BAB II KONDISI UMUM DAERAH
A. KONDISI PADA SAAT INI Pembangunan Daerah yang
telah
dilaksanakan selama ini dalam
kerangka pembangunan daerah dan nasional, telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, baik bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), politik, keamanan dan ketertiban, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, maupun pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan hidup. Untuk mengetahui kondisi kehidupan penduduk di Daerah dapat dilihat melalui perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang sekaligus merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. IPM tersebut pada prinsipnya menggambarkan mengenai tingkat kesehatan penduduk yang dipresentasikan melalui Usia Harapan Hidup (UHH), perkembangan dan kemajuan
sosial yang ditunjukkan melalui Angka Melek Huruf dan Rata-rata
Lama Sekolah,
serta kemampuan ekonomi penduduk yang diukur dengan
pengeluaran riil per kapita. IPM Daerah pada Tahun 2001 sebesar 62,3 meningkat menjadi 66,9 pada Tahun 2005. Lebih rinci capaian komponen pembentuk IPM tersebut adalah untuk UHH meningkat dari 68,50 Tahun (2002) menjadi 68,90 Tahun (2005), Angka Melek Huruf meningkat dari 85,10% (2002) menjadi 85,60% (2005), ratarata lama sekolah dari 5,60 Tahun (2002) menjadi 5,70 Tahun (2005), dan Pengeluaran Riil Per Kapita tercatat sebesar Rp 708.572,02 (2001) meningkat menjadi Rp 752.222,74 (2005). Meningkatnya UHH di Daerah antara lain disebabkan oleh makin membaiknya pelayanan medis, terutama pertolongan kelahiran pertama, dan meningkatnya jumlah balita yang lama menyusuinya sampai 24 bulan lebih. Meningkatnya angka melek huruf berkat keberhasilan pelaksanaan programprogram pembangunan yang mendorong meningkatnya angka melek seperti penyediaan fasilitas belajar, guru dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengikuti wajib belajar sembilan tahun.
Meskipun rata-rata lama sekolah di
Daerah mengalami peningkatan, namun demikian kenaikan tersebut masih belum mampu mengantarkan Daerah pada tataran tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mengingat mayoritas penduduk berpendidikan Sekolah Dasar.
8
IPM Daerah pada Tahun 2005 (66,9) jika dirujuk ke kategori tingkat provinsi berada pada peringkat ke-27, sedangkan apabila dipersandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di eks. Karesidenan Kedu, posisi Daerah menempati urutan ke 6. Kondisi Kabupaten Wonosobo diuraikan menjadi 9 bidang berikut ini : 1. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama a. Kependudukan dan Keluarga Berencana Berdasar data BPS Kabupaten Wonosobo Tahun 2005, jumlah penduduk sebesar 770.091 jiwa, sedang Tahun 2001 sebesar 744.913 jiwa, dengan demikian selama lima tahun rata-rata per tahun meningkat 0,83%. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Nasional dan regional (Jawa Tengah), maka sekilas menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian laju penduduk Daerah. Namun ternyata terdapat wilayah kecamatan yang memiliki pertumbuhan diatas 4%, dengan perkataan lain terdapat pertumbuhan penduduk antar kecamatan yang tidak merata. Hal ini sangat mungkin terjadi akibat perpindahan penduduk dari satu kecamatan ke kecamatan lain seperti wilayah Kecamatan Sapuran dan Kecamatan Kaliwiro serta Kecamatan Kepil yang terjadi pertumbuhan penduduk negatif. Jika diamati berdasar kelompok umur, maka selama Tahun 2001 sampai 2005, kelompok umur 45 tahun ke atas memiliki perkembangan yang lebih besar dibanding kelompok umur lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup terus meningkat tiap tahunnya. Bahkan untuk penduduk kelompok umur di atas 65 tahun berkembang cepat bahkan perkembangannya paling tinggi yaitu rata-rata per tahun 0,95%, hal ini memberikan implikasi pada pemerintah perlunya penanganan masyarakat lanjut usia, khususnya dibidang kesehatan dan pelayanan publik. Dibidang
Keluarga
Berencana
dalam
upaya
meningkatkan
pengendalian jumlah penduduk juga menunjukkan peningkatan. Pasangan Usia Subur (PUS) meningkat rata-rata per tahun 1,65%, Tahun 2001 sebanyak 144.969 PUS maka Tahun 2005 sebanyak 154.746 PUS. Peserta KB aktif meningkat rata-rata per tahun 1,40%, jika Tahun 2001 sebanyak 111.664 peserta maka Tahun 2005 sebanyak 118.017 peserta. Sementara peserta KB baru justru mengalami penurunan, jika Tahun 2001 sebanyak 14.855 peserta maka Tahun 2005 tercatat 14.697 peserta KB atau menurun rata-rata 0,16% per tahun.
9
b. Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jumlah angkatan kerja Tahun 2001 tercatat sebanyak 465.727 orang, sedang pada tahun yang sama kesempatan kerja yang tersedia sejumlah 237.492 orang dengan demikian masih terdapat angkatan kerja yang menganggur yang cukup besar. Demikian halnya pada Tahun 2005 jumlah angkatan kerja sebanyak 491.314 orang dan kesempatan kerja yang tersedia 253.476 orang dengan demikian jumlah yang masih menganggur juga masih banyak. Berdasar status kerjanya telah menunjukkan perubahan struktur status kerja yang mengarah pada struktur produktif. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari meningkatnya proporsi penduduk yang berstatus kerja berusaha sendiri, dari 16,45% Tahun 2004 menjadi 19,68% Tahun 2005. Disisi lain pekerja tidak dibayar proporsinya menurun dari 23,26% Tahun 2004 menjadi 16,35% Tahun 2005. Pekerja bebas di pertanian dan non pertanian juga menunjukkan kecenderungan menurun. Kinerja pembangunan Daerah Bidang Transmigrasi selama kurun 2001-2005 menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Jumlah Kepala Keluarga (KK) yang mengikuti program transmigrasi pada Tahun 2001 sejumlah 13 KK, sedangkan Tahun 2005 meningkat menjadi 328 KK .
c. Pendidikan Kinerja pembangunan pendidikan di Daerah dapat dilihat dari berbagai komponen yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI, meningkat cukup tajam dari 104,39 Tahun 1995 menjadi 112,26 Tahun 2004. dan Angka Partisipasi Murni meningkat secara fluktuatif dari 92,07 Tahun 1995 menjadi 99,26 Tahun 2004. Angka Partisipasi Kasar SLTP/MTS juga mengalami peningkatan, jika tahun 1995 hanya 71,89 maka tahun 2004 menjadi 86,60. Angka Partisipasi Murni (APM) tahun 1995 hanya 57,89 namun tahun 2004 menjadi 60,01. Angka partisipasi Kasar (APK) SLTA/MA, secara fluktuatif mengalami peningkatan, jika Tahun 1995 sebesar 22,09 maka Tahun 2004 menjadi 26,27. Namun Angka partisipasi Murni (APM) cenderung menurun jika Tahun 1995 sebesar 19,20 namun Tahun 2004 hanya 17,12.
Jika diamati
pertumbuhannya maka sejak Tahun 1995 sampai Tahun 2004 APK SD/MI meningkat rata-rata pertahun 0,94%, APM meningkat 1,07%. Untuk SLTP/MTS APK meningkat rata-rata per tahun 4,38%, sedang APM
10
meningkat 1,23%. Untuk SLTA/MA APK meningkat 2,08% sedang APM menurun rata-rata per tahun 0,52%. Jika diamati dari jumlah anak sekolah yang keluar (drop out), maka walaupun jumlahnya tidak terlalu besar namun proporsinya meningkat cukup tajam. Untuk tingkat SD/MI Tahun 1995 hanya 0,46% maka Tahun 2004 menjadi 23,65%. Kebanyakan drop out SD Negeri terdapat di Kecamatan Wonosobo, Watumalang, Kepil dan Sapuran. Untuk tingkat pendidikan SLTP/MTS Tahun 1995 hanya 1,82%, namun Tahun 2004 menjadi 4,32%. Di SLTP Negeri anak drop out justru besar khususnya di Wadaslintang, Kalikajar dan Kejajar dan SLTP swasta di Kecamatan Wonosobo dan Kepil. Di tingkat SLTA/MA Tahun 1995 sebesar 1,32% sedang Tahun 2004 menjadi 3,70%. Untuk SLTA Negeri kebanyakan anak drop out di Kecamatan Sapuran, Kertek Wonosobo dan Wadaslintang. Selain angka partisipasi sebagai indikator pendidikan, angka buta huruf juga merupakan salah satu faktor penentu kinerja pembangunan pendidikan. Angka buta huruf Daerah sejak Tahun 2003 sampai Tahun 2005 menunjukkan kecenderungan penurunan, walaupun pada Tahun 2004 justru mengalami kenaikan. Jika Tahun 2003 proporsi penduduk yang buta huruf hanya 59.695 jiwa (7,88%) maka Tahun 2005 menjadi 14.545 jiwa (1,88%).
d. Perpustakaan Mencerdaskan kehidupan masyarakat juga dilakukan melalui penyediaan layanan kondisi perpustakaan dan peningkatan minat baca masyarakat. Kondisi perpustakaan umum Daerah menunjukkan kecenderungan meningkat dari sisi jumlah, koleksi, pengunjung, dan fasilitas layanan. Jumlah perpustakaan umum yang ada di Daerah pada Tahun 2005 mencapai 44 Unit; sedangkan perpustakaan khusus (universitas, Perpustakaan
sekolah, dan lainnya) mencapai 13 Unit. Koleksi buku di Umum
Wonosobo
berjumlah
32.873
buah
dengan
pengunjung mencapai 626.015 orang. Layanan perpustakaan keliling mencapai 1 unit yang mampu menjangkau 15 Kecamatan di Wonosobo. Sedangkan perpustakaan sekolah tersedia di 211 Sekolah Dasar/MI 64 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/MTs dan 23 di Sekolah Menengah Atas/MA.
e. Pemuda dan Olah Raga
11
Pembinaan
kepemudaan
di
Daerah
diarahkan
pada
upaya
persiapan genersi muda menjadi kader bangsa yang tangguh ulet dalam menghadapi tantangan pembangunan serta bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan bangsa dan negara. Pada Tahun 2005 jumlah pemuda di Daerah sebanyak sebesar 212.930 jiwa atau sekitar 27,68% dari keseluruhan jumlah penduduk. Jumlah pemuda yang sebesar ini merupakan aset
sebagai kader pemimpin, pelopor, dan penggerak
pembangunan, namun sekaligus membutuhkan keseriusan dalam hal pembinaan dan penyediaan
lapangan kerja. Pembinaan kepemudaan,
dilakukan melalui berbagai
pendekatan institusional seperti Pramuka,
KNPI dan Karang Taruna, serta organisasi kepemudaan lainnya. Jumlah organisasi kepemudaan di Daerah pada Tahun 2005 tercatat 142 buah yang tersebar di 15 Kecamatan, yang masih
perlu terus ditingkatkan
semangat kepeloporannya dalam mengisi kegiatan pembangunan di Daerah. Perkembangan peningkatan peranan olahraga di Daerah telah diorganisir oleh KONI Kabupaten Wonosobo yang sekaligus menjadi wadah dari semua cabang olah raga telah mampu menunjukkan prestasi baik di tingkat nasional maupun regional. Kegiatan keolahragaan di Daerah sejak tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yang berarti, terbukti bahwa kelompok pada cabang-cabang olah raga yang tercatat sampai dengan Tahun 2005 sebanyak 20 cabang olahraga. Pada tingkat Nasional, yaitu pada even PON XVI Tahun 2005 di Palembang, prestasi atlet yang berasal dari Daerah, antara lain : a. Kempo meraih Medali Perunggu pada PON XVI Tahun 2005 di Palembang; b. Menembak meraih Medali Emas
pada PON XVI Tahun 2005 di
Palembang; c. Atletik meraih Medali Emas pada PON XVITahun 2005 di Palembang. Sedangkan pada tingkat PORDA Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 Daerah menduduki urutan ke 24, dengan perolehan medali sebagai berikut : a. Menembak meraih 3 Medali Emas, 1 Medali Perak dan 3 Medali Perunggu. b. Kempo meraih 1 Medali Emas, 1 Medali Perak dan 8 Medali Perunggu. c. Taekwondo meraih 1 Medali Emas dan 1 Medali Perunggu. d. Atletik meraih 2 Medali Perak dan 1 Medali Perunggu.
12
e. Pencak Silat meraih 2 Medali Perunggu. f. Tinju meraih 2 Medali Perunggu. g. Karate meraih 1 Medali Perunggu. Dari data tersebut diatas perlunya Daerah untuk terus lebih meningkatkan prestasi di bidang olahraga bagi olahragawan dan olahragawati, agar kedepan dapat meraih prestasi yang lebih baik. Untuk tahap pembinaan bagi para atlit olahraga secara kontinue dilakukan oleh KONI Kabupaten Wonosobo, namun demikian untuk memajukan bidang olahraga ke depan di Daerah perlunya memperhatikan kesejahteraan atlit dan penyediaan sarana dan prasrana olahraga yang memadai.
f.
Kesehatan Derajat kesehatan masyarakat dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Beberapa indikator kesehatan masyarakat Daerah antara lain : angka kematian ibu (maternal mortality rate), usia harapan hidup dan angka kematian bayi (infant mortality rate).
