BAB II KETENTUAN HUKUM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX PADA BANK A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian. Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan.29 Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat). Perbedaan pandangan dari para sarjana tersebut di atas, timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut 29
Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., hal. 97.
36 Universitas Sumatera Utara
37
pendapat yang banyak dianut (communis opinion doctorum) perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Hal itu sependapat pula dengan Sudikno, ”perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum”.30 Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.31 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.32 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.33 Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. Selanjutnya pengertian perjanjian yang dibahas pada Pasal 1313 KUH Perdata, ternyata mendapat kritik dari para sarjana hukum karena masih 30
Ibid., hal. 97-98 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36. 32 R. Setiawan, Op. Cit., hal. 49. 33 Sri Sofwan Masjchoen, Op. Cit., hal. 1. 31
Universitas Sumatera Utara
38
mengandung
kelemahan-kelemahan.
Sehingga
di
dalam
prakteknya
menimbulkan berbagai keberatan sebab di satu pihak batasan tersebut sangat kurang lengkap, namun di lain pihak terlalu luas. Rumusan pengertian tentang perjanjian menurut KUH Perdata tersebut memberikan konskuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor).
2. Syarat Sahnya Perjanjian Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4 syarat, yaitu: a. Adanya kata sepakat; b. Kecakapan untuk membuat perjanjian; c. Adanya suatu hal tertentu; d. Adanya causa yang halal. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suat perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu disebut syarat obyektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai berikut: a. Kata sepakat Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya memberikan persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak
Universitas Sumatera Utara
39
dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu. Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak ke satu juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya disebutkannya ”sepakat” saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya tulisan, pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.34 J. Satrio, menyatakan, kata sepakat sebagai persesuaian kehendak antara dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum. Dengan demikian adanya kehendak saja belum melahirkan suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain.35 Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan 34
Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1992, hal. 4. J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 129 35
Universitas Sumatera Utara
40
paksaan atau penipuan. Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya kata sepakat antara masing-masing pihak harus diberikan secara bebas atau tidak boleh ada paksaan, kekhilafan dan penipuan. Menurut Sobekti,36 yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik). Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai halhal tersebut ia tidak akan memberikan persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat unuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Dengan demikian suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan, penipuan maka perjanjian itu di kemudian hari dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak.
b. Cakap untuk membuat perjanjian (bertindak) Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian.
36
Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1996, hal. 23-24.
Universitas Sumatera Utara
41
Selanjutnya Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian: 1) Orang yang belum dewasa 2) Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian dan 3) Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata, dinyatakan bahwa ”belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin”. Apabila perkawinan itu dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.37 Namun dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 39 dan 40 dinyatakan untuk penghadap dan saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah. Dalam hal ini cakap bertindak untuk keperluan khusus. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan cukup umur untuk kawin adalah 18 tahun. Sehingga apabila seseorang belum berusia genap 21 tahun tetapi telah kawin menimbulkan konsekuensi menjadi cakap bertindak. Dengan demikian dasar usia cakap untuk bertindak, jika tidak untuk keperluan khusus (telah diatur dalam undang-undang tertenu) maka usia
37
Lihat, Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
42
yang dipakai adalah dua puluh satu tahun atau telah menikah mendasarkan Pasal 1330 KUH Perdata. Mengenai pengampuan/perwalian telah diatur dalam Pasal 433 dan 345 KUH Perdata, sebagai berikut: Pasal 433: Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawa pengampuan, pun jika ia kadangkadang cakap menggunakan pikirnya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya. Pasal 345: Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya. Selanjutnya untuk penjelasan tentang orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undangundang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertenu, diatur pula dalam Pasal 108 KUH Perdata disebutkan bahwa seorang perempuan yan bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dan suaminya. Namun hal ini sudah tidak berlaku dengan adanya Undang-Undan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni Pasal 31 yang menyatakan: hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Soebekti menjelaskan bahwa dari sudut keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu,
Universitas Sumatera Utara
43
mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya itu. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya.
c. Adanya suatu hal tertentu Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Di dalam KUH Perdata Pasal 1333 ayat (1) menyebutkan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan (Pasal 1333 ayat 2).
d. Adanya suatu sebab/kausa yang halal Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak,38
38
Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, (Yogyakarta, 1980, hal. 319
Universitas Sumatera Utara
44
sedangkan sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian. Pada Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum. Pembebanan mengenai syarat subyektif dan syarat obyektif itu penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi apabila persyaratan itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subyektif mengakibatkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya. Pihak di sini yang dimaksud adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perizinannya atau menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas. Misalkan orang yang belum dewasa yang memintakan pembatalan orang tua atau walinya ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan yang menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Dan apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Perjanjian seperti itu disebut null and void.
