BAB II KESULITAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR’AN
A. Kesulitan Belajar 1. Pengertian Kesulitan Belajar Aktifitas belajar bagi setiap individu (siswa), tidak selamanya dapat berjalan selamanya secara wajar. Kadang lancar, terkadang juga tidak, ada yang terhitung cepat menangkap apa yang dipelajari, adapula yang amat kesulitan. Dalam hal semangat bersifat turun naik untuk berkonsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Kesulitan belajar (learning disability) menurut The United States Office of Education (USOE) tahun 1977 adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan.1 Gangguan yang dimaksudkan di sini adalah gangguan dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung.2 Sedangkan dalam The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD) disebutkan bahwa kesulitan belajar menunjukkan pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang study matematika.3
1
Mukhtar dan Rusmini, Pengajaran Remidial: Teori dan Penerapannya dalam Pembelajaran, (Jakarta: Tifa Mulia Sejahtera, 2004), hlm. 36 2 Ibid 3 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajara, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 7
14
15
Menurut psikiater anak, dr. Tjhin Wiguna, Sp.KJ, dyslexia merupakan salah satu jenis kesulitan belajar spesifik. Disebut juga kesulitan membaca. Lazim juga dikenal sebagai dyslexia perkembangan4 Berbeda lagi definisi yang dikemukakan oleh The Board of The Association for Children and Adult With Learning Disabilities (ACALD) yang memberikan definisi bahwa kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi yang diduga bersumber neurologist yang secara selektif mengganggu perkembangan integrasi atau kemampuan verbal dan non verbal.5 Dari beberapa devinisi tersebut, secara garis besar kesulitan belajar mencakup (a) kemungkinan adanya disfungsi neurologist, (b) adanya kesulitan dalam tugas akademik, (c) adanya kesenjangan antara prestasi dan potensi dan (d) adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain.6 Sedangkan untuk ruang lingkup Indonesia, belum ada devinisi baku mengenai kesulitan belajar. Namun demikian, biasanya seorang guru akan menganggap siswa yang memiliki prestasi belajar rendah sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar.7 2. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Ada dua sumber utama kesulitan belajar, yaitu berasal dari dirinya sendiri dan dari luar diri. Dari dalam diri bisa berupa gangguan otak, gangguan panca indra, cacat fisik dan gangguan psikis. Sedangkan penyebab dari luar berupa keadaan keluarga, sarana & prasarana sekolah, dan kondisi sosial masyarakat. Gangguan pada otak mengakibatkan persepsi siswa terganggu. Mereka tak mampu menangkap pelajaran. Menurut Dr. Abdulbar Hamid (dari Bagian Neurologi FKUI/RSCM), anak yang mengalami disfungsi minimal otak (DMO), seringkali sulit belajar. Gejala DMO dapat berupa kesulitan belajar spesifik, atau kelainan 4
Penderita Disleksia Cenderung Bunuh Diri!, dalam http://www.kompas.com/kesehatan/news/0402/26/071634.htm, diakses tanggal 20 Desember 2005 5 Mulyono Abdurrahman, op.cit., hlm. 8 6 Ibid, hlm. 9 7 Mukhtar dan Rusmini, op.cit., hlm. 37
16
perilaku.
Gejala
kesulitan
belajar
spesifik:
1.
Gangguan
atensi
(hyperactivities); 2. Gangguan wicara/bahasa (dysphasia); 3. Kesulitan membaca (dyslexia); 4. Kesulitan menulis (dyshfragia); 5. Kesulitan berhitung (dyscalculia); 6. Tak terampil (dysphraxia).8 Secara garis besar, kesulitan belajar disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. a. Faktor Internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri siswa yang terdiri dari;9 1. Kelemahan fisik, seperti (a) adanya suatu susunan saraf yang tidak sempurna sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan emosional (b) adanya penyakit menahun yang dapat menghambat usaha-usaha belajar secara optimal. 2. Kelemahan
mental,
seperti
(a)
lemah
mental
atau
taraf
kecerdasannya berkurang, (b) kurang bakat dan minat, bimbang, kurang usaha, aktifitas yang tidak terarah, kurang semangat dan lain-lain. 3. Kelemahan emosi, seperti (a) adanya rasa tidak aman, (b) phobia, (c) ketidak matangan. 4. Kelemahan karena kebiasaan dan sikap yang salah, seperti (a) banyak
melakukan
aktifitas
yang
bertentangan
dan
tidak
menunjang kegiatan sekolah atau malas belajar, (b) kegagalan dalam usaha memusatkan perhatian, (c) sering bolos, (d) gugup. 5. Tidak memiliki ketrampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan seperti membaca, menulis, berhitung dan memiliki kebiasaan belajar dan cara bekerja yang salah. b. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar siswa, diantaranya;10
8
Eka Dianti Usman, Murid Sulit Belajar?, dalam http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005/0505/16/1104.htm, diakses tanggal 20 Desember 2005 9 Mukhtar dan Rusmini, op.cit., hlm. 42-45 10 Ibid
17