Data
Angka Kematian Ibu (AKI) dari Tahun 2001 sampai Tahun 2005 kurang menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 2001 sebanyak 110 per 100.000 kelahiran hidup namun di Tahun 2005 justru meningkat menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk data Usia Harapan Hidup (UHH) dari Tahun 2002 sampai Tahun 2004 menunjukkan peningkatan, yaitu 68,5 tahun pada 2002 menjadi 68,7 tahun pada 2004. Sedangkan kinerja angka kematian bayi (AKB) menunjukkan peningkatan yang cukup berarti yaitu 15,36 per 10.000 kelahiran hidup pada Tahun 2001 menjadi 9,00 per 10.000 kelahiran hidup pada Tahun 2005. Derajat kesehatan masyarakat Daerah Tahun 2001 sampai 2005, juga dapat dilihat dari data-data kesehatan yang lain, seperti angka kelahiran yang
mengalami penurunan rata-rata 6,9% per tahun, jika
Tahun 2001 sebanyak 14.703 anak maka Tahun 2005 menjadi 14.626 anak lahir, hal ini menunjukkan bahwa upaya menekan pertumbuhan penduduk menunjukkan arah yang positif. Selain jumlah kelahiran angka berat bayi lahir rendah juga mengalami penurunan dengan rata-rata 1,8% per tahun, hal ini menunjukkan perhatian masyarakat terhadap ibu hamil semakin meningkat. Jika disimak dari status gizi, maka tingkat gizi lebih terus meningkat, jika Tahun 2001 sebesar 1,78% maka pada Tahun 2005 4,25%. Gizi baik juga meningkat jika Tahun 2001 sebesar 85,09% maka
13
Tahun 2005 menjadi 89,68%. Sebaliknya gizi kurang terus mengalami penurunan demikian pula dengan kasus gizi buruk. Kondisi kesehatan masyarakat pada ibu hamil, anak sekolah, wanita usia subur, wanita pekerja Tahun 2001 sampai Tahun 2005 dapat disimak dari beberapa indikator yaitu Prevalensi Kurang Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil, meningkat dari 1,98% Tahun 2001 menjadi 22,58% Tahun 2005. Demikian pula dengan Prevalensi Total Goitre Rate (TGR) pada anak sekolah juga meningkat dari 9,16% Tahun 2001 menjadi 25,49% Tahun 2005. Prevalensi Anemia Gizi Besi pada Ibu hamil juga mengalami peningkatan yang cukup tajam Tahun 2001 hanya 5,90% namun Tahun 2005 menjadi 45,51%, walaupun demikian prevalensi anemia gizi besi pada wanita usia subur cenderung menurun, jika Tahun 2001 39,50% maka Tahun 2005 menjadi 26,09%, Rata-rata konsumsi energi terus meningkat jika Tahun 2001 76,45% maka Tahun 2005 menjadi 95,12 namun rata-rata konsumsi protein cenderung menurun dari 128,12% Tahun 2001 menjadi 118,07% Tahun 2005. Dengan demikian perhatian terhadap ibu hamil anak sekolah masih perlu ditingkatkan, terutama melalui peningkatan bantuan penyediaan makanan bergizi dan suplemen konsumsi protein dan energi. Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat terus dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui pola pembinaan secara intensif. Jumlah keluarga binaan semakin meningkat, jika Tahun 2001 sebanyak 1.310 KK maka Tahun 2005 sebanyak 12.315 KK. Proporsi keluarga sehat Paripurna terus meningkat, demikian pula dengan keluarga sehat utama, namun keluarga sehat madya dan pratama terus menurun sesuai dengan harapan. Sarana kesehatan yang telah dimanfaatkan seperti penggunaan jamban keluarga juga semakin meningkat jika Tahun 2001 ada 36,47% maka Tahun 2005 menjadi 56,40%. Derajat kesehatan masyarakat Daerah juga tergantung pada penyediaan sara kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. Penyediaan sarana prasaranakesehatan dari Tahun 2004 sampai Tahun 2005 mengalami peningkatan namun tidak cukup signifikan. Jumlah Rumah Sakit dan Rumah Bersalin dari Tahun 2004 ke Tahun 2005 tidak mengalami peningkatan yaitu sejumlah 3 buah, sedang BKIA mengalami peningkatan dari 4 buah pada Tahun 2004 menjadi 6 buah pada ahun 2005. Untuk Puskesmas naik dari 21 buah pada Tahun 2004 menjadi 22 buah pada Tahun 2005, sedang Puskesmas Pembantu turun dari 47 buah
14
pada Tahun 2004 menjadi 46 buah pada Tahun 2005, karena 1 Puskesmas Pembantu dinaikkan statusnya menjadi Puskesmas penuh. Adapun jumlah Posyandu turun dari 1.236
buah pada Tahun 2004
menjadi 1.235 buah pada Tahun 2005, karena 1 Posyandu dinaikkan statusnya menjadi Puskesmas Pembantu. Jumlah tenaga kesehatan, dokter yang pada Tahun 2001 sejumlah 16 orang meningkat menjadi 34 orang pada Tahun 2005. Dokter Gigi pada Tahun 2001 sejumlah 12 orang justru menurun menjadi 10 orang pada Tahun 2005. Jumlah Perawat meningkat cukup tajam, pada Tahun 2001 sejumlah 103 orang meningkat menjadi 201 orang pada Tahun 2005, sedang Bidan justru menurun,
pada Tahun 2001 sejumlah 209 orang
menjadi 175 orang pada Tahun 2005. Untuk tenaga medis lainnya juga menurun, pada Tahun 2001 sejumlah 77 orang menjadi 75 orang pada Tahun 2005.
g. Kesejahteraan Sosial Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari jumlah penduduk yang tergolong pra sejahtera. Secara keseluruhan jumlah KK yang masuk dalam katagori pra sejahtera sebanyak
proporsinya
cenderung menurun, jika Tahun 2001 terdapat 73.787 KK pra sejahtera atau 37,36%, maka Tahun 2005 berkurang menjadi 72.062 KK atau 33,87%. Namun dilihat dari perkembangannya sebelum Tahun 2005 jumlah penduduk pra sejahtera menurun 2% lebih, namun Tahun 2005 meningkat lagi sebesar 2% lebih. Hal ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan di Tahun 2005, khususnya dengan adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Tingkat kesejahteraan sosial juga terkait dengan jumlah penduduk yang tertimpa masalah sosial, seperti penyandang masalah bisu tuli, tuna netra, tunaraga dan lemah ingatan. Perkembangan penyandang masalah bisu tuli dari Tahun 2001 sampai Tahun 2005 meningkat rata-rata 46,08% per tahun, jika Tahun 2001 sebanyak 273 orang penyandang masalah bisu tuli, maka Tahun 2005 menjadi 824 orang. Penduduk yang menyandang masalah tuna netra juga mengalami peningkatan, rata-rata 15,51% per tahun, jika Tahun 2001 terdapat 348 orang penyandang masalah tunanetra, maka Tahun 2005 menjadi 421 orang. Penduduk penyandang masalah tunaraga juga mengalami peningkatan fluktuatif dengan rata-rata 11,51%, jika Tahun 2001 terdapat 1.177 orang maka Tahun 2005 terdapat
15
1.017 orang. Penyandang masalah lemah ingatan menurun rata-rata 5,35% pertahun, jika Tahun 2001 terdapat 341 orang penyandang masalah lemah ingatan maka Tahun 2005 menjadi 249 orang. Dengan demikian secara keseluruhan penyandang masalah sosial meningkat ratarata 13,95%, jika Tahun 2001 sebesar 2.139 orang maka Tahun 2005 menjadi 2.511 orang.
h. Kemiskinan Berdasar data Dinas KB dan KS Kabupaten Wonosobo, jumlah KK sejak Tahun 2001 sampai Tahun 2005 meningkat 1,88% rata-rata per tahun. Namun jumlah penduduk pra sejahtera telah menurun 0,57% ratarata per tahun, jika Tahun 2001 sebanyak 73.787 KK maka Tahun 2005 hanya 72.062 KK. Pada Tahun 2005 jumlah KK yang masuk katagori pra sejahtera lebih besar dibanding Tahun 2004 yang hanya 70.629 KK. Namun keluarga yang masuk katagori sejahtera I, II dan III meningkat rata-rata per tahun masing-masing 2,99%, 4,60% dan 2,79%. Hal ini menunjukkan bahwa selama kurun waktu tersebut telah terjadi pengurangan penduduk yang hidup sangat miskin, namun demikian penduduk yang masih miskin justru bertambah. Faktor penyebab hal tersebut selain kondisi pemulihan ekonomi nasional yang lamban sejak krisis nasional 1997, juga perkembangan ekonomi daerah yang lamban. Kondisi ini mengim- plikasikan bahwa dimasa yang akan datang Pemerintah Daerah perlu memprioritaskan penanganan kemiskinan dan daerah tertinggal. Jika kondisi kesejahteraan masyarakat disimak per wilayah kecamatan, maka proporsi jumlah KK yang masuk katagori Pra Sejahtera paling banyak (80% lebih) ada di Kecamatan Kepil Sapuran dan Kecamatan Watumalang. Dengan demikian di masa yang akan datang permasalahan kemiskinan di kecamatan tersebut perlu lebih diperhatikan.
i.
Kebudayaan Dalam
kontek budaya
maka
terdapat upaya
memposisikan
pembangunan ke dalam kerangka upaya mempertemukan makna-makna, persepsi-persepsi, dan sikap-sikap dari berbagai pihak yang terkait dengan pembangunan dimaksud. Mengedepankan nilai-nilai sosial-budaya yang berlaku dan diberlakukan secara terhormat, dewasa, dan manusiawi. Di sisi lain juga merupakan upaya mengoptimalisasi fungsi atau manfaat pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Bukan
16
sebaliknya, mengabaikan nilai-nilai sosial-budaya untuk dan atas nama pembangunan. Oleh sebab itu, selama ini Pemerintah Daerah terus berupaya meningkatkan dan memelihara nilai-nilai budaya daerah sebagai aset yang spesifik yang mungkin tidak terdapat di daerah lain. Aset budaya Wonosobo mencakup bahasa, kesenian, ritual budaya, cagar budaya, dan karya budaya. Bahasa mayoritas penduduk Wonosobo adalah Bahasa Jawa dengan dialek khas Wonosobo. Dialek bahasa Jawa Wonosobo merupakan pertemuan antara Dialek Banyumasan Timuran-Yogya/Solo. Potensi Bahasa
dengan Dialek
ini memungkinkan penduduk
Wonosobo untuk lebih mudah berkomunikasi dengan keseluruhan entitas pengguna bahasa
Jawa.
Kesenian
yang berkembang di
Daerah
diantaranya Kuda Kepang, Wayang Kulit, Kethoprak, Barongsay, Campur sari, Hadrah (Rebana) dan Salawatan. Jumlah Kelompok Kuda Kepang pada Tahun 2005 ada 157 kelompok yang tersebar di 15 kecamatan, Wayang kulit dan Kethoprak ada 3 kelompok, Barongsay ada 2 kelompok, Campursari 8 kelompok, Hadrah (Rebana) dan Salawatan ada 47 kelompok.
Kelompok
–kelompok
kesenian
ini
secara
periodik
mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah untuk pengembangan eksistensinya. Beberapa ritual budaya yang berkembang di antaranya ritual mandi tahun baru di Sendang Surodilogo, Desa Bedakah Kecamatan Kertek, Ritual pemotongan (cukur) Rambut Gembel di Kawasan Dataran Tinggi Dieng dan Ritual Merdi Desa di Desa Wisata Giyanti Kecamatan Selomerto. Beberapa cagar budaya Daerah diantaranya, kawasan cagar budaya Candi Dieng, Cagar Budaya Candi Bongkotan dan Selomerto. Keberadaan kesenian, ritual budaya, cagar budaya, dan karya budaya
yang
ada
di
Daerah
sebagai
aset
Daerah
diupayakan
pelestariannya, disamping itu juga dijadikan obyek wisata yang mampu memperkenalkan keberadaan wilayah Daerah pada seluruh wisatawan nasional maupun internasional. Kebudayaan yang terekspresikan dalam aktivitas manusia juga selain dipelihara keberadannya juga terus dibina dan ditingkatkan,
diuapayakan dapat menggerakkan jiwa masayarakat
Wonosobo menuju kehidupan masyarakat yang aman dan bermartabat, di tengah-tengah merambahnya budaya asing yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai sosial masyarakat.
17
j.
Agama Ajaran agama yang padat dengan nilai-nilai hakiki manusia dan alam semesta merupakan keyakinan individual dan masyarakat sehingga dapat dijadikan pedoman hidup dalam berhubungan dengan sesama manusia dan lingkungannya.Kehidupan beragama di Daerah selama ini cukup kondusif yang ditandai oleh tingkat toleransi yang cukup tinggi, walaupun terdapat beberapa agama yang ada seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha dan Hindu. Tolerensi kehidupan beragama tersebut perlu terus dijaga dan dikembangkan kearah joint action dalam berbagai kegiatan sosial sehingga mampu menjadi pilar pembangunan daerah. Penduduk Daerah sebagian besar beragama Islam, dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai pula seperti jumlah masjid/mushola 3.421 unit, jumlah Kyai 149 dan santri yang ada di beberapa pondok pesantren berjumlah 15.267 santri, belum lagi sekolah-sekolah yang bernaung di bawah Departemen Agama serta beberapa Perguruan Tinggi seperti UNSIQ, maka memungkinkan sekali agama Islam berkembang dengan baik, dan yang lebih penting lagi adalah membawa masyarakat kearah kemajuan di segala bidang yang dilandasi keimanan dan keislamannya, yang terekspresi pada pola pikir, sikap dan perilaku dalam tata hubungan kemasyarakatan.
k. Perempuan dan Anak Daerah, diakhir Tahun 2005 berpenduduk 770.091 jiwa 51% diantaranya adalah penduduk perempuan, yang berarti bahwa hak-hak perempuan perlu mendapat perhatian dan sekaligus pemenuhannya, khususnya bidang pendidikan, kesehatan, politik, ekonomi, hukum dan HAM. Dengan adanya kesenjangan gender membuat ketimpangan pemenuhan hak-haknya, paling tidak dalam pemenuhan kebutuhan dasar yang tercermin dalam Gender Development Index (GDI). Untuk itu peningkatan partisipasi dibidang pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja perlu terus ditingkatkan.Selama ini Pemerintah Daerah juga telah menyusun program pemberdayaan perempuan, anak dan remaja. Dibidang politik telah ditentukan keterwakilan perempuan sebesar 30% di DPR. Di bidang hukum diprogramkan perlindungan perempuan dan anak. Program-program tersebut dimasa yang akan datang akan terus
18
diintensifkan aktivitasnya serta dikembangkan spesifikasinya sehingga benar-benar mampu mengurangi kesenjangan peran perempuan di segala bidang. Sebagaimana diketahui bahwa proporsi jumlah penduduk usia anak-anak di Daerah cukup besar. Jumlah anak balita mencapai 10% lebih dari 770.094 orang, anak usia sekolah (kurang 15 tahun) mencapai 30% lebih. Dengan demikian perhatian lebih pada anak harus lebih besar, karena anak sebagai generasi penerus di masa datang harus dibangun menjadi manusia yang berkualitas, oleh sebab itu bidang kesehatan, pendidikan baik moral maupun ilmu pengetahuan dan skill
harus
mendapat prioritas.
