BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG NAFKAH MENURUT ISLAM
A. Pengertian Umum a
Pengertian Nafkah Sebelum mengemukakan tentang pengertian nafkah menurut ahli fiqih, terlebih dahulu akan penulis kemukakan pengertian nafkah menurut Bahasa. Nafkah menurut Bahasa Indonesia adalah : 1. Belanja untuk hidup, ( uang ) Pendapatan, suami wajib memberi uang pada istri. 2. Rizki, bekal hidup sehari-hari1. Menurut Bahasa Arab nafakah mempunyai arti uang belanja2. Nafkah juga berasal dari kata “ Infaq”, yang artinya berderma3. Nafkah menjadi wajib karena tiga hal, yakni kerabat, hak milik, dan pasangan suami istri. Dalam hukum Islam, nafkah, sebagaimana mahar juga memiliki status dan posisi yang khusus dan istimewa baginya, dan oleh karenanya tidak boleh dikacaukan atau dipandang sama halnya dengan situasi dahulu dan sekarang di dunia non-muslim. Nafkah adalah memenuhi kebutuhan pokok hidup istri, baik makan, pembantu rumah tangga maupun pengobatan, meskipun ia kaya4.
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdikbud, 1994, Cet-I, hlm. 679 Idrus Alkaf, Kamus Tiga Bahasa Al Manar, Surabaya: Karya Utama, t,th, hlm 533 3 Ahmad Isa Asyur, Fiqih Islam Praktis, Bab Muamalah, Jakarta: Manfiq, t,th, hlm. 261 4 Abdul Hadi, Fiqih Munakahat, Semarang: Duta Grafika, 1989, Seri I, hlm. 102 2
24
Dalam fiqih nafkah berarti “ belanja”. Maksudnya ialah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada istri, kerabat, dan miliknya sebagai keperluan pokok. Seperti makanan dan tempat tinggal5. Ditinjau dari segi orang-orang yang berhak menerima nafkah adalah : a) Nafkah istri. b) Nafkah kerabat. c) Nafkah barang atau sesuatu yang dimiliki6. Menurut Ahli hukum Nafkah adalah apa yang harus diberikan guna memelihara dan mendidik seorang yang belum dewasa, harus ditentukan dalam keseimbangan antara pihak yang berhak menikmati nafkah,dan pendapatan beserta kekayaan pihak yang memberikannya, dihubungkan dengan keadaan orang yang memberikan nafkah7. Menurut para Fuqoha adalah :
ﺍﻣﺎﰲ ﺍﺻﻄﻼ ﺡ ﺍ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﻓﻬﻲ ﺍ ﺧﺮﺍ ﺝ ﺍﻟﺸﺨﺺ ﻣﺆ ﻧﺔ ﻣﻦ ﻭﻣﺎ ﻳﺘﺒﻊ, ﻭﻣﺴﻜﻦ, ﻭﻛﺴﻮﺓ, ﻭﺍﺩﻡ,ﲢﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻧﻔﻘﺔﻣﻦ ﺧﺒﺰ ﻭﻣﺼﺒﺎﺡ ﻭﳓﻮﺫﻟﻚ ﳑﺎ ﻳﺄ ﰐ, ﻭﺩﻫﻦ,ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﲦﻦ ﻣﺎﺀ “Nafkah menurut istilah ahli fiqih yaitu pengeluaran seseorang atas sesuatu sebagai ongkos terhadap orang yang wajib di nafkahinya, terdiri dari roti, lauk pauk, tempat tinggal, dan apa yang mengikutinya dari harga air, minyak lampu dan sebagainya8. Menurut Sayyid Sabiq :
5
Depag, Ilmu Fiqh, Jilid II, 1984, hlm.184 Ibid. hlm.184 7 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1999, hlm. 89 8 Abdurrahman Al jaziri, Kitab Ala Madzhabil Arba’ah, Juz IV, Beirut, 1969, hlm. 485 6
25
ﺍ ﻟﻨﻔﻘﺔ ﻫﻨﺎ ﺗﻮ ﻓﲑ ﻭ ﻣﺎ ﲢﺘﺎ ﺝ ﺍ ﻟﻴﻪ ﺍ ﻟﺰ ﻭ ﺟﺔ ﻣﻦ ﻃﻌﺎ ﻡ ﻭﻣﺴﻜﻦ ﻭ ﺧﺬﻣﺔ ﻭﺩﺣﺎ ﺀ ﻭﺍ ﻥ ﻛﺎ ﻧﺖ Nafkah menurut ahli fiqih adalah mengeluarkannya seseorang terhadap orang yang wajib dinafkahinya, dari roti, lauk pauk, pakaian, tempat tinggal, dan apa yang mengikutinya dari air, minyak dan sebagainya9.
