BAB II KESALIHAN ORANGTUA DAN PEMBENTUKAN KAREKTER ISLAMI ANAK
A. Kesalihan Orangtua 1.
Pengertian Kesalihan Kesalihan berasal dari kata Shalãh yang merupakan lawan dari fasada (kerusakan). Kesalihan artinya ketaatan (kepatuhan) dalam menjalankan ibadah, kesungguhan menunaikan ajaran agamanya hingga tercermin pada sikap hidupnya.1 Terkait dengan kesalihan ini, ada yang membaginya dalam dua hal, yakni kesalihan individu dan kesalihan sosial. Kesalihan individu adalah khusyuk dalam beribadah, taat dalam menjalankan perintah Allah dan berhenti dari segala yang dilarang-Nya; memilihara diri dari segala yang tercela, bersungguh sungguh dalam kebaikan, dan rendah hati atau wara’; sambil berusaha untuk menambah rezeki tetap merasa cukup dengan nikmat yang telah dianugrahkan Allah atau qanaah; berani atau syaja’ah dalam menghadapi kesulitan , rintangan dan resiko kehidupan.2 Kesalihan sosial menurut Anwar Sanusi adalah “Berkumpulnya nilainilai kebaikan yang sudah dimanifestasikan dalam bentuk sikap dan
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008)hlm. 1209. 2
Shofwankari, Kesholehan Pribadi, 5 Maret 2010, http://shofwankari.multiply.com/ diakses
4 Februari 2015
27
28
perbuatan secara merata dalam lingkungan sosial kemasyakarakatan”.3 Atau dapat diartikan perilaku seseorang yang sangat peduli dengan nilainilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun kepada orang lain, suka menolong dan lain sebagainya. Dalam ajaran Islam setiap individu dan sosial untuk menciptakan tingkat kesalihan, maka harus memilihara sifat-sifat terpuji dan akhlak yang baik. Di antara ciri-ciri kesalihan untuk menciptakan hal tersebut yaitu4 a. Kebijakan yang mutlak Islam menjamin kebijakan karena Islam telah menciptakan akhlak yang luhur. Ia menjamin kebaikan yang murni untuk perorangan atau masyarakat pada setiap keadaan dan waktu bagaimanapun. b. Kebijakan yang menyeluruh Akhlak Islami menjamin kebaikan untuk seluruh umat manusia, baik segala zaman semua tempat mudah tidak mengandung kesulitan dan tidak mengandung perintah berat yang dikerjakan oleh umat manusia di luar kemampuannya.
3 4
Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan (Jakarta:Gema Insani, 2006), hlm. 64 Zainal
Mutawalli,
Kesalehan
Sosial
wwwmutawalli.blogspot.com/2010/04/kesalehan-individual-dan-sosial.html. diakses 16 Agustus 2015
http://mutawalli(09
April
2010)
29
c. Kemantapan Akhlak Islamiyah menjamin kebaikan yang mutlak yang sesuai pada diri manusia. Ia bersifat tetap langgeng, dan mantap, sebab memeliharanya dengan kebaikan. d. Kewajiban yang dipatuhi Akhlak yang bersumber dari agama Islam wajib ditaati manusia, sebab ia mempunyai daya kekuatan yang tinggi. Menguasai lahir batin dalam keadaan suka dan duka. Juga tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang kepadanya. e. Pengawasan yang menyeluruh Agama Islam adalah pengawasan hati nurani dan akal sehat. Islam menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur dalam menyatakan beberapa usaha. Firman Allah Qur’an (QS Al-Qiamah 1-2)
Artinya: Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). 2. Ciri ciri Orang Shalih Allah berfirman:
30
Artinya: Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka...... (Al-An’am(6):90) Seorang mukmin seyogyanya mengenal ciri-ciri orang salih, membaca sejarah hidup mereka, mengetahui akhlak-akhlak mereka dan mengamati tabiat-tabiat mereka, agar ia dapat meneladani mereka. Pertama, sebagian sifat pemimpin generasi tabi’in, Sa’id bin musayyib. Ia berkata, “tidaklah muadzin mengumandangkan adzan sejak 30 tahun lalu, kecuali aku telah berada di masjid.” Ia juga berkata, “sejak 40 tahun lalu, aku selalu mengikuti shalat berjamaah.” Kedua, di antara sifat Imam Ahmad bin Hanbal, adalah sebagai berikut:5
5
a.