1. Adanya kurikulum yang seragam, bahan dan buku-buku yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan siswa dan perbedaan individu. 2. Adanya ketidak-sesuaian standar administrasi 3. Adanya beban belajar siswa yang terlalu berat atau populasi yang ada dalam kelas terlalu besar 4. Terlalu sering pindah sekolah, tinggal kelas dan lain sebagainya. 5. Adanya kelemahan dari system dalam kondisi rumah tangga. 6. Terlalu banyak kegiatan di luar jam pelajaran. 7. Kekurangan gizi. Dari faktor-faktor tersebut, penyebab utama kesulitan belajar menurut Mulyono Abdurrahman adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya difungsi neurologist. Sedangkan faktor eksternal merupakan penyebab problem belajar.11 Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologist pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar adalah (a) faktor genetic, (b) luka pada otak karena trauma atau kekurangan oksigen, (c) biokimia yang hilang, (d) biokimia yang dapat merusak otak, (e) pencemaran lingkungan, (f) gizi yang tidak memadai, (g) pengaruh-pengaruh psikologi dan social yang merugikan perkembangan anak.12 3. Ragam Kesulitan Belajar Membaca Cap yang kita berikan pada anak dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi anak. Misalnya kita sering mengatakan pada anak kita kalau dia nakal, maka dia akan semakin sering bertingkah laku nakal karena dia sudah menganggap dirinya memang nakal. Demikian juga kalau kita mengecap mereka bodoh, tidak mau berusaha, atau malas, karena nilai-nilai mereka di sekolah buruk atau karena tidak bisa mengikuti pelajaran. Padahal belum tentu mereka bodoh atau malas. Mungkin mereka memang mengalami beberapa kesulitan dalam belajar. Dalam belajar, ada beberapa jenis kesulitan yang mungkin dialami anak11 12
Mulyono Abdurrahman, op.cit., hlm. 13 Ibid
18
anak. Mereka bisa mengalami kesulitan dalam membaca atau berhitung. Dan penyebabnya bukan karena mereka malas atau bodoh, tapi mungkin karena ada gangguan persarafan. a. Kesulitan yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) yang mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi serta kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. 1. Gangguan perkembangan motorik dan persepsi Siswa yang mengalami gangguan motorik dan persepsi memiliki ciri yang khas dan masing-masing anak akan memiliki jenis dan kesulitan yang berbeda. Gangguan dalam perkembangan motorik dan persepsi ini dapat dibedakan dalam beberapa bagian, yaitu;13 a. Gangguan pengamatan dalam pendengaran dengan ciri-ciri, (a) anak tidak dapat mengenal kembali dan tidak dapat menentukan jenis bunyi yang didengarkan dari lingkungan, (b) tidak berkembang kemampuan mendengarnya, (c) sukar memberikan arti pada kata-kata yang didengarnya, (d) sukar memahami urutan kata-kata dalam kalimat yang didengarkan dari orang lain. b. Gangguan dalam asosiasi pendengaran dengan ciri-ciri, (a) mengalami kesulitan untuk menangkap dua atau beberapa pengertian sekaligus serta melihat hubungan antara pengertian tersebut, (b) sulit menerapkan dan merumuskan dengan katakata hubungan langsung antara dua pengertian, (c) sulit menerapkan
dan
meng-katakan
hubungan
analogi
atau
penjelasan tentang hubungan antara dua pengertian yang telah diberikan, (d) sukar mengelompokkan seperangkat pengertian yang
13
memiliki
kesamaan
sifat,
(e)
sulit
menemukan,
Koestoer Partowisasto, Mengatasi Kesulitan Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1979), hlm. 56
19
merumuskan dan menilai berbagai kemungkinan penyelesaian suatu persoalan. c. Gangguan dalam ekspresi verbal, dengan ciri-ciri (a) tidak memiliki ketrampilan menyuarakan kata, (b) tidak cukup memiliki perbendaharaan kata, (c) tidak bisa lancar dalam menyatakan pikirannya, (d) ketinggalan dalam penguasaan ketrampilan
menggunakan
bahasa
secara
optimal,
(e)
mengalami kelambatan dalam perkembangan ketrampilan berkomunikasi dengan orang lain. d. Gangguan dalam kemampuan melengkapi kalimat dengan ciriciri (a) kurang cukup mengalami bahan yang dibicarakan, (b) kurang mampu menirukan kalimat singkat dan kata-kata, (c) kurang mampu menirukan kata-kata atau kalimat singkat karena tidak memiliki ingatan pendengaran jangka pendek, (d) tidak dapat mereaksi secara lisan maupun batin terhadap katakata yang didengarkan sehingga sukar mengatakan kembali, (e) sukar mempelajari sesuatu meskipun telah dialami berulangulang, (f) sulit menggabungkan bunyi dalam ucapan kalimat agar lancar dalam ucapan. e. Gangguan dalam urutan ingatan pendengaran, dengan ciri-ciri (a) mengalami kesulitan dalam memperhatikan bagian-bagian perangsang pendengaran, (b) tidak mampu mengingat-ingat dan mengulangi apa yang pernah didengarkan dan diperhatikan, (c) mengalami kesulitan dalam menyimpan dan menimbulkan kembali bahan-bahan yang dimasukkan dalam ingatan. f. Gangguan dalam pengamatan visual, dengan ciri-ciri (a) tidak memiliki ketrampilan yang menjadi syarat untuk pengamatan visual motorik, (b) kurang sekali pengetahuan dan pengalaman pengamatannya, (c) tidak mengamati benda-benda yang terdapat dalam jangkauan bidang pandangannya, (d) tidak dapat mengartikan lambang-lambang, sandi-sandi atau isyarat
20