Universitas Sumatera Utara
45
Sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif mengakibatkan suat perjanjian batal demi hukum.
3. Jenis-jenis Perjanjian Mengenai perjanjian ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, peraturanperaturan yang tercantum dalam KUH Perdata ini sering disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian yang sama sekali tidak diatur dalam bentuk perjanjian itu: 1. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain. 2. Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.39 Pasal 1234 KUH Perdata, membagi perikatan menjadi 3 (tiga) macam: a. Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang b. Perikatan untuk berbuat sesuatu c. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. Lebih lanjut penjelasan dari perikatan di atas, adalah sebagai berikut: a. Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang
39
R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, 1978, hal. 10.
Bandung,
Universitas Sumatera Utara
46
Ketentuan ini, diatur dalam KUH Perdata Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238. Sebagai contoh untuk perikatan ini, adalah jual beli, tukar menukar, penghibahan, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lain-lain. b. Perikatan untuk berbuat sesuatu Hal ini diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apa
si
berutang
tidak
memenuhi
kewajibannya,
mendapatkan
penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”. Sebagai contoh perjanjian ini adalah perjanjian hutang. c. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu Hal ini diatur dalam Pasal 1240 KUH Perdata, sebagai contoh perjanjian ini adalah: perjanjian untuk tidak mendirikan rumah bertingkat, perjanjian untuk tidak mendirikan perusahaan sejenis, dan lain-lain. Setelah membagi bentuk perjanjian berdasarkan pengaturan dalam KUH Perdata atau di luar KUH Perdata dan macam perjanjian dilihat dari lainnya, di sini, R. Subekti,40 membagi lagi macam-macam perjanjian yang dilihat dari bentuknya, yaitu: 1) Perikatan bersyarat, adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, mengandung adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertanggung jawabkan (ospchortende voorwade). Suatu contoh saya berjanji pada seseorang untuk membeli mobilnya kalau saya lulus dari ujian, di sini
40
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
47
2)
3)
4)
5)
6)
dapat dikatakan bahwa jual beli itu akan hanya terjadi kalau saya lulus dari ujian. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketepatan waktu (tijdshepaling), perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang. Perikatan yang memperbolehkan memilih (alternatif) adalah suatu perikatan, dimana terdapat dua atau lebih macam, prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau satu juta rupiah. Perikatan tanggung menanggung (hoofdelijk atau solidair) ini adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi, apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka. Jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya. Perikatan dengan penetapan hukum (strafbeding), adalah untuk mencegah jangan sampai ia berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman apabila perjanjian telah sebahagian dipenuhi.
Universitas Sumatera Utara
48
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut pelbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:41 1. Perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jualbeli. 2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya: hibah.42 Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. 3. Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoemd). Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V s/d XVIII KUH Perdata. Di luar perjanjian khusus tumbuh perjanjian umum yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tak terbatas. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam Hukum Perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian umum adalah perjanjian sewa beli. 4. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). 5. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil
41
Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III…,op. cit., hal. 90-93. Lihat juga Pasal 1314 KUH Perdata, “Suatu persetujuan dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban. Suatu persetujuan dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu persetujuan atas beban, adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masingmasing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. 42
Universitas Sumatera Utara
49
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian di mana di antara kedua: belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan-perikatan. 6. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya. a. perjanjian liberatoir: yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) ps. 1438 KUH Perdata); b. perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst); yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka. c. perjanjian untung-untungan: misalnya prjanjian asuransi, ps. 1774 KUH Perdata. d. Perjanjian publik: yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas. Selanjutnya, berhubung dengan pembedaan perjanjian timbal balik dengan perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban, maka menurut Mariam Darus
Badrulzaman,
perlu
dibicarakan
perjanjian
campuran.
