BAB II KOMPETENSI SOSIAL DAN KOMUNIKASI SISWA
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Kompetensi Sosial 1. Pengertian Kompetensi Sosial Kompetensi sosial berasal dari dua kata yaitu kompetensi dan sosial. Kompetensi berarti kewenangan untuk menentukan / memutuskan sesuatu.1 Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.2 Sosial itu berkenaan dengan masyarakat, perlu adanya komunikasi.3 Secara harfiah kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan dengan memiliki kompetensi yang memadai seseorang, khususnya guru yang dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.4 Kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tenggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.5 Adapun kompetensi sosial meliputi kemampuan menyampaikan pendapat, kemampuan menerima kritik, saran, dan pendapat orang lain,
1
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 584. Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hlm 14. 3 Depdiknas, Op.Cit, hlm. 855. 4 Ngainun, Naim, Menjadi Guru Inspiratif Memberdayakan dan Mengubah Jalan Hidup Siswa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 56. 5 Masnur Muslich, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pedidik, (Jakarta: Bumi Aksara,2007), hlm. 12. 2
17
18
mudah bergaul dengan kalangan sejawat, karyawan dan peserta didik,serta toleran terhadap keragaman (pluralisme) di masyarakat.6 Dalam penjelasan UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,dan masyarakat sekitar.7 Dalam lampiran peraturan menteri pendidikan nasional nomor 16 tahun 2007 dijelaskan bahwa indikator kompetensi sosial guru SMP/MTS meliputi: a. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua c. Beradaptasi ditempat bertugas diseluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.8 Berdasarkan uraian diatas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator: a. Interaksi guru dengan siswa b. Interaksi guru dengan kepala sekolah
6
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 167. Lihat Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Pasal 10 ayat (1). 8 Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 7
19
c. Interaksi guru dengan rekan kerja d. Interaksi guru dengan orang tua siswa e. Interaksi guru dengan masyarakat.9 2. Ruang Lingkup Kompetensi Sosial Guru 1) Pentingnya kompetensi sosial Guru dalam menjalani kehidupannya seringkali menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Menurut Abduhzen yang dikutip E. Mulyasa dalam bukunya yang berjudul Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru bahwa Al-Ghazali menempatkan profesi guru pada posisi tertinggi dan termulia dalam berbagai tingkat pekerjaan masyarakat. Guru dalam pandangan AlGhazali mengemban dua misi sekaligus, yaitu tugas keagamaan, ketika guru melakukan kebaikan dengan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada manusia sebagai makhluk termulia dimuka bumi ini. Sedangkan yang termulia dari tubuh manusia adalah hatinya. Guru bekerja menyempurnakan, membersihkan, menyucikan dan membawakan hati itu mendekati Allah Azza wa Jalla. Kedua, tugas sosiopolitik (kekhalifahan), dimana guru membangun, memimpin dan menjadi teladan, yang menegakkan keteraturan, kerukunan dan menjamin keberlangsungan masyarakat, yang keduanya berujung pada kebahagiaan akhirat. Oleh
9
Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru Konsep Dasar, Problematika dan Implementasinya, (Jakarta: Indeks , 2011), hlm. 61.
20
karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.10 Untuk dapat melaksanakan tanggung jawab, guru harus turut serta mensukseskan pembangunan dalam masyarakat, kompeten melaksanakan gotong royong di desanya, mampu bertindak dan memberikan bantuan kepada orang yang miskin, pandai bergaul dengan masyarakat sekitarnya dan sebagainya.11 Sebagai individu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan bisa lebih berat dibanding profesi lainnya. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa: “guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk melaksanakan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan tempat tinggal.12 a. Bersikap inklusif, Bertindak Objektif, dan Tidak Diskriminatif Bersikap inklusif artinya bersikap terbuka terhadap berbagai perbedaan yang dimiliki oleh orang lain dalam berinteraksi. Guru dalam
10
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 174. 11 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 41-42. 12 E. Mulyasa, Op.Cit, hlm. 175.