Suka menyendiri
b.
Tidak suka popularitas
c.
Tidak suka diagungkan manusia
d.
Memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati)
e.
Melaksanakan rutinitas shalat malam
f.
Mendoakan saudara-saudaranya
g.
Sedikit tidurnya
h.
Memperbanyak puasa
i.
Menghormati kaum fakir
j.
Sedikit bicara
Khlaiq Abdurrahman Al-Husainan, Karakter Rajulun Shalih, (Solo: Zam-zam, 2013),
hlm. 183-185
31
k.
Beberapa kesantunan akhlak Imam Ahmad. Beliau bukan orang yang senang hasad (dengki), buka orang yang senang tergesa-gesa, rendah hati, besar hati, selalu berwajah ramah, berakhlak baik, berbicara sopan, tenngang rasa, sabar menghadapi sikap kurang simpatik para tetangga.
l.
Marah demi membela kehormatan Allah Ketiga, beberapa sifat Imam Bukhari:
a.
Imam bukhari memiliki tiga sifat istimewa: sedikit bicara, tidak memiliki ambisi pada apa yang dimiliki manusia, dan tidak menyibukkan
diri
dengan
urusan-urusan
manusia.
Seluruh
aktivitasnya tercurahkan pada ilmu. b.
Tidak membeda-bedakan antara orang kuat dan orang lemah. Abdul Majid bin Ibrahim menuturkan, “Aku tidak pernah melihat orang seperti Bukhari, ia memperlakukan sama antara orang kuat dan orang lemah.
c.
Menjaga lidah dari menggunjing seseorang
d.
Ibadah
beliau
di
malam
hari,
yakni
membiasakan
shalat
dipenghujung malam sebanyak 13 rakaat6 3. Wujud Perilaku Kesalihan Orangtua Agama pada dasarnya merupakan upaya manusia untuk melakukan komunikasi ruhani dengan Tuhan. Lebih dari itu, agama merupakan upaya manusia untuk meladeni sifat atau akhlak Tuhan sesuai kapasitas
6
Ibid, hlm. 186
32
kemanusiaannya. Konsep agama ini mengandung implikasi ajaran yang lebih jauh bahwa tujuan kehidupan manusia adalah untuk beribadah, mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah.7 Konsep dan cakupan ibadah dalam Islam sangatlah luas, tidak hanya mencakup hubungan dengan Allah tetapi juga mencakup hubungan dengan segenap makhluk Tuhan dan tidak hanya terdiri dari ibadah ritual melainkan juga hubungan sosial dan bahkan segala wujud kehidupan duniawi manusia. Doktrin bahwa hidup harus diorientasikan untuk pengabdian kepada Allah, inilah yang menjadi isu utama manusia. Tetapi kemudian konsep agama ini memiliki arus balik kepada manusia. Agama tidak hanya berdimensi ritual- vertikal (hablum minallah), melainkan juga mencakup dimensi sosial horizontal (hablun minan nas). Agama tidak hanya mengurusi persoalan ibadah ritual (iman) untuk pembentukan kesalihan individual (private morality), akan tetapi yang terpenting dari itu adalah mewujudkan iman tersebut dalam pembentukan kasalihan sosial (social morality)-nya sebab, kesalihan individual tidak akan memiliki makna apapun, jika tidak dapat menciptakan kesalihan dalam kenyataan sosial. itulah makna hakiki dari kehidupan beragama. Karena pada dasarnya agama memiliki peran yang sangat vital dalam membina umat manusia. Agama tidak sekedar memiliki fungsi sebagai aturan
7
Thoyib LM. Dan Sugianto, Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 45
33
kehidupan manusia, sebaliknya agama memegang peranan yang sangat universal. Menurut Jalaludin agama sebagaim memiliki fungsi edukasi, penyelamatan, kontrol sosial, pemupuk solidaritas, transformasi. Namun tugas paling besar agama adalah transformasi. Yang dimaksud transformasi adalah menggerakkkan dinamika ajaran agama menjadi sebuah kerja kreatif yang selalu kontekstual dengan realitas dimana agama tersebut eksis, sehingga agama tidak kehilangan maknanya dalam dimensi yang berbeda.8 Sayyidina Ali kw. Memberikan 5 tanda yang bisa dijadikan ukuran orang salih. Menurutnya jika pada diri seseorang sudah tidak ada lagi kelima perkara ini maka orang tersebut adalah orang salih: a.