b Dasar Hukum Nafkah Mengenai dasar hukum nafkah yang dimaksud adalah hujjah atau dalil yang menunjukan kewajiban seseorang untuk memberi nafkah kepada orang yang menjadi tanggung jawabnya. Adapun dalil Al Qur’an yang menerangkan tentang wajib nafkah adalah firman Allah Swt ( QS. Al- Baqarah : 233 ) :
ﻑ ﹶﻻ ِ ﻭﻌﺮ ﻤ ﻦ ﺑِﺎﹾﻟ ﻬﻮﺗ ﺴ ﻭ ِﻛ ﻬﻦ ﺯﹸﻗ ِﺭﻮﻟﹸﻮ ِﺩ ﹶﻟﻪ ﻤ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﻭ... َ . ﻪ ﺩ ﱠﻟ ﻮﻟﹸﻮ ﻣ ﻭ ﹶﻻ ﺎﻮﹶﻟ ِﺪﻫ ﺪ ﹲﺓ ِﺑ ﺍِﻟﺭ ﻭ ﺂﺗﻀ ﺎ ﹶﻻﻌﻬ ﺳ ﻭ ﺲ ِﺇﻻﱠ ﻧ ﹾﻔ ﹶﻜﻠﱠﻒﺗ ٌ ﻚ .... ﺙ ِﻣﹾﺜﻞﹸ ﹶﺫِﻟ ِ ﺍ ِﺭﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟﻮ ﻭ ﻮﹶﻟ ِﺪ ِﻩ ِﺑ
Artinya : “ … Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada paraibu dengancara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian …” 10.( Al-Baqarah:223 ) 9
Sayyid Sabiq, Fiqih al Sunnah., jilid VII Beirut; daar-al fiqkr, 1968, hlm. 85 QS. Al-Baqarah:233
10
26
Juga disebutkan dalam firman Allah Swt ( QS. At- Thalaq : 6 ) :
ﻦ ﻌ ﻀ ﻳ ﻰﺣﺘ ﻦ ﻴ ِﻬﻋﹶﻠ ﻤ ٍﻞ ﹶﻓﺄﹶﻧ ِﻔﻘﹸﻮﺍ ﺣ ﺕ ِ ﺃﹸﻭﻟﹶﺎﻭﺇِﻥ ﹸﻛﻦ .... ﱠ ...ﻫﻦ ﺭ ﻮ ﹸﺃﺟﻫﻦ ﻮﻢ ﻓﹶﺂﺗ ﻦ ﹶﻟ ﹸﻜ ﻌ ﺿ ﺭ ﻦ ﹶﻓِﺈ ﹾﻥ ﹶﺃ ﻤﹶﻠﻬ ﺣ Artinya : “… Dan jika mereka mereka ( istri-istri yang sudah ditalaq ) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin…” .11 ( At-Thalaq: 6 ) Surat At-Thalaq : 7
ﻩ ﺎﺎ ﺁﺗﻖ ِﻣﻤ ﻨ ِﻔ ﹶﻓ ﹾﻠﻴﺯﻗﹸﻪ ﻴ ِﻪ ِﺭﻋﹶﻠ ﺭ ﻦ ﻗﹸ ِﺪﻭﻣ ﻌِﺘ ِﻪ ﺳ ﻦﻌ ٍﺔ ﻣ ﺳ ﻖ ﺫﹸﻭ ﻨ ِﻔِﻟﻴ ﺴ ٍﺮ ﻋ ﺪ ﻌ ﺑ ﻪ ﻌﻞﹸ ﺍﻟﱠﻠ ﺠ ﻴﺳ ﺎﺎﻫﺎ ﺁﺗﺎ ِﺇﻟﱠﺎ ﻣﻧ ﹾﻔﺴ ﻪ ﻒ ﺍﻟﱠﻠ ﻳ ﹶﻜﻠﱢ ﻪ ﻟﹶﺎ ﺍﻟﱠﻠ ﺍﺴﺮ ﻳ Artinya : “ Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemempuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan ( sekedar ) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” 12.( At-Thalaq: 7 ) Dari ayat di atas jelas adanya perbedaan kewajiban antara satu orang dengan orang lain, antara yang kaya dan yang miskin. Karena perbedaan harta yang dimiliki tiap orang menurut kadar kemampuan dan keadaannya. Al- Baqarah : 215
11 12
QS. At-Thalaq: 6 QS. At-Thalaq: 7
27
ﻳ ِﻦﺪ ﺍِﻟﻴ ٍﺮ ﹶﻓِﻠ ﹾﻠﻮﺧ ﻦ ﻣ ﻢﺎ ﺃﹶﻧ ﹶﻔ ﹾﻘﺘﻨ ِﻔﻘﹸﻮ ﹶﻥ ﹸﻗ ﹾﻞ ﻣﺎﺫﹶﺍ ﻳﻚ ﻣ ﻧﺴﹶﺄﻟﹸﻮ ﻳ ﻦ ﻌﻠﹸﻮﹾﺍ ِﻣ ﺗ ﹾﻔ ﺎﻭﻣ ﺴﺒِﻴ ِﻞ ﺑ ِﻦ ﺍﻟﺍﲔ ﻭ ِ ﺎ ِﻛﻤﺴ ﺍﹾﻟﻰ ﻭﺎﻣﻴﺘﺍﹾﻟﲔ ﻭ ﺮِﺑ ﺍ َﻷ ﹾﻗﻭ ﻢ ﻋﻠِﻴ ﻪ ِﺑ ِﻪ ﻴ ٍﺮ ﹶﻓِﺈﻥﱠ ﺍﻟﹼﻠﺧ Artinya : “ Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan, jawablah : “apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mngetahuinya.13( Al-Baqarah: 215 )
Al-Isra : 26
ﺍﺒﺬِﻳﺮﺗ ﺭ ﺒ ﱢﺬﺗ ﻭ ﹶﻻ ﺴﺒِﻴ ِﻞ ﻦ ﺍﻟ ﺑﺍﲔ ﻭ ﺴ ِﻜ ﺍﹾﻟ ِﻤ ﻭﺣﻘﱠﻪ ﻰﺮﺑ ﺕ ﺫﹶﺍ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ ِ ﺁﻭ Artinya : “ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan ( hartamu ) secara boros”.14( Al-Isra: 26 )
Hadits Nabi yang berbunyi;
- ﺩﺧﻠﺖ ﻫﻨﺪ ﺑﻨﺖ ﻋﺘﺒﺔ:ﻋﻦ ﻋﺎﺀﺷﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﺎﻗﺎﻟﺖ : ﻓﻘﺎ ﻟﺖ. ﻋﻠىﺮﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ-ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺃﰊ ﺳﻔﻴﺎﻥ ﺀﺍ ﹼﻥ ﺃﺑﺎ ﺳﻔﻴﺎﻥ ﺭﺟﻞ ﺷﺤﻴﺢ ﻻﻳﻌﻄﻴﲏ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻔﻘﺔ,ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻓﻬﻞ, ﺀﺍﻻﹼﻣﺎﺃﺧﺬﺕ ﻣﻦ ﻣﺎﻟﻪ ﺑﻐﲑﻋﻠﻤﻪ,ﲏ ﻣﺎﻳﻜﻔﻴﲏ ﻭﻳﻜﻔﻲ ﺑ 13 14
QS. Al-Baqarah: 215 QS. Al-Isra’: 26
28
"ﺧﺬﻱ ﻣﻦ ﻣﺎﻟﻪ ﺑﺎﳌﻌﺮﻭﻑ ﻣﺎ:ﻲ ﰲ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺟﻨﺎﺡ؟ ﻓﻘﺎﻝ ﻋﻠ . ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ."ﻳﻜﻔﻴﻚ ﻭﻣﺎ ﻳﻜﻔﻲ ﺑﻨﻴﻚ Artinya : “Dari Aisyah ra. Berkata : Hindun putri ‘Utbah istri Abu Sufyan masuk menghadap pada Rasulullah SAW, berkata Ya Rasulullah. Sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang kikir, ia tidak memberikan saya nafkah yang cukup untuk saya dan anakanakku. Selain apa yang saya ambil dari sebagian hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa karena perbuatan itu? Lalu beliau bersabda. “Ambillah olehmu sebagian dari hartanya dengan cara yang baik (secukupnya) untuk kamu dan anak-anakmu”.15 B. Kedudukan Perempuan Menurut Islam a
Kedudukan Wanita dalam Islam Sebelum Islam datang wanita adalah sangat hina, setiap bayi yang pada saat lahir wanita maka akan dibunuh. Adanya pandangan bahwa anak perempuan tidak bisa berperang dan akan mendatangkan aib bagi keluarga dan sukunya, menyebabkan orang Arab Jahiliah merasa malu, jika istrinya melahirkan bayi perempuan16. sebagaimana firman Allah dalam ( QS. An Nahl: 58-59 )
ﻢ ﻮ ﹶﻛﻈِﻴ ﻭﻫ ﺍﻮﺩ ﺴ ﻣ ﻪﺟﻬ ﻭ ﻢ ﺑِﺎﻷُﻧﺜﹶﻰ ﹶﻇﻞﱠ ﻫﺣﺪ ﺮ ﹶﺃ ﺸ ﻭِﺇﺫﹶﺍ ﺑ Artinya : “ Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan ( kelahiran ) anak perempuan, hitamlah ( merah padamlah ) mukanya, dan dia sangat marah”.17( An-Nahl: 58 ) 15