2. Ekonomi a. Kondisi dan Struktur Ekonomi Kondisi perekonomian Daerah dapat disimak dari beberapa aspek antara lain pertumbuhan PDRB, Perubahan struktur ekonomi, tingkat inflasi dan perkembangan pendapatan per kapita. Pertumbuhan ekonomi Daerah dari Tahun 2002 sampai Tahun 2004, rata-rata sebesar 2,35%, dengan kecenderungan yang semakin meningkat, jika Tahun 2003 tumbuh 2,29% maka Tahun 2004 sebesar 2,41%. Namun demikian pertumbuhan ekonomi Daerah tergolong rendah dibanding pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sebesar 4,98% Tahun 2003 dan 5,13% Tahun 2004. Demikian pula jika dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 4,10% Tahun 2003 dan 5,13% Tahun 2004. Disamping itu diketahui pula bahwa sektor pertanian menyumbang paling besar dalam perekonomian Daerah, rata-rata per tahun sebesar 47,15% dari PDRB. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Daerah sangat bergantung pada sektor pertanian, walaupun sedikit demi sedikit kontribusinya semakin berkurang (Tahun 2002 sebesar 47,55% dan Tahun 2004 sebesar 46,81%). Sektor perdagangan, Hotel dan Restoran juga mampu berperan cukup berarti dengan menyumpang 19,04% rata-rata per tahun. Kontribusi ini juga terus meningkat jika Tahun 2002 sumbangannya terhadap perekonomian Daerah sebesar 18,80% maka Tahun 2004 sebesar 19,20%. Sektor industri pengolahan juga menunjukkan peran yang cukup memadai jika Tahun 2002 sebesar 8,35% maka Tahun 2004 sebesar 8,24%. Dengan demikian cenderung mengalami sedikit penurunan, hal ini
19
disebabkan oleh meningkatnya tingkat inflasi akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. PDRB per kapita Daerah Tahun 2004 berdasar harga berlaku sebesar Rp 2.657.977,00 Tahun 2002 sebesar Rp 2.254.936,15 dengan demikian meningkat rata-rata 8,57% per tahun. Namun berdasar harga konstan hanya naik rata-rata 1,51% per tahun. Disamping itu diketahui bahwa sejak Tahun 2002 sampai Tahun 2004, tingkat kesejahteraan masyarakat Daerah hanya meningkat rata-rata 1,51% per tahun. Walaupun sedikit lebih rendah dibanding Kabupaten Banjarnegara sebesar Rp 2,73 juta, namun masih lebih tinggi dibanding Kabupaten Kebumen yang hanya 2,45 juta Tahun 2004. Tingkat inflasi sebagai indikator ekonomi akan mencerminkan seberapa besar perubahan nilai riil produksi dan jasa. Semakin tinggi inflasi maka nilai riil produk dan jasa akan semakin menurun yang berarti pula semakin menurunnya kesejahteraan masyarakat. Tingkat inflasi di Daerah sejak Tahun 2001 terus menurun. Jika Tahun 2001 inflasi sebesar 11,56% maka Tahun 2004 sebesar 2,93%. Hal tersebut berbeda dengan tingkat inflasi di Jawa tengah yang pada Tahun 2001 sebesar 11,81% dan Tahun 2004 sebesar 5,76%. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Wonosobo mampu menekan inflasi lebih rendah dibanding tingkat propinsi maupun nasional. Dengan kata lain kemerosotan kesejahteraan masyarakat dapat dicegah dan stabilitas ekonomi dapat dipertahankan.
b. Industri Secara ekonomis sektor industri adalah sektor yang mampu meningkatkan nilai tambah lebih besar serta memiliki keterkaitan baik ke depan (forward effect) dan kebelakang (backwards effect). Di sisi lain sektor industri akan mampu mendorong kemajuan sektor lainnya khususnya sektor pertanian. Sektor industri di Daerah selama Tahun 1995 sampai Tahun 2005 berdasar skala usahanya jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Secara keseluruhan jumlah industri di Daerah meningkat rata-rata 3,08% per tahun. Industri skala besar Tahun 1995 sebanyak 6 unit usaha dan sejak Tahun 1998 menjadi 8 unit, namun Tahun 2005 menurun menjadi 6 unit atau meningkat rata-rata 0,60% per tahun. Industri skala menegah
20
Tahun 1995 berjumlah 32 unit, Tahun 1998 menjadi 38 unit dan Tahun 2005 menjadi 45 unit atau meningkat rata-rata 3,55% per tahun. Secara keseluruhan jumlah unit usaha industri di Daerah meningkat rata-rata 0,48%. Sebagai pola pembinaan industri maka jumlah sentra juga meningkat rata-rata 2,20% per tahun. Adapun jenis usaha yang jumlah unit usahanya besar (lebih dari 500 unit) Tahun 2005 adalah usaha gula kelapa, tempe, opak, anyaman bambu, anyaman mendong dan pande besi. Namun justru unit usaha industri yang belum dilakukan pembinaan meningkat rata-rata 16,66% per tahun. Jenis usaha yang jumlah unit usahanya belum dibina (masuk sentra dan lebih dari 100 unit) adalah industri kue dan kayu bangunan. Industri rumah tangga di Daerah juga terus berkembang. Berdasar nilai produksinya meningkat secara fluktuatif rata-rata 5,23% per tahun. Jenis industri yang memiliki nilai di atas 10 milyar rupiah per tahun yaitu: industri gula kelapa, tahu, tepung tapioka dan pandai besi. Penyerapan tenaga kerjanya juga meningkat rata-rata 0,99% per tahun, dari 24.350 tenaga kerja Tahun 2001 menjadi 25.287 tenaga kerja Tahun 2005. Jenis industri rumah tangga yang mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 1000 tenaga kerja yaitu: industri gula kelapa, tempe, opak, anyaman bambu, anyaman mendong, bata merah dan pande besi. Secara keseluruhan dampak kenaikan BBM Tahun 2005 berakibat menurunnya nilai produksi dan penyerapan tenaga kerja. Kinerja industri dapat diukur dari perkembangan nilai produksi dan tenaga kerja yang terserap. Semakin tinggi perkembangan nilai produksi dan penyerapan tenaga akan mengarah pada kemajuan sektor industri. Perkembangan nilai produksi selama Tahun 2001 sampai Tahun 2005 rata-rata per tahun meningkat 5,23%, jika Tahun 2001 nilai produksi sebesar Rp 120.306,47 (juta) maka Tahun 2005 telah mencapai Rp 145.718,71 (juta). Selain nilai produksi penyerapan tenaga kerjapun meningkat rata-rata 0,99%, jika Tahun 2001 sektor industri menyerap 24.350 orang maka Tahun 2005 menyerap 25.287 orang.
c. Koperasi dan UMKM Secara keseluruhan koperasi di Daerah dapat dikelompokkan pada Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Pertanian dan Koperasi Non Pertanian, dengan tingkat perkembangan rata-rata 16,63% per tahun. Perkembangan yang cukup cepat terjadi sejak Tahun 1998 hingga Tahun
21
2004, namun sejak kenaikan BBM Tahun 2005 jumlah koperasi menurun. Jumlah koperasi sampai Tahun 2005 mencapai 315 unit koperasi, dimana termasuk katagori koperasi aktif sejumlah 158 unit dan tidak aktif 157 unit. Berdirinya
koperasi
yang
bergerak
disektor
non
pertanian
menunjukkan bahwa koperasi mampu bergerak disegala sektor ekonomi. Perkembangan jumlah koperasi sebagian besar dimulai sejak Tahun 1998 saat Indonesia mengalami krisis ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ekonomi koperasi merupakan penyangga ekonomi yang tangguh, manakala sektor ekonomi lain (swasta dan BUMN/BUMD) mengalami kemerosotan, justru koperasi berkembang pesat. Perkembangan koperasi pertanian cukup memadai, jika Tahun 1998 hanya 10 unit maka Tahun 2005 menjadi 112 unit koperasi. Demikian pula dengan koperasi non pertanian yang jika Tahun 1998 sebanyak 125 unit maka Tahun 2005 menjadi 190 unit koperasi. Meningkatnya jumlah koperasi juga diikuti peningkatan jumlah anggota, simpanan, perputaran modal dan dana koperasi. Jumlah anggota meningkat rata-rata 13,85% per tahun, jika Tahun 2001 jumlah anggota tercatat 50.504 orang maka Tahun 2005 menjadi 78.352 orang. Jumlah simpanan juga meningkat rata-rata 3,42% per tahun, jika Tahun 2001 jumlah simpanan sebesar Rp 8.529.585.000,00 maka Tahun 2005 menjadi Rp 8.694.451.000,00. Walau demikian Sisa Hasil Usaha (SHU) justru mengalami penurunan 0,95% terutama sejak Tahun 2004. Jika Tahun 2002 SHU sebesar Rp 2.738.857.000,00 namun Tahun 2005 menjadi Rp 2.598.896.000,00. Namun demikian perputaran modal hanya meningkat rata-rata 1,78%, jika Tahun 2001 perputaran modal mencapai Rp 68.874.828.000,- maka Tahun 2005 sebesar Rp 70.707.092.000,00. Dengan
perkembangan
perputaran
modal
yang
relatif
rendah
menunjukkan bahwa kemampuan manajerial koperasi masih belum memadai, mengingat dalam kondisi perekonomian yang kurang kondusif koperasi akan memiliki peluang besar dalam meningkatkan aktivitasnya sehingga perputaran modal meningkat. Dalam aspek pendanaan secara fluktuatif meningkat rata-rata 8,43% untuk pendanaan, meningkatnya pendanaan ini banyak disebabkan oleh peran pemerintah dalam upaya menstabilkan dunia usaha, bahkan kalau mungkin ditingkatkan. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dimanapun merupakan unit usaha yang jumlahnya paling besar. Jawa Tengah sendiri jumlah UMKM terbesar di Indonesia, dengan demikian UMKM di Daerah juga
22
berbeda jauh. Peran unit usaha ini tidak diragukan lagi, karena mampu menjadi ajang pelatihan kerja (magang) dalam dunia usaha yang murah, mampu menjadi ujung tombak usaha besar dengan perannya sebagai retail (pengecer) yang tersebar dimana-mana, mampu menyerap tenaga kerja
cukup
besar
dalam
situasi
perekonomian
yang
kurang
menguntungkan dan masih banyak lagi. Namun demikian keberadaannya semacam dikotomi, kadangkadang tak beraturan, tidak memiliki pola yang jelas dan menganggu ketertiban kota. Oleh sebab itu pembinaan yang terprogram dan terstruktur akan sangat berarti, di satu sisi akan memecahkan masalah sosial ekonomi, seperti ketenagakerjaan, kemiskinan, pengembangan usaha dan penghasil nilai tambah nasional. Di sisi lain akan meningkatkan ketertiban dan kenyamanan kehidupan masyarakat.
d. Investasi Secara ekonomis perkembangan perekonomian bergantung pada tingkat investasi. Berdasar pelakunya maka investasi dapat dilakukan oleh Pemerintah
dan
Swasta.
Investasi
Pemerintah
sebagian
besar
diperuntukkan bagi produk barang umum (Public Goods) yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa sarana dan prasaran umum. Sejak Tahun 2001 sampai Tahun 2005 nilai total investasi terus meningkat, walaupun berfluktuasi. Jika Tahun 2001 total investasi Rp 39.217.803.226,00 maka Tahun 2005 sebesar Rp 79.707.671.687,00 atau meningkat rata-rata 35,10% per tahun. Berdasar sumbernya maka pemerintah Pusat memberikan investasi pembangunan yang cukup besar jika
Tahun
2001
Rp
3.064.000,00
maka
Tahun
2005
sebesar
24.603.170.650,00 atau meningkat rata-rata 89,02% per tahun. Berdasar proporsinya Investasi Pemerintah Daerah ternyata paling besar dibanding Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi (Jawa Tengah), selama Tahun 2001 sampai Tahun 2005 Pemerintah Daerah Wonosobo rata-rata 75,81% per tahun, dan investasi Pemerintah Pusat 16,64% per tahun, sedang Pemerintah Propinsi rata-rata 7,55% per tahun. Investasi yang dilakukan oleh dunia usaha (swasta) sejak Tahun 1995 sampai Tahun 2005 juga terus meningkat. Jika Tahun 1995 baru sebesar
Rp
19.300.000.000,-
maka
Tahun
2005
sebesar
Rp
43.943.639.724,00 atau meningkat rata-rata 159,17% per tahun. Berdasar sumbernya maka pertumbuhan terbesar pada usaha kecil yang mampu
23
meningkat rata-rata 61,94% per tahun, disusul kemudian sektor usaha menengah yang meningkat rata-rata 17,27% per tahun. Sebaliknya investasi usaha besar justru menurun rata-rata -25,70%. Jika diamati proporsinya maka sejak Tahun 1995 investasi usaha kecil dengan ratarata 51, 72% per tahun, sebaliknya investasi dari usaha besar hanya ratarata 15,42% per tahun. Dengan meningkatnya investasi masyarakat diharapkan pertumbuhan ekonomi daerah akan dapat lebih besar lagi di masa-masa yang akan datang. Di sisi lain investasi yang berasal dari luar negeri juga perlu terus diupayakan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Keuangan daerah membahas pendapatan daerah dan sumbernya serta belanja daerah dan alokasinya. Pengelolaan keuangan daerah memiliki peran yang strategis karena akan menentukan kemajuan pembangunan
daerah
melalui
pembiayaan
berbagai
proyek
pembangunan, serta kinerja aparatur pelaksana pemerintahan yang dibiayai melalui alokasi belanja rutin. Pendapatan berdasar sumbernya terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
e. Pertanian Sektor pertanian sebagai basis perekonomian daerah memegang peranan yang sangat penting dan strategis. Keberhasilan sektor pertanian selain akan mampu memperkuat swasembada pangan juga mampu memberikan lapangan kerja dipedesaan, di sisi lain akan mampu memberikan aliran uang masuk ke daerah melalui perdagangan produk pertanian ke luar daerah, yang selanjutnya akan mampu memberikan multiplier effect bagi perekonomian daerah dalam mempercepat laju perkembangan ekonomi daerah. Daerah yang memiliki lahan pertanian yang luas dan subur, kondisi ini diharapkan mampu membawa masyarakat menuju masyarakat yang sejahtera dan maju. Namun demikian sejak Tahun 2000 sampai Tahun 2004 luas lahan sawah
telah mengalami penurunan, jika Tahun 2000
seluas 18.564 ha, maka Tahun 2004 menjadi 18.494 ha, menurun 0,09% rata-rata per tahun. Penurunan tersebut dipacu oleh penurunan sawah irigasi teknis, jika Tahun 2000 seluas 1.392 ha, maka Tahun 2004 menjadi 1.179 ha, atau menurun 3,09% rata-rata per tahun demikian pula dengan sawah irigasi sederhana yang menurun rata-rata 1,39% per tahun. Walau
24
demikian sawah irigasi setengah teknis justru bertambah rata-rata per tahun 10,09% per tahun. Dengan kata lain telah terjadi substitusi antar jenis lahan sawah irigasi, berkurangnya sawah irigasi teknis akan diikuti oleh bertambahnya sawah irigasi setengah teknis karena kebutuhan masyarakat tani. Berdasar jenis produk yang diusahakan oleh masyarakat tani di Daerah, maka dapat diketahui bahwa produk pertanian berdasar nilai produksinya, sangat didominasi oleh produksi padi, disusul kemudian jagung dan kentang, ketiga komoditas tersebut setiap tahunnya mampu menghasil produk dengan nilai rata-rata 100 milyar lebih. Disimak dari pertumbuhan produksinya maka beberapa komoditas yang mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun lebih dari 100%, yaitu kubis, bawang merah, sawi, wortel dan tomat. Sedang komoditas yang memiliki pertumbuhan diatas 50% lebih, antara lain kentang, cabe, bawang putih, buncis dan terung. Produksi hasil tanaman perkebunan khususnya perkebunan rakyat di Daerah juga sangat bervariasi, tercatat 13 jenis komoditas yang diusahakan. Dari berbagai jenis tanaman perkebunan tersebut ternyata tanaman tembakau masih digemari petani, khususnya di Kecamatan Kalikajar,
Kertek
dan
Garung.