21
berinteraksi dengan siswa atau sesama guru juga berhadapan dengan realitas ini. Siswa memiliki latar belakang yang berbeda-beda dari segi jenis kelamin, agama, suku, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan selera, minat, preferensi juga dapat membawa situasi konflik yang potensial. Situasi semacam ini memiliki potensi konflik tertentu baik laten maupun nyata. Guru profesional adalah guru yang bisa berinteraksi dan bergaul dengan siswa atau rekan sejawat, atau bahkan anggota masyarakat yang berbeda latar belakang semacam ini,serta menurut kamampuan untuk bisa mengelola konflik.13 Dalam latar pembelajaran, berhadapan dengan siswa yang memiliki keraguan semacam ini guru harus mampu mengelola kelas dengan baik. Ia harus bisa menempatkan dirinya di tengah perbedaan-perbedaan itu. Dengan bertindak demikian, maka guru telah melaksanakan amanat dari deklarasi dunia tentang pendidikan untuk semua (Education For All) yang dicanangkan di Jomtien Thailand, tahun 1990 yang lalu. Salah satu butir deklarasi menyatakan bahwa pendidikan harus dapat dinikmati oleh semua orang tanpa memandang usia, latar belakang ras,agama dan sebagainya dengan itu guru bertindak non diskriminatif karena ia tidak mebedabedakan peserta didik berdasarkan latar belakang mereka.14 Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat ataupun masyarakat sebagai pemangku kepentingan dalam pendidikan, guru juga harus menempatkan diri dalam situasi yang mungkin penuh dengan keragaman latar belakang. 13 14
Marcelus R. Payong, Op.Cit, hlm. 60. Ibid., hlm. 62.
22
Guru juga dituntut untuk bertindak objektif baik dalam memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa, maupun dalam memberikan pandangan-pandangan atau pendapat terhadap suatu persoalan tertentu. Meskipun dalam hal tertentu pandangan atau sikap guru terpaksa berpihak, namun keperpihakan guru harus dilandasi oleh kebenaran ilmiah, rasional dan etis, diatas sikap objektif guru ini terdapat penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan.15 Sikap objektif guru tidak boleh dikalahkan oleh desakan pragmatis atau tuntutan kepentingan sesaat. Banyak guru menjadi tidak objektif dan tidak kritis terhadap persoalan tertentu.16 b. Berkomunikasi Secara Efektif, Empatik, dan Santun Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial guru memegang peranan yang sangat penting, karena sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu juga memiliki kemampuan untuk bebaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan.17 Berkomunikasi
secara
empatik
berarti
komunikasi
yang
memungkinkan komunikator dapat merasakan apa yang dirasakan oleh
15
Ibid., hlm. 63. Ibid., hlm. 63. 17 E Mulyasa,Op.Cit, hlm. 176. 16
23
penerima pesan. Istilah empati sendiri berasal dari bahasa Jerman einfuhlungyang berarti merasakan apa yang seorang itu rasakan, mengalami apa yang orang itu alami, atau melihat dari sudut pandang itu tetapi tanpa kehilangan identitas atau jati diri sendiri. Guru dapat berkomunikasi secara empatik dengan orang lain apabila ia dapat menyelami dan berusaha untuk merasakan, apa yang dirasakan oleh orang lain. 18 Komunikasi juga harus dilakukan secara santun, artinya harus disesuaikan dengan kebiasaan, adat istiadat, atau kebudayaan setempat.19 c. Beradaptasi di Tempat Tugas di Seluruh Wilayah RI Guru Indonesia telah disiapkan untuk mampu bekerja diseluruh wilayah Indonesia. Ia telah disiapkan sebagai abdi masyarakat dimana saja diseluruh wilayah Indonesia. Karena itu harus memiliki cultural intelligence (IG). Yakni kemana pun untuk beradaptasi dengan kondisi budaya
yang
beraneka
ragam
diseluruh
Indonesia.