Sayyid Imam Muhammad bin Ismail Al Kahlani As shan’ani Al ma’ruf Bi Al Amr,. Subulus Salam Syarih Buluhul Maram Min Jamik Adhilatil Ahkam, Juz III, Darul Kutub ‘Uliyat, Bairut: Libanon, t,th. hlm. 414 16 Sri suhandjati Sukri, Perempuan Menggugat ( Kasus dalam Al qur’an dan Realita Masa Kini ). Semarang: Pustaka Adnan, Cet-I, 2005, hlm. 7 17 QS. An-nahl: 58
29
ﻡ ﻮ ٍﻥ ﹶﺃﻋﻠﹶﻰ ﻫ ﺴﻜﹸﻪ ِ ﻤ ﺮ ِﺑ ِﻪ ﹶﺃﻳ ﺸ ﺎ ﺑﻮ ِﺀ ﻣﻮ ِﻡ ﻣِﻦ ﺳ ﻦ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ ﻯ ِﻣﺍﺭﺘﻮﻳ ﻮ ﹶﻥﺤ ﹸﻜﻤ ﻳ ﺎﺎﺀ ﻣﺏ ﹶﺃ ﹶﻻ ﺳ ِ ﺍﺘﺮﻪ ﻓِﻲ ﺍﻟ ﺪﺳ ﻳ Artinya : “ Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya kedalam tanah ( hidup-hidup ) ? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”.18( An-Nahl: 59 )
Dikarenakan masyarakat padang pasir yang suka berperang itu, mempunyai ukuran penilaian tentang tinggi dan rendahnya status sosial manusia,
dengan
melihat
berperan
atau
tidaknya
seseorang
dalam
pertempuran. Karena perempuan tidak bisa berperang maka status mereka berada dibawah laki-laki. Makhluk utama adalah laki-laki, sebab mereka yang dapat menjaga kelangsungan hidup keluarga atau suku dari serbuan suku atau kelompok lain19.
sehingga kaum wanita benar-benar terisolir dan tidak
mempunyai peranan dalam kehidupan bahkan mereka dianggap sebagai pangkal keburukan dan bencana. Oleh karena itu wanita dipandang sebagai biang keladi dalam segala macam malapetaka yang menimpa. Maka setelah Rosullulah SAW datang maka standar kedudukan wanita dan derajatnya diangkat sama seperti laki-laki karena perempuan dan laki-laki adalah mahluk ciptaan tuhan yang sempurna. Jadi dalam Islam tidak ada pembedaan jenis kelamin yang membedakan adalah kualitas ketakwaan, dan
18 19
QS. An-nahl: 59 Ibid., hlm. 5
30
keduanya mempunyai kebebasan penuh dalam kegiatan ekonomi dan mempunyai hak untuk memilih. Al Qur’an mengakui ketinggian martabat manusia yang berarti bahwa Allah itu memuliakan manusia dari mahluk-mahluknya yang lain. Menerima prinsip ini bukan hanya merupakan konsepsi moral, tetapi menarik akibatakibat kewajiban. Yakni seorang harus menghormati martabatnya sendiri akan ditunjukan oleh rasa tanggung jawabnya. Manusia adalah terhormat kerena ia bertanggung jawab. Dan pertanggungjawaban ini berdasarkan kemerdekaan untuk memilih20. Islam berbicara kepada pria dan wanita, memperlakukan mereka hampir sama. Hukum Islam pada umumnya mempunyai tujuan melindungi, (proteksi). Mengenai wanita, hukum Islam memberi batasan yang tepat tentang hak-hak wanita dan menunjukkan perhatian yang mendalam untuk menjaminnya. Al Qur’an dan Hadits memerintahkan kepada suami untuk memperlakukan istri dengan adil, budi yang baik dan perhatian. Al Qur’an memberikan konsepsi yang lebih bermoral mengenai perkawinan, dan menuju untuk mempertinggi kedudukan wanita muslimah dengan memberinya hak-hak yuridis21. Hak-hak wanita diantaranya adalah hak mendapatkan mahar, nafkah, dicintai, persamaan dihadapan hukum, hak milik pribadi, hak mendapatkan waris. Ada juga ayat yang menegaskan kesejajaran antara kaum perempuan dan laki-laki firman Allah surat (QS An-Nisa’:1):
20 21
Marcel A. Boisard, Humanisme Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1980, hlm. 116 Ibid., hlm. 119
31
ﺪ ٍﺓ ﺍ ِﺣﺲ ﻭ ٍ ﻧ ﹾﻔ ﻦﺧﹶﻠ ﹶﻘﻜﹸﻢ ﻣ ﻢ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﹸﻜﺭﺑ ﺗﻘﹸﻮﹾﺍﺱ ﺍ ﺎﺎ ﺍﻟﻨﻳﻬﺎ ﹶﺃﻳ ﻪ ﺗﻘﹸﻮﹾﺍ ﺍﻟﹼﻠﺍﺎﺀ ﻭﻭِﻧﺴ ﺍﺎ ﹰﻻ ﹶﻛِﺜﲑﺎ ِﺭﺟﻬﻤ ﻨﺑﺚﱠ ِﻣﻭ ﺎﺟﻬ ﻭ ﺯ ﺎﻨﻬﻖ ِﻣ ﺧﹶﻠ ﻭ ﺎﺭﻗِﻴﺒ ﻢ ﻴ ﹸﻜﻋﹶﻠ ﻪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻡ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﹼﻠ ﺎﺭﺣ ﺍ َﻷﺎﺀﻟﹸﻮ ﹶﻥ ِﺑ ِﻪ ﻭﺗﺴ ﺍﱠﻟﺬِﻱ Artinya: “Hai sekalian manusia, bertawakallah kepada tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya 22). Allah menciptakan istrinya; dan dari mereka keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertawakallah kepada Allah yang dengan ( mempergunakan ) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lainnya, dan ( peliharalah ) hubungan silaturrahim. Sesunguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.23(An-Nisa: 1 ) Dalam Al Qur’an jelas kedudukan atau kelebihan baik seorang lelaki maupun seorang perempuan dinilai bukan karena kekuatannya ( superioritas ) maupun kepintaranya tetapi karena ketakwaannya kepada yang khaliq ( Allah rabbu ‘I-zzati ). Ini disebabkan karena Allah lebih memberikan perhatiannya kepada mereka yang terpinggirkan, para janda, para budak, ketimbang meraka yang kaya dan berkuasa. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Al Qur’an tidak membuat pembedaan diskriminatif antara perempuan dan laki-laki. Namun, hal itu harus dibuktikan tidak hanya diucapkan tetapi harus dibuktikan, dipaparkan kepada kaum perempuan itu sendiri. Kaum perempuan harus percaya bahwa kedudukan mereka adalah sejajar dengan laki-laki. Tetapi, kebanyakan perempuan menganggap dirinya tidak sejajar