Merasa cukup dengan kebodohan; tidak mau mencari ilmu. Bukan berarti bodoh otaknya tapi yang dimaksud adalah bodoh hatinya. Seperti Abu Jahal adalah seorang ahli hukum. Meskipun otaknya dipenuhi dengan ilmu tetapi tidak mengetahui siapa dirinya, siapa Tuhannya maka hal tersebut hanya akan membinasakan diri kita. Ilmu yang kita miliki harus diseimbangkan dengan amalnya. Jangan sampai banyak ilmu tapi malas ibadah.
b.
Terkait hati kepada dunia; bukan berarti tidak mempunyai dunia.
c.
Kikir; Kikir dalam bahasa lain disebut pelit merupakan penyakit hati yang harus diobati, karena tidak ada yang memerintahkan kita
8
233
Jalaludin, Psikologi Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), Cet. Ke-3, hlm.
34
untuk kikir atau pelit melainkan datangnya dari syetan yang terkutuk. Kikir atau pelit bukan kehendak manusia yang berharta bukan pula watak dasar manusia melainkan pelit atau kikir adalah salah satu jalan yang digunakan syetan untuk menyesatkan manusia. d.
Riya; Beramal ingin mendapatkan pujian dari manusia. Dalam tanbih disebutkan bahwa kita harus menunjukkan kebaikan itu tapi harus timbul dari kesucian (lebih baik buktikan kebajikan yang timbul dari kesucian). Dengan dzikrullah hati kita akan selalu mengingat Allah, maka penyakit-penyakit hati seperti riya, hasad akan hilang karena di dalam hati hanya ada Allah. Penyakitpenyakit hati ini sangat berbahaya seperti hasad
yang akan
mengahabiskan amal kebaikan kita seperti api memakan kayu. Oleh karena itu kita harus mempunyai benteng. Benteng tersebut yang akan menjaga kiata dari amal yang sia-sia. e.
Bangga dengan pendapat sendiri.9
4. Profil orang tua salih Kesalihan orang tua akan memberikan pengaruh yang besar kepada anak di dalam pembentukan karakter yang mulia walaupun tidak secara mutlak. Allah Ta’ala berfirman:
9
Uu Sanusi, Ciri-ciri Orang Soleh, 5 Maret 2010, www.suryalana.org/manakib-buletin-
isi.php?ID, di akses tanggal 20 Juni 2015
35
Artinya: “Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang dibawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhamu, dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sabar terhadapnya. ” (alKahfi: 82). (Tafsir Ibnu Katsir juz 5, hal. 186) Al-Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Ayat ini menunjukkan bahwa dengan sebab kesalihan seseorang bermanfaat dalam penjagaan terhadap keadaan anak keturunannya. keberkahan ibadahnya meliputi kehidupan di dunia maupun di akhirat. Serta mengangkat derajat mereka ke kedudukan tertinggi di surga.” Ibnu Abbas juga menambahkan, bahwa kakek ketujuh dari orang itu adalah orang salih. Dengan kesalihannya itu Allah memberi pertolongan kepada cucunya. Para ulama salaf sangat memahami dan menyadari bahwa kesalihan orangtua itu sangat berpengaruh terhadap kesalihan anakanaknya. Karena itu, mereka berupaya keras untuk mendapatkan anak yang salih dengan melakukan berbagai amal salih sebelum mereka memiliki anak atau bahkan sebelum menikah. Apapun sikap dan
36
kebiasaan seseorang di masa mudanya akan terus terbawa sampai hari tua.10 Kesalihan orang tua mempunyai dampak yang besar dalam jiwa anak. Ketakwaan kedua orang tua serta kemauan untuk mengikuti jalan yang telah ditentukan Allah, disertai dengan usaha saling membantu antara ibu dan ayah akan membuat si anak tumbuh dengan ketaatan dan tunduk kepada Allah. Apabila anak-anak kita tumbuh menjadi anak shalih, insyaAllah kita dan anak-anak kita semua akan bertemu di surga yang kekal.11 sebagaimana dalam QS Ath- Thuur:21
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”. Sahal at-Tustari berusaha sekuat tenaga menjaga anaknya, padahal anaknya belum dilahirkan. Dia menjaganya dengan melakukan berbagai amal shaleh dengan harapan Allah akan memuliakannya dengan
10
Hery Huzaery, Agar Anak Kita Menjadi Saleh, (Solo: Aqwam, 2014), hlm. 93-94
11
Dr. Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Prophetic Parenting; Cara Nabi Mendidik
Anak (Yogyakarta: Pro-U Media 8, 2010), hlm. 84-85
37
mengaruniakannya anak shalih. Dia mengatakan “Aku akan menepati janji yang telah diambil Allah dariku di alam dunia ini. Aku akan memelihara anak-anakku mulai saat ini sampai Allah menghidupkan mereka di alam akhirat”. Ini merupakan bukti atas kerasnya usaha para ulama salafus-saleh untuk mendapatkan anak yg salih.12 Kriteria-kriteria orang salih seperti yang dimaksudkan oleh Al Qur’an dan Al Hadits: 1.