Kemampuan
beradaptasi ini antara lain ditunjukkan dengan kemampuan untuk menempatkan diri sebagai warga masyarakat dimana ia bekerja, kemampuan untuk memahami dan menggunakan bahasa setempat sebagai bahasa pergaulan, dan kemampuan untuk menghargai keunikan, kekhasan dan nilai-nilai budaya dan adat istiadat dari masyarakat setempat.20
18
Marcelus R. Payong, Op.Cit, hlm. 64. Ibid., hlm. 64. 20 Ibid, hlm. 65. 19
24
d. Berkomunikasi dengan Komunitas Profesi Sendiri dan Profesi Lain Kemampuan komunikasi guru tidak hanya sebatas berkomunikasi dalam konteks pembelajaran yang melibatkan interaksi guru siswa, tetapi juga kemampuan untuk bisa berkomunikasi secara ilmiah dengan komunitas seprofesi maupun komunitas profesi lain dengan menggunakan berbagai macam media dan forum. Berkaitan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi dan Birokrasi (Menpan KB) No. 16/2009 tentang jabatan fungsi guru dan angka kreditnya tentang penilaian angka kredit pada pasal 11 menyatakan bahwa salah satu sub unsur yang dapat dinilai terkait dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal, atau juga publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan dan pedoman guru.21 Melalui komunikasi semacam ini guru dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat melalui media seperti majalah,surat kabar, bahkan melalui website-website gratis yang sekarang banyak tersedia di dunia maya.22 Komunikasi dengan sejawat seprofesi maupun profesi lain, juga dapat dilakukan melalui penyajian hasil penelitian atau pemikiran dalam forumforum ilmiah seperti seminar, lokakarya, panel dan lain sebagainya pada berbagai level (loka, nasional, maupun internasional).23
21
Ibid., hlm. 65. Ibid., hlm. 65. 23 Ibid., hlm. 66. 22
25
Jenis-jenis kompetensi sosial yang harus dimiliki guru menurut Cece Wijaya (1994) adalah sebagai berikut: 1) Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik. Keterampilan berkomunikasi dengan orang tua peserta didik melalui bahasa lisan maupun tertulis, sangat diperlukan oleh guru. Guru dalam hal ini menciptakan suasana kehidupan sekolah, menciptakan hubungan baik dengan orang tua sehingga terjalin pertukaran informasi timbal balik untuk kepentingan peserta didik dan senantiasa menerima dengan lapang dada setiap kritik membangun yang disampaikan orang tua terhadap sekolahnya. 2) Bersikap simpatik Mengingat peserta didik dan orang tuanya berasal dari latar belakang pendidikan dan sosial ekonomi keluarga yang berbeda, guru dituntut untuk mampu menghadapinya secara individual dan ramah. Ia diharapkan dapat menghayati perasaan peserta didik dan orang tua yang dihadapinya sehingga dapat berhubungan dengan mereka secara luwes.24 Sebagian guru kadang-kadang menyembunyikan sikap/perasaan terhadap siswa yang mengganggu keefektifan pengajaran, sangat suka/sangat tidak suka terhadap siswa tertentu, bisa terhadap etnis tertentu, harapan yang tinggi terhadap siswa yang lambat belajar
24
Djamin Satori, Profesi Keguruan, (Jakarta: Universitas Terbuka,2008), hlm. 214.
26
karena latar belakang kemiskinan, dan bisa terhadap tingkah laku siswa tertentu yang bertingkah laku baik, semua ini dapat mengurangi pengajaran yang efektif. Kesadaran diri guru akan sikap yang baik terhadap siswa adalah perlu, karena guru akan mempunyai empati dan menilai siswa mereka sebagai individu yang unik, mereka akan menjadi guru yang efektif dan memperoleh kepuasan dalam pengajaran mereka.25 3) Dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah Guru harus dapat menampilkan dirinya sedemikian rupa, sehingga kehadirannya diterima masyarakat. Dengan cara demikian, ia akan mampu bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah baik di dalam maupun diluar kelas.26 4) Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan semitra pendidikan Guru tidak diisolasi di kelas, mereka berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman-teman sejawat dan para karyawan.27 Guru diharapkan dapat menjadi tempat mengadu oleh sesama kawan sekerja dan orang tua peserta didik, dapat diajak berbicara mengenai berbagai kesulitan yang dihadapi guru lain atau orang tua berkenaan dengan anaknya,baik dibidang akademis maupun sosial. Sebagai
ilustrasi
kehidupan
disekolah
merupakan
gambaran
kehidupan dimasyarakat yang penuh dinamika. Oleh karena itu, guru-
25
Sri Esti Wuryani, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), hlm. 21. Djamin Satori, Op.Cit, hlm. 214. 27 Sri Esti Wuryani, Op.Cit, hlm. 22. 26
27
guru dan murid-murid yang ada didalamnya memiliki sifat yang berbeda, ada yang pendiam, pemalu, pemarah, penakut, agresif, dan sebagainya. Untuk itu terutama guru-guru harus mampu menjalin hubungan yang harmonis diantara mereka sendiri dan tidak segan untuk saling berbagi pengalaman sehingga merupakan satu kasatuan yang utuh dalam membina pendidikan disekolah. 5) Memahami dunia sekitarnya (lingkungan) Sekolah ada dan hidup dalam suatu masyarakat,masyarakat yang ada disekitar sekolah selalu mempengaruhi perkembangan pendidikan di sekolah, karena itu guru wajib mengenal dan menghayati dunia sekitar sekolah, minimal masyarakat kelurahan/desa dan kecamatan di mana sekolah dan guru berada. Untuk lebih memahami dunia sekitarnya, guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya dalam berbagi aktivitas dan mengusahakan terciptanya kerjasama yang sebaik-baiknya antara sekolah,orang tua dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua peserta didik dan masyarakat.28 Dari beberapa uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa tugas sosial guru tidak hanya berhenti disekolah saja. Membangun komunikasi yang baik dengan pihak-pihak yang terkait dengan sekolah seperti orang tua/wali murid, bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah,
28
Djamnin Satori, Op,Cit, hlm. 214.
