BAB II KONDISI UMUM DAERAH 2.1.
Kondisi Geografi dan Demografi Kota Bukittinggi Posisi Kota Bukittinggi terletak antara 100 020’ - 100025’ BT dan 00016’ – 00020’ LS
dengan ketinggian sekitar 780 – 950 meter dari permukaan laut. Luas daerah lebih kurang 25,239 Km2, luas tersebut merupakan 0,06 persen dari luas Propinsi Sumatera Barat. Kota Bukittinggi terdiri dari 3 Kecamatan dan 24 Kelurahan, dengan Kecamatan terluas wilayahnya adalah Kecamatan Mandiangin Koto Selayan yaitu 12,156 Km 2. Wilayah yang membatasi wilayah Kota Bukittinggi semuanya berada dibawah pemerintahan Kabupaten Agam. Kondisi alam Kota Bukittinggi berupa perbukitan dengan lapisan Tuff dari lereng gunung Merapi sehingga tanahnya subur, namun demikian luas daerah yang dimanfaatkan untuk pertanian sedikit sekali, keberadaan lahan sawah ini cukup penting karena merupakan lahan sawah paling tinggi produktifitasnya di Sumatera Barat. Namun dengan semakin pesatnya perkembangan Kota Bukittinggi maka alih fungsi lahan sawah dan lahan kering ke sektor non pertanian semakin sulit untuk di elakkan. Lokasi pasar yang terluas terdapat di Kecamatan Guguk Panjang yaitu Pasar Simpang Aur Kuning, Pasar Atas dan Pasar Bawah. Jarak Kota Bukittinggi dari ibu kota Propinsi Sumatera Barat adalah sekitar 90 km 2,
dengan melalui jalan yang menanjak dan berliku,
terutama di lokasi wisata alam Lembah Anai yang terkenal dengan air terjunnya. Berdasarkan kondisi geografis Kota Bukittinggi dapat dikatakan bahwa semua penduduk yang menempati wilayah di Kota Bukittinggi mempunyai akses yang mudah terhadap pelayanan publik, akan tetapi ada beberapa wilayah pemukiman penduduk yang rawan terhadap bancana, baik bencana alam maupun kebakaran terutama di kawasan padat penduduk yang terdapat pada kelurahan Tengah Sawah, Bukit Cangang Kayu Ramang dan Pulai Anak Air. Disamping itu ada beberapa ruas jalan yang tidak memenuhi standar karena keterbatasan lahan sehingga menyebabkan rendahnya mobilitas sumber daya. Ini membawa konsekuensi bahwa perbaikan terhadap infrastruktur terutama jalan yang menghubungkan antar daerah menjadi sangat penting. Dengan perbaikan terhadap infrastruktur diharapkan akses bagi masyarakat untuk berhubungan dengan pusat-pusat pertumbuhan akan semakin terbuka sehingga membawa dampak positif terhadap perkembangan ekonomi daerah. Jarak Kota Bukittinggi ke pusat pemerintahan provinsi maupun jarak kelurahan ke pusat pemerintahan kecamatan/kota relative dekat dan dapat dengan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota Bukittinggi Tahun 2013
11
mudah dicapai, hal ini menyebabkan tingkat kemiskinan di Kota Bukittinggi cukup rendah dan terdistribusi merata. Berdasarkan analisis di atas menunjukkan bahwa dimensi geografis harus lebih diperhatikan dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Selain itu, diperlukan juga kebijakan anti kemiskinan atau kebijakan pembangunan yang pro kemiskinan (pro poor growth) yang memperhatikan dimensi geografis, teknologi, dan kewirausahaan masyarakat. Jumlah penduduk Kota Bukittinggi tahun 2011 adalah 113.569 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar adalah 1,93 persen pertahun. Penduduk Kota Bukittinggi tersebar pada tiga kecamatan dimana penduduk yang paling banyak terdapat di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan sebanyak 40,56 persen. Tingginya tingkat penyebaran penduduk di kecamatan ini ditandai dengan banyaknya pembangunan perumahan baik yang dilakukan oleh perusahaan pengembang maupun oleh perorangan. Namun demikian Kecamatan Guguk Panjang masih menjadi Kecamatan dengan tingkat kepadatan paling tinggi yaitu 6.186 jiwa per Km 2, diikuti Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh sebanyak 4.039 jiwa per Km2 dan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan sebanyak 3.789 jiwa per Km2. Kepadatan penduduk ini terutama di Kecamatan Guguk Panjang sering menimbulkan permasalahan kemiskinan yang disebabkan semakin berkurangnya daya dukung lingkungan. Penduduk Kota Bukittinggi diantaranya juga terdapat beberapa warga Negara asing, seperti China, India dan Negara Asing lainnya. Tahun 2011 terdapat 17 jiwa warga Negara China, 4 jiwa warga Negara India dan 1 jiwa warga Asing lainnya. 