visual, (e) sulit membayangkan kembali benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang pernah disaksikannya sendiri. g. Gangguan dalam asosiasi visual, dengan ciri-ciri (a) sulit menggabungkan beberapa pengertian dalam ingatan dan memperhatikan hubungannya, (b) sulit menetapkan hubungan langsung antara dua pengertian visual, (c) sukar menyebutkan hubungan tak langsung, menjelaskan atau mengatakan analogi hubungan antara dua pengertian yang telah dirumuskan, (d) mengalami kesulitan dalam klasifikasi, kategorisasi atau penggolongan pengertian-pengertian visual yang mempunyai sifat-sifat yang bersamaan, (e) tidak mampu menemukan dan menilai
berbagai
kemungkinan
(alternatif)
penyelesaian
persoalan visual. h. Gangguan dalam ekspresi motor, dengan ciri-ciri (a) tidak memiliki ketrampilan yang diperlukan untuk ekspresi motor, (b) tidak memiliki pengertian yang mendasari ekspresi motor, (c) tidak mampu melakukan langkah-langkah operasional dalam melakukan tugas-tugas pelajaran. i. Gangguan dalam penyimpulan visual, dengan ciri-ciri (a) tidak dapat membuat suatu kesimpulan tentang pengamatan, karena tidak memiliki ketrampilan yang mendasari perceptual motor, (b) tidak mampu membentuk dan mengingat gambaran visual dari
pada
tulisan,
(c)
mengalami
kesulitan
untuk
menggabungkan bagian-bagian benda atau hal yang diamati menjadi suatu kesatuan atau keseluruhan yang bermakna atau membentuk suatu pengertian yang lebih luas, (d) sangat lambat melakukan pengamatan. j. Gangguan dalam urutan ingatan visual, dengan ciri (a) mengalami kesulitan dalam mengingat urutan bahan atau hal yang diamati karena kurang telitinya penglihatan atau karena pembauran penglihatan, (b) sukar memperhatikan bagian-
21
bagian obyek yang diamati, (c) sulit mengingat kembali apa yang pernah dilihat atau diamati dengan perhatian, (d) sukar membaca atau mengeja karena gangguan dalam urutan ingatan visual mengalami kesulitan menghafal dan mengingat kembali informasi yang pernah dipelajari. 2. Kesulitan bahasa dan komunikasi Menurut Lovitt, ada beberapa penyebab terjadinya kesulitan bahasa, yaitu;14 a. Kekurangan kognitif yang meliputi (a) kesulitan memahami dan
membedakan
makna
bunyi
wicara,
(b)
kesulitan
membentuk konsep dan mengembangkannya ke dalam unitunit semantic, (c) kesulitan mengklasifikasikan kata, (d) kesulitan dalam relasi semantic, (e) kesulitan memahami saling keterkaitan antara masalah, proses dan aplikasi, (f) kesulitan transformasi semantic, (g) kesulitan dalam implikasi semantic b. Kekurangan dalam memori yang berakibat pada kesulitan dalam
memproduksi
bahasa,
kekurangan
dalam
memperlihatkan adanya kekurangan dalam mengulang urutan fonem, mengingat kembali kata-kata, mengingat-ingat simbol dan memahami hubungan sebab akibat. c. Kekurangan kemampuan menilai d. Kekurangan kemampuan produksi bahasa yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu (a) kemampuan produksi convergent yang berkenaan dengan kemampuan menggambarkan kesimpulan logis dari informasi verbal dan memproduksi jawaban semantic yang khas, (b) kemampuan produksi divergent yang berkenaan dengan kelancaran, keaslian dan keluasan bahasa yang diproduksi. e. Kekurangan pragmatic yang dicirikan dengan kemampuan dalam 14
mengajukan
Mulyono Abdurrahman, op.cit., hlm. 190
berbagai
pesan,
menjaga
atau
22
mempertahankan percakapan dan mengajukan sanggahan berdasarkan argumentasi yang kuat. Dalam bukunya, Roestiyah mengemukakan bahwa hambatan atau kesulitan belajar bila diteliti dengan seksama hambatan tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: a. Endogen, yaitu hambatan yang dapat timbul dari diri anak sendiri. Hal ini dapat bersifat (1) biologis, yaitu hambatan yang bersifat kejasmanian seperti kesehatan, cacat badan, kurang makan dan sebagainya, (2) psikologis, yaitu hambatan yang bersifat psikis seperti perhatian, minat, bakat, IQ, konstelasi psikis yang berujud emosi gangguan psikis b. Exogen, yaitu hambatan yang dapat timbul dari luar diri anak. Seperti dari orang tua, yang berujud cara mendidik, hubungan orang lain dengan anaknya, latar belakang budaya dan lain sebagainya.15 4. Diagnosis Kesulitan Belajar Diagnosis kesulitan belajar adalah menentukan atau mencari penyebab kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik. Tahap pertama yang paling efisien dalam melakukan diagnosis kesulitan belajar adalah menemukan sejauh mana tujuan peserta didik tercapai sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan kata lain, perlu mengetahui kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam belajar. Tahap kedua adalah menduga secara spesifik penyebab kelemahan dan kekuatan peserta didik dalam belajar. Tahapan ini didasarkan pada asumsi bahwa guru sebagai pembimbing tidak dapat mengambil tindakan secara bijaksana untuk membantu peserta didik dalam mengatasi kesulitan belajar, tanpa gambaran yang jelas tentang penyebab kesulitan belajarnya. Seorang guru hendaknya tidak segera mengemukakan secara pasti penyebab yang menimbulkan kesulitan belajar seorang peserta didik, karena kemungkinan adanya penyebab lain. Sering kali gejala kesulitan 15
165
Rostiyah. WK, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta, Pt. Bina Aksara, 1982), hlm.