28
serta bergaul dengan masyarakat sekitar akan menciptakan situasi yang kondusif dimanapun guru berada. Dengan adanya kerjasama dari beberapa pihak,
akan
mampu
menghasilkan
kesadaran
bahwa
pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah, orang tua/wali, serta masyarakat. A. Komunikasi siswa 1. Pentingnya Komunikasi dengan Siswa Berkomunikasi dengan siswa sangatlah penting bagi guru baik dalam proses pembelajaran maupun diluar itu. Dengan berkomunikasi, guru dapat menyampaikan pesan berupa informasi, gagasan, arahan, harapan dan suatu penjelasan materi pembelajaran kepada siswa. Melalui komunikasi, guru dapat memotivasi dan menggerakkan siswa untuk giat belajar, serta menjalin hubungan yang erat dengan para siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu berkomunikasi secara baik dan efektif dengan siswa.29 Dengan komunikasi yang baik dengan siswa, guru dapat mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi siswa. Dengan komunikasi yang baik guru dapat mempengaruhi sikap atau tingkah laku siswa ke arah yang diharapkan, membujuk siswa agar dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya, serta menghibur siswa agar terhindar dari rasa bosan dan pikiran yang penat.30
29
Dirman dan Cicih Juarsih, Komunikasi Dengan Peserta didik (Jakarta: PT. Rineka Cipta),
hlm. 1. 30
Ibid., hlm. 2.
29
2. Pengertian Komunikasi Secara etimologis komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu cum, sebuah kata depan yang artinya „dengan‟, atau „bersama dengan‟, dan kata umus, sebuah kata bilangan yang berarti „satu‟. Dua kata tersebut membentuk kata benda communio, yang dalam bahasa inggris disebut communion,
yang
mempunyai
makna
„kebersamaan,
persatuan,
persekutuan, gabungan, pergaulan atau hubungan‟. Karena untuk bercommunio diperlukan adanya usaha dan kerja, maka kata communio dibuat kata kerja comminicare yang berarti „membagi sesuatu dengan seseorang, tukar menukar, membicarakan sesuatu dengan orang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, atau berteman‟. Dengan demikian, komunikasi mempunyai makna „pemberitahuan,
pembicaraan,
percakapan,
pertukaran
pikiran
atau
hubungan‟.31 Dari pengertian ini jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Komunikasi dalam
konteks
ini
komunikasi
atau
disebut
juga
komunikasi
kemasyarakatan. Kecuali komunikasi transendental, maka tanpa masyarakat, komunikasi tidak dapat berlangsung. Meski dia adalah manusia, tetapi bila hidup seorang diri, tidak bermasyarakat, maka tidak ada komunikasi, karena dia tidak berbicara dengan siapa pun.32
31
Ibid., hlm. 5. Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2000), Cet II, hlm. 5. 32
30
Dalam pengertian pragmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu, ada yang dilakukan secara lisan, tatap muka, atau via media massa maupun media non massa, misalnya surat, telepon, dan sebagainya. Jadi, komunikasi dalam pengertian pragmatis bersifat intensinal atau mengandung tujuan tertentu, yang diawali dengan suatu perencanaan. Entah komunikasi itu dengan maksud untuk memberi tahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain. Jadi, dalam perspektif pragmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui media.33 Jika ditinjau dari segi penyampaian pesan, komunikasi pragmatis bersifat informatif dan persuasif. Komunikasi persuasif lebih sulit daripada komunikasi informatif, karena dengan pengandalan komunikasi persuasif tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain dalam berbagai kesempatan dan tempat tertentu, entah dalam keluarga, di sekolah atau di masyarakat.34 3.
Komponen Komunikasi Berdasarkan pengertian komunikasi diatas, jika dilakukan analisis
dengan cermat, ditemukanlah sejumlah komponen komunikasi yang menjadi unsur-unsur utama untuk terjadinya proses komunikasi. Unsur-
33
A. Supratiknya, Komunikasi Antar Pribadi, Tinjauan Psikologis, (Yogyakarta: Kanisisus, 2003), Cet. VIII, hlm. 32. 34 Ibid., hlm 33.
