BAB II KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUTOMATIC NARRATED ANIMATION (ANA) DAN TEACHER NARRATED ANIMATION (TNA) PADA KONSEP SISTEM EKSKRESI
A. Keterampilan Proses Sains 1.
Klasifikasi Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains (Science Process Skill) dapat diartikan sebagai satu
set keterampilan yang dapat ditransfer dan menggambarkan kebiasaan seorang peneliti
(Scientist)
(Padila,
1990:1).
Istilah
keterampilan
proses
sains
dipopulerkan melalui proyek kurikulum Science-A Process Approach (SAPA) oleh Commision on Science Education of American Association for Advancement of Science (AAAS) pada tahun 1965 (Lumbantobing, 2004; Kumari & Rao, 2008). SAPA mengelompokkan keterampilan proses sains menjadi dua kelompok yaitu keterampilan proses sains dasar (Basic Science Process Skill) dan keterampilan proses terintegrasi (Integrated Science process Skill) (Padila, 1990). Namun, beranjak dari hal ini, terdapat perberbedaan jenis pengelompokan yang berkembang sekarang ini. SAPA (dalam Padila 1990:1) merumuskan 12 keterampilan proses sains, yang kemudian dispesifikasikan lagi menjadi enam keterampilan dasar dan enam keterampilan terintegrasi. Sedangkan dalam perkembangannya kemudian, SAPA (dalam Lumbantobing 2003:36) merumuskan
11
12
14 keterampilan proses sains yang meliputi delapan keterampilan proses dasar dan enam keterampilan proses sains terintegrasi. Selain itu, Longfield (1999:1) mengelompokkan keterampilan proses sains menjadi tiga kelompok, yaitu basic, intermediet dan advance. Sedangkan beberapa contoh yang lain seperti Rustaman, et al. (2005) dan Mechling et al. (1985) tidak mengelompokkan jenis-jenis keterampilan proses sains secara lebih spesifik. Berbagai perbedaan yang ditemukan dalam pengelompokkan keterampilan proses sains dapat terjadi dikarenakan adanya perbedaan standar pendidikan sains lokal, daerah ataupun nasional (Ash, 2000:53).
2.
Jenis dan Indikator Keterampilan Proses Sains Berikut ini adalah jenis klasifikasi keterampilan proses sains serta
indikatornya dari Rustaman, et al. (2005:86-87) yang dirumuskan dalam tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1. Jenis dan Indikator Keterampilan Proses Sains No 1
Jenis Keterampilan Mengobservasi
2
Mengelompokkan
3
Menafsirkan hasil pengamatan
4
Memperkirakan
5
Berkomunikasi
Indikator Kompetensi a. b.
Menggunakan sebanyak mungkin indera Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan
Mencatat setiap pengamatan secara terpisah Mencari perbedaan secara terpisah Mengontraskan ciri-ciri Membandingkan berbagai jenis objek Mencari dasar pengelompokan atau penggolongan Menghubungkan hasil-hasil pengamatan Menghubungkan hasil-hasil pengamatan Menemukan pola dalam suatu seri pemngamatan Menyimpulkan a. Menggunakan pola-pola hasil pengamatan b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi a. Mengubah bentuk penyajian b. Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik, tabel atau diagram a. b. c. d. e. f. a. b. c.
13
No
Jenis Keterampilan c. d. e. f. a.
6
Berhipotesis
7
Merencanakan percobaan
8
Menerapkan konsep atau prinsip
9
Mengajukan pertanyaan
b.
a. b. c. d. a. b. a. b.
Indikator Kompetensi Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian Membaca grafik atau tabel atau diagram Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau peristiwa Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah Menentukan alat/bahan/sumber yang digunakan Menentukan variabel/faktor penentu Menentukan objek yang diukur, diamati dan dicatat Menentukan langkah kerja Menjelaskan peristiwa baru misalnya banjir dengan konsep yang telah dimiliki Menerapkan konsep dalam situasi baru Bertanya apa, bagaimana dan mengapa Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati (Sumber : Rustaman, et al., 2005: 86-87)
3.
Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Pembelajaran keterampilan proses sains memiliki banyak aspek yang dapat
dikaji. Aspek-aspek tersebut dapat berupa hubungan keterampilan proses sains dengan aspek hasil belajar lainnya (dalam hal ini akan dijabarkan hubungan antara keterampilan proses sains dengan kemampuan berpikir operasional formal), prinsip dan metode serta peran guru dalam pembelajaran keterampilan proses sains. Penjelasan lebih rinci mengenai tinjauan aspek-aspek tersebut dijabarkan berikut ini:
14
1) Hubungan Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Berpikir Operasional Formal Berkenaan dengan pembelajaran keterampilan proses sains, diketahui bahwa terdapat hubungan ynag kuat antara penguasaan keterampilan proses sains dengan keterampilan berpikir formal siswa dengan koefisien korelasi yang tinggi (Padila, et al., 1982; Matheis, et al., 1986). Di sisi lain, ditemukan juga hubungan yang kuat antara kemampuan berpikir operasional formal dengan penguasaan konsep siswa (Talisayon, 2007; Tobin, 1989 Piaget (dalam Padilla, 1982a:88) mendefinisikan kemampuan berpikir operasional formal sebagai beberapa kemampuan berpikir abstrak yang terdiri dari operasi-operasi formal. Lebih lanjut, Flavell (dalam Dahar, 1996:155-156) secara lebih spesifik mengungkapkan tiga karakteristik berpikir operasional formal. Ketiga karakteristik tersebut meliputi kemampuan berpikir hipotesis-deduktif, proporsional, kombinatorial dan refleksif. Penjabaran lebih lanjut mengenai hal ini dikemukakan berikut ini: a)
Kemampuan berpikir hipotesis-deduktif, yaitu kemampuan berpikir yang berhubungan dengan penemuan alternatif penjelasan atau hipotesis dalam menanggapi sebuah masalah dan melakukan peninjauan data setiap hipotesis untuk membuat keputusan yang layak.
b) Kemampuan berpikir proporsional, yaitu kemampuan berpikir yang berhubungan dengan kemampuan berpikir yang tidak dibatasi benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang konkret.