23
belajar yang nampak pada seorang peserta didik disebabkan faktor-faktor yang berlainan antara peserta didik satu dengan yang lain. Namun demikian, kesulitan belajar pada anak didik memiliki gejala yang sama. Oleh karena itulah, kecermatan seorang guru dalam melakukan diagnosis sangat menentukan diperolehnya cara yang tepat untuk memberikan jalan penyelesaian atau pemecahan masalah. Keterkaitan antara penyebab yang tampak dengan penyebab yang tidak tampak sangat perlu diketahui sebelum mengambil tindakan. Untuk itulah sangat peting dilakukan diagnosa guna meneliti suatu kasus kesulitan belajar lebih cermat dengan cara terlebih dahulu mengidentifikasi pola hubungan di antara kemungkinan penyebab. 5. Prognosis Kesulitan Belajar Prognosis merupakan langkah dalam mengambil alternative bantuan yang dapat atau mungkin diberikan kepada peserta didik sesuai dengan masalah yang dihadapi sebagaimana yang telah dikemukakan dalam langkah diagnosis masalah. Setelah diketahui tentang penyebab kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik, maka prognosis merupakan tahap penentuan alternative-alternatif yang diberikan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan sifatnya. Untuk mencegah timbulnya masalah dan memelihara keadaan agar tetap baik serta mengembangkan keadaan tersebut menjadi lebih baik, dapat dilakukan dengan proses bimbingan. Sedangkan untuk memecahkan masalah yang bersifat relative, namun menghambat kegiatan belajar, maka dilakukan pemberian bantuan berupa konseling. 6. Patokan Kesulitan Belajar Menurut A. Hellen, ada beberapa patokan yang dapat digunakan untuk menandai kesulitan belajar yang dialami peserta didik, yaitu:16 a. Tujuan Pendidikan 16
A. Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 132
24
Tujuan pendidikan disusun secara berjenjang, yaitu dari tujuan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler sampai tujuan instruksional. Tujuan instruksional merupakan tujuan yang paling akhir dari setiap materi pelajaran. Berdasarkan tujuan pendidikan yang telah ditentukan, maka dapat diidentifikasi bahwa peserta didik yang tidak dapat mencapai tujuan tersebut mengalami kesulitan belajar.17 Pada umumnya, peserta didik yang tidak dapat mencapai tujuan pendidikan dapat dilihat ketika peserta didik tersebut memiliki prestasi belajar di bawah rata-rata. b. Kedudukan dalam Kelompok Kedudukan
dalam
kelompok
merupakan
ukuran
dalam
pencapaian hasil belajar peserta didik. Seorang peserta didik yang mendapat nilai tuju mungkin dinilai terpandai jika dibandingkan dengan peserta didik lainnya yang mendapatkan nilai enam ke bawah.18 Dari gambaran tersebut dapat diketahui bahwa nilai yang dicapai peserta didik mempunyai arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi peserta didik lain dalam kelompoknya. Peserta didik (secara statistic) yang mengalami kesulitan belajar adalah mereka yang menduduki kira-kira 25% di bawah urutan kelompoknya atau peserta didik yang memiliki prestasi di bawah nilai rata-rata kelas.19 c. Perbandingan antara Potensi dan Prestasi Peserta didik yang memiliki potensi baik cenderung untuk memperoleh prestasi yang baik dan begitu jua sebaliknya. Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi yang dicapai peserta didik
dapat
diperkirakan
sejauh
mana
merealisasikan potensi yang dimiliki.
peserta
didik
dapat
Seorang peserta didik
diperkirakan menemukan kesulitan belajar bila terdapat perbedaan
17
Ibid, hlm. 133 Ibid 19 Ibid 18
25
yang mencolok antara potensi yang dimiliki dengan prestasi yang dicapai. d. Kepribadian Hasil belajar yang diperoleh peserta didik akan termanifestasikan dalam
kepribadiannya.
Dikatakan
demikian
karena
melalui
pengalaman-pengalaman yang diperolehnya melalui proses belajar akan menghasilkan perubahan sikap dan perilaku peserta didik yang bersangkutan. Peserta didik yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan sikap tertentu sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah digariskan. B. Ruang Lingkup Kesulitan Belajar Membaca al-Qur’an 1. Pengertian al-Qur’an Secara epistemology, lafadz al-Qur’an berasal dari akar kata ara’a, yang berarti membaca. Al-Qur’an merupakan isim masdar yang diartikan sebagai isim maf’ul, yaitu maqru’ yang berarti yang dibaca.20 Dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat berkaitan dengan asal lafazh al-Qur’an tersebut. Sebagian ulama mengatakan bahwa penulisan lafazh al-Qur’an dibubuhi dengan huruf hamzah. Sedangkan ulama lain berpendapat bahwa lafazh tersebut tidak dibubuhi huruf hamzah.21 Menurut Subhi Shaleh, secara terminology pengertian al-Qur’an adalah firman Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis dalam muskhaf-muskhaf, yang diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya merupakan ibadah.22 Sedangkan menurut Manna’ al-Qatthan dalam kitabnya Mabahis fi Ulum al-Qur’an memberikan definisi al-Qur’an sebagai kalam Allah yang
20