2.2. Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Bukittinggi Nilai PDRB tahun 2011 atas dasar harga konstan tahun 2000 (adhk) tercatat sebesar 1.092,65 miliar rupiah, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya terdapat kenaikan yang cukup berarti. Pada 2010 nilai PDRB adhk adalah sebesar 1.028,92 miliar rupiah. Ini berarti terdapat kenaikan sebesar 6,19 persen pada tahun 2011 tersebut. Sektor yang paling tinggi memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kota Bukittinggi adalah Sektor Jasa-jasa, yakni sebesar 25,37 persen, kemudian Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, yaitu sebesar 22,90 persen serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 21,51 persen. Sementara Sektor yang paling kecil kontribusinya adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,00 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor unggulan di Kota Bukittinggi masih berpusat pada jasa, dan angkutan. Indek Berantai PDRB Kota Bukittinggi adhk, di tahun 2009 tercatat Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota Bukittinggi Tahun 2013
12
pertumbuhannya sebesar 5,51 persen, kemudian 2010 sebesar 6,12 persen dan 2011 naik menjadi 6,19 persen. Tahun 2011 ini Kantor Pelayanan Terpadu Pemerintahan Kota Bukittinggi mengeluarkan 634 SIUP, 456 diantaranya untuk sektor Perdagangan Besar, Eceran dan Hotel dan 39 SIUP untuk sektor Jasa Kemasyarakatan dan Perorangan, sementara sisanya untuk sektor perekonomian lainnya. Hal ini semakin mengokohkan statement Bukittinggi sebagai Kota Perdagangan dan Kota Wisata. Di Kota Bukittinggi terdapat 3 pasar yang cukup besar yaitu Pasar Atas, Pasar Bawah dan Pasar Simpang Aur. Dari ketiga pasar tersebut baik jumlah toko maupun petak los mengalami perubahan dari tahun 2010 ke 2011, secara keseluruhan petak toko berjumlah 3.092 toko, sedangkan petak los berjumlah 5.352 petak. Dalam hal penyaluran beras Dolog, tahun 2011 secara keseluruhan telah disalurkan sebanyak 812.125 Kg. Sedangkan yang khusus Beras Miskin (Raskin) dan Program Kompensasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKS-BBM) telah disalurkan sebanyak 721.575 Kg. Stok/persediaan akhir tahun selalu mengalami surplus, akhir tahun 2011 persediaan akhir tercatat sebanyak 1.157.044 kg, sementara untuk beras Raskin dan PKS-BBM persediaan tercatat sebanyak 3.220.689 kg. Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada tahun 2011 dari berbagai tingkatan jenjang pendidikan berjumlah 317 orang, angka ini menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 1.096 orang. Dari jumlah tersebut yang berhasil ditempatkan sebanyak 60 orang dengan rincian 40 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Menurunnya peranan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja juga hendaknya diimbangi oleh peningkatan pembangunan sektor lainnya. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah kegiatan ekonomi dan menunjang kesempatan kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketika pembangunan ekonomi lebih ditujukan untuk pemerataan pendapatan maka pertumbuhan ekonomi akan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Begitu pula, sebaliknya jika pembangunan lebih difokuskan untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Sektor mayoritas masyarakat miskin Kota Bukittinggi adalah yang bekerja pada bidang perdagangan dan jasa, kelompok ini berada ditengah wilayah administrative perkotaan dan banyak tersebar di Kecamatan Guguk Panjang dan Mandiangin Koto Selayan. Masyarakat miskin masih ada yang mengalami keterbatasan akses dalam upaya memperoleh dan memanfaatkan ruang berusaha, kekurangan modal berusaha, pelayanan air bersih dan sanitasi, Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota Bukittinggi Tahun 2013
