan karakter terdapat keseimbangan anatara tatanan kehidupan, dengan adanya kebiasaan menanamkan nilai akan terbentuk karakter sebagai ciri yang melekat pada diri seseoang. Sedangkan hakikat pendidikan karakter merupakan pencapaian nilai karakter yang saling terkait antara satu dengan lainnya dalam menjadikan manusia yang berkarakter bahkan bangsa yang berkarakter melalui proses pendidikan karakter. 9
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter:Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendididkan, Cet. Ke-3 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013),hlm. 65. 10 E. Mulyasa,op. cit., hlm. 4.
26
B. Pemahaman tentang pendidikan karakter 1. Tujan pendidikan karakter Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang, sesuai dengan standar kompentensi lulusan pada setiap satuan pendidikan.11 Pendidikan karakter mengemban misi untuk mengembangkan watak-watak dasar yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik dengan pengharapan (respect) dan tangung jawab (responsibility) merupakan dua nilai moral pokok yang harus diajarkan oleh sekolah.12 Pendidikan karakter yang dibangun dalam pendidikan mengacu pada Pasal 3 UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, bahwa: “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”13
11
E. Mulyasa, op. cit., hlm. 9. Zubaedi, op. cit.,hlm. 72. 13 Novan Ardy Wiyani, op. cit., hlm. 69. 12
27
Menurut Darma Kesuma, tujuan pendidikan karakter anatara lain:14 1) Mengembangkan potensi kalbu atau nurani atau afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter. 2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. 3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. 4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan. 5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi serta penuh kekuatan. Melihat dari tujuan pendidikan karakter yang diungkapkan di atas tujuan pendidikan karakter dalam menciptakan manusia yang berkarakter dan bangsa yang bermartabat haruslah sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam pendidikan karakter yang tidak terlepas dari potensi dalam diri seseorang dan tidak bertentangan dengan dirinya, berbagai macam karakter yang dimiliki masing-masing individu dalam aspek apapun akan membawa bangsa ini kepada karakternya yang sesuai dengan tujuan pendidikan dalam undang-undang.
14
Muhammad Fadlillah dan Mualifatu Khorida, op. cit., hlm. 25.
28
Proses dan tujuan pendidikan melalui pembelajaran tiada lain adalah adanya perubahan kualitas tiga aspek pendidikan, yakni kognitif, afektif, psikomotorik. Kognitif
Afektif
Psikomotorik
Knowing
Doing
Beeing
Berilmu dan berkarakter
Live Together
Bagan di atas menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran sebagai peningkatan wawasan, perilaku, dan keterampilan, dengan berlandaskan empat pilar pendidikan. Tujuan akhirnya adalah terwujudnya insan yang berilmu dan berkarakter. Karakter yang diharapkan tidak tercabut dari budaya asli Indonesia sebagai perwujudan nasionalisme dan sarat muatan agama (religius).15 Tujuan pendidikan karakter adalah mengkoreksi perilaku peserta didik yang tidak berkesesuaian dengan nilai yang dikembangkan sehingga tujuan pendidikan karakter ini memiliki makana bahwa pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku anak yang negatif menjadi positif. Asumsi yang terkandung dalam pendidikan karakter bahwa penguasaan akademik diposisikan sebagai media atau sarana untuk mencapai
15
Barnawi dan M. Arifin, op. cit., hlm. 28.