Perjanjian
campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tapi pula menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai faham, yaitu:43 1. Faham pertama: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus sui generis). 2. Faham kedua: mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorbsi). 3 Faham ketiga: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undangundang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu (teori combinatie). 4. Hapusnya suatu perjanjian 43
Ibid., hal. 90-91.
Universitas Sumatera Utara
50
Tentang hapusnya perjanjian yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian diatur pada titel ke-4 dalam Buku III KUH Perdata. Hapusnya persetujuan berarti menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan dengan sendirinya menghapus seluruh perjanjian, tetapi belum tentu dengan hapusnya perjanjian akan menghapus persetujuan hanya saja persetujuan itu tidak mempunyai kekuatan pelaksanaan, sebab ini berarti bahwa pelaksanaan persetujuan telah dipenuhi debitur.
B. Lembaga Perbankan Perbankan selain mempunyai fungsi yang penting bagi suatu negara juga merupakan alat bagi pemerintah untuk menjaga stabilisasi ekonomi moneter dan keuangan negara. Stabilisasi ekonomi moneter dan keuangan negara dapat tercapai, apabila Perbankan/bank diberi fungsi oleh pemerintah dengan sebaikbaiknya sebagai alat ekonomi dan keuangan negara.44 Apabila
ditelusuri
sejarah
dari
terminologi
bank,
maka
akan
diketemukan bahwa kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu “Banca” yang berarti bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Oleh karena pada waktu itu
44
Achimad Anwari, Praktek Perbankan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal.16.
Universitas Sumatera Utara
51
pihak bankir Italia yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar.45 Di samping itu ada juga yang memberi arti kepada bank sebagai suatu institusi yang mempunyai peran yang besar dalam dunia komersil, yang mempunyai wewenang untuk menerima deposito, memberikan pinjaman dan menerbitkan promissory notes yang sering disebut dengan bank bills atau bank note. Narnun dernikian, fungsi bank yang orisinil adalah hanya menerima deposito berupa uang logam, plate, emas dan lain-lain.46 Selanjutnya bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Undang-Undang Perbankan). Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan, menyebutkan yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Adapun tugas dari bank dapat dijelaskan berikut ini: 1. Tugas Bank Indonesia
45
Abdurrahinan, A. Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hal. 80. 46 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, St. Paul Minnesota West Publishing Co.. USA, 1968, hal. 184.
Universitas Sumatera Utara
52
Untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah diperlukan bank sentral yang memiliki kedudukan yang independen. Kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen berada di luar pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Independensi ini membawa konsekuensi yuridis logis, bahwa Bank Indonesia juga mempunyai kewenangan mengatur atau membuat/menerbitkan peraturan yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang dan menjangkau seluruh bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian Bank Indonesia sebagai suatu lembaga negara yang independen dapat menerbitkan peraturan dengan disertai kemungkinan pemberian sanksi administratif. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud di atas, maka menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, tugas dari Bank Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; 2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; 3) Mengatur dan mengawasi Bank-bank.
2. Tugas Bank Umum Tugas Bank Umum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Perbankan, yaitu untuk rnenunjang pelaksanan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui pemberdayaan koperasi, usaha
Universitas Sumatera Utara
53
kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Bank Umum. Kegiatan dan bidang usaha Bank Umum, secara umum sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Selanjutnya kegiatan pokok dari suatu Bank Umum adalah sebagai berikut: 1. Menarik dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk-bentuk lain; 2. Menyalurkan dana lewat pemberian kredit; 3. Menerbitkan surat pengakuan hutang; 4. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri atau atas kepentingan dan atau nasabah, yakni terhadap suatu surat berharga sebagai berikut: 5. Surat-surat wesel; a. Surat Pengakuan Hutang atau kertas dagang lainnya; b. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; c. Sertifikat Bank Indonesia (SBI); d. Obligasi; e. Surat dagang berjangka waktu sampai maksimum I (satu) tahun; f. Surat-surat berharga lain dengan jangka waktu maksimum 1 (satu) tahun. 6. Memindahkan uang baik untuk kepentingan bank sendiri ataupun untuk kepentingan nasabah; 7. Menempatkan dana, meminjam dana atau meminjamkan dana pada atau dan bank lain dengan menggunakan instrumen berupa surat, telekomunikasi, wesel atas tunjuk, cek atau instrumen-instrumen lainnya; 8. Menerima pembayaran atas tagihan surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
Universitas Sumatera Utara
54
9. Menyediakan tempat (Save Deposit Box) untuk menyimpan barang dan surat berharga; 10. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain yang akan diadministrasikan secara terpisah dengan harta bank (dengan berdasarkan kontrak); 11. Melakukan penempatan dana dari nasabah yang satu kepada nasabah yang lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat pada Bursa Efek; 12. Membeli barang agunan debiturnya melalui pelelangan dengan syarat agar barang agunan yang dibeli tersebut secepatnya dicairkan; 13. Melakukan kegiatan factoring, usaha kartu kredit dan wali amanat; 14. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah dan; 15. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh suatu bank (seperti bank garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, trust dan lain-lain).47 Di samping kegiatan utama seperti tersebut di atas, maka menurut sistem Undang-Undang Perbankan, suatu Bank Umum mempunyai juga kegiatan tambahan berupa: 1) Melakukan kegiatan dalam valuta asing; 2) Melakukan penyertaan modal pada bank, perusahaan lain dalam bidang keuangan (seperti perusahaan leasing, modal ventura, perusahaan efek, asuransi) atau dalam lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan; 3) Melakukan kegiatan penyertaan sementara pada perusahaan yang gagal mengembalikan kredit; 4) Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun.