Muhammad ‘Abd al-‘Azhim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz. I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hlm. 14 21 Ibid, hlm. 14-15 22 Subhi Shaleh, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, (Jakarta: Dinamika Barakah Utama, t.th.), hlm. 21
26
diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang membacanya merupakan suatu ibadah.23 2. Membaca al-Qur’an Membaca al-Qur’an merupakan salah satu bentuk manifestasi keimanan seseorang kepada Allah, sebagaimana tercantum dalam surat alBaqarah ayat 121;
ﺮ ِﺑ ِﻪ ﻳ ﹾﻜ ﹸﻔ ﻣﻦﻮ ﹶﻥ ِﺑ ِﻪ ﻭﺆ ِﻣﻨ ﻳ ﻚ ﻭﻟﹶـِﺌ ﻭِﺗ ِﻪ ﹸﺃ ﻼ ﻖ ِﺗ ﹶ ﺣ ﻧﻪﺘﻠﹸﻮﻳ ﺏ ﺎﻢ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘ ﻫ ﺎﻴﻨﺗﻦ ﺁ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﻭ ﹶﻥﺎ ِﺳﺮﻢ ﺍﹾﻟﺨ ﻫ ﻚ ﻭﻟﹶـِﺌ ﹶﻓﹸﺄ Orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. al-Baqarah: 121)24 Qiraat adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan metode pembacaan ayat-ayat al-Qur’an al-Karim. Dalam
qiraat ada banyak
mazhab-mazhab seperti dalam mazhab fiqih. Dimana antara satu mazhab dengan mazhab lainnya terjadi berbedaan dalam cara membaca al-Qur’an al-Karim. Namun kesemuanya memiliki dasar sanad riwayat dari Rasulullah Saw. juga, dimana dahulu para shahabat Rasulullah SAW pun memiliki perbedaan dalam cara membaca al-Qur’an Al-Karim yang kesemuanya diakui dan dibenarkan oleh Rasulullah Saw. Perbedaan qiraat ini ada pada cara membacanya saja, bukan pada khuruf-nya. Karena secara khuruf sudah disepakati oleh para ulama bahwa hanya ada satu khuruf penulisannya saja yaitu dengan kharf Qurasiy yang telah dijadikan standard di Madinah AL-Munawwarah dan di seluruh dunia Islam. Penetapan ini sudah dilakukan di zaman Khalifah Utsman bin
23
Manna’ al-Qatthan, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, (t.tp.,: Mansyurat al-‘Asyr al-Hadits, t.th.), hlm. 21 24 Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an, Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Indah Press, Jakarta, 1966, hlm. 32
27
Affan ra dan menjadi standar penulisan mushaf Al-Qur’an Al-Karim di seluruh dunia. Sedangkan perbedaan qiraat adalah perbedaan dalam cara atau metode membacanya. Yang dasarnya dipengaruhi oleh lahjah masingmasing kabilah (golongan), yang berbeda dan dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Contohnya adalah pada perbedaan tebal tipisnya huruf. Juga masalah imalah, yaitu yang sering kita dengar ada qari’ yang membaca (wadh-dhuhe, wallaili iza saje). Termasuk pada perbedaan dalam masalah idgham, izhar, isyba’, mad (panjang pendeknya huruf), tasydid, takhfif dan lainnya. Perbedaan bacaan itu memang sudah ada sejak zaman shahabat Rasulullah Saw. Mereka yang telah memiliki metode membaca al-Qur’an al-Karim di kalangan shahabat menurut az-Zahabi dalam kitabnya Thabaqatul Mufassirin adalah Ubay, Utsman, Abu ad-Darda’, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-‘Asy’ary dan lainnya.25 Di Madinah adalah Ibnul Musayyib, Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman, Atho’, Muaz bin Al-Harist, Abdurrahman bin Hurmuz, Ibnu Syihab az-Zuhri dan lainnya. Di Mekkah ada Ubaid bin Umair, Atho bin Abi Rabah, Thawus, Mujahid, Ikrimah dan lainnya. Sedangkan di Khufah ada ‘Alqamah, al-Aswad, Masruq, Ubaidah, Amru bin Syarahbil, Al-Harits bin Qais, Said bin Jubair, An-Nakha’i dan lainnya. Di Bashrah ada Abu Aliyah, Abu Raja’, Nashr bin ‘Ashim, Yahya bin Ya’mar, AlHasan, Ibnu Sirin dan Abu Qatadah. Ahli Qiraah (qurra’) dari Mazhab Qiraah yang terkenal adalah qurra’ 7 orang karena kekuatan sanad riwayatnya, usianya dalam mendalami masalah ini serta sifat amanahnya. Begitu juga karena memang telah disepakati oleh umat Islam untuk menjadikan mereka sebagai rujukan. Diantaranya (a) Abu Amru bin alAla’ (Wafat tahun 154 H) dan yang meriwayatkannya adalah ad-Duri dan 25
Mengenai ini lihat Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Mahkota, 1989), bagian Pendahuluan pembahasan mengenai al-Qur’an
28
as-Susiy. (b) Ibnu Katsir (Wafat tahun 120 H) yang meriwayatkannya adalah al-Bazari dan Qunbul. (c) Nafi` al-Madani (Wafat tahun 169 H) dan yang meriwayatkannya adalah Qalun dan Warasy. (d) Ibnu Amir asySyami (Wafat tahun 118 H) dan yang meriwayatkannya adalahHisyam dan Ibnu Zakwan. (e) ‘Ashim al-Kufi (Wafat tahun 128 H) dan yang meriwayatkannya adalah Hafsh dan Syu’bah. (f) Hamzah al-Kufi (Wafat tahun 156 H) dan yang meriwayatkannya adalah Khalaf dan Khalad. (g) Al-Kisa’i Al-Kufi (Wafat tahun 189 H) dan yang meriwayatkannya adalah Abul Harits dan Hafsh Ad-Dauri.26 3. Kaidah dalam Membaca Al-Qur’an Membaca kitab suci al-Qur’an merupakan sebuah ibadah apabila hal itu dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Kaidah tersebut diantaranya adalah mahir, sebagaimana hadits berikut:
ﻋﻦ,ﻋﻦ ﺯﺭﺍﺭﺓﺑﻦ ﺃﻭﰱ,ﻋﻦ ﻗﺘﺎﺩﺓ,ﺣﺪﺛﻨﺎﻫﺸﺎﻡ ﻭﳘﺎﻡ,ﺟﺪﺛﻨﺎ ﻣﺴﻠﻢ ﺑﻦ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺍﻟﺬﻱ:ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ,ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ,ﺳﻌﺪﺑﻦ ﻫﺸﺎﻡ
( ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻳﻘﺮﺃﻩ ﻭﻫﻮﻳﺸﺘﺪ )ﺷﺎﻕ,ﻳﻘﺮﺃﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻭﻫﻮﻣﺎﻫﺮﺑﻪ ﻣﻊ ﺍﻟﺴﻔﺮﺓﺍﻟﻜﺮﺍﻡ ﺍﻟﱪﺭﺓ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻠﻪ ﺃﺟﺮﺍﻥ Diceritakan pada kita Muslim bin Ibrahim, diceritakan pada kita Hisam dan Hammam, dari Qatadah, dari Zurarah Ibnu Aufa, dari Said bin Hisam, dari ‘Aisyah, dari Nabi SAW., bersabda: 徹rang yang membaca al-Qur’an lagi pula ia mahir, kelak mendapatkan tempat dalam surga bersama-sama dengan RasulRasul yang mulia lagi baik, dan orang yang membaca al-Qur’an tetapi tidak mahir membacanya tertegun-tegun (berat) ia akan mendapat dua pahala._ (HR. Abu Dawud)27 a. Ilmu Tajwid Pengertian tajwid menurut bahasa adalah memperelokkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah, tajwid berarti melafadzkan setiap 26 27
Ibid Sunan Abudawud, Juz. 1, (Daar al-Fikr, t.th.), hlm. 340
29
huruf dari makhrajnya yang benar serta memahami hak-hak setiap huruf. Sedangkan hokum mempelajari ilmu tajwid adalah fardlu kifayah dan mengamalkannya adalah fardlu ‘ain bagi setiap muslimin dan muslimat yang mukallaf.28 Ketetapan hukum ini berdasarkan pada firman Allah dalam surat al-Muzammil ayat 4;
ﻼ ﺮﺗِﻴ ﹰ ﺗ ﺁ ﹶﻥﺗ ِﻞ ﺍﹾﻟ ﹸﻘﺮﺭ ﻭ Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. (QS. al-Muzammil: 4)29 Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa tajwid itu adalah suatu cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, sebelum mempelajari Ilmu Qiraat al-Quran. Ilmu Tajwid adalah pelajaran untuk memperbaiki bacaan al-Quran. Dalam ilmu Tajwid itu diajarkan bagaimana cara melafadzkan huruf yang berdiri sendiri, huruf yang dirangkaikan dengan yang lain, melatih lidah mengeluarkan huruf dari makhrajnya, belajar mengucapkan bunyi yang panjang dan yang pendek, cara menghilangkan bunyi huruf dengan menggabungkannya kepada huruf yang sesudahnya (idgham), berat atau ringan, berdesis atau tidak, mempelajari tanda-tanda berhenti dalam bacaan dan lainlain sebagainya. Ilmu tajwid itu diajarkan sesudah pandai membaca huruf Arab dan telah dapat membaca al-Qur’an sekedarnya. Perlu diketahui juga bahwa ilmu tajwid terbagi kepada dua bagian, yaitu (a) Tajwid `Ilmi yakni yang membahas teori-teori dalam ilmu tajwid seperti takrif hukum al-Ikhfa', al-Idgham dan lain-lain. Dalam hal ini, diharuskan mengambil dalil-dalil dari ulama lughawi atau tidak menjadi kesalahan dalam memberi ruang kepada mereka untuk memberi pendapat ketika membahas teori-teori ilmu tajwid dan (b) Tajwid `Amali atau Tatbiqi, merupakan bagian para ahli al-Ada' atau ahli at-Talaqqi karena berkianat dengan qiraat yang mesti diikut.30
28
Lihat Soenarto, Pelajaran Tajwid, (Jakarta: Bintang Terang, 1999), hlm. 6 Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an, op.cit., hlm. 988 30 http://khadimulquran.blogdrive.com/, diakses tanggal 20 Desember 2005 29
30
Masalah yang dibahas dalam tajwid meliputi kaidah-kaidah dan cara-cara bacaannya secara keseluruhan yang memberi pengertian hukum-hukumnya. Terdapat 4 tingkatan dalam bacaan al-Qur’an yaitu bacaan dari segi cepat atau perlahan.31 1. At-Tartil : Bacaannya yang perlahan², tenang dan melafazkan setiap huruf daripada makhrajnya yang
tepat serta menurut
hukum-hukum bacaan Tajwid dengan sempurna, merenung maknanya, hukum dan pengajaran daripada ayat. Tingkatan bacaan Tartil ini biasanya bagi mereka yang sudah mengenal makhraj huruf, sifat-sifat huruf dan hukum-hukum tajwid. Tingkatan bacaan ini adalah lebih baik dan lebih diutamakan.
ﺗﺮﺗﻴﻞ ﰱ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﱃ ﻭﺭﺗﻞ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﺗﺮﺗﻴﻼ ﻭﻗﻮﻟﻪ ﻭﻗﺮﺍﻧﺎ ﻗﺮﻗﻨﺎﻩ 32 ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻠﻰ ﻣﻜﺚ ﻭﻣﺎﻳﻜﺮﻩ ﺍﻥ ﻳﻬﺬ ﻛﻬﺬﺍﻟﺸﻌﺮ 2. At-Tahqiq : Bacaannya seperti Tartil cuma lebih lambat dan perlahan, seperti membetulkan bacaan huruf daripada makhrajnya, menempatkan kadar bacaan mad (panjang pendek) dan dengung. Tingkatan bacaan Tahqiq ini biasanya bagi mereka yang baru belajar membaca al-Qur’an supaya dapat melatih lidah menyebut huruf dan sifat huruf dengan tepat dan betul. 3. Al-Hadar : Bacaan yang cepat serta memelihara hukum bacaan Tajwid. Tingkatan bacaan Hadar pula biasanya bagi mereka yang telah menghafal al-Qur’an, supaya mereka dapat mengulang bacaannya dalam masa yang singkat. 4. At-Tadwir : Bacaan yang pertengahan antara tingkatan bacaan Tartil dan Hadar, serta memelihara hukum Tajwid. b. Alat-Alat Ucapan33 31 32
Ibid Sokhih al-Bukhari, Juz 5, (Semarang: Toha Putra, t.th.), hlm. 111
31
1. Bibir mulut 2. Gigi 3. Gusi gigi 4. Langit-langit keras 5. Langit-langit lembut 6. Anak lidah ( Anak Tekak ) 7. Ujung lidah 8. Tengah lidah 9. Pangkal lidah 10. Epiglottis 11. Saluran makan 12. Rongga mulut 13. Dengung 14. Rongga kerongkong 15. Halkun 16. Peti suara 17. Saluran nafas c. Makhraj-Makhraj Huruf Makhraj ialah tempat menahan atau menyekat udara ketika bunyi huruf dilafadzkan. Huruf yang
dimaksudkan ialah huruf Hija'iyah