15
c)
Kemampuan berpikir kombinatorial, yaitu kemampuan berpikir yang berhubungan dengan kemampuan mengombinasikan benda-benda, gagasangagasan atau preposisi-preposisi yang mungkin.
d) Kemampuan berpikir refleksif, yaitu kemampuan berpikir mengenai satu seri operasional formal yang telah dilakukannya. Hal ini dapat disampaikan dengan kata lain bahwa siswa berpikir mengenai proses “berpikirnya”. Hal yang sangat penting dalam memahami hubungan antara keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir operasional formal adalah adanya kesamaan yang persis diantara keterampilan proses sains dan beberapa kemampuan berpikir logis
Piaget.
Kesamaan
yang
dimaksud
adalah
mengidentifikasi
dan
mengendalikan variabel, berhipotesis, mengaplikasikan penalaran proporsional, mengelompokkan, mendeskripsikan hubungan dan lain-lain (Padilla, 1982b:15). Kesimpulan secara sederhana dari hubungan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir formal ini adalah siswa yang sudah dapat berpikir secara operasional formal akan melakukan pengumpulan dan pengujian informasi untuk memahami sebuah fenomena yang terjadi. Hal ini secara persis merupakan kegiatan yang terangkum dalam keterampilan proses sains, yaitu melakukan kegiatan penyelidikan (Padila, 1982a: 88).
2) Metode dan Peran Guru dalam Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Radford et al. (2002:3) mengungkapkan tiga kondisi yang harus dipenuhi sebuah pembelajaran agar siswa dapat mengalami proses pembelajaran keterampilan proses sains. Kondisi tersebut meliputi: a) pemahaman mengenai
16
keterampilan proses sains serta pentingnya dalam pembelajaran oleh guru; b) siswa harus diberikan kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan proses sains yang dimilikinya; c) adanya kegiatan evaluasi mengenai perkembangan keterampilan proses sains yang dimiliki oleh siswa. Prinsip-prinsip pembelajaran yang dikemukakan diatas pada praktiknya dapat dimplementasikan dalam berbagai jenis metode ataupun strategi pembelajaran yang sekarang banyak juga dianggap menjadi cara terbaik dalam membelajarkan keterampilan proses sains. Beberapa metode atau kegiatan pembelajaran yang dianggap cocok untuk mengembangkan keterampilan proses sains adalah dengan kegiatan pemecahan masalah (Keil, et al., 2009), menilai sebuah produk sains (Chiapetta, 1997), belajar hands–on (Ramkumar & Panigrahi, 2002), review literatur (Strawitz, 1993). Berkenaan dengan aspek peran guru dalam kegiatan pembelajaran keterampilan proses sains, Norman (1989) menyimpulkan salah satu poin yang menjelaskan pentingnya peran guru dalam proses pembelajaran keterampilan proses sains, yaitu guru dapat memberikan gain yang signifikan bagi penguasaan keterampilan proses sains siswa. Ditinjau dari sumber lain, Harleen (dalam Rustaman, et al., 2005) juga mengindikasikan hal yang sama dengan mengungkapkan adanya peran guru dalam pembelajaran keterampilan proses sains. Peran guru tersebut dikelompokkan menjadi peran umum dan peran khusus. Lebih dalam mengenai hal ini, berikut dijabarkan peran umum guru dalam pembelajaran keterampilan proses sains yang meliputi:
17
a)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan proses dalam melakukan eksplorasi materi dan fenomena.
b) Memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil atapun kelas. c)
Mendengarkan
pembicaraan
dan
mempelajari
produk
siswa
untuk
menemukan proses yang diperlukan untuk membentuk gagasan siswa tersebut. d) Mendorong siswa untuk mengulas secara kritis terutama tentang kegiatan yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran. e)
Memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan keterampilan proses sains yang dimiliki oleh siswa.
b. Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Secara Khusus (Spesifik) Pembelajaran keterampilan proses spesifik atau yang hanya terfokus pada jenis keterampilan tertentu ditemukan sangat beragam (Aldous, 2005:33). Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas masing-masing jenis pembelajaran keterampilan proses sains tertentu yang ditinjau dari berbagai aspek, seperti tugas guru, karakteristik jenis keterampilan, serta berbagai penelitian yang relevan:
1) Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Mengobservasi Pengembangan keterampilan proses sains mengobservasi lebih banyak ditekankan pada kegiatan eksplorasi. Dalam kegiatan ini, Harleen (dalam Rustaman, et al., 2005:83) menjabarkan kegiatan ini dengan bentuk kegiatan observasi berbagai jenis objek oleh siswa baik di dalam maupun di luar kelas.
18
Selain itu siswa juga dibekali lembar pengamatan yang sudah dirancang dengan memberikan kriteria aspek-aspek penting yang harus diamati siswa. Observasi yang dilakukan seharusnya melibatkan sebanyak mungkin indera (Rustaman, et al., 2005; Oguz1 & Yurumezoglu, 2007). Hal ini berarti, proses pembelajaran yang dilakukan seharusnya melibatkan objek yang nyata. Sejalan dengan hal ini, Greene (dalam Aldous, 2005:30) juga menganjurkan untuk menggunakan spesimen asli amfibi dan reptil untuk mengembangkan keterampilan proses sains mengobservasi siswa.
2) Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Mengelompokkan Dalam kegiatan pembelajaran keterampilan proses sains mengelompokkan, guru bisa melakukannya dengan mempersiapkan berbagai jenis objek untuk diamati oleh siswa dan kemudian meminta siswa untuk menemukan persamaan dan perbedaan untuk kemudian dapat menemukan kriteria yang tepat untuk mengelompokkan kedua jenis benda tersebut. Sejalan dengan hal ini, Tokara (dalam Ango, 2002:19) mengungkapkan bahwa siswa harus diminta untuk mengurutkan dan mengartikan berbagai objek yang ditemukan disekitarnya. Lebih lanjut lagi, Harleen (dalam Rustaman, et al., 2005) mengungkapkan siswa harus diberikan kesempatan untuk mempelajari teknik pengelompokkan seperti penentuan dasar klasifikasi, pembuatan matriks klasifikasi serta kegiatan pembelajaran pengelompokkan bertingkat. Hal ini berarti selain kegiatan langsung mengelompokkan yang bisa dilakukan, kegiatan pembelajaran keterampilan proses nsains ini juga harus memberikan bekal kepada siswa agar bisa mudah dalam menemukan dasar pengelompokkan atau hal lainnya yang berhubungan.
19
3) Pembelajaran
Keterampilan
Proses
Sains
Menafsirkan
Hasil
Pengamatan Dalam kegiatan pembelajaran keterampilan proses sains menafsirkan hasil pengamatan, Harleen (dalam Rustaman, et al., 2005) mengungkapkan bahwa guru dapat menampilkan sejumlah data dalam tabel dan kemudian membimbing siswa untuk menemukan pola tertentu yang dapat diamati. Lebih lanjut lagi, keterampilan proses sains menafsirkan hasil pengamatan sangat erat kaitannya dengan bagaimana keterampilan proses observasi yang dimiliki sebelumnya (Ash, 2000:57). Hal ini dikarenakan informasi yang diperoleh siswa dari sebuah observasi memerlukan sebuah analisis dan interpretasi lebih lanjut agar dapat bermanfaat dalam pengaplikasiannya kemudian (Ango, 2002:26) dan proses menafsirkan hasil pengamatan merupakan langkah pertama yang dilakukan.
4) Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Memperkirakan Kegiatan pembelajaran keterampilan proses sains memperkirakan sangat ditentukan oleh penguasaan keterampilan menafsirkan hasil pengamatan. Setelah pola dari sebuah data ditemukan, pada kondisi berikutnya seperti yang diungkapkan oleh Harleen (dalam Rustaman, et al., 2005), siswa dapat dibimbing untuk memahami prinsip-prinsip fenomena serta memperkirakan kemungkinan yang terjadi jika dalam kondisi yang berbeda. Keterampilan proses sains memperkirakan siswa erat kaitannya dengan pengalaman siswa sebelumnya. Siswa akan mudah melakukan proses prediksi, jika siswa sudah tahu atau familiar dengan objek atau fenomena tertentu. Selain itu, siswa juga dapat mempunyai sebuah model kognitif yang berhubungan dengan teknik atau metode tertentu
20
yang berkaitan dengan objek atau fenomena tersebut di dalam proses pembelajaran (Bentley, et al., 2007).
5) Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Berkomunikasi Keterampilan proses sains berkomunikasi dapat dikembangkan dengan memberikan
sejumlah
grafik,
bagan,
kepada
siswa
dan
kemudian
mengarahkannya untuk dibaca dan diinterpretasi. Dalam hal ini, Harleen (dalam Rustaman, et al., 2005) juga mengungkapkan guru dapat memberikan penjelasan mengenai bagaimana membuat grafik dan bagan yang baik, mengubahnya menjadi bentuk bagan atau grafik. Prinsip lain yang harus difahami siswa juga adalah mengenai kesesuaian jenis grafik tertentu dengan jenis keadaan data yang ingin ditampilkan. Sejalan dengan hal ini, Padilla & MicKenzie (1982:95) juga mengungkapkan salah satu cara untuk mengatasi kesulitan siswa dalam membuat bagan atau diagram adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan banyak latihan membuat grafik berdasarkan berbagai data yang bisa berasal dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan atau dari sumber yang lainnya. Lebih lanjut, beberapa aspek lain yang harus dikuasai siswa untuk menguasai keterampilan proses sains berkomunikasi adalah kemampuan berbicara (orasi ilmiah), menulis, membuat gambar, formulasi matematika, menyusun tabel dan lain-lain (Ango, 2005:17). Keterampilan proses sains berkomunikasi ini erat kaitannya dengan kemampuan berhipotesis dan merencanakan percobaan. Hal ini dikarenakan aspek penting yang ada dalam ketiga keterampilan ini berhubungan dengan kegiatan menyusun, memanipulasi, dan manginterpretasi variabel-variabel penelitian.
21
6) Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Berhipotesis Kegiatan pembelajaran keterampilan proses sains berhipotesis erat kaitannya dengan keterampilan proses sains menafsirkan pengamatan dan memperkirakan. Selain itu, jenis keterampilan proses sains ini juga berkaitan erat dengan pengetahuan awal siswa. Dalam hal ini, siswa harus dapat merubah bentuk dugaan yang ditemukannya ke dalam bentuk penyatanaan hipotesis yang tepat dengan isi hubungan variabel yang benar. Lebih jauh lagi, disebutkan bahwa keterampilan ini juga merupakan dasar pengembangan untuk keterampilan proses sains menerapkan prinsip atau konsep (Rustaman, et al., 2005:84). Hal penting yang harus dipahami oleh guru dan difahamkan kepada siswa adalah hipotesis tersebut harus bernilai benar (Rustaman, et al., 2005:84). Hal ini berarti, sebelum merumuskan sebuah hipotesis siswa harus melakukan sebuah pengajian, yang bisa berbentuk kegiatan observasi, klasifikasi, dan interpretasi data mengenai sebuah fenomena yang berhubungan dengan hipotesis tersebut.
7) Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Merencanakan Percobaan Keterampilan proses sains merencanakan percobaan dapat dikembangkan dengan memberikan penjelasan mengenai poin-poin penting sebuah rancangan penelitian kepada siswa agar sebuah percobaan dapat berjalan dengan baik. Pengembangan keterampilan ini seharusnya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan langsung (hands-on) agar siswa memiliki banyak pengalaman dalam perencanaan percobaan. Ango (2002: 35) mengungkapkan bahwa siswa akan mendapatkan lebih banyak pemahaman melaksanakan penelitian ketika mereka diberikan kesempatan untuk melakukan aktifitas yang nyata seperti memanipulasi peralatan,
22
mengelompokkan data dan merancang eksperimen. Harleen (dalam Rustaman, et al., 2005) mengungkapkan beberapa hal penting yang perlu dipahami dan diperhatikan oleh siswa dalam pembelajaran keterampilan proses merencanakan percobaan. Hal tersebut meliputi cara menentukan sumber, merumuskan alat dan bahan penelitian, menentukan variabel, menentukan apa yang akan diamati dan merumuskan langkah kerja penelitian yang akan dilakukan.
8) Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Menerapkan Konsep atau Prinsip Berdasarkan
indikator
yang
dimilikinya,
keterampilan
proses
sains
menerapkan konsep atau prinsip, merupakan jenis keterampilan yang erat kaitannya dengan pemahaman siswa mengenai dasar/prinsip sebuah fenomena. Jika siswa sudah memiliki prinsip dan pengetahuan konsep yang kuat, maka aspek penerapan dalam situasi baru akan mudah untuk dilakukan. Sejalan dengan hal ini, Wilson (dalam Aldous, 2005:30) meneliti tentang penggunaan pendekatan ilmiah dalam aktifitas pembelajaran siswa dan menemukan bahwa hal tersebut dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah yang bersifat baru.
9) Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Mengajukan Pertanyaan Keterampilan proses mengajukan pertanyaan erat kaitannya dengan kemampuan menafsirkan hasil pengamatan, memperkirakan serta berhipotesis. Dalam indikator keterampilan proses sains ini, Rustaman et al., (2005: 87) mengungkapkan bahwa siswa harus bisa menyusun pertanyaan apa, bagaimana dan mengapa. Keterampilan ini juga dapat dikaitkan dengan kemampuan siswa
23
mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang sebuah hipotesis atau sebuah dugaan tertentu baik yang disusunnya sendiri atau yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Keterampilan proses sains ini dapat dikembangkan dengan mengembangkan aspek kekritisan dalam situasi pembelajaran di kelas (Ango, 2005:22). Rothkopf (dalam Ango, 2005:22) juga mengindikasikan terdapat hubungan antara keterampilan proses mengajukan pertanyaan dengan penguasaan konsep siswa.
c.
Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Melalui Multimedia Berdasarkan kajian berbagai penelitian, jenis multimedia yang digunakan
dalam pembelajaran keterampilan proses sains sangat beragam. Beberapa contoh multimedia yang dikembangkan dalam hal ini antara lain animasi, video, gambar statis, dan bahkan multimedia yang lebih kompleks yang melibatkan simulasi dan aspek
interaktif
lainnya.
Berikut
akan
dijabarkan
beberapa
penelitian
pengembangan serta implementasi meultimedia (termasuk animasi) untuk mengembangkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep serta deskripsi singkat hasil penelitian yang didapatkan:
1)
Pembelajaran Keterampilan Proses Sains melalui Media Online (Website), Video, dan Software Simulasi Cinquepalmi, et al. (1988) mengembangkan media Computer Interactive
Based Video (CIBV) yang merupakan software bantuan dalam memberikan training pembelajaran. Penelitian ini memberikan hasil bahwa pembejalaran menggunakan CIBV secara umum dapat membantu meningkatkan keterampilan
24
proses sains terintergrasi. Black & McClintock (dalam Nanjappa & Grant, 2003) melakukan penelitian mengenai penggunaan Archaeotype© yang merupakan program simulasi grafik untuk menampilkan tampilan situs arkeologis secara virtual. Dalam penelitian ini, siswa diarahkan untuk bekerja secara kelompok dan melakukan simulasi penemuan situs, penggobservasian, penginterpretasian dan memberikan argumentasi lebih lanjut. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan gain dalam keterampilan proses sains interpretasi dan argumentasi siswa. Saat (2004) mengembangkan Website online sebagai bahan latihan dan ajar dalam format pembelajaran mandiri e-learning siswa. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini hanya adalah hanya beberapa sub keterampilan proses sains mengontrol variabel yang berhasil dtingkatkan.Weiner & Weiner (1989) mengembangkan program Biomatrix yang merupakan software media interaktif yang dikembangkan untuk membantu siswa melakukan kegiatan penyelidikan secara ilmiah. Siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, menyusun sebuah proyek penelitian dan menguji hipotesis yang diajukan secara virtual. Secara umum, hasil penelitian yang diperoleh adalah Biomatrix dapat membantu siswa dalam menyusun rancangan penelitian. Eidson & Sommons (dalam Aldous, 2005) mengembangkan software CATLAB yang merupakan jenis media pembelajaran genetika. Melalui software ini, siswa diajak untuk memecahkan masalah dengan mengaplikasikan berbagai prinsip genetika. Hasil penelitian menujukkan siswa dapat lebih mudah memahami konsep genetika dan juga meningkatkan keterampilan proses sains spesifik siswa dalam pemecahan sebuah masalah.
25
2)
Pembelajaran Keterampilan Proses Sains melalui Media Animasi Syahrial (2007) dalam thesisnya meneliti tentang penggunaan media animasi
komputer untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran animasi dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. Dalam aspek keterampilan proses sains, jenis-jenis yang keterampilan proses yang berhasil ditingkatkan adalah keterampilan proses sains berhipotesis, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi serta menerapkan prinsip serta konsep. Meranti (2008) meneliti mengenai penggunaan media animasi sebagai penunjang kegiatan praktikum elektrolisis. Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pembelajaran animasi sebagai penunjang praktikum secara umum dapat meningkatkan penguasaan konsep dibandingkan dengan penggunaan media ilustrasi statis. Pengukuran jenis keterampilan proses sains yang diperoleh oleh siswa menunjukkan bahwa jenis keterampilan berkomunikasi dan menyimpulkan dapat ditingkatkan melalui pembelajaran ini.