Beberapa
jenis
tanaman
yang
perkembangannya cukup tinggi dalam periode Tahun 2001 s.d. 2004 yaitu : kakau tumbuh rata-rata 187% per tahun, klembak rata-rata tumbuh 55% per tahun, kayu manis rata-rata tumbuh 48% per tahun, panili rata-rata tumbuh dengan 45% per tahun, cengkeh rata-rata tumbuh 39% per tahun dan kopi arabika tumbuh rata-rata 38% per tahun. Namun produksi tanaman yang memiliki prospek ekonomi justru menurun pertumbuhannya seperti
pala, mendong dan tembakau. Bahkan tembakau turun tajam
mencapai 22% lebih. Selain produksi hasil pertanian Daerah juga memiliki potensi dalam usahatani tanaman buah-buahan. Beberapa jenis tanaman buah-buahan yang tumbuh cepat antara lain: buah alpokat, belimbing, duku, durian, mangga, nanas, rambutan, salak, sawo dan sirsak. Namun demikian terdapat beberapa jenis buah-buahan yang memiliki pasar luas dan harganya memadai justru perkembangannya cenderung menurun seperti: jeruk, manggis dan pisang. Selain hasil pertanian tanaman pangan, Daerah sebenarnya sangat potensial berdasar kondisi alamnya dalam usaha peternakan. Beberapa
25
jenis ternak yang populasinya besar adalah: sapi biasa, domba, ayam ras, ayam buras, dan burung puyuh. Sedang populasi ternak yang berkembang cukup memadai adalah sapi biasa, kambing, babi, ayam ras dan burung puyuh. Sayang sekali ternak sapi perah justru menurun populasinya, padahal memiliki nilai ekonomis paling tinggi, demikian pula populasi kuda yang dulu populasinya cukup besar sehingga Daerah sering menjadi ajang lomba pacuan kuda saat ini sudah tidak pernah digelar lagi. Populasi ternak potong khususnya sapi, kerbau, kambing, domba dan babi, selama Tahun 2001 sampai Tahun 2005, sebagian besar mengalami penurunan kecuali ternak kerbau yang meningkat cukup tajam yaitu 40,96%.
f.
Perikanan Pembangunan bidang perikanan di Daerah dalam artian tidak sama dengan pengertian perikanan secara umum yang menyangkut kelautan, tetapi lebih merupakan pengertian perikanan darat, memiliki potensi yang besar khususnya kolam dan Karamba Jaring Apung (KJA).Keberadaan Waduk Wadaslintang, telaga menjer, Daerah Aliran Sungai (DAS) serayu serta wilayah di daerah pegunungan menjadikan Daerah memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup besar. Hal ini dapat dikembangkan untuk usaha perikanan secara menyeluruh mulai dari pembenihan, pembesaran, penangkapan maupun pengolahan. Data produksi ikan selama tiga tahun dari Tahun 2003 sampai Tahun 2005 meningkat rata-rata 21%, dengan produksi Tahun 2003 2.714.250 Kg, Tahun 2004 2.828.366 Kg dan Tahun 2005 3.295.807 Kg. Produksi benih ikan selama dua tahun dari Tahun 2003 dan Tahun 2004 justru mengalami penurunan sebesar 99,86%, yaitu dengan produksi Tahun 2003 35.643.515 Kg dan Tahun 2004 hanya 49.300 Kg. Dari Data diatas tampak bahwa produksi ikan konsumsi rata-rata mengalami peningkatan akan tetapi untuk produksi benih ikan justru mengalami penurunan, kondisi tersebut perlunya dibenahi mengingat kondisi alam Daerah sangat cocok untuk pengembangan perikanan darat. Oleh karena itu kedepan pengembangan produksi ikan konsumsi dengan produksi benih ikan harusnya berimbang karena produksi benih ikan nilai jualnya tidak kalah dengan produksi ikan konsumsi.
g. Perdagangan
26
Perdagangan merupakan aktivitas jual beli barang dan jasa pada harga, waktu dan tempat tertentu. Aktivitas Perdagangan di Daerah, dapat lihat dari perkembangan sarana prasarana serta volume barang dan nilai barang yang diperdagangkan.Sarana dan prasarana perdagangan seperti pasar yang dibangun dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah selama Tahun 2001 sampai Tahun 2005, telah mengalami perubahan. Secara keseluruhan jumlah pasar daerah tidak berubah, namun jumlah kios mengalami penurunan, Tahun 2001 berjumlah 939 kios maka Tahun 2005 sebanyak 846 unit atau menurun rata-rata 2,48% per tahun. Jumlah los menunjukkan perkembangan sebesar 7,77 unit. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode tersebut banyak kios yang tidak terpakai lagi. Namun secara keseluruhan luas pasar telah bertambah rata-rata 4,34% per tahun. Kondisi
sarana
dan
prasarana
perdagangan
di
desa
juga
menunjukkan perkembangan yang cukup memadai. Jumlah pasar desa meningkat rata-rata 17,24% per tahun, demikian pula dengan jumlah los dan luas pasar. Namun jumlah kios dan PKL tidak mengalami perubahan. Aktivitas perdagangan jika diamati atas besarnya produk dan jasa daerah yang berhasil dijual, maka akan merupakan arus masuk uang ke daerah tersebut, semakin tinggi tingkat penjualan produk daerah maka akan semakin besar arus uang masuk ke daerah tersebut. Sebaliknya semakin banyak produk dan jasa yang dibeli atas produk dari luar daerah akan menyebabkan terjadinya arus uang ke luar daerah. Di sisi lain juga menunjukkan kemampuan atau daya beli masyarakat suatu daerah, semakin tinggi volume yang terbeli akan menunjukkan semakin tinggi daya beli masyarakat daerah. Berdasar data Dinas Perdagangan Kabupaten Wonosobo, nilai perdagangan terbesar dan merupakan pengeluaran terbesar masyarakat Wonosobo adalah pengeluaran untuk bahan bakar premium dan solar dan paling kecil adalah pengeluaran untuk saprodi pertanian khususnya pupuk. Jika dilihat perkembangannya maka volume perdagangan yang menurun permintaannya adalah solar rata-rata sebesar 0,96% per tahun. Sedang perkembangan volume perdagangan yang paling besar adalah pupuk ZA dan pupuk KCL. Harga produk perdagangan sebagian besar naik, kecuali garam yang menurun rata-rata 2,12% per tahun. Data perdagangan internasional Daerah, yaitu ekspor dan impor dari Tahun 2004 dan Tahun 2005 tidak terjadi perubahan yang mencolok.
27
Nilai ekspor non migas Tahun 2004 sebesar 10,29 juta US$, sedangkan Tahun 2005 meningkat menjadi 10,32 juta US$ atau meningkat sebesar 0,3% atau dapat dikatakan stagnan. Sedangkan untuk nilai impor dari Tahun 2004-2005 tetap yaitu sebesar 0,01 juta US$. Komoditas ekspor non migas dari Daerah terdiri dari komoditas kayu olahan, teh hitam, kopi biji dan nata de coco. Komoditas kayu olahan merupakan komoditas dengan nilai ekspor tertinggi dengan nilai ekspor 90% dari total nilai ekspor. Peran koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi daerah selain peran pemerintah (BUMN & BUMD) serta swasta akan menjadi penting jika konsep koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dapat di implementasikan dengan baik dalam aktivitas ekonomi masyarakat.
h. Pariwisata Sektor pariwisata di Daerah memiliki peran yang cukup dominan. Selain menyumbang pada pendapatan daerah melalui retribusi masuk ke obyek wisata, juga forward linkage berupa perkembangan usaha perhotelan dan restoran. Kontribusi nilai tambah hotel dan restoran terhadap PDB berdasar harga konstan hampir mendekati 8% per tahun. Kontribusi hotel dan restoran ini lebih besar dibanding dengan kontribusi sektor angkutan dan komunikasi maupun sektor bangunan (konstruksi) maupun sektor bank dan lembaga keuangan. Jika disimak perkembangan prasarana dan sarana penunjang wisata, Tahun 2001 sampai Tahun 2005, maka dapat diketahui bahwa obyek wisata telah berkembang rata-rata 4,17% per tahun, Hotel Melati III meningkat rata-rata 11,11% per tahun dan Biro perjalanan meningkat 10,44% per tahun dari 9 perusahaan Tahun 2001 menjadi 12 perusahaan Tahun 2005. Beberapa obyek wisata yang ada di Daerah yaitu : Dataran Tinggi Dieng, Telaga Menjer, Gelanggang Renang Mangli, Kalianget, Waduk Wadaslintang, dan Surodilogo. Dari obyek tersebut Tahun 2005 yang mendapat kunjungan banyak wisatawan adalah Dataran Tinggi Dieng, Kalianget dan Gelanggang Renang Mangli. Secara khusus perkembangan wisatawan Dataran Tinggi Dieng sebagian besar adalah berasal dari luar Jawa Tengah. Sedang wisata asing dari tahun ke tahun terus meningkat walaupun relatif sedikit yaitu 0,83% rata-rata per tahun. Berdasarkan pada data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, secara
28
keseluruhan jumlah pengunjung Tahun 2001-2005 menurun rata-rata 3,11%, per tahun, dari 74.695 pengunjung pada Tahun 2001 menjadi 57.763 pengunjung pada Tahun 2005. Penurunan terbesar pada Tahun 2003 akibat menurunnya wisatawan asing sebesar 35,73% dan wisatawan luar Jawa Tengah sebesar 13,99%. Serta jumlah pengunjung dari Jawa Tengah yang menurun sebesar yaitu 4,78%.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Permasalahan ilmu pengetahuan dan teknologi terkait dengan aspek bagaimana memiliki, bagaimana mentransformasi, bagaimana menggunakan dan bagaimana mengembangkan. Kepemilikan pengetahuan dan teknologi sangat penting karena mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas di beberapa
bidang
kegiatan
manusia
demikian
pula
dalam
kegiatan
pemerintahan. Seiring
perkembangan
teknologi
informasi,
Daerah
juga
telah
memanfaatkan peluang ini dengan baik. Sejak Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2005 telah dibangun berbagai perangkat SIMDA/website diantaranya : SIMAKUDA
(Sistem
Informasi
Managemen
Keuangan
Daerah)
yang
dipusatkan di DPPKAD Kabupaten Wonosobo, SIMPEG (Sistem Informasi Managemen Kepegawaian) yang dipusatkan di BKD, , SIMPUS (Sistem Informasi Managemen Puskesmas), SIMDUK (Sistem Informasi Managemen Kependudukan), SIM Profil Daerah, dan Website Wonosobo.go.id.
Jumlah
sumber daya manusia (SDM) bidang teknologi informasi di jajaran Pemerintah Daerah pada Tahun 2001 sebanyak 3 orang dan meningkat menjadi 13 orang pada Tahun 2005. Jumlah ini belum mencerminkan kebutuhan yang sesungguhnya
termasuk
penyediaan
e-government
bagi
birokrasi
pemerintahan. Dalam bidang penelitian dan pengembangan, perkembangan penelitian di Daerah, belum maksimal. Hal ini tidak lepas dari sedikitnya perguruan tinggi di Daerah yang akan berbanding lurus dengan iklim pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa teknologi terapan sangat diharapkan temuannya berupa teknologi tepat guna untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi lokal Daerah baik berupa keragaman hayati (buah-buahan, sayuran, obat-obatan) maupun sumber daya alam yang lainnya.
29
4. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana pembangunan sangat penting keberadaannya, dengan kondisi sarana dan prasarana yang cukup dan memadai maka proses pembangunan akan semakin lancar, semakin berkualitas, efisien dan efektif. Sarana dan prasarana pembangunan sangat banyak jumlah dan jenisnya oleh sebab itu akan dibahas sarana dan prasarana pokok saja seperti sarana prasarana transportasi produksi dan jasa. Keberadaan prasarana dan sarana transportasi sangat penting dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan masyarakat. Meningkatnya volume dan kualitas prasarana dan sarana akan mampu meningkatkan nilai tambah sosial ekonomi yang akhirnya akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan sarana dan prasarana yang memadai, bahkan mampu menjangkau wilayah terpencil maka akan mengurangi kemiskinan di daerah terisolir. Secara
ekonomis
prasarana
dan
sarana
transportasi
berperan
memindahkan barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lain dalam upaya memperoleh
nilai
tambah
barang
dan
jasa
tersebut.