47
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang- Undang Tahun 1998), Buku Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 6-8.
Universitas Sumatera Utara
55
Dengan demikian dari uraian di atas, maka pada prinsipnya suatu kegiatan bank terdiri dari 3 (tiga) kegiatan pokok sebagai berikut: 1) Kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat; 2) Kegiatan penarikan dana dari masyarakat; 3) Kegiatan pemberian jasa tertentu yang dapat menghasilkan fee based income. Pada prinsipnya, Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan Pembangunan Nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk rneningkatkan kesejahteraan rakyat, bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui jasajasanya yang ditawarkan. Oleh karena itu, keberhasilan atau kegagalan dari suatu bank dalam menghimpun dan menyalurkan kembali dana ke masyarakat sangat dipengaruhi oleh jasa apa yang ditawarkan oleh bank itu sendiri. Suatu bank bisa lebih menyenangkan dan menjadi pilihan bagi nasabah daripada bank lain, karena terdapatnya berbagai jasa yang ditawarkan atau yang dapat dikerjakan olehnya derni kepuasaan nasabah. Keberanekaragaman jasa tentu akan lebih menarik dan menyenangkan banyak orang daripada bank yang hanya melayani satu atau dua jasa perbankan saja, termasuk di dalamnya jasa Safe Deposit Box (SDB).
C. Safe Deposit Box 1. Pengertian dan Latar Belakang Safe Deposit Box
Universitas Sumatera Utara
56
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, yaitu dengan melakukan segala usaha. Salah satu usahanya
adalah
dengan
melakukan
penawaran/pelayanan
jasa
kepada
masyarakat. Hal tersebut telah dilakukan sejak dahulu. Salah satu penawaran/ pelayanan jasa yang diberikan adalah Kotak Pengaman Simpanan (Safe Deposit Box). Safe Deposit Box adalah salah satu sistem pelayanan bank kepada masyarakat, dalam bentuk bank menyewakan box dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang-barang berharga dengan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci kotak pengaman tersebut (Safe Deposit Box).48 Safe Deposit Box tersebut merupakan salah satu bentuk jasa tertua perbankan. Walaupun masih ada sekarang namun pelayanan ini jauh sekali bedanya dengan jasa-jasa perbankan lainnya yang lebih dikenal seperti menerima deposito, membayar cek dan memberi kredit, ketiganya menggunakan uang (dalam bentuk uang). Karena jika dalam bentuk uang, maka antara uang yang satu dengan yang lain nilainya sama dan tidak ada hubungan apapun yang terdapat antara uang yang disetorkan senilai dengan uang yang akhirnya diambil. Lain halnya jika menyimpan dalam bentuk suatu polis asuransi atau sebuah cincin berlian dalam kotak pengaman simpanan (Safe Deposit Box) adalah permintaan dari masyarakat yang menginginkan jenis perlindungan ini untuk
48
Thomas Suyatno, dkk., Kelembagaan Perbankan. Gramedia. Jakarta. 1990, hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
57
milik mereka yang paling berharga, hal ini merupakan kecenderungan bank-bank untuk memberikan pelayanan perbankan yang lengkap kepada para pemegang rekening. Karena kunci utama dari dulu sampai saat ini dalam pemberian pelayanan tersebut adalah terletak pada perlindungan dan keamanan. bahwa setiap bank yang rnenawarkan jasa kotak pengaman simpanan (Safe Deposit Box)
harus
menyadari
sepenuhnya
tanggung
jawab
dan
kewajiban