B. Penguasaan Konsep 1.
Penguasaan Konsep sebagai Salah Satu Hasil Belajar Menurut Gagne (dalam Dahar, 1996:135) hasil belajar dapat diamati sebagai
kemampuan-kemampuan kemampuan
tersebut
(capabilities). dapat
Lebih
digolongkan
lanjut
berdasarkan
lagi,
kemampuan-
bentuk
kegiatan
pembelajaran yang dapat dilakukan untuk menghasilkan kemampuan tersebut.
26
Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan motorik. Penguasaan konsep atau dalam istilah kemampuan-kemampuan hasil belajar Gagne adalah keterampilan intelektual yang berhubungan dengan kemampuan aspek kogniitif siswa. Gagne (dalam Dahar, 1996:135) mengungkapkan definisi keterampilan
intelektual
sebagai
keterampilan
yang
berkenaan
dengan
pemahaman seseorang terhadap sebuah lingkungan di sekitarnya melalui simbolsimbol atau gagasan-gagasan. Kemampuan ini dapat dilihat dari operasi intelektual yang dapat dilakukan siswa, yang mencakup diskriminasi, membangun konsep konkret, membangun konsep terdefinisi, penggunaan aturan-aturan, dan penggunaan aturan-aturan tingkat tinggi untuk pemecahan masalah.
2.
Perolehan Konsep melalui Asimilasi Konsep Penguasaan konsep yang dimiliki oleh siswa tentunya memiliki cara
tersendiri dalam perolehannya. Ausubel (dalam Dahar, 1996:81) mengungkapkan dua jenis cara perolehan konsep yaitu pembentukan konsep dan asimilasi konsep. Asimilasi konsep adalah proses perolehan konsep secara deduktif. Dalam proses ini siswa disuguhkan nama konsep serta atribut yang menyertainya. Berkenaan dengan hal ini, Ausubel (dalam Dahar, 1996:82) juga mengungkapkan bahwa siswa belajar arti konsep baru dengan memperoleh atribut dari konsep yang datang dan kemudian menggabungkannya dengan gagasan-gagasan yang relevan dalam struktur kognitif mereka. Dalam cara perolehan konsep ini, Ausubel (dalam Dahar, 1996:82) juga menyarankan penggunaan pembelajaran dengan metode ekspositori sebagai cara terbaik perolehan konsep melalui asimilasi konsep.
27
3.
Prinsip Pembelajaran Prinsp-prinsip pembelajaran merupakan sebuah batasan dimana hal ini
merupakan kondisi-kondisi yang harus dipenuhi agar proses pembelajaran dapat berlangsung pada diri siswa. Dalam hal ini, prinsip pembelajaran yang dimaksudkan khusus pada pembelajaran yang diorientasikan pada penguasaan sebuah konsep (materi ajar). Slameto (2010:28) mengungkapkan beberapa prinsip belajar yang berdasarkan prasyarat yang harus dipenuhi oleh siswa serta berdasarkan materi yang harus diberikan. Prinsip belajar berdasarkan prasyarat yang harus dipehuni siswa meliputi: a) siswa harus diusahakan berpartisipasi aktif dan dibimbing untuk mencapai tujuan pembelajaran; b) pembelajaran harus menimbulkan reinforcement (penguatan) dan motivasi yang kuat pada siswa; c) pembelajaran memerlukan interaksi antara siswa dan lingkungan disekitarnya (guru, media dan siswa lainnya). Prinsip yang harus dipenuhi belajar berdasarkan materi yang akan diajarkan meliputi: a) pembelajaran sebuah materi harus bersifat keseluruhan, dengan struktur yang dirancang sederhana dalam penyajiannya; serta b) pembelajaran harus dapat meningkatkan keterampilan tertentu pada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. 4.
Pembelajaran Menggunakan Animasi untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dalam kaitanmnya dengan penguasaan konsep Amelia (2008) melakukan
penelitian dengan mengimplementasikan animasi dalam model siklus belajar mengenai topik ikatan kimia. Hasil penelitian yang ditemukan adalah implementasi animasi dalam model silklus belajar dapat meningkatkan
28
pemahaman konsep untuk semua kelompok tingkat kepandaian siswa dalam kelas. Sukmana (2008) melakukan penelitian mengenai perbandingan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan animasi dan ilustrasi statis dalam konsep reproduksi sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan kelebihan animasi dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa dibandingkan dengan ilustrasi statis. Saori (2008) melakukan penelitan impelemtasi animasi dalam pembelajaran ikatan kimia dan menemukan bahwa animasi komputer dapat memberikan pengaruh positif terhadap penguasaan konsep siswa.
Solehudin
(2009) melakukan penelitian mengenai peran animasi dalam membangun pemahaman siswa dalam level mikroskopis pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa animasi dapat memberikan peningkatan pemahaman pada level mikroskopis yang baik bagi siswa.