29
tujuan penguatan dan pembangunan pendidikan karakter. Proses pelurusan dalam pendidikan karakter dimaknai sebagai pengkoreksian perilaku dalam bentuk pedagogis, bukan suatu pemaksaan atau pengkondisian yang tidak terdidik. Proses pedagogis dalam pengkoreksian perilaku negatif diarahkan pada pola pikir anak, kemudian dibarengi dengan keteladanan lingkungan, sekolah dan rumah serta pembiasaan berjenjang yan dilakukan.16 Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dipahami tujuan pendidikan karakter dalam proses pendidikan karakter selain dapat mengoptimalkan potensi peserta didik juga dapat mengkolaborasikan tercapainya tujuan pendidikan dalam pembelajaran serta pendidikan karakter sebagai penyaing (filter) akan niali baik dan buruk baik sehingga nantinya akan menjadi pegangan hidupnya. 2. Prinsip Pendidikan Karakter Sebuah peradaban akan menurun apabila terjadi dekadensi moral pada masyarakatnya. Banyak pakar, filusuf, dan orang bijak mengatakan bahwa faktor karakter adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar dapat membangun sebuah masyarakat yang maju, tertib, aman, dan sejahtera. Nilainilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera.17
16
Dharma Kesuma, Pendidikan Karakte: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Cet. Ke-2 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 10. 17 Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di SD: Konsep, Praktik dan Strategi (Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2013), hlm. 32.
30
Pandangan koesoema memandang bahwa prinsip pendidikan karakter lebih ditekankan pada bagaimana memberikan pengertian tentang makna pendidikan karakter dan dampaknya bagi kehidupan.18 Menurut Sri Judiani sebagaiman dikutip oleh Zubaedi menyebutkan beberapa prinsip yang digunakan dalam mengembangkan pendidikan karakter:19 1) Berkelanjutan. Proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang tiada henti mulai, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari satuan pendidikan bahkan sampai terjun ke masyarakat. 2) Melalui semua mata pelajaran. Melalui semua mata pelajaran yaitu penggembangan diri dan budaya sekolah serta muatan lokal. 3) Nilali-nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan melalui proses belajar. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan kemampuan, baik ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. 4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik dengan aktif dan menyenangkan. Guru harus melaksanakan kegiatan belajar yang menyenengkan siswa dan dapat menumbuhkan karakter pada diri dan nilai-nilai budaya.
18 19
Muhammad Fadlillah dan Mualifatu Khorida, op. cit., hlm.30. Muhammad Fadlillah dan Mualifatu Khorida, op. cit., hlm.29.
31
C. Landasan pengembangan Pendidikan Karakter 1. Landasan Pendidikan Karakter Dikutip dalam buku pendidikan karakter pendidikan berbasis agama dan budaya bangsa, Ramayulis mengatakan dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arah pada tujuan yang akan dicapai sekaligus berbagai landasan berdirinya sesuatu.20 Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila adalah setiap aspek karakter yang harus dijiwai oleh kelima sila pancasila secara utuh dan komprehensif sebagai berikut:21 1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Merupakan bentuk kesadaran dan perilaku beriman dan takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Dalam kaitan hubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, manusia Indonesia adalah manusia yang taat menjalankan agamanya masing-masing, berlaku sabar atas segala ketentuan-Nya. Ikhlas dalam beramal, tawakal, dan senantiasa bersyukur atas apapun yang dikaruniakan Tuhan kepadanya. 2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antar warga dalam masyarakat sehingga timbul suasana kewargaan yang saling bertangung jawab, juga adanya saling hormat menghormati antar warga bangsa. Karakter kemanusiaan yang tercermin dalam pengakuan atas kesamaan drajat, hak dan
20 21
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, op. cit., hlm. 79 Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit., hlm. 21-24.
32
kewajiban, saling mengasihi, tengang rasa, peduli, tidak semena-mena terhadap orang lain dan lain-lain. 3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Memiliki komitmen dan prilaku yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. 4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bangsa ini merupakan bangsa yang demokratis yang tercermin dari sikap dan perilakunya yang senantiasa dilandasi nilai dan semangat kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan atau perwakilan. Karakter kerakyatan tercermin dari sikap ugahari dan bersahaja. 5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan. Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan Memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat dan seluruh bangsa Indonesia. Landasan- landasan dalam melaksanakan dan mengembangkan pendidikan karakter Indonesia.22 1. Agama. Agama adalah sumber kebaikan oleh karena itu pendidikan karakter tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama. Agama
22
Muhammad Fadlillah dan Mualifatu Khorida, op. cit., hlm. 33-34.