bahasa arab yang mengandung 28 huruf. Menurut pendapat Imam alKhalil Bin Ahmad dan kebanyakan Ahli Qiraat serta Ulamak Nahu antaranya Imam Ibnu al-Jazari. Jumlah bilangan makhraj yang umum terbagi kepada 5 bagian .34 1. Bagian rongga mulut dan rongga kerongkong ( al-Jauf ) 2. Bagian kerongkong (al-Khalk) 3. Bagian lidah (al-Lisan) 4. Bagian bibir mulut (asy-Syafatan) 5. Bagian hidung (al-Khaisyum) 33 34
Ibid, hlm. 76-78 Ibid
32
Kemudian dari makhraj yang umum tersebut, dibagi menjadi 17 makhraj, yaitu:35 1. Makhraj pertama: Dari rongga kerongkong hingga rongga mulut keluar Huruf Mad. 2. Makhraj kedua: Pangkal kerongkong, keluar Huruf ءdan ﻩ. 3. Makhraj ketiga: Tengah kerongkong, keluar Huruf عdan ﻩ. 4. Makhraj keempat: Hujung kerongkong, keluar Huruf غdan خ. 5. Makhraj kelima: Pangkal lidah, apabila pangkal lidah diangkat ke langit-langit lembut ditekan pada anak tekak, keluar Huruf ق. 6. Makhraj keenam: Pangkal lidah, keluar sedikit daripada makhraj ق, keluar Huruf ك. 7. Makhraj ketujuh: Pertengahan lidah, keluar Huruf س, جdan ي. 8. Makhraj kelapan: Sepanjang tepi lidah yang
ditekankan pada
geraham atas, keluar Huruf ظ. 9. Makhraj kesembilan: Tepi ujung lidah, diangkat ke langit-langit keras menekan pada gusi gigi depan sebelah atas, keluar huruf ل. 10. Makhraj kesepuluh: Tepi hujung lidah, berdekatan dengan makhraj ل. Keluar daripadanya Huruf ن. 11. Makhraj kesebelas: Tepi hujung lidah, berdekatan dengan makhraj نserta melencong kebelakang tepi hujung lidah. Huruf ر. 12. Makhraj keduabelas: Hujung lidah yang diangkat menekan pada gusi gigi atas, keluar Huruf د, طdan ت 13. Makhraj ketigabelas: Hujung lidah yang ditekan pada belakang gigi bawah antara depan lidah dan langit- langit keras, keluar huruf ز, ش,ص. 14. Makhraj keempatbelas: Hujung lidah yang dikeluarkan terletak antara hujung gigi atas dan bawah, keluar huruf ذ, ظdan ث. 15. Makhraj kelimabelas: Bibir mulut dalam sebelah bawah diangkat mengenai ujung gigi atas, keluar huruf ف
35
Ibid, hlm. 76-77
33
16. Makhraj keenambelas: Dua bibir mulut apabila dibulatkan kedepan secara terbuka, keluar huruf ب, وdan م. 17. Makhraj terakhir: Pangkal hidung, bunyi berdengung. Keluar daripadanya, keluar huruf مdan ( نBertasydid ) 4. Ragam Kesulitan Membaca (dyslexia) al-Qur’an Gejala dari kesulitan membaca ini adalah kemampuan membaca anak
berada
di
bawah
kemampuan
yang
seharusnya
dengan
mempertimbangkan tingkat inteligensi, usia dan pendidikannya. Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti karena ada masalah dengan penglihatan, tapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut. Kesulitan ini biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu. Dyslexia adalah kelemahan-kelemahan belajar di bidang menulis dan berbicara. Ciri-cirinya adalah sulit mengingat huruf, kata, tulisan dan suara.36 Istilah dyslexia banyak digunakan dalam dunia kedokteran yang berkaitan dengan adanya gangguan fungsi neurologist. Bryan dan Bryan mendefiniskan dyslexia sebagai suatu syndrome kesulitan dalam mempelajari keomponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa.37 Ada pun ciri-ciri anak yang mangalami dyslexia adalah:38 a. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional. b. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. c. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
36
Cece Wijaya, Pendidikan Remidial: Sarana Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, t.th.), hlm. 66 37 Mulyono Abdurrahman, op.cit., hlm. 204 38 Bandikan dengan Ibid, hlm. 205
34
d. Sulit mengeja secara benar. Bahkan mungkin anak akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan. e. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk seperti ش dengan ظ, سdengan .ذ f. Membaca satu kata dengan benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya. g. Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca. h. Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata. i. Rancu dengan kata-kata yang singkat. j. Bingung menentukan tangan mana yang dipakai untuk menulis. k. Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya di tempat yang salah. l. Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda baca lainnya. m. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik. n. Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Tulisannya tidak stabil, kadang naik, kadang turun. o. Menempatkan paragraf secara keliru. Walau pun mengalami kesulitan-kesulitan tersebut di atas, anak yang mengalami gangguan dyslexia sebetulnya mempunyai kelebihan. Mereka biasanya sangat baik di bidang musik, seni, grafis dan aktivitas-aktivitas kreatif lainnya. Cara mereka berpikir adalah dengan gambar, tidak dengan huruf, angka, simbol atau kalimat. Mereka juga baik dalam menghafal dan mengingat informasi. Kesulitan mereka adalah bagaimana menyatukan informasi-informasi yang ada dan mengolah informasi tersebut. C. Faktor Penyebab Kesulitan Membaca al-Qur’an 1. Faktor keturunan Dyslexia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Namun, orang tua yang dyslexia tidak secara otomatis