22
Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh ( tulang rusuk ) adam a.s, berdasarkan hadits riwayat Bukhori dan muslim. Di samping itu adapula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa ya’ni tanah yang dari padanya adam a.s, diciptakan. 23 QS. An-nisa: 1
32
dengan laki-laki, karena memang selama ini disosialisasikan demikian. Bukan hanya sepanjang hidupnya, tetapi sepanjang masa, di seluruh generasi. Dalam
Al
Qur’an
mengisahkan
sejumlah
perempuan
yang
berhubungan dengan seorang nabi dari para nabi Allah. Al Qur’an menggambarkan kisah-kisah perempuan dengan beragam detail dan kompleksitas yang berbeda-beda. Beberapa figur hanya digambarkan namanamanya saja, atau hanya sketsa kecil tentang mereka, sementara bagian yang lain digambarkan dengan porsi yang lebih besar. Secara keseluruhan, kisahkisah perempuan menyajikan suatu koleksi sejarah suci dan contoh paradigmatik yang kaya untuk bahan kontemplasi dan petujuk kaum muslimin24. b Hak dan kewajiban wanita dalam Islam Dalam pandangan Islam, seorang wanita pun mempunyai hak dan kewajiban yang sesuai dengan naluri manusia untuk memperoleh, menyimpan dan menambah kekayaannya, sama sekali tidaklah harus bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup25. Kebutuhan-kebutuhan hidup tidak boleh membuat tegang pikirannya, merenggut kebanggaannya dan kecantikannya yang selalu berkaitan dengan kedamaian pikiran dan ketentramannya. Pembicaraan tentang hak dan kewajiban wanita dalam Islam bertitik tolak dari penegasan Al-Qur’an tentang hakikat wanita itu sebagai manusia
24
Barbara freyer Stowasser, Reinter pretasi Gender ( Wanita dalam Al qur’an, hadits, dan tafsir ), Bandung: Pustaka Hidayah, 1994, hlm. 53-54 25 Murtadha Mutahhari, Wanita dan Hak-haknya dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985. Cet I, hlm. 183
33
yang sama dengan laki-laki dan menjadi pasangan laki-laki. Penegasan tersebut merupakan suatu perbaikan yang sangat mendasar dalam hal menghapus opini yang bersumber dari berbagi kepercayaan atau agama ( sebelum Islam ) yang menafikan atau meragukan hakikat kemanusiaan wanita ( yang dianggap bukan makhluk manusia )26. Meskipun demikian seorang perempuan juga harus menghormati hak-hak suaminya karena seorang suami adalah mempunyai derajat sebagai seorang pemimpin. Derajat yang dimaksud adalah kepemimpinan suami dalam rumah tangganya atau kelebihan mengalahnya suaminya dari beberapa hak yang harus dia peroleh. Diantara hak tersebut adalah hak dicintai, hak disayangi, hak berdandan, dan hak menikmati hubungan seksual, serta hak untuk bersama-sama dalam kesibukan dan kesusahan seperti yang dialami setiap pihak27. Agama Islam telah memberikan hak-hak luas yang menjamin martabat manusia dan melindungi derajat kesopanan bagi wanita itu, tanpa adanya revolusi dan perjuangan emansipasi yang dilancarkan sebagaimana halnya di Barat. Hak-hak wanita dalam ajaran Islam adalah perwujudan dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan28. Hak-hak perempuan perlu tersalurkan tampa adanya pengekangan dari pihak lain, baik oleh suaminya. Hak-hak perempuan dalam Islam adalah sangat banyak, diantaranya adalah perlindungan
26
Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial: dari soal Lingkungan hidup, asuransi Hingga ukhuwah, Bandung: Mizan, Cet-III, 1995, hlm. 265 27 Abdul Halim dan Abu Syiqqah, Wanita dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, Cet-I, 1997, hlm. 33 28 Ali Yfie, op. cit., hlm. 266
34