33
merupakan landasan yang pertama dan utama dalam mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia sebab Indonesia merupakan negara yang mayoritas masyarakatnya beragama. 2. Pancasila. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi acuan dalam melaksanakan setiap roda pemerintahan. Dalam kaitannya dengan pendidikan karakter, pancasila harus menjadi ruh setiap pelaksanaannya. 3. Budaya. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keberanekaragaman budaya, di daerah manapun Indonsia memiliki keberanekaragaman yang berbeda. Nilai budaya dijadikan sebagai dasar dalam pemberian makna dalam suatu konsep dari dalam komunikasi antar-anggota masyarakat. 4. Tujuan pendidkan nasional Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
34
2. Landasan Pendidikan Karakter dalam Islam Landasan karakter dalam agama Islam dan
prespektif Islam
sebenarnya pendidikan karakter secara teoretik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan di utusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan karakter manusia. Pengamalan ajaran Islam secara utuh (kaffah) merupakan model karakter muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW, yang memiliki sifat Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathonah.23 Sumber tulisan sebagai pegangan dibatasi dari kitab suci Al-Qur‟an dan atau hadis Nabi Saw. Hadis yang dikutippun hadis yang disepakati sebagai hadis yang
valid (shahih). Tidak dapat dipungkiri, sebenarnya
banyak hikmah yang dapat dipetik dari sirah (biografi) para sahabat maupun para tabi‟in.24 Dasar pendidikan karakter bagi umat Islam yang mana sesuai dengan visi Islam adalah sebagai berikut:25 1. Kitab Suci Al-Qur‟an. Dalam kitab suci Al-Qur‟an telah termaktub seluruh aspek pedoman hidup bagi umat Islam, sehingga kitab suci Al-Qur‟an merupakan falsafah hidup muslim, baik didunia maupun di akhirat kelak.
23
E. Mulyasa, op. cit., hlm. 5. Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit., hlm. 79. 25 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, op. cit., hlm. 81-87. 24
35
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. Yang menjelaskan:
Artinya: “ Kitab (Al-Qur‟an) yang kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.”26 (QS.Sad 38:29). 2. Sunnah (Hadis) Rasulullah SAW. Bagi umat Islam, Nabi Muhammad SAW. Merupakan Rasul Allah terakhir yang mengemban risalah Islam. Segala yang berasal dari beliau Nabi Muhammad SAW, baik perkatan, perbuatan maupun ketetapannya sebagai rasul merupakan sunnah bagi umat Islam yang harus dijadikan panutan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT. Yang menyatakan:
Artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
26
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Jumanatul Ali-Art, 2004), hlm. 887.
36
(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”27 (QS. Al-Ahzab 33:21). 3. Teladan para sahabat dan tabi‟in. Para sahabat dan tabi‟in merupakan generasi awal Islam yang pernah mendapat pendidikan langsung dari Rasulullah SAW. Sebagai kader awal dakwah Islam, mereka dapat dijadikan contoh dalam hal perkataan, perbuatan, dan sikapnya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Hal ini juga dijelaskan dalam firman Allah SWT:
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.”28 (QS. At-Taubah 9:119). 4. Ijtihad. Ijtihad merupakan totalitas penggunaan pikiran dengan ilmu yang dimiliki untuk menetapkan hukum tertentu apabila tidak ditemukan dalam Al-Qur‟an, As-Sunnah ataupun suatu kasus atau peristiwa tidak ditemukan pada masa Rasulullah SAW, sahabat ataupun tabi‟in.
27
Departemen Agama RI,op. cit.,hlm.166 Departemen Agama RI,op. cit.,hlm.84
28
37
Bagi yang beragama Islam, dasar religiusnya adalah ajaran islam. Dalam ajaran Islam, pendidikan karakter merupakan perintah Allah SWT sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya.