mereka. Sehingga hal ini dapat menjamin kepentingan masing-masing antara bank dengan nasabah. Seiring dengan perkembangan zaman dan pembangunan di segala bidang, peranan Perbankan saat ini semakin ditingkatkan terutarna dalam hal efisiensi, efektivitas dan mutu pelayanannya. Dari hal tersebut peningkatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan juga dalam rangka persaingan pemasaran produk/jasa-jasa perbankan yang dihasilkan dalam hubungannya dengan perkembangan sistem dan teknologi pengelolaan bank. Safe Deposit Box sebagai salah satu jasa perbankan yang memberikan fasilitas pelayanan penyimpanan barang-barang berharga dan surat-surat berharga, dirasa semakin dibutuhkan keberadaannya terutama bagi masyarakat yang
menginginkan
terjaminnya
keamanan
penyimpanan
barang-barang
berharga dan surat-surat berharga yang dimiliki. Sejak
mulai
dikenalnya
kegiatan
perbankan,
seiring
dengan
perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat memacu proses kreatifitas dalam
Universitas Sumatera Utara
58
dunia perbankan untuk melahirkan poduk-produk jasa yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Produk jasa yang lahir sebagai suatu pemenuhan dari kebutuhan masyarakat tersebut antara lain produk jasa berupa Safe Deposit Box. Safe Deposit Box terinspirasi dari kegiatan yang serupa yang dilakukan oleh tukang mas di masa larnpau, yaitu menerima dan menyimpan serta menjaga keamanan logam berharga dan benda-benda berharga lainnya. Menyedikan fasilitas untuk penyimpanan aman (safe deposit box) bagi uang, barang-barang berharga, dan milik bernilai lainnya, merupakan salah satu bentuk tertua Perbankan. Walaupun masih ada sekarang, namun pelayanan ini jauh sekali bedanya dengan fungsi-fungsi Perbankan yang lebih dikenal yaitu menerima deposito, membayar cek dan memberi kredit.49 Dalam memberikan pelayanan simpanan aman, bank sesungguhnya menyewakan ruang vault (ruang besi) pribadi kepada nasabahnya, yang didesain dari pemakaian sistem alarm modern meminimumkan bahaya pembongkaran. Untuk pelayanan ini bank memungut suatu fee tahunan.50 Safe Deposit Box adalah jasa bank diberikan khusus kepada para nasabah utamanya. Jasa ini dikenal juga dengan nama safe loket. Safe Deposit Box berbentuk kotak dengan ukuran tertentu dan disewakan kepada nasabah yang
49 50
A. Hasymi Ali, Op. Cit., hal. 334. Ibid., hal. 335.
Universitas Sumatera Utara
59
berkepentingan
untuk
menyimpan
dokumen-dokumen
atau
benda-benda
berharga miliknya.51 Menurut Kamus Umum Lengkap Inggris-Indonesia, pengertian Safe adalah menyelamatkan, mengelakkan, menyimpan, menghemat.52 Deposit adalah menyimpan53 sedangkan Box adalah peti atau kotak.54 Jadi secara umum Safe Deposit Box diartikan sebagai kotak yang aman tempat penyimpanan. Keberadaan Safe Deposit Box pada Perbankan di Indonesia, berawal dari kekhawatiran masyarakat akan kondisi politik yang tidak stabil yang mengakibatkan situasi keamanan yang tidak kondusif, selain juga kesulitan/ keterbatasan
tempat
untuk
melakukan
penyimpanan
terhadap
benda-
benda/suratsurat berharga yang terdapat di rumah, karena takut akan resiko terselip, kebakaran, dan resiko lainnya, menimbulkan inisiatif bagi bank untuk menyediakan suatu fasilitas pelayanan jasa berupa Safe Deposit Box. Oleh karena itu banyak bank besar dan menengah yang mengambil alih peranan pengerjaan administrasi nasabahnya untuk dapat memperoleh lebih banyak sumber penerimaan. Fasilitas pelayanan jasa berupa Safe Deposit Box ini diatur dalam Undang-Undang Perbankan khususnya Pasal 6 huruf h.55
51 52
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 160. Saodah Nasution, Kamus Umum Lengkap, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1989,
hal. 222. 53
Ibid., hal. 68. Ibid., hal. 27 55 Dalam Bank Syariah, fasilitas pelayanan jasa Safe Deposit Box dikenal dengan sebutan alwadi‘ah Yad al-Amanah (trustee depository), yaitu merupakan titipan murni yang setiap saat dapat 54