C. Teori Kognitif dan Multimedia 1.
Prinsip Desain Multimedia Dalam Cambridge Handbook of Multimedia Learning, Mayer (2005)
menjelaskan tentang prinsip-prinsip desain multimedia yang ditujukan sebagai panduan dalam pengembangan multimedia. Dasar pengembangan prinsip-prinsip tersebut adalah teori kognitif pembelajaran. Implementasi dari prinsip desain ini dalam sebuah pengembangan mulimedia diasumsikan dapat memberikan hasil yang baik pada proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dianggap karena adanya kesesuaiannya karakteristik media yang ada dengan proses kognitif yang terjadi pada siswa. Tujuh prinsip yang dikemukakan tersebut dijabarkan dalam tabel 2.2 berikut:
29
Tabel 2.2. Prinsip Desain Multimedia Mayer (2005) No
Prinsip
1
Multimedia principle
2
Spatial continguity principle
3
Modality principle
4
Redundancy principle
5
Coherence principles
6
Temporal Contiguity principles
7
Personalization principles
Asumsi Siswa akan belajar dengan lebih baik dari gambar dan tulisan daripada hanya dengan tulisan saja Siswa akan belajar lebih baik ketika tulisan disimpan dekat dengan objek atau animasi yang berhhubungan daripada tulisan tersebut disimpan jauh dari objek yang berhubungan Siswa akan belajar lebih baik dari animasi disertai dengan narasi suara daripada animasi dengan tulisan di layar Siswa akan belajar lebih baik dengan animasi yang disertai narasi suara daripada dengan animasi beserta narasi suara dan tulisan di layar (on-screen) Siswa akan belajar lebih baik dengan animasi yang tidak menyertakan kata-kata, suara, dan video yang sifatnya tambahan (extraneous) daripada animasi yang menyertakan aspek tambahan (extraneous) Siswa akan belajar lebih baik dengan animasi dan narasi yang diberikan bersamaan (simultan) daripada dengan animasi dan narasi yang diberikan secara berurutan (suksesif) Siswa akan belajar lebih baik dengan kata yang ada dalam multimedia bersifat percakapan sederhana (conversational) daripada dengan kata yang bersifat formal (Sumber : Mayer, 2005:6)
2.
Teori Kognitif dan Pembelajaran Multimedia Teori Multimedia Mayer (dalam Reeds, 2006:89) merupakan teori yang
didasarkan atas integrasi dari beberapa teori kognitif. Teori-teori tersebut meliputi Teori Sweller (1994) tentang Cognitive Load Theory, Teori Pavio (1969) tentang Dual-Coding Theory, dan Teori dari Baddeley (1974) tentang Working Memory Model. Mayer kemudian membuat sebuah skema kognitif yang menggambarkan bagaimana proses kognitif yang terjadi saat siswa mengikuti pembelajaran dengan menggunakan multimedia. Skema yang dimaksudkan di sini diperlihatkan dalam gambar 2.1 berikut:
30
ri Kognitif Multimedia Mayer (Sumber:: Mayer & Moreno, 1994) Gambar 2.1. Teori Berdasarkan gambar 2.1, tanda t panah merepresentasikan proses kognitif. Panah yang diberi label selecting word memperlihatkan siswa memberikan perhatian kepada sebuah sensasi auditori yang ditangkap oleh telinga, telinga sedangkan panah yang diberi label selecting images,, menggambarkan siswa memberikan perhatian pada sebuah sensasi visual yang ditangkap oleh mata. Panah yang ya diberi label organizing word, menggambarkan siswa membangun sebuah representasi verbal yang berkenaan erkenaan dengan kata yang datang, ng, dan panah yang diberi label organizing images memperlihatkan siswa membangun representasi visual yang berkenaan dengan gambar yang dilihatnya. Panah yang diberi label integrating, menggambarkan penggabungan dari model verbal dan visual model dan pengetahuan awal yang relevan (Mayer ( & Moreno, 2003:44). Teori Kognitif Multimedia Mu Mayer didasarkan pada tiga asumsi utama, yaitu: a.
Sistem stem informasi manusia terdiri atas dua lajur yang terpisah, terpisah yaitu sebuah lajur audio untuk mengolah input suara juga representasi verbal dan satu lajur visual yang mengolah engolah input visual dan representasi visual (Paivio & Baddeley dalam Mayer & Moreno, 2003:44).
31
b.
Setiap lajur dalam sistem informasi manusia mempunyai kapasitas yang terbatas, atau dengan kata lain hanya sejumlah proses kognitif tertentu yang dapat dilakukan dalam lajur verbal dan lajur visual dalam satu waktu (Chandler & Sweller dalam Mayer & Moreno, 2003:44).
c.
Pembelajaran yang bermakna membutuhkan sejumlah substansi kognitif di dalam lajur verbal dan visual (Mayer & Moreno, 2003:44).
3.
Animasi Bernarasi dan Agen Naratif
a.
Animasi Animasi merupakan salah satu bentuk visualisasi gambar yang bersifat
dinamis.
Lowe
(2004:558)
mengungkapkan
dua
peran
animasi
dalam
pembelajaran yang meliputi fungsi afektif dan fungsi kognitif. Lebih lanjut mengenai hal ini, Gagne & Rieber (dalam McClean et al., 2005:170) mengungkapkan fungsi afektif animasi berhubungan denngan kemampuan animasi dalam menarik perhatian, mengikat siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas serta menjaga motivasi belajar siswa. Sedangkan fungsi kognitif animasi berhubungan dengan kemampuan animasi dalam membantu atau menghilangkan proses kognitif siswa untuk menyusun representasi dinamis tentang sebuah gambaran visual yang didapatkan siswa. Lebih sederhana, hal ini dapat dicontohkan ketika siswa melihat sebuah gabaran proses dari ilustrasi statis, siswa akan melakukan representasi dinamis dalam pikirannya tentang “Bagaimana proses itu bekerja?”. Setelah hal tersebut dilakukan, siswa mencoba mencerna “Apa pesan yang ingin disampaikan gambar tersebut?”. Kelebihan animasi dalam aspek kognitif dianggap bisa menghilangkan atau meringankan kegiatan
32
representasi dinamis yang awal yang harus dilakukan. Hal ini dikarenakan karakteristik animasi sebagai media ilustrasi dinamis sudah bisa menampilkan visualisasi dinamis mengenai sebuah proses atau mekanisme tertentu. Oleh karena itu, siswa bisa mencerna dan memahami pesan yang ingin disampaikan dengan lebih cepat dan mudah (Chan, & Black, 2005:92). Pendapat mengenai kelebihan animasi dibandingkan dengan visualisasi statis sebenarnya memiliki banyak aspek sudut pandang yang berbeda. Satu pendapat menyebutkan bahwa kelebihan animasi lebih ditekankan pada hanya aspek afektif, dan pendapat lain lebih ditekankan pada kemudahan aspek kognitif. Namun ditemukan juga pendapat yang menekankan pada kombinasi fungsi afektif dan kognitif tersebut. Namun secara umum semua pendapat ini menyimpulkan terdapat kelebihan animasi jika dibandingkan dengan ilustrasi statis. Namun, di lain pihak, banyak juga hasil penelitian yang didasarkan pada argumen kelebihan animasi tersebut ternyata tidak berhasil untuk memberikan bukti yang tegas bahwa animasi lebih baik dari ilustrasi statis (Tversky, et al., 2002) atau dengan kata lain banyak juga pendapat yang menyatakan animasi tidak lebih baik dalam membantu siswa memperoleh sebuah pemahaman.