31
unsur tersebut adalah komunikator sebagai pengirim pesan, pesan yang disampaikan, dan komunikan sebagai penerima pesan dari si pengirim. Dalam kegiatan perkomunikasian. Ketiga komponen itulah yang berinteraksi. Ketika suatu pesan disampaikan oleh komunikator dengan perantara media kepada komunikan, maka komunikator memfokuskan pesan yang akan disampaikannya dalam bentuk kode tertentu, yang sedapat mungkin dapat ditafsirkan oleh komunikan dengan baik. Berhasil tidaknya komunikasi atau tercapai tidaknya tujuan komunikasi tergantung dari ketiga komponen tersebut. Dilihat dari prosesnya, komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan isyarat, gerak-gerik, gambar, lambang, mimik muka, dan lain sebagaunya.35 4. Hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam berkomunikasi dengan siswa. a. Respect Seorang pendidik/guru harus menghargai setiap peserta didik yang dihadapinya. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum pertama dalam berkomunikasi dengan orang lain. Meskipun guru harus mengkritik atau memarahi peserta didik, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaan peserta didk itu. Jika guru membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan
35
Saiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang tua dan Komunikasi Dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 15-16.
32
menghormati, guru dapat membangun kerja sama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektivitas pembelajaran.36 Menurut Dale Carnegie dalam bukunya “How to Win Friends and Influence People”, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalamberurusan dengan manusia adalah memberikan penghargaan yang jujur dan tulus.37 Berdasarkan hal di atas maka berikanlah sebuah penghargaan atau kepedulian yang tulus kepada setiap siswa atas apa yang dilakukannya dalam pembelajaran. Siswa dapat membedakan antara perlakuan yang tulus dan tidak tulus.38 b. Empathy Empathy adalah kemampuan menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi orang lain. Dalam komunikasi dengan peserta didik pada proses pembelajaran ataupun dluar pembelajaran, guru oerlu memahami dan mengerti keberadaan perilaku, dan keinginan peserta didiknya. Rasa empati yang diberikan guru ini akan menimbulkan respek atau penghargaan dari para peserta didik, dan rasa respek itu akan membangun
kepercayaan
yang
merupakan
unsur
utama
dalam
membangun kondusivitas pembelajaran. Dengan demikian, sebelum membangun komunikasi atau mengirimkan pesan pembelajaran kepada peserta didik, guru perlu mengerti dan memahami situasi dan kondisi para
36
Dirman dan Cicih Juarsih, Op.Cit, hlm. 32-33. Ibid., hlm. 32-33. 38 Ibid., hlm. 34. 37
33
peserta didiknya agar pesan ajar dapat disampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari peserta didik.39 c. Audible Audible artinya dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Pesan yang akan disampaikan oleh guru dalam komunikasi baik pembelajaran maupun diluar itu harus audible. Yakni harus didengar, dimengerti dan diterima drnegan baik oleh para peserta didik. Oleh karena itu dalam penyampaian guru harus menggunakan bahasa yang dapat dimengerti dan diterima oleh peserta didik.40 d. Clarity Clarity berarti kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam komunikasin dengan peserta didik guru harus menyampaikan pesan dengan jelas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda atau ambigu pada siswa.41 e. Humble Dalam komunikasi dengan peserta didik, guru perlu menghargai, mau mendengar, menerima kritik, tidak sombong dan tidak memandang
39
Ibid., hlm. 34. Ibid., hlm. 34-35. 41 Ibid., hlm. 35. 40
34
rendah peserta didik. Dengan demikian,komunikasi guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif.42 5. Tujuan Komunikasi Komunikasi bertujuan memberikan informasi, menolong orang lain, memberikan nasihat kepada orang lain, ataupun berusaha memotivasi orang lain dalam mencapai tujuan. Menyelesaikan masalah dan membuat keputusan, karena semakin tinggi kedudukan/status seseorang maka semakin penting meminta orang lain untuk keahlian teknis sehingga dalam menyelesaikan
masalah/membuat
keputusan
tersebut
harus
ada
komunikasi untuk meminta data sebagai bahan pertimbangan.43 Pendapat lain dikemukakan oleh Effendy (2005:) dalam bukunya Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi mengemukakan tujuan komunikasi yaitu: a) Mengubah sikap (to change the attitude) b) Mengubah opini (to change the opinion) c) Mengubah perilaku (to change the behavior) d) Mengubah masyarakat (to change the society).44
42
Ibid, hlm. 35. Ibid., hlm. 13. 44 Ibid., hlm. 14. 43