Kebelakang
keberadaannya juga akan mampu menarik kegiatan ekonomi lainnya khususnya perdagangan dan industri yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana transportasi. Kondisi prasarana dan sarana transportasi Daerah, berdasar data Tahun 2001-2005 untuk permukaan jalan terlihat bahwa panjang jalan aspal kabupaten meningkat rata-rata per tahun 6,01% dari 424.386 m Tahun 2001 menjadi 554.170 m Tahun 2005. Di sisi lain panjang jalan aspal yang rusak dan rusak berat juga mengalami penurunan rata-rata 23,58% per tahun dan kondisi jalan aspal yang baik meningkat ratarata 17,79% per tahun. Dalam upaya meningkatkan aktivitas masyarakat desa, panjang jalan desa Tahun 2004 sampai Tahun 2005 secara keseluruhan tidak ada penambahan. Namun secara kualitatif panjang jalan yang baik meningkat 5,62% disertai penurunan panjang jalan yang rusak 6,51% dan rusak berat 20,45%. Jalan desa yang telah diaspal juga mengalami peningkatan 10.30% jika Tahun 2004 sepanjang 204.133 m, maka Tahun 2005 menjadi 225.157 m. Di sisi lain panjang jalan tanah juga menurun 33,65%, Tahun 2004 sepanjang 208.165 m Tahun 2005 menjadi 138.117 m. Prasarana transportasi lainnya adalah jembatan. Panjang jembatan Daerah dari Tahun 2001 sampai Tahun 2005, rata-rata mengalami peningkatan 0,16% per tahun, jika Tahun 2001 sepanjang 2.605 m maka
30
Tahun 2005 menjadi 2.622 m. Jumlah jembatan yang baik juga meningkat 0,84% jika Tahun 2001 sebanyak 266 unit maka Tahun 2005 menjadi 275 unit.
a. Perhubungan Prasarana transportasi yang tidak kalah pentingnya adalah Sub Terminal. Selain terminal besar, Daerah juga memiliki beberapa sub terminal, yang terletak di Sawangan, Sapuran, Kaliwiro, Kejajar dan Garung. Kondisi sub terminal yang baik berada di Sapuran dan Kaliwiro, sedang sub terminal yang buruk di Garung. Prasarana pendukung transportasi yang dimiliki Daerah selama Tahun 2001 sampai Tahun 2005 juga terus meningkat khususnya rambu-rambu jalan dan lampu pengatur lalu lintas. Sedang prasarana jalur penyelamat masih tetap satu. Perkembangan Pembangunan sarana transportasi
Daerah juga
tampak dalam perkembangan jumlah sarana angkutan umum baik di perkotaan maupun pedesaan. Khusus angkutan kota sejak Tahun 2002 sampai Tahun 2005 masih tetap sama yaitu sejumlah 349 unit, perkembangan sarana ini terkait erat dengan perkembangan kota itu sendiri, jika kota tidak berkembang maka kebutuhan angkutan kota juga tidak berkembang. Kebutuhan akan angkutan kota meningkat setelah Tahun 2002, namun tahun berikutnya tidak ada perkembangan. Dalam hal angkutan pedesaan hanya meningkat 10 unit dari Tahun 2001 sampai Tahun 2005, bahkan ketersediaannya relatif masih kurang, namun pemenuhannya terus meningkat. Jika Tahun 2001 tingkat pemenuhan hanya 68% maka Tahun 2005 sudah mencapai 71%. Belum memadainya
tingkat
pemenuhan
sangat
dimungkinkan
oleh
perkembangan kondisi perekonomian Daerah yang masih belum pulih setelah krisis maupun kenaikan BBM.
b. Perumahan dan Permukiman Pembangunan pada sektor Perumahan dan Permukiman dalam rangka upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat dan meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman baik di kawasan perkotaan maupun pedesaan. Penataan lingkungan perumahan dan permukiman berperan sebagai wadah pengembangan sumber daya masyarakat dan pengejawantahan dari lingkungan sosial yang tertib, sehingga masyarakat berkembang produktifitasnya dan
31
terciptanya lingkungan tempat tinggal yang layak, aman, sehat, rapi dan indah terhadap lingkungan. Kondisi yang dihadapi saat ini : 1. Masih ada kesenjangan antar wilayah, antar pedesaan dan perkotaan; 2. Rencana Tata Ruang (RTRW) sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan; 3. Belum efektif dan efisiennya pengelolaan sarana dan prasarana wilayah terutama penyehatan lingkungan pemukiman. Penyediaan perumahan di Daerah dari tahun ke tahun terus meningkat
seiring
dengan
pertumbuhan/perkembangan
penduduk,
meskipun prosentasenya masih belum sebanding antara kebutuhan dengan penyediaannya. Sehubungan belum ada Satuan Kerja
yang
khusus menangani masalah perumahan di Daerah, maka masing-masing Satuan
Kerja
yang
ada
kaitannya
mengelola/mengadakan/membangun
dengan
dan
masalah
perumahan
mengusahakan
perumahan
sendiri-sendiri, sehingga dalam pendataan yang dilaksanakan Sub Dinas Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Wonosobo masih perlu menelusuri keberadaan perumahan yang telah ada. Data perkembangan penyediaan perumahan di Daerah mulai Tahun 2003 sampai dengan 2006 untuk rumah milik sendiri Tahun 2003 sebesar 200.127 unit, Tahun 2004 sebesar 205.421 unit, Tahun 2005 sebesar 207.856 unit dan Tahun 2006 sebesar 211.026 unit. Untuk rumah sewa Tahun 2003 sebesar 4.086 unit, Tahun 2004 sebesar 4.192 unit, Tahun 2005 sebesar 4.192 unit dan Tahun 2006 sebesar 4.026 unit. Untuk rumah KPR/BTN Tahun 2003 sebesar 7 unit, Tahun 2004 sebesar 10 unit, Tahun 2005 sebesar 13 unit dan Tahun 2006 sebesar 14 unit. Untuk rumah perorangan Tahun 2003 sebesar 2.615 unit, Tahun 2004 sebesar 2.877 unit, Tahun 2005 sebesar 3.309 unit dan Tahun 2006 sebesar 3.980 unit. Dari data di atas terlihat bahwa penyediaan rumah milik sendiri setiap tahunnya meningkat dalam empat tahun terakhir dari Tahun 2003 s/d 2006 rata-rata sebesar 1,79%. Sedangkan untuk rumah sewa mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,46%. Untuk pengadaan perumahan melalui KPR/BTN meningkat dalam tiap tahunnya yaitu ratarata perumahan juga mengalami 26,85% walaupun secara kwalitas masih perlu peningkatan. Untuk perorangan juga mengalami peningkatan sebesar rata-rata 15,11%. Penanganan perumahan di Daerah kedepan hendaknya ada satuan kerja yang mengurusi perumahan, hal tersebut
32
dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan serta menghindari sedini mungkin penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi berkaitan dengan permasalahan perumahan/permukiman.
c. Sumberdaya air Selain prasarana dan sarana transportasi Daerah juga terus melakukan penambahan dan perbaikan prasarana dan sarana produksi, khususnya yang terkait dengan kepentingan masyarakat. Mengingat sebagian besar masyarakat hidup disektor pertanian maka prasarana yang disediakan juga berupa irigasi bendungan dan lainnya. Perkembangan bangunan bendung Tahun 2001 sampai Tahun 2005 secara keseluruhan meningkat rata-rata 0,22% per tahun. Upaya meningkatkan pelayanan pada petani juga terus dilakukan melalui perbaikan bendung yang rusak, sehingga tingkat kerusakan rata-rata per tahun menurun 9% lebih dan bangunan bending yang baik meningkat 8,68%. Dengan bertambahnya bendungan maka diharapkan saluran irigasi akan semakin meluas. Saluran irigasi yang tadinya berupa saluran tanah, telah dibangun menjadi saluran irigasi pasangan. Luas saluran irigasi pasangan secara keseluruhan dari Tahun 2001 sampai Tahun 2005 telah meningkat rata-rata per tahun 3,64%, sebaliknya saluran tanah menurun 0,14%
dari
931,87
km
menjadi
926,66
km.
Jika
dilihat
dari
pelayananannya, maka selama Tahun 2001 sampai Tahun 2005 pelayanan irigasi telah meningkat rata-rata per tahun 5,99% dari 17.438 Tahun 2001 menjadi 21.050 ha Tahun 2005. Demikian pula pelayanan dengan irigasi teknis telah meningkat cukup berarti sebesar 56,86% per tahun, sebaliknya irigasi sederhana menurun 1,15% per tahun. Jumlah
bangunan
utama
bendung
berdasar
jenisnya
terus
meningkat. Jika Tahun 2001 sebanyak 129 unit maka Tahun 2005 menjadi 139 unit atau rata-rata meningkat 1,90%. Sedang bangunan dengan menggunakan bronjong kawat menurun rata-rata 1,15%. Ketersediaan air di Daerah dapat dikatakan
melimpah, karena memiliki sumber air
permukaan yang banyak, yang tercermin dari jumlah sungai seperti : Sungai serayu, Bogowonto, Kali Galuh, Kali Semagung, Kali Sanggrahan dan Luk Ulo. Dengan demikian disatu sisi kebutuhan air masyarakat dapat terpenuhi, namun kebutuhan air bersih dan sehat belum tentu. PDAM sebagai penyedia air bersih dan sehat bagi masyarakat Wonosobo dalam perkembangannya telah mampu mendistribusikan air minum ke semua
33
wilayah kecamatan. Kecamatan dengan konsumsi air minum terbesar adalah Kecamatan Wonosobo sejumlah 4.145.283 m 3 dan yang paling sedikit mengkonsumsi air minum adalah Kecamatan Wadaslintang. Perusahaan Daerah Air minum (PDAM) Kabupaten Wonosobo juga mendistribusikan
ke Kabupaten
Purworejo
sebanyak 194.764
m 3.
Perkembangan pelanggan PDAM juga terus bertambah demikian pula jumlah yang distribusikan, jumlah pelanggan meningkat rata-rata 1,27% per tahun, konsumsi air minum PDAM juga meningkat rata-rata 22,34% per tahun serta nilai produksi meningkat rata-rata 34,21% per tahun.
d. Telekomunikasi Perkembangan bidang pos dan
telekomunikasi saat
ini sudah
cukup pesat, utamanya jasa pos pengiriman paket, surat, dan barang cetakan. Jumlah sarana prasarana telekomunikasi dapat dirinci sebagai berikut kantor pos sebanyak 14 buah, wartel dan sejenisnya 137 buah, stasiun radio pemerintah daerah satu buah, stasiun radio swasta siaran niaga (broadcast) 5 buah, jaringan telekomunikasi Radio SSB (Single Side Band) dimasing-masing kecamatan. Dari 15 kecamatan sudah dilayani jaringan telepon sebanyak 11 kecamatan (PSTN). Yang harus diantisipasi adalah peningkatan animo
kebutuhan
masyarakat dan dunia usaha akan sambungan telepon terus meningkat, sedangkan jumlah SST (Satuan Sambungan Telepon) terpasang masih jauh dari kebutuhan. Namun, maka dengan perkembangan teknologi di bidang telomunikasi sebagian
dapat dipenuhi oleh sambungan telepon
seluler baik GSM maupun CDMA terutama di daerah perkotaan. Untuk daerah pedesaan dan pelosok telah dilakukan pembangunan telepon USO (Universal Service Obligation) atas prakarsa pemerintah pusat yang dibangun di tingkat kecamatan dan daerah terpencil yang tidak bisa dijangkau oleh telepon seluler dan telepon tetap.
e. Energi dan Sumber Daya Mineral Daerah berpotensi besar dalam pengembangan dan pemanfaatan sektor energi, baik energi uap (panas bumi) serta energi dari sumber daya air. Kontur tanah Daerah sebagai daerah pegunungan dan banyak kawah yang tampak secara kasat mata merupakan potensi energi panas bumi yang
harus
dimanfaatkan
secara
arif.
Salah
satu
yang
sudah
termanfaatkan adalah adanya Geo Dipa Energi di Dataran Tinggi Dieng.