Universitas Sumatera Utara
60
Selanjutnya, berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.321/1994 tanggal 13 April 1994, maka jasa persewaan Safe Deposit Box adalah termasuk Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya terutang PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Pendapatan bank atas kegiatan usaha penyediaan dan penyewaan Safe Deposit Box yaitu berupa imbalan (fee) atas jasa yang disediakannya berupa biaya sewa yakni pemakaian yang harus dibayar setiap tahun, serta biaya deposit untuk jaminan kunci (apabila hilang), hanya saja biaya jaminan kunci ini akan dikembalikan ketika nasabah tidak lagi menyewa Safe Deposit Box tersebut.56 Safe Deposit Box merupakan jalan keluar dari kebutuhan masyarakat akan perlindungan atas keselamatan dari barang-barang berharga yang dimilikinya, memang hal tersebut merupakan pelayanan yang dipromosikan dalam Safe Deposit Box oleh dunia perbankan.
2. Keuntungan Safe Deposit Box Sesuai ketentuan website Bank Indonesia, yang disebarkan sebagai bagian dari Program Edukasi Masyarakat dalam rangka Implementasi Arsitektur
diambil jika pemiliknya menghendaki, yang mana harta atau barang yang dititipkan tersebut tidak boleh dimanfaatkan dan dipergunakan oleh penerima titipan, karena penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya. Sebagai kompensasi, maka penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan. Lihat, Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking, Bank Syariah dari Teori dan Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hal. 148. 56 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, cetakan ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 319.
Universitas Sumatera Utara
61
Perbankan Indonesia, disebutkan keuntungan penyimpanan dengan Safe Deposit Box adalah: a. Aman. Ruang penyimpanan yang kokoh dilengkapi dengan sistem keamanan terus menerus selama 24 jam. Untuk membukanya diperlukan kunci dari penyewa dan kunci dari bank. b. Fleksibel. Tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan kebutuhan penyewa baik bagi penyewa perorangan maupun badan. c. Mudah. Persyaratan sewa cukup dengan membuka tabungan atau giro (ada bank yang tidak mensyaratkan hal tersebut, namun mengenakan tarif yang berbeda).57 Safe Deposit Box memberikan keuntungan bagi pihak bank, yaitu biaya sewa dan uang setoran jaminan yang mengendap. Sedangkan keuntungan bagi pihak nasabah, yaitu: a. Kerahasian barang-barang yang disimpan terjamin, karena pihak bank tidak perlu mengetahui isi dalam box tersebut selama tidak melanggar aturan yang telah ditentukan sebelumnya. b. Menjamin keamanan dokumen, karena didukung oleh peralatan yang canggih, box terbuat dari baja yang tahan api, dan terdapat 2 (dua) anak kunci yang hanya dapat dibuka dengan kedua kunci tersebut yang masing-
57
“Safe Deposit Box”, Op. Cit., hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
62
masing dipegang oleh pihak bank dan oleh nasabah itu sendiri, sehingga tidak dapat dibuka oleh salah satu pihak, baik nasabah maupun pihak bank. Selain memperoleh keuntungan seperti yang tersebut di atas, maka sebaliknya nasabah pengguna Safe Deposit Box dikenakan berbagai macam biaya, yakni: a. Biaya sewa, besarnya tergantung dari ukuran box yang diinginkan serta jangka waktu sewa. Biasanya biaya sewa dibayar pertahun. b. Setoran jaminan, merupakan biaya pengganti apabila kunci yang dipegang oleh nasabah hilang dan box harus dibongkar. Akan tetapi, jika tidak terjadi masalah dan nasabah tidak memperpanjang penggunaan fasilitas Safe Deposit Box tersebut, maka uang setoran jaminan akan dikembalikan.