13
layanan pendidikan dan kesehatan serta rasa aman dari tindak kekerasan. Banyak di antara masyarakat miskin yang menjadi pengangguran atau bekerja serabutan dan sebagian bermata pencarian sebagai buruh dan di sector informal yang tinggal di permukiman tidak sehat. Permasalahan tingginya harga barang kebutuhan dan gaya hidup yang ada di perkotaan juga menjadi permasalahan yang dihadapi sehari-hari oleh masyarakat miskin di kawasan jasa dan perdagangan tersebut. 2.3. Tingkat Inflasi Faktor ini mempengaruhi perkembangan Garis Kemiskinan dan beban pengeluaran masyarakat. Laju Inflasi di Kota Bukittinggi mencapai angka 5,07 pada tahun 2011, angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelum nya yaitu 8,75. Sementara itu garis kemiskinan Kota Bukittinggi pada tahun 2011 menunjukkan angka 308.569. Hal ini berarti setiap bulan nya penduduk harus mengeluarkan uang sebanyak 308.569 rupiah untuk memenuhi kebutuhan pokok nya. Angka ini merupkan angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain di Sumatera Barat, hal ini mengindikasikan beban pengeluaran masyarakat miskin di Kota Bukittinggi lebih tinggi dibanding wilayah lain di Sumatera Barat. Tingkat Inflasi yang relative cukup terkendali dan mengalami penurunan memberikan pengaruh positif terhadap stabilitas ekonomi Kota Bukittinggi. Dengan tingkat Inflasi yang cenderung stabil ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai dampak dari meningkatnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang cenderung stabil atau menurun dan bertambahnya investor yang tertarik menanamkan modal di Kota Bukittinggi sehingga lapanga kerja baru akan semakin bertambah di Kota Bukittinggi 2.4.
Administrasi Wilayah Tidak seperti pada daerah Kabupaten, pemerintahan desa diganti dengan pemerintahan
nagari, di Kota Bukittinggi tetap dengan system pemerintahan yaitu kelurahan. Sejak dibentuknya kecamatan dan kelurahan jumlahnya tidak mengalami perubahan. Tahun 2011 jumlah Rukun Tetangga di Kota Bukittinggi sebanyak 339 RT dan 106 RW. Dengan jumlah Rukun Tetangga terbanyak yaitu di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan sebanyak 138 RT dan 36 RW. Dengan keluarnya peraturan daerah pada tahun 2001, pemerintah daerah Kota Bukittinggi secara otonomi membawahi 65 Dinas/ Kantor/Unit Kerja dengan jumlah aparatur sebanyak 3.888 orang. Komposisi aparatur menurut tingkat pendidikan terdiri atas 3,73 persen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota Bukittinggi Tahun 2013
14
tamat SD, 2,44 persen tamat SLTP, 22,71 persen tamat SLTA, 22,53 persen tamat DI-DIII dan tamat S1 47,22 persen serta S2/S3 sebanyak 3,37 persen. Jumlah aparatur Pemda Kota Bukittinggi mengalami peningkatan sekitar 3,02 persen (bertambah 114 orang) dibandingkan dengan jumlah aparatur yang tercatat tahun 2010 yaitu dari 3.774 orang menjadi 3.888 orang pada tahun 2011. Peningkatan jumlah SDM tersebut sebagai akibat adanya penerimaan pegawai baru dan mutasi pegawai dari daerah lain. Pelayanan publik di Kota Bukittinggi berpusat pada Pemerintah Kota mengingat luas wilayah dan akses yang mudah terhadap berbagai tempat di Kota Bukittinggi, sehingga faktor ini relative tidak mempengaruhi aksesibilitas masyarakat miskin dalam memanfaatkan peluangpeluang ekonomi untuk menunjang kehidupannya.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota Bukittinggi Tahun 2013
15