34
Banyaknya sungai dan telaga memberikan anugrah sumber air yang melimpah. Selain sungai, hamparan telaga juga merupakan potensi sumberdaya air yang sangat besar. Sungai dan telaga di Daerah sangat potensial sebagai pembangkit energi listrik, baik untuk skala besar maupun skala kecil (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro-PLTMH). Diantara pemanfaatan sumber daya air untuk pembangit listrik skala besar adalah PLTA Serayu-Menjer, sedangkan PLTMH di Saluran Wanganaji masih dalam proses penyusunan DED. Untuk pemanfaatan listrik, tingkat electricity desa/kelurahan di Daerah sudah 100% yang mencakup 265 Desa/Kelurahan. Namun ada beberapa dusun yang belum terjangkau jaringan PLN, khususnya dusun baru yang merupakan pemekaran dari dusun induknya. Pengembangan energi alternatif seperti biodisel, bioetanol, biokerosen maupun biogas belum banyak dilaksanakan. Pada masa yang akan datang perlu menjadi pertimbangan untuk mencukupi kebutuhan energi yang semakin besar. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan distribusi bahan bakar, pada Tahun 2004 terdapat 5 SPBU dan pada Tahun 2005 bertambah 1 SPBU menjadi 6 SPBU. Adapun jumlah agen minyak tanah Tahun 2004/2005 tetap hanya di layani 1 agen minyak tanah. SPBU dan Agen minyak tanah sekaligus menjadi Agen LPG. Untuk Sub Sektor Sumber Daya Mineral, Daerah memiliki beberapa sumber bahan galian Gol C antara lain: batu/koral, pasir kapur, Kaolin dan tanah liat. Dari Tahun 2002 s.d Tahun 2004 jumlah lokasi penambangan tampak semakin banyak, khususnya batu/koral berjumlah 216 lokasi, yang tersebar hampir merata di seluruh kecamatan selain kecamatan Kejajar dan terbanyak di Kecamatan Wadaslintang sebanyak 41 lokasi. Bahan galian pasir berjumlah 188 lokasi yang juga tersebar di seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Kaliwiro. Sedang kapur hanya terdapat di Kecamatan Kaliwiro sebanyak 6 lokasi dan bahan galian kaolin terdapat di Kecamatan Wadaslintang sebanyak 6 lokasi. Meningkatnya kebutuhan bahan bangunan mendorong kegiatan penggalian semakin meluas terutama untuk mensupply selain masyarakat Daerah juga ke luar Kabupaten seperti Temanggung dan sebagian wilayah Kabupaten Banjarnegara. Di sisi lain sempitnya lapangan kerja juga menjadi pemicu bertambah luasnya penggalian Gol. C. Bahan galian kaolin di Daerah sebetulnya merupakan bahan galian yang berkualitas terutama sebagai bahan baku produksi keramik, namun mengingat usaha keramik tidak ada maka sebagian besar
35
di kirim ke luar daerah seperti Klampok Banjarnegara dan Kebumen. Berdasar data Dinas Pelayanan Terpadu Tahun 2005 jumlah izin Pengambilan bahan galian golongan C, Tahun 2004 sebanyak 114 buah dan Tahun 2005 sebanyak 204 buah atau meningkat hampir seratus persen. Selain bahan galian seperti disebut diatas, potensi geologi Daerah secara umum juga menjadi perlu menjadi perhatian sebagai bagian dari sumber daya pembangunan yang harus dipahami kondisinya. Pegunungan di Daerah termasuk jenis pegunungan muda dengan lembah yang masih curam. Hal ini disebabkan karena secara geografis, sebagian kecil daerah Wonosobo terletak di batuan prakwater, sedangkan wilayah Wonosobo cukup luas. Keadaan yang demikian menyebabkan sering timbul bencana alam seperti tanah longsor (land slide), gerakan tanah runtuh atau gerakan tanah merayap. Sebagai daerah yang terletak di sekitar gunung api muda, tanah di Wonosobo termasuk subur. Hal ini sangat mendukung pengembangan pertanian, sebagai mata pencaharian utama masyarakat Wonosobo. Komoditi utama pertanian yang dihasilkan adalah teh, tembakau, berbagai jenis sayuran dan kopi. Selain itu, juga cocok untuk pengembangan budidaya Jamur, Carica Papaya dan Asparagus dan beberapa jenis kayu yang merupakan komoditi ekspor non migas serta beberapa jenis tanaman yang merupakan tanaman khas Daerah seperti Purwaceng, Gondorukem dan Kayu Putih. Banyaknya gunung di Wonosobo juga menjadi sumber mata air yang mengalir ke sungai Serayu, Bogowonto, Kali Galuh, Kali Semagung, Kali Sanggrahan dan Luk Ulo. Sungai-sungai ini sebagian telah digunakan untuk irigasi, pertanian dan air minum. Sungai Serayu yang menambah debit air di telaga Menjer telah dapat dimanfaatkan airnya untuk membangkitkan listrik tenaga air. Yang tidak kalah penting dari Daerah adalah potensi wisata Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) dengan panas bumi (yang telah dimanfaatkan sebagai PLTU), kawah dan panorama yang indah. Selain itu, juga terdapat candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram Hindu. Semuanya itu adalah daya tarik utama bagi wisatawan manca negara maupun domestik untuk berkunjung ke Wonosobo (pemanfaatan panas bumi Dieng). Berdasarkan hasil pemetaan tanah di Daerah dijumpai beberapa jenis tanah sebagai berikut:
36
Organosol Eutrop, merupakan jenis tanah organik bersifat masam berwarna gelap yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan (gambut), tanah jenis ini hanya dijumpai di Dataran Tinggi Dieng, Kecamatan Kejajar. Luasan dari jenis tanah ini yaitu 2.362,41 Ha atau 2.39% dari luas Daerah. Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol, adalah tanah dengan tekstur pasir dengan sifat agak masam dan bersolum dangkal, banyak dijumpai di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing di Wilayah Kecamatan garung, Mojotengah, Wonosobo, Kertek, Kalikajar dan Sapuran dengan luasan kurang lebih 10.622,09 atau 10,78% dari luas Daerah. Kompleks Regosol dan Litosol, adalah tanah dengan tekstur pasir dengan sifat agak masam dan bersolum dangkal, banyak dijumpai lereng Gunung Sindoro dan Sumbing di Wilayah Kecamatan Kepil, Kalikajar dan Sapuran. Luasan jenis tanah ini yaitu 4.417,02% atau 4,48% dari luasan keseluruhan Daerah. Asosiasi Andosol dan Regosol, adalah tanah netral sampai asam dengan warna coklat, bersolum cukup dalam dan didominasi fraksi pasir. Tanah jenis ini ditemukan di wilayah Kecamatan Kejajar, Garung dan Watumalang. Luasan jenis tanah di Daerah yaitu 9.821,085 Ha atau 9,97% dari luasan Daerah. Kompleks Grumosol Kelabu, Regosol dan Mediteran Kekuningan, adalah tanah dengan sifat agak basis dengan tekstur liat berpasir dan bersolum agak dalam. Tanah ini banyak dijumpai di Kecamatan Leksono dengan luasan kurang lebih 6617,44 ha atau 6,72% dari luasan keseluruhan Daerah. Latosol Coklat, Jenis tanah ini berasal dari berbagai batuan (abu vulkan & vulkanik basa), terdapat di daerah berbukit, beriklim humik sampai tropika, CH tinggi, vegetasi hutan basah, agak masam, bertekstur lempung dan bersolum dalam, berwarna coklat tua, peralihan latosol coklat kemerahan dan andosol banyak ditemukan pada gunung api yang masih muda. Jenis tanah ini banyak dijumpai di Kecamatan Kepil, Sapuran, Kalikajar, Kertek, Selomerto dan Leksono. Luas jenis tanah ini yaitu 15104,49 Ha atau 15,33%. Latosol Coklat Tua Kemerahan, adalah jenis tanah dengan luas terkecil yang dijumpai di perbatasan Kecamatan Watumalang dan Leksono. Tanah ini memiliki sifat agak masam, tekstur liat berpasir, solum dalam dan relatif tahan terhadap erosi. Sifat fisik dari latosol cokelat tua
37
kemerahan adalah Mempunyai permeabilitas rendah (9,88.10-4-1,8.103 cm/detik), Bersifat plastis sangat tinggi (>40%), Lapisan tanahnya sangat keras (qc>200kg/cm2), Kedalamannya berkisar antara 4,3015,25 m, Daya dukung tanah sedang (7,48 – 9,31 t/m2). Jenis tanah ini banyak dijumpai di Kecamatan Kaliwiro, Kalibawang, Wadaslintang, Kepil, Sapuran, Selomerto, Watumalang, Mojotengah, dan Leksono. Luasan jenis tanah ini kurang lebih 26592,09 Ha atau 27% dari luas Daerah. Kompleks Podzolik Merah Kekuningan, Podzolik Kuning dan regosol, adalah jenis tanah asam dengan warna merah kekuningan, bertekstur liat dan peka terhadap erosi. Tanah jenis ini banyak dijumpai di Wilayah Kecamatan Mojotengah, Watumalang, Leksono, Kalijajar, Sapuran, Kepil dan Kaliwiro. Luasan jenis tanah ini yaitu 1.543,46 Ha atau 1,56% dari luasan Daerah. Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, Podzolik Merah Kekuningan dan Litosol. Merupakan jenis tanah yang mendominasi wilayah Kecamatan Wadaslintang dan sebagian Kecamatan Kaliwiro. Tanah ini bersifat agak masam, bertekstur liat, bersolum dangkal dan peka terhadap erosi. Luasan jenis tanah ini yaitu 18.345,39 Ha atau 18,63% dari luasan Daerah. Komplek Podzolik Merah Kekuningan, Podzolik Kuning, dan Regosol adalah jenis tanah asam dengan merah kekuningan, bertekstur liat dan peka terhadap
erosi. Tanah jenis ini banyak dijumpai di Wilayah
Kecamatan Mojotengah, Watumalang, Leksono, Kalikajar, Sapuran, Kepil dan Kaliwiro. Luasan jenis tanah ini yaitu 3.042,49 Ha atau 3,08% dari luasan Daerah. Jenis tanah tersebut akan mewarnai sifat-sifat lahan yang memungkinkan pemanfaatan lahan yang bervariasi sesuai dengan sifat, kekhasannya untuk kegunaan tertentu. Dalam pemanfaatan usaha penambangan dan potensi geologi harus mempertimbangkan aspek lingkungan dimana dalam jangka panjang akan membahayakan karena meningkatnya erosi tanah khususnya di musim hujan dan rusaknya ekosistem dan hidrologis air resapan (air tanah) yang berakibat pula pada penyediaan air bawah tanah yang semakin berkurang dan cepat mengeringnya sumber air di permukaan. Sampai saat ini Daerah belum dapat menangani dengan baik karena belum tersedianya Perda yang
38
mengatur masalah penambangan, kesadaran masyarakat yang masih kurang serta kepedulian pengusaha akan pelestarian lingkungan.
5. Politik dan Tata Pemerintahan Keberhasilan pembangunan lebih banyak dipengaruhi oleh tiga aspek dasar yaitu: pola kepemerintahan, sumberdaya manusia (aparatur) dan sarana prasarana pemerintahan. Sistem pemerintahan sebagaimana tujuan reformasi yaitu pemerintahan yang baik dan bersih (Good and Clean Government). Sistem pemerintahan ini dicirikan oleh pengelolaan kepemerintahan berdasar aturan yang berlaku, pengambilan kebijakan secara transparan, serta pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat dipertanggungjawabkan. Sumber daya aparatur pemerintah dicerminkan dari profesional, berkepribadian yang terpuji dan dapat dijadikan panutan masyarakat. Di sisi lain ketersediaan sarana prasarana kepemerintahan yaitu gedung dan alat pelaksanaan administrasi tersedia secara memadai dan layak. Pada umumnya pola kepemerintahan melalui proses demokratisasi, saat ini sedang
berjalan sesuai dengan unsur dasar tersebut di atas
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, serta peraturan perudang-undangan lainnya. Secara administratif Daerah terbagi menjadi 15 Kecamatan dan 265 Desa/Kelurahan. Pada Tahun 2004 Jumlah Kelurahan sejumlah 28 Kelurahan dan Tahun 2005 menjadi 29 kelurahan, yaitu pemekaran Kelurahan Wonosobo menjadi Kelurahan Wonosobo Barat dan Kelurahan Wonosobo Timur. Dalam pelaksanaan Pemilu Tahun 2004, Partai Politik yang menjadi peserta Pemilu 48 Partai Politik, dengan jumlah Partai Politik Daerah 19 Partai Politik. Komposisi jumlah kursi DPRD Kabupaten Wonosobo berdasarkan Pemilu 2004 adalah : Fraksi PDI-P 14 Kursi, Fraksi PKB 13 kursi, Fraksi Golkar 6 kursi Fraksi PAN 6 kursi dan Fraksi PPP 5 kursi. Sedangkan dalam pelaksanaan Pilkada Daerah Tahun 2005, diikuti oleh 3 pasangan calon bupati dan wakil bupati, yaitu pasangan: Trimawan Nugrohadi – Muchotob Hamzah, Abdul Kholiq Arif – Muntohar, dan Heru
39
Iriyanto – Sapto Yuwono. Adapun pasangan pemenang Pilkada Daerah Tahun 2005 yaitu Pasangan Abdul Kholiq Arif – Muntohar dengan perolehan suara 221.214 suara (51%), disusul Pasangan Trimawan Nugrohadi – Muchotob Hamzah dengan perolehan suara 135.003 suara (32%), dan Pasangan Heru Iriyanto – Sapto Yuwono dengan perolehan suara 68.891 suara (16%). Sedangkan jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT sebanyak 580.458 pemilih dan yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 444.914 orang.
6. Keamanan dan Ketertiban Keamanan dan ketertiban merupakan kondisi yang diharapkan oleh sebagian besar masyarakat. Kondisi tersebut tercermin dari banyak sedikitnya pelanggaran hukum baik dalam aspek berlalu lintas maupun gangguan terhadap keamanan. Berdasar data Polres Kabupaten Wonosobo, jumlah pelanggaran lalu lintas sejak Tahun 2000 sampai Tahun 2005 telah meningkat rata-rata 24,49% per tahun. Tahun 2000 tercatat sebanyak 3.367 kasus namun Tahun 2005 menjadi 5.858 kasus pelanggaran. Dengan bertambahnya pelanggaran tersebut maka jumlah denda yang dapat dihimpun juga telah meningkat rata-rata 17,64% per tahun. Jika Tahun 2000 sebesar Rp 61.720.300,00 maka Tahun 2005 diperoleh denda Rp 78.990.500,00. Pelanggaran atas hukum yang berlaku khususnya yang terkait dengan Hukum Pidana sejak tahun yang sama juga telah mengalami peningkatan sebesar 35,54% per tahun. Namun demikian beberapa kasus pelanggaran telah berkurang, khususnya kasus penganiayaan berat menurun 10%, jika Tahun 2002 terdapat 5 kasus maka Tahun 2005 hanya 3 kasus. Pencurian dengan kekerasan juga telah menurun sebanyak 15% Tahun 2002 sebanyak 8 kasus, pencurian kendaraan bermotor menurun 11,10%, pencurian biasa menurun 14,29% dan kasus penipuan juga menurun dengan 16,67%. Walaupun demikian pelanggaran hukum dalam kasus penggelapan, narkoba dan perjudian perlu mendapat perhatian serius.