perempuan dalam mempertahankan dan memelihara haknya atas akses dan kontrol terhadap sumber ekonomi yang dimiliki. Diantara hak-hak yang dimiki wanita adalah hak atas harta. Harta mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia. Karena itu manusia harus berusaha mendapatkannya dengan pengolahan seluruh isi bumi dan mengadakan penelitian untuk mencari sumber kekayaan alam tersebut29. Allah berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 15;
ﻭﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﺎﺎ ِﻛِﺒﻬﻣﻨ ﻮﺍ ﻓِﻲﻣﺸ ﺽ ﹶﺫﻟﹸﻮﻟﹰﺎ ﻓﹶﺎ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﻌ ﹶﻞ ﹶﻟﻜﹸﻢ ﺟ ﻮ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﻫ ﺭ ﻮﻨﺸﻴ ِﻪ ﺍﻟﻭِﺇﹶﻟ ﺯِﻗ ِﻪ ﺭ ﻣِﻦ Artinya :“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di seluruh penjurunya dan makanlah sebagian sebagaian rizkinya”.30 ( Al-Mulk: 15 ) Islam
telah
menetapkan
kedudukan
wanita
atau
perempuan
sedemikian rupa pada sisi pertanggungjawaban secara umum dan khusus, kemudian dari segi penuntutan pengetahuan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi pelaksanan tanggung jawab tersebut. Dari sisi pemberian kesempatan yang seluasnya untuk berjihad dan berperang serta dari sisi perolehan hak dan dalam harta warisan, maka irrasional jika kemudian Islam meniadakan hak
29
Sayid Sabiq, Unsur-Unsur Dinamika Dalam Islam, Terj. Anashirul Quwwah Fil Islam, (alih bahasa, HaryonoS. Yusuf), Bandung: PT. Intermasa, Cet-I, 1981, hlm. 96 30 QS. Al-Mulk: 15
35
atas perempuan yang melakukan kontrak ( perjanjian ) sipil dibidang perjualbelian31. Islam membolehkan wanita untuk memiliki sesuatu dan bertindak atas hak miliknya itu. Wanita dibolehkan pula mewakilkan urusannya kepada orang lain, atau dirinya dijamin orang lain. Semua kebolehan itu persis seperti yang diberikan kepada laki-laki, hingga karenanya kita tidak menjumpai seorang ahli fiqih Islam pun berpendapat, bahwa ayat-ayat yang berkenaan dengan segala tingkah laku keuangan hanya dikhususkan bagi laki-laki tidak untuk wanita32. Islam menghapuskan tradisi yang diberlakukan atas kaum wanita berupa pelanggaran atau pembatasan untuk membelanjakan harta yang mereka miliki dan kesewenang-wenangan suami terhadap istri dalam masalah harta. Islam menetapkan hak pemilikan atau pembelanjaan atas harta kepada kaum wanita, juga menerima wasiat dan warisan seperti halnya kaum pria. Bahkan kaum wanita memiliki penuh atas mahar dan nafkah, meskipun mereka berasal dari keluarga mampu, dan tidak kalah pentingnya, kaum wanita berhak mempertahankan kekayaan yang ada di tangan mereka atas nama diri mereka sendiri melalui jalur pengadilan dan upaya-upaya lain yang disyariatkan33. Dalam Islam seorang wanita juga berhak memilih suami dan berhak meminta cerai jika dia memang tidak menyukai suaminya, walaupun dia tidak dirugikan oleh suaminya dengan syarat dia mengembalikan apa yang dia
31
Dadang S. Anshori dan Engkos Kosasih (eds), Membincangkan Feminisme: Refleksi Muslimah Atas Peran Sosial kaum Wanita, Bandung: Pustaka Hidayah, Cet-I, 1997, hlm.82 32 Ibid.,. 33 Ibid.,
36
ambil dari suaminya dengan ketetapan dari suami atau hakim setelah dibuktikan bahwa dia benar-benar sudah tidak menyukai suaminya34. Mengenai perceraian,pria mempunyai hak dan wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang baik. Akan tetapi, pria mempunyai satu tingkat kelebihan dibanding wanita. Yang penting disini adalah bahwa wanita memiliki hak dan apa pun yang terjadi harus dipenuhi dengan adil. Tampak bahwa, dalam berbagai masalah perceraian yang kompleks atau sulit, seorang pria sedikit diuntungkan, barangkali karena ditetapkan bahwa ia harus bertanggung jawab menafkahi wanita, entah pasangan suami istri masih bersatu atau sudah bercerai35. Demikianlah Islam telah memberikan derajat kepada wanita dalam kedudukannya sebagai manusia yang sempurna kemanusiaannya sejak awal Nur Islam menyirami bumi. Dalam masalah warisan, wanita sama kedudukannya dengan laki-laki, wanita juga berhak mewarisi harta peninggalan si mayit, sebagaimana yang tercantum dalam surah An-Nisa ayat 7 yang berbunyi:
ﺐ ﻧﺼِﻴ ﺎﺀﻨﺴﻭﻟِﻠ ﻮ ﹶﻥﺮﺑ ﺍ َﻷ ﹾﻗﺍ ِﻥ ﻭﺍِﻟﺪﻙ ﺍﹾﻟﻮ ﺮ ﺗ ﺎﻣﻤ ﺐ ﺼِﻴﺎ ِﻝ ﻧﺮﺟ ﻟﱢﻠ ﺎﻧﺼِﻴﺒ ﺮ ﻭ ﹶﻛﺜﹸ ﹶﺃﻨﻪﺎ ﹶﻗﻞﱠ ِﻣﻮ ﹶﻥ ِﻣﻤﺮﺑ ﺍ َﻷ ﹾﻗﺍ ِﻥ ﻭﺍِﻟﺪﻙ ﺍﹾﻟﻮ ﺮ ﺗ ﺎﻣﻤ ﺎﻭﺿﻣ ﹾﻔﺮ 34
Abu Syiqqah dan Abdul Halim, op. cit., hlm. 32 lynn Wilcox, Wanita dan Al Qur’an dalam Persepektif Sufi, Terj. DICTIA Women and the Holy Qur’an: A Sufi Persepective, Bandung: Pustaka Hidayah, Cet-I, 2001, hlm . 132 35
37