b. Agen Naratif dalam Pembelajaran Animasi Bernarasi Animasi bernarasi (narrated animation) merupakan sebuah perkembangan baru jenis animasi yang disertai penjelasan verbal. Badler, et al. (1990:1) mengungkapkan bahwa animasi bernarasi merupakan media yang efektif dan fleksibel daserta dapat mengikat siswa dengan berbagai tingkat kemampuan tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya, animasi bernarasi diintegrasikan
33
dengan pengembangan pedagogical agent (agen pedagogik) (Badler, et al., 1990: 1; Stone, 1996: 424) yang juga dikenal sebagai virtual teacher. Agen ini dapat direpresentasikan hanya sebagai penyampai narasi (agen naratif) atau pun juga bisa sebagai agen yang memiliki tugas lebih kompleks sepeti membantu siswa memahami sebuah bahan ajar dengan proses pembelajaran mandiri menggunakan media tersebut. Virtual teacher yang juga dalam konteks lain dikenal degan berbagai nama seperti virtual character, virttual teacher, virtual tutor, Animated talking character, teacher avatar, avatar dalam implementasinya lebih banyak digunakan dalam pembelajaran online (e-learning). Baylor (2005) melakukan peneltian tentang penggunaan berbagai macam bentuk tampilan avatar yang didasarkan pada ras, etnik dan gender dan pengaruhnya kepada siswa. Pada kesempatan lain, Baylor, et al. (2004) melakukan penelitian tentang jenis avatar (animasi dan non animasi) serta jenis suara yang digunakan (human voice atau machine genetared). Darves, et al. (2003) melakukan penelitian tentang penggunaan animated character dapat mengajak siswa untuk melakukan pembelajaran aktif dan mendukung pengembangan keterampilan mengajukan pertanyaan. Secara umum, kelebihan virtual teacher sebagai agen pedagogik masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Johnson et al., 1999). Namun, secara khusus telah ditemukan adanya beberapa kelebihan dari virtual teacher sebagai agen pedagogik yang dijabarkan berikut ini: 1) Jenis suara narasi manusia asli (human voive) yang digunakan dalam sebuah media animasi bernarasi dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan machine-generated voice (Baylor, et al., 2004:5).
34
2) Virtual teacher dapat menaikkan aspek antromorfism (pembentukan karakter manusia) dalam sebuah pembelajaran multimedia mandiri siswa (Reeves & Nass dalam Baylor, et al., 2004:5) 3) Virtual teacher dapat meningkatkan proses pembelajaran (Atkinson, et al. 2002; Baylor, et al., 2004:5). 4) Virtual teacher dapat memresentasikan materi kepada siswa (Wang, et al., 2003:2). 5) Virtual teacher dapat memperlihatkan emosi kepada siswa (Wang, et al, 2003:2). 6) Virtual teacher dapat berguna untuk menarik perhatian siswa dan mengatur dan mengadaptasikan proses pembelajaran yang diberikan. (Wang, et al., 2003:4). 7) Virtual teacher dapat memberikan motivasi sebagai umpan balik dari pembelajaran. Umpan balik ini dapat didasarkan dari berbagai keadaan siswa, termasuk kegiatan-kegiatan umum seperti interaksi keypad dan mouse. (Wang, et al., 2003:5).
D. Sistem Ekskresi Manusia 4.
Analisis Kurikulum Materi Sistem Ekskresi Sistem ekskresi manusia merupakan salah satu materi yang tercakup dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 (BNSP, 2006). siswa diharapkan memahami konsep sistem ekskresi hingga tingkat penguasaan minimal menganalisis (C4). Materi tersebut dijabarkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang diperlihatkan dalam tabel 2.3 berikut ini:
35
Tabel 2.3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Sistem Ekskresi No
Komponen
1
Standar Kompetensi
2
Kompetensi Dasar
Deskripsi Menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan dan/atau penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada Salingtemas Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem ekskresi pada manusia dan hewan (misalnya pada ikan dan serangga) (Sumber: BSNP, 2006: 456)
5.
Karakteristik Materi Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan materi yang banyak mengandung konsep yang
cukup sulit untuk dipahami oleh siswa seperti tentang struktur mikroskopis, proses fisiologis tubuh, serta hubungan-hubungan organ yang ditemukan dalam berbagai sistem fisiologis manusia. Jenis materi ini, seperti yang disampaikan sebelumnya
mudah
disampaikan
dengan
menggunakan
media
animasi.
Karakteristik materi yang disampaikan disini meliputi dekripsi kerumitan sub materi tentang organ ekskresi manusia tertentu, yang dapat terkait dengan struktur, proses serta zat yang dikeluarkannya (Tabel 2.4). Tabel 2.4. Karakteristik Materi Sistem Ekskresi Manusia berdasarkan Indikator Pembelajaran No
Sub Materi
1
Lokasi dan anatomi organ ekskresi manusia
2
Proses ekskresi dalam organ ekskresi manusia
Karakteristik Materi Karakteristik tentang sturktur anatomi organ manusia termasuk dalam hal ini organ-organ ekskresi merupakan salah satu materi yang cukup rumit. Dalam hal ini siswa harus dapat memahami konsep spasial bagaimana lokasi organ di dalam tubuh serta struktur makroskopis yang menyusunnya. Proses ekskresi yang terjadi dalam setiap organ ekskresi manusia merupakan konsep yang paling rumit dalam sistem eskresi. Dalam konsep ini siswa harus dapat mamahami proses-proses fisiologis yang melibatkan perubahan bentuk zat tertentu menjadi yang lainnya dan menghubungkannya dengan stuktur anatomi ataupun dengan molekul yang berperan di dalamnya. Beberapa contoh proses yang terkait sistem ekskresi yang cukup rumit diantaranya adalah siklus ornithin, pembentukan urin dalam nefron dan lain-lain.