7. Hukum dan Aparatur Negara a. Hukum Dalam
rangka
implementasi
otonomi
daerah,
Pemerintah
Daerah mempunyai kewenangan untuk menyusun Peraturan Daerah (Perda) serta mengimplementasikan Perda yang telah disusun. Sejak Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2005 Pemerintah Daerah telah
40
menyusun
100
Pemerintahan
Peraturan
Daerah
Daerah
sebagai
dalam
upaya
rangka
peningkatan
pelaksanaan kesejahteraan
masyarakat. Berkaitan dengan Penegakan Hukum di Daerah, tindak
pidana
hukum yang masuk di Pengadilan Negeri Wonosobo pada Tahun 2005 sebanyak 131 Kasus atau mengalami peningkatan sebanyak sebanyak 6 kasus tindak pidana dibanding Tahun 2004. Sementara untuk kasus perdata pada Tahun 2005 sebanyak 12 kasus atau turun sebanyak
4
kasus
dibanding
Tahun
2004
yang
tercatat
sebanyak 125 kasus.
b. Aparatur Keberhasilan suatu pemerintahan tidak terlepas dari kinerja aparaturnya. Dalam kontek otonomi daerah maka aparatur pemerintah daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan. Dalam suatu sistem pemerintahan akan terdiri atas institusi dan organisasi, institusi yang memuat mekanisme kerja akan menuntun organisasi mencapai tujuan, dalam pencapaian tujuan selain mekanisme adalah pelaku yang melaksanakan tugas sesuai fungsinya, dalam hal ini kuantitas dan kualitas aparatur sangat menentukan keberhasilan organisasi kepemerintahan. Kualitas aparatur dapat disimak dari tingkat pendidikannya. Berdasar tingkat pendidikan aparatur Pemerintah Daerah, Tahun 2005 berjumlah 7.864 pegawai, dalam hal ini tercatat 31,15% berpendidikan SLTA, 27,34% berpendidikan Diploma II dan 24,34% berpendidikan Sarjana, sedang aparatur yang bependidikan SD hanya 2,34%.
Jika
dibanding Tahun 2002 yang berjumlah 7.896 maka secara kuantitatif mengalami
penurunan.
Pertumbuhan
aparatur
yang
berpendidikan
Diploma IV mencapai 24,29%, sedang pertumbuhan aparatur yang berpendidikan
sarjana
mencapai
10%
lebih
demikian
pula
yang
berpendidikan pasca sarjana. Oleh sebab itu dimasa yang akan datang Pemerintah
Daerah
perlu
meningkatkan
jumlah
aparatur
yang
berpendidikan setara sarjana. Kualitas aparatur juga bisa diamati berdasar lama kerja yang tercermin dari golongan yang telah dicapai. Kondisi Tahun 2005 sebagian besar pegawai Pemerintah Daerah telah memiliki golongan III sebanyak 47,34% dan 18,61% golongan II serta 17,89% golongan IV. Dengan demikian 75% lebih pegawai memiliki golongan II ke atas, dan implikasinya
41
kinerja pegawai akan lebih baik mengingat baik pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki telah memadai.
8. Wilayah, Tata Ruang dan Pertanahan Luas wilayah Daerah adalah 98.468 hektar, dengan kondisi biogeofisik sebagian besar (75% lebih) wilayah berada pada kemiringan diatas 15%. Daerah beriklim tropis dengan hari hujan rata-rata 1.713-4.255 mm per tahun, dan suhu udara rata-rata antara 14,3-26,5 derajat celcius, dengan demikian secara umum mempunyai kelembaban kelas lembab. Jenis tanah yang ada di Daerah terdiri atas tanah andosol, regosol dan podsonik. Dengan demikian sebagian besar jenis tanah Daerah, termasuk jenis Regosol yang mencapai 40%, disusul kemudian tanah podsonik seluas 35%. Secara administratif Daerah dibagi menjadi 15 kecamatan, 236 desa dan 29 kelurahan. Jumlah desa terbanyak di Kecamatan Selomerto sebanyak 24 desa dan paling sedikit di Kecamatan Kalibawang sebanyak 8 desa. Berdasar proporsi luas wilayah kecamatan maka kecamatan terluas di Kecamatan Wadaslintang 12.716 hektar dan terkecil di Kecamatan Wonosobo seluas 3.238 hektar. Dapat diketahui pula bahwa hanya 2 kecamatan yang belum memiliki kelurahan yaitu Kecamatan Kalibawang dan Kecamatan Sukoharjo. Namun di wilayah Kecamatan Wonosobo sendiri belum semua menjadi kelurahan, baru 13 kelurahan dan masih ada 6 desa, walaupun sudah merupakan kecamatan kota, untuk itu penetapan status kelurahan khususnya di seluruh kecamatan kota di masa yang akan datang perlu mendapat prioritas. Faktor penting keberadaan suatu wilayah adalah penggunaan lahan, di kota pada umumnya sebagian besar wilayahnya digunakan untuk kegiatan non pertanian, sebaliknya di daerah-daerah atau di pedesaan. Demikian halnya dengan Daerah, sebagai daerah agraris maka sebagian besar (89% lebih) digunakan untuk aktivitas pertanian, dan 7% lebih digunakan untuk bangunan dan pekarangan selebihnya 2% sampai 3% untuk lain-lain seperti jalan. Selama kurun waktu 5 tahun dari Tahun 2000 sampai Tahun 2004, luas tanah untuk pertanian rata-rata telah menurun 0,09%, dari 88.509,15 ha Tahun 2000 menjadi 88.179,38 ha Tahun 2004. Sebaliknya peruntukan tanah bagi bangunan dan pekarangan meningkat 1,15% per tahun dari 7.078,12 ha Tahun 2000 menjadi 7.399,16 ha Tahun 2004 atau berkurang 300 ha lebih. Demikian pula tanah untuk kebutuhan lainnya juga meningkat rata-rata 0,09% per tahun dari 2.880,81 ha Tahun 2000 menjadi 2.889,54 Tahun 2004.
42
Penurunan luas lahan pertanian walaupun per tahun sebesar 1% lebih, namun dalam jangka panjang akan mengancam swasembada pangan, menurunnya pemilikan lahan pertanian, dan dampak lebih lanjut adalah pada penurunan produksi dan lapangan kerja pertanian. Untuk itu perlu terus dikendalikan dan dicari solusi terbaik. Dalam konteks pembangunan kawasan maka penggunaan lahan per wilayah kecamatan memperlihatkan kondisi yang berbeda-beda. Beberapa wilayah kecamatan memiliki lahan sawah 25% lebih dari luas wilayah kecamatan, seperti Kecamatan Leksono, Kecamatan Selomerto, Kecamatan Kertek, Kecamatan Wonosobo dan Kecamatan Mojotengah, bahkan untuk Kecamatan Selomerto memiliki proporsi lahan sawah terbesar, di sisi lain Kecamatan Kejajar tidak memiliki lahan sawah sama sekali, dalam kaitan ini supply bahan makanan dari wilayah lain sangat diharapkan. Dalam rangka menjamin kepastian hukum kepemilikan tanah oleh warga negara, yang perlu diperhatikan adalah tingkat pensertifikatan tanah di Daerah. Pada Tahun 2001 jumlah pensertifikatan tanah hak milik 2.014 bidang dengan luas 1.459.076 m2, Tahun 2002 sejumlah 2.629 bidang dengan luas 1.691.103 m2, Tahun 2003 sejumlah 1.566 bidang dengan luas 1.570.952 m2, Tahun 2004 sejumlah 1.635 bidang dengan luas 928.071 M2, dan Tahun 2005 sejumlah 1.578 bidang dengan luas 853.313 m2. Sedangkan jumlah dan luas Hak
Guna
Bangunan
sebagai
berikut
:
Pada
Tahun
2001
jumlah
pensertifikatan tanah Hak Guna Bangunan 164 bidang dengan luas 169.364 m2, Tahun 2002 sejumlah 98 bidang dengan luas 19.215 m2, Tahun 2003 sejumlah 220 bidang dengan luas 574.412 M2, Tahun 2004 sejumlah 52 bidang dengan luas 13.587 m2, dan Tahun 2005 sejumlah 164 bidang dengan luas 120.805 m2.
9. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Daerah sebelah Utara maupun Timur merupakan wilayah gunung dan pegunungan, gunung yang ada merupakan gunung api muda, dengan demikian merupakan wilayah dengan tanah yang subur dengan sumberdaya air yang melimpah. Untuk itulah, Daerah memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor pertanian (dalam arti luas), pariwisata hotel dan restoran dan pemanfaatan energi uap maupun panas bumi serta berbagai bahan baku industri. Banyaknya gunung juga memberikan anugerah sumber air yang melimpah dalam bentuk sungai-sungai seperti: Sungai Serayu, Bogowonto, Kali Galuh, Kali Semagung, Kali Sanggrahan dan Luk Ulo.
43
Hamparan Telaga Menjer juga merupakan sumberdaya air yang sangat besar dan potensial sebagai pembangkit energi listrik dan pariwisata. Demikian pula dengan Dataran Tinggi Dieng yang memiliki kekhasan sebagai obyek Wisata yaitu banyaknya kawah yang tersebar serta keindahan alam pegunungan Dieng disertai candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram Hindu. Namun demikian adanya pegunungan yang termasuk pegunungan muda dengan lembah yang curam, menyebabkan Daerah merupakan wilayah rawan bencana seperti tanah longsor, tanah runtuh dan tanah bergeser (merayap). Sumber Daya Air Daerah terdiri dari sumber air permukaan dan Air Bawah Tanah. Air Bawah Tanah yang terdapat di Daerah meliputi air tanah dangkal
dan
air
tanah
dalam.
Air
tanah
dangkal
dapat
diketahui
keberadaannya melalui sumur-sumur penduduk sebagai pengguna utama, sedang air tanah dalam diidentifikasi melalui sumur-sumur artesis yang umumnya dimiliki oleh pengguna sektor industri dimana pada Tahun 2005 terdapat 17 obyek P2ABT yang terdapat di seluruh wilayah Daerah. Selain itu air tanah tersebut, sebagian keluar sebagai mata air dalam bentuk sesar, patahan, maupun berupa umbul. Air bawah tanah yang keluar sebagai mata air ini tersebar hampir di seluruh kecamatan di Daerah dan dimanfaatkan untuk kebutuhan irigasi, kebutuhan rumah tangga dan air PDAM. Dalam pemanfaatan sumber daya alam haruslah mempertimbangkan kawasan yang diperbolehkan untuk dibudidayakan (Kawasan Budi Daya) dan kawasan yang harus dilindungi (Kawasan Lindung). Luas Kawasan Lindung di Daerah seluas 38.832,11 Ha. Kawasan lindung secara garis besar terbagi menjadi menjadi 2 (dua) kriteria yaitu kawasan hutan lindung seluas 12.543,58 Ha dan kawasan lindung di luar hutan lindung 26.288,53 Ha. Dari sisi lingkungan hidup, maka Daerah termasuk belum ditemui permasalahan lingkungan yang serius, khususnya dalam hal pengelolaan sampah dan limbah. Sampah di perkotaan, produksinya diperkirakan 160 m 3 sampai 170 m3 per hari. Sampah tersebut sebagian besar (80%) merupakan sampah organik, untuk itu pengolahan limbah sampah untuk pupuk perlu direalisasikan. Namun dalam hal tingkat erosi akibat kegiatan pertanian di wilayah Wonosobo bagian Utara, menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai, di musim kemarau beberapa sungai dan anak sungai sudah tak berair, bahkan PDAM sudah kekurangan pasokan air, di masa yang akan datang jika masalah di atas belum teratasi maka sangat dimungkinkan terjadinya masalah kerusakan
lingkungan
yang
serius.
Demikian
pula
dengan
kegiatan
44
penambangan batu dan pasir yang semakin meluas di wilayah Kecamatan Kertek perlu perhatian dan pemecahan terbaik secepatnya.
B. TANTANGAN Keberhasilan pembangunan yang dicapai Daerah saat ini cukup memadai, namun banyak tantangan dan masalah di masa yang akan datang yang belum sepenuhnya terselesaikan. Perlu upaya-upaya penanganan dalam pembangunan masa 20 tahun mendatang, baik bidang sosial budaya dan kehidupan beragama (kependudukan dan keluarga berencana, ketenagakerjaan dan transmigrasi, pendidikan, perpustakaan, pemuda dan olah raga, kesehatan, kesejahteraan sosial, kemiskinan, kebudayaan, agama, perempuan dan anak), ekonomi (kondisi dan struktur ekonomi, industri, koperasi dan UMKM, investasi, pertanian, perikanan, pertambangan dan bahan galian, perdagangan, pariwisata), ilmu pengetahuan dan teknologi, sarana dan prasarana (perhubungan, perumahan dan permukiman, sumber daya air, telekomunikasi, energi), politik dan tata pemerintahan, keamanan dan ketertiban, hukum dan aparatur negara (hukum, aparatur), wilayah, tata ruang dan pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup.
1. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan beragama, dihadapkan pada berbagai masalah. Dalam bidang kependudukan dan keluarga berencana dihadapkan pada masalah pertumbuhan Pasangan Usia Subur (PUS) yang relatif lebih tinggi dibanding pertumbuhan jumlah penduduk serta pertumbuhan proporsi penduduk balita dan usia sekolah yang masih cukup besar. Dalam bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi menghadapi masalah jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja yang cukup besar tidak diimbangi penyerapan tenaga
kerja
yang
memadai
dan
kurang
termanfaatkannya
program
transmigrasi sebagai upaya pemecahan masalah tenaga kerja. Dalam bidang pendidikan masih rendahnya angka partisipasi pendidikan khususnya ditingkat SLTP dan SLTA, angka drop out yang semakin tinggi, jumlah penduduk buta huruf yang relatif masih besar. Dalam bidang kesehatan masih tingginya angka kekurangan energi kronik dan angka total goitre, jumlah keluarga sehat utama dan paripurna yang kurang dari 50%, dan angka kematian ibu hamil yang masih tinggi. Dalam bidang pemuda dan olahraga dihadapkan pada masalah belum maksimalnya peran pemuda dan masih kurang optimalnya prestasi olahraga Daerah dibandingkan Kabupaten/Kota lain di Jawa Tengah. Dalam
45
bidang kesejahteraan sosial dihadapkan pada perkembangan jumlah keluarga pra sejahtera yang relatif masih tinggi (20% lebih), jumlah penyandang masalah sosial yang terus meningkat,
pelanggaran hukum cenderung
meningkat khususnya narkoba dan perjudian. Dalam bidang kemiskinan, Daerah masih menghadapi tingkat kemiskinan yang cukup tinggi . Bidang budaya dihadapkan pada merosotnya nilai-nilai budaya yang diwariskan para pendahulu yang menyangkut masalah dasar dalam hidup seperti pemahaman hakekat hidup, hakekat kerja, persepsi tentang orientasi waktu, pandangan tentang alam, dan hakikat hubungan antar manusia. Dalam hal terakhir akibat kemajuan teknologi dan pengaruh budaya asing sehingga individualisme saat ini lebih menonjol dibanding hubungan horizontal maupun vertikal. Disisi lain pelestarian cagar budaya dimasa yang akan datang juga merupakan tantangan pembangunan Daerah. Dalam hal kehidupan beragama dihadapkan pada modernisasi yang tak terkendali, dan derapnya faham pergaulan bebas, sehingga waktu untuk mempelajari agama semakin sedikit, mempertahankan perilaku dan sikap agamis
semakin
lemah,
serta
mempertahankan
toleransi
kehidupan
beragama, semua merupakan tantangan pembangunan di masa yang akan datang.