Artinya: “ Bagi seorang laki-laki ada hak bagian dari harta peningalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi seorang wanita ada hak bagian ( pula ) dari harta peningglan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menrut bagian yang telah ditetapkan” 36.( An-Nisa: 7 ) Jadi harta yang diperoleh wanita melalui warisan, adalah hak penuh mereka sendiri. Mereka berhak menafkahkannya, memperdagangkannya dan lain-lain. Mahar, harta warisan, hibah, dan harta bawaan, tidak termasuk harta rumah tangga atau harta dalam perkawinan, semuanya merupakan milik pribadi si istri, dia berhak mengontrol terhadap sumber ekonomi yang dimilikinya itu37. Di samping mempunyai hak, wanita juga mempunyai kewajiban dalam rumah tangga terhadap suami, dan anak. Istri mempunyai kewajiban bersama dengan suami. Dalam hal ini, kewajiban suami-istri bukan berarti harus selalu sama. Maksudnya keseimbangan hak-hak dan kewajiban suamiistri adalah terciptanya hubungan saling menguntungkan, satu sama lainnya harus saling melengkapi. Karenanya, pekerjaan-pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh kaum lelaki, maka sang suami harus mengambil alihnya, beigtu juga sebaliknya. Dengan demikian keduanya mempunyai kewajiban yang sama dan pekerjaan yang sama38. Sebagaimana Allah menjelaskan mengenai kewajiban Istri (wanita) kepada suaminya, yaitu39: a.
Menjaga diri dan harta suaminya, berdasarkan firman Allah:
36
QS. An-nisa: 7 Dadang S. Anshori dan Engkos Kosasih (eds). Op. cit, hlm. 85 38 Abd al-‘Adzim Ma’ani dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qu’an dan Hadis Secara Etimologi, Sosial dan Syariat, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet-II, 2003, hlm. 109 39 Ibid., hlm.112 37
38
ﻪ ﻆ ﺍﻟﻠﹼ ﺣ ِﻔ ﹶ ﺎﺐ ِﺑﻤ ِ ﻴﻐ ﺕ ﱢﻟ ﹾﻠ ﺎِﻓﻈﹶﺎﺕ ﺣ ﺎﺕ ﻗﹶﺎِﻧﺘ ﺎﺎِﻟﺤﻓﹶﺎﻟﺼ Artinya: “sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka”. ( An-Nisa: 34 )40 Dengan demikian istri sholehah adalah istri yang mampu menjaga apa-apa yang ada di rumah mereka baik berupa harta suaminya maupun rahasia rumah tangga mereka. b.
Taat, berdasarkan firman-nya:
ﺎﻨﺴﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟ ﻮ ﹶﻥﺍﻣﺎ ﹸﻝ ﹶﻗﻮﺮﺟ ﺍﻟ “Kaum laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita”. Ayat ini mewajibkan kepada istri untuk menaati suaminya, karena sifat pemimpin itu harus ditaati. c.
Bersedia dihukum ( jika bersalah ) sesuai dengan syar’i. Hal ini di dasarkan pada firman Allah yang berbunyi:
َ ﻓِﻲﻫﻦ ﻭﺠﺮ ﻫ ﺍ ﻭﻫﻦ ﹶﻓ ِﻌﻈﹸﻮﻫﻦ ﺯ ﺸﻮ ﻧ ﺎﻓﹸﻮ ﹶﻥﺗﺨ ﻼﺗِﻲ ﺍﻟ ﱠﻭ... ﻦ ﻴ ِﻬﻋﹶﻠ ﻮﹾﺍﺒﻐﺗ ﻼ ﻢ ﹶﻓ ﹶ ﻨﻜﹸﻌ ﹶﻓِﺈ ﹾﻥ ﹶﺃ ﹶﻃﻫﻦ ﻮﺿ ِﺮﺑ ﺍﺎ ِﺟ ِﻊ ﻭﻤﻀ ﺍﹾﻟ ﺍﺎ ﹶﻛِﺒﲑﻋِﻠﻴ ﻪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻼ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﹼﻠ ﺳﺒِﻴ ﹰ 40
QS. An-nisa: 34
39
Artinya: “ Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya41, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka kemudian jika mereka menaatinya, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. ( An-Nisa: 34 )42 C. Pandangan Islam Terhadap Hak Perempuan Mencari Nafkah Islam adalah agama yang mendorong pemeluknya untuk giat bekerja. Islam membenci pengangguran dan orang-orang yang tidak menghargai waktu. Islam mengajarkan pemeluknya tekun bekerja, beraktifitas, disiplin, dan beramal shaleh, demi kebaikan dunia-akhiratnya. . Tugas pokok wanita (istri) adalah sebagai penanggung jawab utama dalam masalah-masalah intern rumah tangga. Masalahnya sekarang, dapatkah wanita berperan atau terlibat dalam pekerjaan di sektor-sektor publik, di luar rumah meliputi kegiatan sosial, ekonomi, politik, keagamaan dan bidangbidang lainnya. Di negara-negara yang masyarakatnya mayoritas muslim sudah banyak wanita yang yang bekerja diluar rumah. Perubahan cepat yang terjadi belakangan ini terkait erat dengan kemajuan teknologi, termasuk teknologi bidang kedokteran. Pertama, perubahan itu berawal dari suatu momen, semenjak semakin sadar akan beratnya akan tanggungan keluarga bagi banyak anak. Munculnya usaha KB efektif yang membatasi jumlah dan mengontrol kelahiran. Pada saat sekarang, kaum ibu umumnya hanya memiliki dua anak. Dan setelah mereka besar kaum ibu biasanya kembali
41
Nusyuz yaitu meninggalkan kewajiban bersuami istri. Nusyuz dari pihak istri seperti meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya. 42 QS. An-nisa: 34
40
bekerja secara paruh waktu43.