Sentiasa taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam.
2.
Jihad Fisabilillah adalah tujuan dan program hidupnya.
3.
Mati syahid adalah cita-cita hidup yang tertinggi.
4.
Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah subhanahu wa ta’ala.
5.
Ikhlas dalam beramal.
6.
Kampung akhirat menjadi tujuan utama hidupnya.
7.
Sangat takut kepada ujian Allah subhanahu wa ta’ala dan ancamannya.
8.
Selalu memohon ampun atas segala dosa-dosanya.
9.
Zuhud dengan dunia tetapi tidak meninggalkannya.
10. Shalat malam menjadi kebiasaannya. 11. Tawakal penuh kepada Allah taala dan tidak mengeluh kecuali kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
12
Hery Huzaery, Op Cit, hlm. 93
38
12. Selalu berinfaq baik dalam keadaan lapang mahupun sempit. 13. Menerapkan nilai kasih sayang sesama mukmin dan ukhwah diantara mereka. 14. Sangat kuat amar maaruf dan nahi mungkarnya. 15. Sangat kuat memegang amanah, janji dan kerahsiaan. 16. Pemaaf dan lapang dada dalam menghadapi kebodohan manusia, sentiasa saling menasihati sesama ikhwan dan tawadhu’ (rendah hari) penuh kepada Allah subhanahu wa ta’ala. 17. Berkasih sayang dan penuh pengertian kepada keluarga. Selain dari ciri-ciri diatas, orang orang yang shaleh juga merupakan insan-insan yang senantiasa mendapat ujian dan cobaan daripada Allah Swt. setelah para nabi-nabi dan orang-orang yang mulia. Mereka menghadapi segala ujian tersebut dengan hati yang tabah dan tetap teguh dalam keimanan serta pendirian. Mereka tidak mudah menyerah kalah dari keganasan dan tekanan musuh.13
B. Pembentukan Karakter Islami Anak 1. Pengertian Karakter Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau 13
A.
Mamduh
Munawar.
tingkah laku. Oleh sebab itu,
Karakteristik
Lelaki
Shaleh.
http://www.arrahmah.com/rubrik/karakteristik-lelaki-shaleh-sesosok-lelaki-shaleh.html. (29 April 2014), diakses 2 September 2015
39
seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang. Seorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral. 14 Karakter adalah kepemilikan akan “hal-hal yang baik”. Sebagai orang tua dan pendidik, tugas kita adalah mengajar anak-anak dan karakter adalah apa yang termuat di dalam pengajaran kita. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, karakter juga diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berprilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam ruang lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilainilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat dan estetika.15
14
Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak Memandu Anda berkepribadian Muslim Dengan Lebih
Asyik, Lebih Otentik, Cet. Ke-3, (Jakarta:Zaman, 2010), hlm. 209-217. 15
Muchlas Samani dan Hariyanto, konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 41
40
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengertian karakter, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli : a.
Menurut Thomas Lickona, karakter merupakan sifat alami seseorang dalam
merespon
situasi
secara
bermoral.
Sifat
alami
itu
dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan mulia lainnya. b.