36
No 3
6.
Sub Materi Zat sisa yang dikeluarkan oleh organ ekskresi manusia
Karakteristik Materi Karakteristik tentang zat yang dikeluarkan oleh organ ekskresi akan erat kaitannya dengan konsep proses eskresi. Hal ini dikarenakan zat sisa yang dkeluarkan organ ekskresi merupakan hasil proses ekskresi yang ng terjadi.
Deskripsi Materi Sistem Ekskresi Manusia Deskripsi mengenai intisari materi utama pada sistem ekskresi manusia m
dijabarkan pada tabel 2.5. 2.5 berikut ini: Tabel 2.5.. Deskripsi Des Intisari Materi Sistem Ekskresi Manusia anusia No
1
Sub Materi
Ginjal dan proses pembentukan urin
Deksripsi Materi
Gambar 2.1. Sistem Urinaria Manusia (Sumber: Saladin, 2003: 880)
Gambar 2.2. Anatomi Ginjal (Sumber : Saladin, 2003: 883)
37
No
Sub Materi
Deksripsi Materi
Gambar 2.2. Struktur Nefron (Sumber : Saladin, 2003:.884)
Gambar 2.3. Rebsorspsi dan Augmentasi (Sumber : Saladin, 2003:.901) Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengeluarkan sisa metabolisme berupa urin. Struktur ginjal terdiri dari korteks, medula, pelvis, renal piramid, renal medula, renal korteks, kaliks struktur arteri serta vena renalis. Ginjal memiliki struktur fungsional yang dinamakan nefron. Dalam nefron terjadi proses filtrasi (penyaringan) di badan malphigi, reabsorpsi (penyerapan kembali) di tubulus kontortus proksimal roksimal dan lengkung henle, augmentasi di tubulus kontortus distal. Pengumpulan urin terjadi di tubulus kolektivus. Terdapat tiga jenis urin yaitu urin primer : filtrat glomelurus yang mengandung glukosa, garam, garam, antrium kalium asam amino dan protein; in; urin sekunder mengandung air, garam-garam, garam urea dan pigmen. Serta urin tersier (urin jadi), yang terdiri dari air, urea, ammonia, asamurat, mineral, pigmen empedu dan vitamin.
2
Paru-paru dan proses difusi
Paru-paru paru terletak pada rongga dada, dan terdiri dari lobus kanan dan kiri. Lobus kanan terdiri dari 3 lobus, sedangkan lobus kiri
38
No
Sub Materi karbondioksida
Deksripsi Materi terdiri dari dua lobus. Saluran pernafasan yaitu saluran pengeluaran CO2 dan H2O saat ekspirasi melalui, bronkiolus, bronkus, trakea, laring, faring, rongga mulut dan lubang hidung.
Gambar 2.4. Sistem Respirasi Manusia (Sumber : Saladin, 2003: 842)
Gambar 2.5. Anatomi Paru-paru paru (Sumber : Saladin, 2003: 850)
Gambar 2.6. Anatomi Alveolus (Sumber : Saladin, 2003:.852)
39
No
Sub Materi
Deksripsi Materi
Gambar 2.7. Pertukaran Udara di Alveolus dan Berbagai Bentuk pengangkutan CO2 (Sumber : Saladin, 2003:.865) Paru-paru paru memiliki struktur alveolus, yaitu kantung tempat terjadinya proses difusi antara O2 dan CO2. Proses difusi ini terjadi di membran alveolus, antara sel darah merah dengan udara atmosfir di dalam kantung alveolus.
3
Hati, pembentukan pigmen empedu dan siklus ornithin
Gambar 2.8. Anatomi Hati (Liver) (Sumber : Saladin, 2003: 961)
Gambar 2.9. Kantung Empedu (Sumber : Saladin, 2003: 962)
40
No
Sub Materi
Deksripsi Materi
Gambar 2.10. Siklus Ornithin (Sumber : Saladin, 2003: 1006) Hati tersusun atas dua lobus, yaitu lobus kanan dan lobus kiri dan berfungsi mengeluarkan sisa metabolisme berupa garam empedu yang mengandung zat warna dan toksin. Hati menghasilkan garam empedu yang nantinya akan ditampung dalam kantung yang dinamakan kantung ntung empedu. Garam empedu mengandung bilirubin dan biliverdin yang merupakan zat warna hasil pemecahan hem dari haemoglibin sel darah merah yang sudah tua.Garam empedu akan dikeluarkan melalui saluran pencernaan.
4
Kulit dan pembentukan keringat
Gambar 2.11. Struktur Anatomi Kulit (Sumber : Saladin, 2003: 193)
Gambar 2.12. Proses Pembentukan Keringat (Sumber : Saladin, 2003: 920)
41
No
Sub Materi
Deksripsi Materi Kulit tersusun oleh lapisan epidermis, dermis dan jaringan ikat subkutan. Lapisan epidermis terdiri dari lapisan tanduk, dan malphigi yang terdiri dari lapisan granulosum, spinosum, basalis. Pada bagian dermis terdapat kelenjar keringat, kelenjar minyak, pembuluh darah, folikel rambut dan ujung syaraf. Fungsi kulit mengeluarkan keringat yang tersusun atas air, garam mineral dan urea. Proses pengeluaran air di kulit berlangsung secara osmosis sedangkan urea dan garam mineral secara transpor aktif.
(Sumber : Saladin, 2003; Van De Graaff & Rhees, 2001).