D. Ketentuan Hukum Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box Pada Bank Safe Deposit Box sebagai salah satu jasa perbankan dalam hal penyimpanan barang-barang berharga dan surat-surat berharga milik nasabah (penyewa). Setiap bank mempunyai latar belakang yang sama dengan bank-bank yang lain dalam hal penggunaan Safe Deposit Box yang ditawarkan pada masyarakat, karena masyarakat semakin membutuhkan suatu fasilitas yang memberikan jaminan keamanan terhadap penyimpanan barang-barang berharga dan surat-surat berharga yang dimiliki. Ketentuan hukum juga banyak berkaitan dengan kegiatan operasional bank dalam hal pelayanan jasa perbankan khususnya mengenai Safe Deposit Box ini.
Universitas Sumatera Utara
63
Undang-undang atau peraturan hukum yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan Safe Deposit Box, yaitu: Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Undang-Undang Perbankan), Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PI.321/1994 tanggal 13 April 1994 yang mengatur jasa penyewaan Safe Deposit Box adalah Jasa Kena Pajak yang atas penyeranannya terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan juga pengaturan hukum safe deposit box yang diteluarkan Bank Indonesia. Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Perbankan menyatakan penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak rnempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut. Pasal 6 huruf h dan huruf 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan bank menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, dan melakukan kegiatan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. Selanjutnya dalam Pasal 9 Undang-Undang Perbankan disebutkan: Bank Umum yang menyelenggarakan kegiatan penitipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i bertanggung jawab untuk menyimpan harta milik penitip dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak. Harta yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri. Dalam hal Bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan pada Bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
64
Selanjutnya dalam berdasarkan Brosur Bank Indonesia yang disebarkan sebagai bagian dari Program Edukasi Masyarakat dalam rangka Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia ditentukan Safe Deposit Box (SDB) adalah jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau surat-surat berharga yang dirancang secara khusus dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang khasanah yang kokoh dan tahan api untuk menjaga keamanan barang yang disimpan dan memberikan rasa aman bagi penggunanya. Dalam brosur Bank Indonesia itu telah ditentukan barang yang tidak boleh atau sebaiknya tidak disimpan dalam Safe Deposit Box antara lain: 1. Senjata api/bahan peledak 2. Segala macam barang yang diduga dapat membahayakan atau merusak SDB yang bersangkutan dan tempat sekitarnya. 3. Barang yang sangat diperlukan saat keadaan darurat seperti surat kuasa, catatan kesehatan dan petunjuk bila penyewa sakit, petunjuk bila penyewa meninggal dunia (wasiat). 4. Barang lainnya yang dilarang oleh bank atau ketentuan yang berlaku.58 Perjanjian Safe Deposit Box secara umum memiliki hubungan yang erat dengan ketentuan Bab VII Buku III KUHPerdata tentang perjanjian sewamenyewa.
58
“Safe Deposit Box” http://www.bi.go.id/SafeDepositBox.pdf., terakhir diakses tanggal 12 Februari 2010, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
65
Pasal 1548 KUHPerdata menyatakan sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya. Sewa menyewa seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian lain pada umumnya adalah merupakan perjanjian konsensuil, yang berarti bahwa perjanjian tersebut sudah dikatakan sah dan mengikat pada detik tercapinya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Oleh karena yang diserahkan si penyewa adalah bukan hak milik atas barang, melainkan hanya hak pakai dan pemungutan hasil dari barang tersebut, maka di Negeri Belanda semua ahli hukum berpendapat bahwa, yang dapat menyewakan barang tidak hanya pemilik barang melainkan semua orang yang berdasar atas suatu hak berkuasa untuk memindahkan pemakaian barang ke tangan orang lain.59 Misalnya Pasal 722 KUHPerdata mengizinkan sesorang yang mempunyai hak memungut hasil (vruchtgebruik) atas suatu barang, untuk menyewakan barang itu, sedangkan menurut Pasal 823 KUHPerdata si penyewa adalah seseorang yang mempunyai hak memakai, sedangkan Pasal 827 KUHPerdata mengatakan bahwa seeorang yang mempunyai hak mendiami sebuah rumah tidak berhak untuk menyewakan kedua macam hak tersebut.