2. Ekonomi Pembangunan ekonomi di Daerah, selama ini telah menunjukkan kemajuan
yang
ditandai
dengan
terjadinya
pertumbuhan
ekonomi,
meningkatnya pendapatan per kapita dan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta bidang ekonomi lainnya. Namun hasil-hasil pembangunan tersebut masih belum secara riil dan berarti dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat seperti lapangan kerja, kesejahteraan penduduk di daerah terpencil dan kemiskinan serta menguatnya lembaga ekonomi rakyat. Dengan demikian 20 (dua puluh) tahun kedepan dihadapkan pada tantangan mengatasi permasalahan tersebut di atas. Pembangunan daerah kedepan dihadapkan pada tantangan dengan adanya dampak perkembangan penduduk. Perkembangan penduduk atau bertambahnya jumlah penduduk akan membawa konsekuensi terhadap semakin sempitnya lahan usaha disektor pertanian, yang berakibat pada rendahnya pendapatan petani. Bertambahnya penduduk juga membawa konsekuensi pemenuhan akan kebutuhan makanan penduduk yang semakin besar, sementara dengan lahan pertanian yang luasnya terbatas maka
46
produksinya relatif terbatas. Oleh sebab itu tantangan di masa yang akan datang adalah bagaimana mengendalikan jumlah penduduk dan meningkatkan produktivitas usaha pertanian. Gencarnya pembangunan ekonomi juga menyebabkan peralihan peruntukan tanah dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, belum lagi akibat kekurangan lahan tanaman pangan maupun perkebunan rakyat diperkirakan akan berakibat terjadinya perambahan lahan baik hutan maupun kawasan penyangga dan kawasan lindung. Dengan demikian tantangan pembangunan ekonomi daerah kedepan adalah bagaimana pembangunan ekonomi tanpa merusak eksosistem. Pembangunan
ekonomi dihadapkan
pada
tantangan
bagaimana
meningkatkan dan mendistribusikan hasil pembangunan secara adil dan merata. Untuk itu pembangunan yang berorientasi perwilayahan perlu ditingkatkan di masa yang akan datang, dengan sasaran antara lain mengurangi kesenjangan antar wilayah pembangunan, membuka wilayah terpencil dan menggerakkan perekonomian setempat. Selain itu untuk meningkatkan
keadilan
dan
memeratakan
hasil
pembangunan
maka
pembangunan yang berorientasi pada ekonomi rakyat perlu diusahakan dengan sungguh-sungguh melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil (UMK) maupun pengembangan koperasi baik koperasi pertanian maupun non pertanian secara intensif. Meningkatnya persaingan pasar dan era perdagangan bebas maka pembangunan ekonomi Daerah dihadapkan pada tantangan bagaimana produk Daerah memiliki keunggulan bersaing atau daya saing. Untuk itu Pemerintah Daerah harus mampu membantu untuk mengembangkan kualitas produk dan jasa disamping membantu transfer teknologi, sehingga usaha kecil yang tidak mampu mengakuisisi teknologi dapat terbantu.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pembangunan Daerah dihadapkan pada tantangan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat. Ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berakibat menyempit dan bahkan tertutupnya peluang memperoleh manfaat yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan Daerah. Dibidang ekonomi teknologi produksi maupun budidaya terus meningkat,
dibidang
birokrasi
terdapat
e
government
dalam
upaya
meningkatkan aksebilitas maupun menyerap informasi serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah maupun
47
masyarakat perlu mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi, menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui perluasan dan peningkatan peran perpustakaan serta bengkel-bengkel kerja.
4. Sarana dan Prasarana Meningkatnya jumlah penduduk di era 20 tahun yang akan datang, maka aktivitas sosial ekonomi juga terus meningkat. Oleh sebab itu bidang prasarana dan sarana, dihadapkan pada tantangan bagaimana menyediakan dan memperluas atau mengembangkan sarana dan prasarana serta bagaimana memeliharanya. Dibidang perhubungan dalam
kurun
waktu 20 tahun kedepan
dihadapkan pada pembangunan jalan baik jalan antar desa maupun pembangunan jalan dalam upaya perluasan kota Wonosobo. Selain itu dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi maka dibutuhkan perluasan jalan yang sudah ada. Dan yang lebih penting lagi adalah secara terencana perlu dipertimbangkan kebutuhan dana untuk pengadaan maupun pemeliharaan, yang jumlahnya tidak sedikit. Tantangan lain yang dihadapi 20 tahun kedepan adalah ketersediaan air baik untuk air bersih maupun untuk produksi pertanian termasuk perikanan yang akan meningkat sangat besar. Untuk itu pemeliharaan sumber mata air serta pengadaan saluran irigasi dan pemeliharaannya perlu dipertimbangkan secara bertahap dalam perencanaan. Tantangan yang cukup berat selama 20 tahun kedepan adalah penyediaan sarana dan prasarana perumahan dan pemukiman, mengingat perumahan dan pemukiman membutuhkan lahan, sedang ketersediaan lahan terbatas, oleh sebab itu berkembangnya sarana perumahan akan berakibat pada peralihan fungsi lahan. Untuk itu Pemerintah Daerah harus bijak dalam penentuan kawasan perumahan baru sehingga tidak berakibat pada turunnya produksi bahan pangan maupun kerusakan lingkungan. Sejalan
dengan
pembangunan
dimasa
berkembangnya depan
adalah
perumahan penyediaan
maka energi
tantangan listrik
dan
telekomunikasi, walaupun untuk jaringan telekomunikasi kabel kurang diminati masyarakat. Namun demikian pemenuhan kebutuhan listrik dimasa yang akan datang akan semakin besar.
48
5. Politik dan Tata Pemerintahan Kinerja
politik
akan
sangat
menentukan
arah
dan
sasaran
pembangunan Daerah. Dalam era otonomi daerah dan era demokratisasi maka permasalahan sosial politik semakin banyak dan tidak mudah dipecahkan, karena semakin kompleknya permasalahan tersebut. Oleh sebab itu mewujudkan kehidupan politik yang konsisten, kedewasaan politik dan budaya politik merupakan tantangan pembangunan dimasa yang akan datang. Berbagai tantangan yang perlu diwujudkan politisi dalam pembangunan daerah adalah banyaknya harapan masyarakat kepada wakil-wakil rakyat yang ada di DPR untuk dapat menyalurkan aspirasinya dan mendorong pemerintah untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat secara arif dan tidak menimbulkan penderitaan rakyat. Masyarakat juga berharap agar wakilwakil rakyat mampu membangun transparansi baik di pemerintahan maupun di lembaga legislatif itu sendiri. Di sisi lain kehidupan perpolitikan juga diharapkan mampu mewujudkan ketentraman dan kedamaian di masyarakat, dengan kata lain politik diharapkan mampu mewujudkan kondisi yang kondusif dalam berbagai bidang. Semakin meningkatnya pengetahuan dan kehidupan masyarakat maka dibutuhkan kinerja pelayanan publik yang semakin baik berdasar tata pemerintahan yang ada serta norma-norma yang berlaku di masyarakat. Upaya mewujudkan hal tersebut merupakan tantangan pembangunan daerah di masa yang akan datang.
6. Keamanan dan Ketertiban Dengan semakin meningkatnya teknologi baik informasi maupun teknologi lainnya maka terdapat kecenderungan masyarakat meniru kejahatankejahatan yang ditayangkan pada media publikasi. Dengan demikian mewujudkan keamanan dan ketertiban yang kondusif melalui partisipasi masyarakat merupakan tantangan pembangunan keamanan dan ketertiban dimasa yang akan datang. Membangun
budaya
disiplin
juga
merupakan
tantangan
dalam
pembangunan dimasa yang datang dalam upaya meningkatkan keamanan dan ketertiban, untuk itu penegakan hukum peraturan perundangan-undangan sangat dibutuhkan.
7. Hukum dan Aparatur
49
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan hukum dimasa yang akan datang adalah penyusunan produk hukum yang memadai dan penegakan hukum yang tidak diskriminatif, kepastian hukum, perlindungan hukum dan diperolehnya rasa keadilan. Untuk itu diperlukan materi hukum dan penegakan hukum yang memadai disamping kesadaran masyarakat akan pentingnya hukum dan perundang-undangan perlu ditingkatkan, demikian pula dalam masalah Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam kontek peraturan daerah maka anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah harus mampu menyusun produk hukum yang dapat memenuhi keadilan. Dalam kaitan produk hukum (tata peraturan daerah) ini tantangan yang dihadapi adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia baik di lembaga legislatif dan pemerintahan. Sosialisasi produk hukum sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Tantangan bagi aparatur pemerintah adalah terciptanya aparatur pemerintah yang mampu menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, transparan dan akuntabel dalam upaya memenuhi kinerja pelayanan publik.
8. Wilayah dan Tata Ruang Suatu wilayah adalah dinamika manusia dan ruang yang ada dalam suatu batas administratif tertentu. Suatu wilayah diharapkan dapat menjadi sumber kehidupan, oleh sebab itu kepastian hak kepemilkan (property rich) sangat dibutuhkan. Dengan kepastian kepemilikan maka akan memperjelas siapa yang berhak atas manfaat, pengorbanan dan resiko yang timbul. Oleh sebab itu tantangan pembangunan Daerah dimasa yang akan datang adalah mewujudkan kepastian hak kepemilikan baik kepemilikan oleh Negara (state property rich), hak kepemilikan pribadi (privat property rich) dan hak kepemilikan publik ( public property rich). Tantangan pembangunan kewilayahan dan tata ruang lainnya adalah kepastian peruntukan atas ruang. Dengan kepastian peruntukan ini akan mempermudah calon pengguna dan pengawasan serta evaluasi atas penggunaan ruang, karena kepastian peruntukan berlaku untuk jangka panjang maka dibutuhkan perencanaan yang cermat, sehingga memenuhi kebutuhan pengguna dan tidak mengganggu ekosistem.
9. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Laju pembangunan Daerah yang cukup cepat pada periode sebelumnya telah
mampu
memenuhi
kehidupan
masyarakat
dan
meningkatkan
50
kesejahteraan, namun juga berdampak negatif terhadap lingkungan hidup dan pelestarian sumberdaya alam. Eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumberdaya
alam
dengan
tidak
melakukan
konservasi
serta
mempertimbangkan pelestarian alam, telah berakibat pada menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta meningkatnya potensi tanah longsor atau bencana alam lainnya. Oleh sebab itu tantangan pembangunan Daerah
adalah
masyarakat
membangun
tanpa
bagaimana
menyebabkan
meningkatkan
penurunan
kualitas
kesejahteraan
lingkungan
dan
kerusakan sumberdaya alam.
C. MODAL DASAR Modal dasar pembangunan adalah sumberdaya, baik sumberdaya manusia, sumber daya alam serta sumber daya sosial, budaya dan politik yang terdapat di suatu wilayah. Saat ini dikenal istilah human capital, natural capital, social and culture capital dan political capital. Peran sumber daya tersebut secara kuantitatif maupun kualitatif tidak diragukan lagi. Semakin besar dan tingginya kualitas capital akan semakin besar output pembangunan, dan jika dapat didistribusikan secara adil akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Walaupun demikian sumberdaya yang tersedia membutuhkan pemberdayaan dan pengelolaan. Beberapa sumber daya yang dapat dijadikan modal dasar dalam pembangunan Daerah adalah: 1. Letak geografis wilayah Daerah, yang selain merupakan jalur tengah wilayah Provinsi Jawa Tengah namun dapat menjangkau wilayah lainnya seperti wilayah bagian Selatan ke Kabupaten Purworejo dan wilayah bagian Utara ke Kabupaten Batang. Dengan demikian wilayah Daerah merupakan wilayah yang cukup strategis dalam peningkatan laju pembangunan Daerah. 2. Jumlah penduduk yang cukup besar akan menjadi sumber daya manusia yang sangat potensial apabila dilengkapi dengan peningkatan kualitas pendidikan kesehatan dan ekonomi. Peningkatan partisipasi pembangunan melalui usaha bersama (joint action) akan menjadi modal yang efektif baik dibidang pembangunan
sosial
ekonomi
maupun
bidang
lainnya
dalam
upaya
mewujudkan Wonosobo yang sejahtera adil bermartabat dan mandiri. Upaya tersebut harus dilandasi semangat kebersamaan, kerja keras dan untuk generasi masa depan yang lebih baik. 3. Kekayaan budaya Daerah yang mungkin tidak terdapat di daerah lain seperti nilai-nilai, kepercayaan dan keyakinan serta norma-norma yang melekat di masyarakat, sebagai warisan budaya pendiri dan pendahulu harus terus
51
dilestarikan terutama dalam semangat juang yang saat ini diimplikasikan dalam semangat kerja keras, dan penuh keyakinan tehadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan semakin maraknya globalisasi maka pewarisan budaya yang ada yang saat ini dalam proses interaksi dengan budaya asing maka perlu dicermati sehingga nilai-nilai esensi yang ada tidak tererosi. Oleh sebab itulah kearifan budaya lokal harus senantiasa menjadi pertimbangan kebijakan pembangunan Daerah. 4. Kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati di Daerah sejak dulu sampai saat ini ternyata telah mampu menjadi penghidupan dan menghidupi masyarakat. Bahkan mampu memonopoli produk tertentu sementara daerah lainnya tidak mungkin mewujudkannya. Dengan tanah yang subur dan suhu udara yang sejuk, sumber air yang cukup, sehingga kegiatan pertanian, kehutanan, perkebunan dan kegiatan sosial ekonomi lainnya dapat berlangsung dengan baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang merupakan karunia Tuhan sebagai modal pembangunan harus untuk kepentingan semua dan dengan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk mempertahankan kelestariannya. 5. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, hendaknya dapat dijadikan modal dasar untuk mewujudkan cita-cita dan harapan masyarakat Daerah, untuk itu demokratisasi politik, ekonomi dan pemerintahan yang saat ini berlangsung perlu terus dikembangkan sesuai dengan asas peraturan perundangundangan yang berlaku.
52