35
menurunkan gangguan ini pada anak-anaknya, atau anak kidal pasti dyslexia. 2. Problem pendengaran sejak usia dini Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya. Padahal, perkembangan kemampuan mendengar sangat penting bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang. Konsultasi dan penanganan dari dokter ahli amat diperlukan. 3. Faktor kombinasi. Yakni kombinasi dari dua hal diatas. Faktor kombinasi ini menyebabkan anak yang dyslexia menjadi kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinyu. Selain ketiga faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi seseorang mengalami kesulitan belajar membaca al-Qur’an adalah (a) faktor sebab yang bersifat fisik, diantaranya adalah karena sakit, karena kurang sehat dan karena cacat tubuh dan (b) faktor sebab karena rohani, diantaranya adalah inteligensi, minat, bakat, motivasi dan kesehatan mental.39 Penemuan para ahli memperlihatkan bahwa perbedaan variasi itu begitu nyata, hingga tidak ada pola baku atau kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap ciri-ciri seorang anak dyslexia. Misalnya, ada anak dyslexia yang bermasalah dengan kemampuan mengingat jangka pendeknya, sebaliknya ada pula yang ingatannya baik sekali. Lalu ada yang kemampuan matematisnya baik, tapi ada pula yang parah. Sehingga, diperlukan bantuan ahli (psikolog) untuk menemukan pemecahan yang tepat. D. Penanggulangan Kesulitan Belajar Membaca al-Qur’an Pada dasarnya, penanggulangan kesulitan belajar membaca al-Qur’an sama dengan penanggulangan kesulitan belajar secara umum. Hal ini dimungkinkan karena faktor penyebab keduanya adalah sama, sebagaimana 39
Mengenai hal ini lihat M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Ribeka Cipta, 1997), hlm. 231-235
36
uraian sebelumnya. Penanggulangan kesulitan belajar menurut Mukhtar dan Rusmini adalah (a) menentukan siswa mana yang mempunyai kesulitan belajar, (b) menentukan bentuk khusus dari kesulitan belajar tersebut, (c) menentukan faktor yang menyebabkan kesulitan belajar dan (d) menetapkan prosedur remedial yang sesuai.40 Selain yang dikemukakan oleh Mukhtar dan Rusmini tersebut, ada beberapa metode pengajaran membaca bagi anak yang mengalami kesulitan belajar membaca, yaitu; 1. Metode Fernald. Metode ini juga sering disebut dengan istilah metode VAKT (Visual, Auditoring, Kinesthetic and Tactile). Metode ini menggunakan materi bacaan yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan oleh anak dan tiap kata diajarkan secara utuh. Metode ini menggunakan empat tahapan, yaitu (a) guru menulis kata yang akan dipelajari di atas kertas dengan krayon dan anak menelusuri tulisan tersebut dengan jarinya. Pada saat menelusuri tersebut, anak melihat dan mengucapkannya dengan keras, (b) anak tidak terlalu lama diminta menelusuri tulisan-tulisan dengan jari, tetapi mempelajari
tulisan
guru
dengan
melihat
guru
menulis
sambil
mengucapkan, (c) anak mempelajari kata-kata baru dengan melihat tulisan di papan tulis atau tulisan cetak dan mengucapkannya sebelum menulis, (d) anak mampu mengingat kata-kata yang dicetak atau bagian-bagian kata yang telah dipelajari.41 2. Metode Gillingham Metode ini merupakan pendekatan terstruktur taraf tinggi yang memerlukan lima jam pelajaran selama dua tahun. Pertama, anak diarahkan pada belajar berbagai bunyi huruf dan perpaduan huruf-huruf tersebut. Kedua, anak menggunakan teknik menjiplak untuk mempelajari berbagai huruf. Bunyi-bunyi tunggal huruf selanjutnya dikombinasikan ke
40 41
Mukhtar dan Rusmini, op.cit., hlm. 47 Mulyono Abdurrahman, op.cit., hlm. 217
37
dalam kelompok-kelompok yang lebih besar dan kemudian program fonik diselesaikan.42 3. Metode Analisis Glass Metode ini merupakan metode pengajaran melalui pemecahan sandi kelompok huruf dalam kata. Melalui metode ini, anak dibimbing untuk mengenal kelompok-kelompok huruf sambil melihat kata secara keseluruhan.43 Sedangkan teknik mengajar membaca al-Qur’an menurut Imam Murjito paling tidak ada tiga, yaitu: 44 1. Sorogan/Individual/Privat Metode ini merupakan cara pembelajaran dengan memberikan materi pelajaran orang per orang sesuai dengan kemampuan murid dalam menerima pelajaran. Dalam metode ini, pengajaran dilakukan satu per satu sesuai dengan materi pelajaran yang dipelajari atau dikuasai murid. 2. Klasikal Klasikal merupakan mengajar dengan cara memberikan materi pelajaran secara massal kepada sejumlah murid dalam satu kelompok atau kelas. Metode ini bertujuan (a) agar dapat menyampaikan seluruh pelajaran secara garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasar dan (b) memberikan motifasi, animo dan minat perhatian murid untuk belajar. 3. Klasikal Baca Simak Metode ini menggunakan dua cara, yaitu (a) membaca bersama-sama dan (b) bergantian membaca secara individu atau kelompok dan murid yang lain menyimak.
42
Ibid Ibid 44 Imam Murjito, Pedoman Metode praktis Pengajaran Ilmu Baca al-Qur’an Qiroaty, (Semarang: Koordinator Pendidikan al-Qur’an, t.th.), hlm. 23-26 43