59
Djoko Prakosi dan Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Cetakan Pertama, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
66
Perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box yang dilakukan PT. BNI (Persero)
Tbk
Tanjung
Balai
Asahan
dengan
nasabah,
secara
tegas
dinyatakan”nasabah penyewa tidak dapat mengalihkan hak sewa kepada pihak lain”.60 Adapun kewajiban dari pihak yang menyewakan menurut Pasal 1550 KUHPerdata a. Menyerahkan (leveren) barangnya kepada si penyewa; b. Memelihara barangnya sedemikian rupa, sehingga barangnya dapat dipakai secara yang dimaksudkan; c. Berusaha supaya si penyewa selama persetujuan sewa-menyewa berjalan, selalu secara tenteram dapat memakai dan menikmati barangnya yang disewa itu (rusting genot) Sedangkan kewajiban dari penyewa menurut Pasal 1560 KUHPerdata, yaitu: a. Memakai barang yang disewa secara sangat berhati-hati (als een goed huisvader) b. Membayar uang sewa pada waktu-waktu yang ditentukan dalam persetujuan sewa menyewa. Berkenaan dengan hal ini, ketentuan dalam Pasal 1553 KUHPerdata menyatakan, jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tidak disengaja, maka perjanjian sewa gugur 60
Butir 25 Persyaratan Sewa Menyewa Safe Deposit Box PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Universitas Sumatera Utara
67
demi hukum. Jika barangnya hanya sebagian musnah, si penyewa dapat memilih menurut keadaan apakah ia akan meminta pengurangan harga sewa ataukah ia akan meminta, bahkan pembatalan perjanjian sewa tetapi tidak dalam satu dan kedua hal itu ia berhak atas suatu ganti rugi. Walaupun peraturan resiko dalam sewa menyewa ini tidak begitu jelas diterangkan oleh Pasal 1553 KUH Perdata tersebut, namun dapat berlaku sama dalam perjanjian sewa menyewa Safe Defosit Box pada bank. Di samping itu, perjanjian Safe Deposit Box terkait dengan Bab II KUHPerdata, khususnya dengan perjanjian baku (standard contract) yang berkaitan dengan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. Menurut Pitlo, latar belakang timbulnya perjanjian baku adalah disebabkan kerena keadaan sosial dan ekonomi, di mana perusahaan yang besar, perusahaan semi, pemerintah ataupun perusahaan-perusahaan pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka menentukan syarat-syarat tertentu secara sepihak. Pihak lawannya (wederpartij) yang pada umumnya memiliki kedudukan (ekonomi) lemah, baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya hanya menerima apa yang disodorkan itu.61 Menurut Anson’s Law of Contract dalam Mariam Darus menyatakan, “The standard form contract is the rule. He must either accept the terms of this
61
Mr. A. Pitlo, Evoluiie in Het Privaatrecht, Tweeede druk, H.D. Dtjeenk Willink Groningen, 1972, hal. 48 dalam Mariam Darus Badrulzaman, Butir-Butir Pemikiran Hukum Guru Besar dari Masa ke Masa Kumpulan Pidato Pengukuhan Jabatan Jabatan Guru Besar Fakultas Hukum USU 1979-2001, Penyunting Tan Kamelo, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
68
contract in toto or go without”.62 Maksudnya jika pihak yang disodorkan perjanjian baku itu (nasabah/penyewa Safe Deposit Box) tidak menyetujui isi dari syarat-syarat yang terdapat dalam perjanjian itu maka nasabah tersebut tidak dimungkinkan untuk mengadakan perubahan isi/syarat-syarat yang tertera dalam perjanjian yang diajukan pihak bank untuk ditandatangani. Adapun ciri-ciri dari perjanjian baku yaitu: a. Berbentuk tertulis, biasanya dalam bentuk formulir b. Bersifat massal dan konfektif (tanpa memperhatikan perbedaan kondisi tiaptiap individu) c. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat. d. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanijan itu. e. Terdorong oleh kebutuhannya, masyarakat (debitur) terpaksa menerima perjanjian itu. Perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box yang dilakukan pihak bank dengan nasabah debitur dilakukan dalam suatu perjanjian tertulis yang isinya atau persyaratan yang ada dalam perjanjian telah ditentukan atau dibuat oleh pihak dalam suatu lembaran (formulir) yang disodorkan kepada nasabah pengguna Safe Deposit Box.
62
Anson’s Law of Contract, Oxford University Press, Repinted, 1979, hal. 150 dalam Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 21..
Universitas Sumatera Utara