Keterlibatan perempuan dalam bidang
pekerjaan bukan sebagai akibat faktor biologi atau kemajuan teknologi tetapi dari kodratnya manusia berinisiatif untuk bekerja44. Al-Qur’an menganjurkan pekerjaan yang mulia dan menjadikannya sebagai sumber rezeki yang halal. Allah swt berfirman, dalam Surat AtTaubah ayat 105;
ﻭ ﹶﻥﺮﺩ ﺘﺳ ﻭ ﻮ ﹶﻥﺆ ِﻣﻨ ﻤ ﺍﹾﻟﻪ ﻭ ﻮﹸﻟﺭﺳ ﻭ ﻢ ﻤﹶﻠﻜﹸ ﻋ ﻪ ﻯ ﺍﻟﻠﹼﻴﺮﺴ ﻤﻠﹸﻮﹾﺍ ﹶﻓ ﻋ ﻭﻗﹸ ِﻞ ﺍ ﻤﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻌ ﺗ ﻢ ﺘﺎ ﻛﹸﻨﺒﹸﺌﻜﹸﻢ ِﺑﻤﻨﻴﺩ ِﺓ ﹶﻓ ﺎﺸﻬ ﺍﻟﺐ ﻭ ِ ﻴﻐ ﺎِﻟ ِﻢ ﺍﹾﻟِﺇﻟﹶﻰ ﻋ Artinya : “Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan kembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.45 ( At-Taubah: 105 ) Berdasarkan firman Allah surat Al- Jumu’ah ayat 10.
ﻀ ِﻞ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﻮﺍ ﻣِﻦ ﹶﻓﺘﻐﺑﺍﺽ ﻭ ِ ﺭ ﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﺸﺮ ِ ﺘﺼﻠﹶﺎ ﹸﺓ ﻓﹶﺎﻧ ﺖ ﺍﻟ ِ ﻴﻀ ِ ﹶﻓِﺈﺫﹶﺍ ﻗﹸ ﻮ ﹶﻥﺗ ﹾﻔِﻠﺤ ﻢ ﻌﻠﱠﻜﹸ ﻪ ﹶﻛﺜِﲑﹰﺍ ﻟﱠ ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﺍ ﹾﺫ ﹸﻛﺮﻭ Artinya: “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung”.46 ( Al-Jumu’ah: 10 )
Dari ayat di atas jelas bahwa Allah memerintahkan semua manusia untuk mencari rizki dimuka bumi tampa ada perbedaan antara perempuan dan 43
Save M. Dagun, psikologi keluarga, Jakarta: Rineka Cipta, Cet II, 2002, hlm144 Ibid., 45 QS. At-Taubah: 105 46 QS. Al-Jumu’ah: 10 44
41
laki-laki. Jadi perempuan pun berhak untuk mencari nafkah tanpa harus mengubah kodratnya sebagai perempuan atau seorang istri tidak melewati tanggung jawab suami sebagai kepala rumah tangga. Pada abad dua puluh ini negara-negara maju, misalnya di Inggris hanya satu di antara 20 keluarga yang masih menyenangi pola peran tradisional, seperti sang suami bekerja dan si istri tinggal di rumah mengurusi keluarga dan mengasuh anak. Zaman ini sudah banyak wanita yang bekerja di luar rumah. Dari tahun ketahun jumlahnya semakin meningkat, terutama di negara industri47. Kaum wanita karier pada umumnya menolak anggapan bahwa mereka menanggung berbagai beban berat karena merangkap dua beban sekaligus. Apakah naluri keibuannya terganggu oleh karier mereka ? Mereka menjawab, kami justru menemukan keasyikan tertentu dalm menjalankan tugas sebagi ibu rumah tangga dan merasa lebih energik di tempat kerja. Argumentasi ini memang menjadi kontroversi yang sulit ditemukan titik akhir48. Dalam masyarakat Islam pria dan wanita sama-sama menikmati kebebasan penuh dalam kegiatan ekonomi. Keduanya memiliki hak untuk mendapatkan hak milik, melalui berbagai cara yang sah: dengan warisan, pemberian, gaji buruh, atau dengan jual beli. Wanita sebagaiman pria, dapat melakukan kontrak , melakukan usaha, mencari kekayaan, meminjamkan dan meminjam. Setiap pribadi pria dan wanita secara langsung bertanggung jawab terhadap apa pun utang pribadi yang ia lakukan. Wanita memiliki hak mutlak 47 48
Save M. Dagun, Maskulin dan Feminim, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet-I, 1992, hlm. 124 Ibid.,
42
atas kekayaannya. Karena itu, mereka tidak memikul tanggung jawab finansial apa pun kecuali kemewahan pribadi, sementara pria di bawah suatu kewajiban hukum harus menggunakan sebagian kekayaannya untuk memelihara istri mereka, anak-anak, orang tua, dan saudara perempuan, untuk membayar mas kawin kepada perempuan, dan untuk menyediakan tunjangan untuk bekas istri mereka. Sementara wanita tidak memiliki tanggungjawab seperti halnya laki-laki49. Dari keluarga, mereka juga menghadapi berbagai hambatan walaupun ada dukungan. Meskipun keluarga sadar bahwa mereka membutuhkan tambahan pendapatan, mereka juga sulit menerima peran ganda perempuan. Di awal usaha, perempuan juga berbeban ganda. Ia harus belajar untuk memulai usaha, namun tugas dan bebannya sebagi ibu rumah tangga masih harus dilaksanakan. Dari pihak suami, ada yang mendukung, ada juga yng kurang mendukung. Suami yang mendukung akan memberi semangat, dorongan, bantuan dan tidak mengeluh bila pelayanan istri mulai berkurang. Mereka rela melayani diri sendiri. Meskipun demikian rasa waswas tetap ada. Suami cemas kalau istrinya berubah, atau rumah tangga dan anak-anak terabaikan. Beban perempuan bertambah berat bila suaminya kurang setuju. Dia harus berusaha menyakinkan suaminya bahwa tugas barunya tidak akan mengurangi kualitas hasil kerjanya di dalam rumah tangga dan mengurus anaknya. Perempuan juga harus mampu meyakinkan suami bahwa tugas
49