Artinya: ”Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”29 (Q.S Ali „Imran 3:104). Sejalan dengan landasan pendidikan karakter dalam prespektif Islam, pendidikan merupakan proses suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri di antara individu-individu. Pada proses ini, penekanan pendidikan lebih ke pembentukan dan pengembangan kepribadian sehingga maknanya lebih luas dari pelatihan yang lebih menekankan pada aspek keterampilan. Dari pendapat-pendapat tersebut baik dalam landasan pendidikan karakter secara umum maupun khususnya dalam agama Islam, landasan-landasan tersebut tidak menyimpang dari jadi diri masyarakat Indonesia, landasan- landasan 29
Departemen Agama RI,op. cit.,hlm.168
38
tersebut juga dapat diterima sebagai landasan dalam pendidikan karakter yang mengandung pedagogi dan bisa dikembangkan nilai-nilai karakternya. 3. Materi Pendidikan Karakter. Materi pembelajaran secara anatomis terdiri atas materi yang berisikan sekumpulan fakta yaitu memuat subjek pelaku atau tokoh, tempat kejadian dan waktu ataupun konsep yang berisi definisa, eksplanasi atau suatu teori, dan identifikasi dari suatu objek. Materi pelajaran dapat berupa prosedur
yang
urutan sifatnya mekanis dan prinsip dalam bentuk dalil, hukum, atau aksioma.30 Menurut Doni koesoema dalam bukunya Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman menyebutkan bahwa nilai dalam pendidikan karakter paling tidak mencakup dalam delapan hal, sebagai berikut:31 1. Nilai keutamaan. Manusia dikatakan memeiliki keutamaan kalau ia menghayati dan melaksanakan tindakan-tindakan yang utama dan membawa kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain. Pendidikan karakter adalah satu bentuk upaya bagaimana membiasakan seseorang untuk selalu berbuat baik dan benar sebagaimana yang telah diajarkan agama. 2. Nilai keindahan. Pendidikan karakter diangap sebagai pendidikan keindahan artinya melalui pendidikan karakter ini akan tercermin pada peserta didik untuk mengembangkan nilai estetika dimanapun berada. 30 31
Barnawi & M. Arifin,op. cit., hlm. 66. Muhammad Fadlillah dan Mualifatu Khorida, op. cit.,hlm. 35-39
39
3. Nilai kerja. Pendidkan karakter merupakan bentuk upaya untuk menanamkan pada diri peserta didik, untuk senantiasa bekerja keras dan jangan bergantung pada orang lain. 4. Nilai cinta tanah air. Peran pendidikan karakter adalah menanamkan kembali pada generasi muda tentang pentingnya cinta tanah air. 5. Nilai demokrasi. Pendidikan karaakter yang diaplikasikan di Indonesia merupakan salah satu benyuk upaya untuk menenmkan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik. 6. Nilai kesatuan. Indonesia merupakan negara yang plural, artinya dalam satu negara terdapat brbagai macam suku, ras, dan budaya yang berbeda-beda. Pendidikan karakter berperan untik menenamkan pada peserta didik tentang pentingnya rasa persatuan dan kesatuan. 7. Nilai moral. Moral merupakan nilai yang sangat penting untuk diajarkan dan dibiasakan kepada peserta didik. Moral menyangkut benar salah baik buruk. Pendidikan karakter tercermin akan nilai-nilai kebaikan, kebenaran yang bersumber dari ajaran agama. 8. Nilai kemanusiaan.
40
Nilai kemanusiaan adalah nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter, dalam metode ini peserta didik diberikan suatu pelajaran untuk selalu mementingkan rasa kemanusiaan. Kementrian Pendidikan Nasional merumuskan pendidikan karakter kedalam sembilan pila karakter yang di programkan bernama pendidikan budaya dan karakter bangsa, yang didalamnya terdapat nilai-nilai sebagai berikut:32 No
Nilai
Deskripsi
1.
Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.
Jujur
Perilaku yang disandarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.
Toleransi
Siakap dan tindakan menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan oarang lain yang berbeda dengan dirinya.
4.
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.
Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serat menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
32
Abd. Majid, dkk, op. cit., hlm. 233.
41
6.
Kreatif
Bepikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain.
8.
Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.
Rasa
ingin Sikap dan tindakan selalu berupaya untuk mengetahui lebih
tahu
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
10.
Semangat
Cara
berfikir,
bertindak,
dan
berwawasan
yang
kebagsaan
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11.
Cinta tanah Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan air
kesetiaan, kepedulian dan pengghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, eonomi dan politik bangsa.
12.
Menghargai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
prestasi
mengasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.
Bersahabat
tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
atau
bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.
komunikatif 14.
Cinta
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain
42
15.
16.
Damai
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
Gemar
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
Membaca
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Perduli
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
lingkungan
kerusakan
pada
mengembangkan
lingkungan upaya-upaya
alam
sekitarnya,
untuk
dan
memperbaiki
kerusakan-kerusakan alam yang sudah terjadi. 17.
18.
Peduli
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
sosial
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Tanggung
Sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
jawab
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
43
4. Penggajaran pendidikan karakter Pengunaan dan penerapan metode sesungguhnya dimaksudkan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran sehingga dambaan kualitas pendidikan yang diharapkan tidak hanya menjadi impian semata.33 Terdapat beberapa metode dalam mengembangkan pendidikan karakter diantaranya: 1. Metode Pembidanan Socrates. Metode ini merupakan metode dalam rangka membangkitkan kesadaran akan pentingnya pendidikan karakter, dilanjutkan penerapan formula 4 M Ratna Megawangi dapat diterapkan dalam pendidikan karakter yaitu, mengetahui, mencintai, menginginkan dan mengajarkan (knowing the good, loving the good, and acting the good) adalah urutan proses penggajaran yang bermula dari memeberikan pengetahuan peserta didik tentang kebaikan, mengiring atau mengkondisikan agar peserta didik mencintai kebaikan kemudian dilanjutkan membangkitkan peserta didik agar
menginginkan
kakarter
yang
diajarkan
dan
yang
terakhir
mengondisikan peserta didik agar mengerjakan kebaikan secara sukarela dan berkesinambungan.34 2. Metode Bercerita, mendongeng (Telling Story). Lickona menyarankan agar pendidikan karakter berlangsung efektif maka guru dapat mengusahakan implementasi berbagai metode seperti bercerita tentang berbagai kisah, cerita atau dongeng yang sesuai, 33
Muhammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm. 54-61. Bambang Q-Anees & Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, Cet. Ke-2 (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), hlm. 121. 34
44
menugasi siswa membaca literatur. Metode ini pada hakikatnya sama dengan metode ceramah, tetapi guru lebih leluasa berimprovisasi. Misalnya melalui perubahan mimik, gerak tubuh, menggubah intonasi suara hendak dilukiskan dan sebagainya.35 3. Metode pembiasaan Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan penggalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Dalam psikologi pendidikan, metode pembiasaan dikenal dengan istilah operan conditioning, mengajarkan peserta didik untuk membiasakan perilaku terpuji, disiplin, giat belajar, bekerja keras, ikhlas, jujur, dan bertanggung jawab atas setiap tugas yang diberikan.36 4. Metode Keteladanan Dalam membentuk pribadi peserta didik metode keteladanan memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan. Hal ini bisa tercapai melihat manusia merupakan mahluk yang suka mencontoh, termasuk peserta didik mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya.37
35
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit.,hlm. 147-148. E. Mulyasa, op. cit., hlm. 165-169. 37 Ibid., 36