Harun Nasution dan Bahtiar Effendy, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cet-I, 1987, hlm. 253
43
barunya dapat dilaksanakannya dan tidak akan mengubah sikapnya pada suami dan keluarga50. Dalam Al-Qur’an dijelaskan, wanita dituntut untuk bekerja dan berusaha apabila ia ingin berbuat sebagaimana laki-laki dalam membelanjakan di jalan Allah. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Kahfi ayat 110 yang berbunyi:
ﻙ ﺸ ِﺮ ﻳ ﻭﻟﹶﺎ ﺎﺎِﻟﺤﻤﻠﹰﺎ ﺻ ﻋ ﻤ ﹾﻞ ﻌ ﻴﺑ ِﻪ ﹶﻓ ﹾﻠﺭ ﻮ ِﻟﻘﹶﺎﺀﺮﺟ ﻳ ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥﹶﻓﻤ.. ﺍﺣﺪ ﺑ ِﻪ ﹶﺃﺭ ﺩ ِﺓ ﺎِﺑ ِﻌﺒ Artinya: “ Barang siapa berharap perjumpaannya dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia menyekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”.51 ( Al-Kahfi: 110 ) Dari ayat di atas maka seorang wanita dapat bekerja sebagaimana lakilaki. Pada zaman Rosulullah saw sudah ada pengusaha wanita yaitu Siti Khadijah dialah wanita pengusaha kaya raya di kota mekah. Sebagai muslimah, sudah selayaknya, bahkan wajib, menempatkan masalah pekerjaan kaum wanita dalam konteks syar’i, bersumber dari dalildalil Al-Qur’an Maupun Hadits Nabi. Dari kedua sumber itu Allah memuliakan manusia, sehingga seharusnya keduanya dijadikan bekal, pedoman dan sandaran dalam melakukan setiap aktifitas duniawi ini52. Setelah menelaah teks-teks syar’I, semakin jelas bahwa pekerjaan kaum wanita yang terpokok, yang seharusnya menjadi titik sentral semua cita50
Ari Sunarijati, et al., Perempuan Yang Menuntun, Hlm, 35-36 QS. Al-Kahfi: 110 52 Saifuddin Mujtaba’, Isteri Menafkahi Keluarga “ Dilema antara Mencari, Menerima dan Memberi, Surabaya: Pustaka Progressif, Cet-I, 2001, hlm. 25 51
44
citanya diarahkan kepadanya dan ditempatkan dalam kerangka logis pemikirannya, adalah pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan rumah tangga, seperti mengurusi suami, mengasuh anak-anak dan mengatur rumah tangga53. Islam memberikan hak bekerja bagi kaum wanita sebagaimana hak bekerja bagi kaum pria. Jadi, tidak satupun pekerjaan yang di halalkan agama atau di haramkan atas wanita dan hanya diperbolehkan bagi kaum pria saja, Islam tidak membedakan dalam perbuatan syari’ah (tasyri’) antara pria dan wanita. Hanya saja berkaitan dengan hak bekerja ini, wanita yang bersuami misalnya, ia tidak boleh bekerja tanpa persetujuan suami. Sebab, aturan keluarga dan hak-hak perkawinan menghendaki wanita agar memelihara kehidupan rumah tangga dan mementingkan kewajiban suami istri54. Seorang muslim atau muslimat secara syar’i dituntut untuk bekerja, dengan beberapa alasan. Ia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Ia harus memiliki kekuatan, merasa cukup dengan yang halal, menjaga dirinya dari kehinaan meminta-minta, menjaga air mukanya agar tetap jernih , dan menjaga tangannya agar tidak berada di bawah (memintaminta). Karenanya, Islam mengharamkan meminta-minta, jika bukan karena kebutuhan pembebasan yang terpaksa55. Di tengah kehidupan masyarakat, kita menyaksikan bahwa tidak sedikit wanita yang bekerja bersama suaminya diladang, bahkan tidak jarang mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki. Persoalannya 53
Ibid., hlm. 26 Ibid,, hlm. 119 55 Ibid., hlm.120 54
45
adalah berbaurnya wanita dengan pria. Memang, sebaiknya wanita bekerja dengan suami, anak, saudara atau muhrimnya. Namun pada kasus-kasus tertentu, yakni wanita yang bekerja di sektor publik dan dalam keadaan darurat, seperti karena tidak ada orang yang memberi nafkah kepadanya, atau karena wanita tersebut menanggung nafkah anak-anaknya, atau karena suaminya dalam keadaan sakit yang tidak bisa mencukupi nafkah atau kebutuhan pokok keluarga, maka dalam kondisi demikian diperbolehkan, selama nilai-nilai kesopanan Islam dalam bergaul dan berpakaian serta berhias diperhatikan56. Dengan demikian tidak ada halangan bagi seorang muslimah untuk bekerja, menjadi pengusaha, membelanjakan hartanya, melakukan transaksi jual beli dan lain-lain, asal saja dapat menempatkan diri dalam berkarir serta dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang istri terhadap suami, sebagai seorang ibu terhadap anaknya dan memenej ekonomi dalam rumah tangga. Asalkan ketika akan bekerja diluar rumah sudah ada komitmen antara suami dan istri. Dengan adanya komitmen yang sudah disepakati oleh suami dan istri maka keduanya akan saling memahami. Sehingga menjadi keluarga yang harmonis dan selalu dilimpahi keberkahan, nikmat dari Allah SWT dan mensyukurinya.
56
ibid., hlm.123-124
46