Menurut Suyanto, karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas individu untuk hidup
dan bekerja sama, baik
dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan akibat dari keputusan yang ia buat.16 c.
Menurut Tadzkirotun Musfiroh, karakter adalah serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skill).
d.
Menurut Hermawan Kertajaya dalam Heri Gunawan, karakter adalah ciri khas yang dimiliki suatu benda atau invidu (manusia). Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau
16
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadapan, cetakan pertama, (Yogyakarta: Pustaka Pelaja, 2012), hlm. 32-33
41
individu tersebut dan merupakan mesinpendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta merspon sesuatu.17 Sejalan dengan pendapat tersebut E. Mulyasa merumuskan karakter dengan sifat alami seseorang dalam merespon situasi yang diwujudkan dalam perilakunya. Karakter juga bisa diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang unik, dalam arti secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang lainnya, dan karena ciriciri karakter tersebut dapat diidentifikasi pada perilaku individu dan bersifat unik, maka karakter sangat dekat dengan kepribadian individu.18 Dari beberapa devinisi karakter di atas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat yang mantap stabil, dan khusus yang melekat dalam diri seseorang yang membuatnya bersikap dan bertindak secara otomatis, tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan, dan tanpa memerlukan pemikiran/pertimbangan terlebih dahulu. Suatu perbuatan dikatakan karakter apabila perbuatan tersebut memilik ciri-ciri: a.
Perbuatan itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadiannya,
b.
Perbuatan itu dilakukan denga spontan tanpa pemikiran terlebih dahulu;
17
Amirullah Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga (Revitalisasi Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter Anak Menurut Perspektif Islam), (Jakarta: PT Gramedia, 2014), hlm. 9-10 18 Ibid., hlm. 10
42
c.
Perbuatan itu dilakukan tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar, dan
d.
Perbuatan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan pura-pura atau sandiwara.
2. Unsur-unsur karakter Ada beberapa unsur manusia secara psikologis dan sosiologis yang ada kaitannya denga terbentuknya karakter seseorang. Unsur-unsur ini kadang menunjukkan bagaimana karakter seseorang. Unsur-unsur tersebut antara lain: a. Sikap Sikap
seseorang
biasanya
adalah
merupakan
bagian
karakternya, bahkan dianngap sebagai cerminan karakter seseorang tersebut. Oskamp mengemukakan bahwa sikap dipengaruhi oleh proses evaluatif yang dilakukan individu. Oleh karena itu, mempelajari sikap berarti perlu juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaluatif sebagai berikut.19 Faktor-faktor
genetik
dan
fisiologik:
sebagaimana
dikemukakan bahwa sikap dipelajari, namun demikian, individu membawa ciri sifat tertentu yang menentukan arah perkembangan sikap melalui kondisi-kondisi fisiologik. 1. Faktor pengalaman personal: faktor lain yang menentukan pembentukan sikap adalah pengalaman personal atau orang yang 19
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teotitik dan Praktik, cet. Ke-2,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 169
43
berkaitan dengan sikap tertentu. Pengalaman personal yang langsung dialami memberikan pengaruh yang lebih kuat daripada pengalaman yang tidak langsung. 2. Faktor pengaruh orangtua: orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak-anaknya. Sikap orang tua akan dijadikan role model bagi anak-anaknya. 3. Kelompok sebaya atau kelompok masyarakat memberi pengaruh kepada individu. Ada kecenderungan bahwa seorang individu berusaha utuk sama dengan teman sekelompoknya. 4. Media massa adalah media yang hadir di tengah masyarakat. Berbagai riset menunjukkan bahwa foto model yang tampil di media masa membangun sikap masyarakat bahwa tubuh langsing tinggi adalah yang terbaik bagi wanita.20 b. Emosi Kata emosi berasal dari bahasa latin emovere (e berarti luar dan movere artinya bergerak). Sedangkan dalam bahasa perancis adalah emouvoir yang artinya kegembiraan. Menurut Daniel Goleman, golongan-golongan emosi yang secara umum ada pada manusia yaitu: 21 1) Amarah Kesedihan 2) Rasa takut 3) Kenikmatan 20
Ibid, hlm. 169-171
21
Ibid, hlm. 171-173
44
4) Cinta 5) Terkejut 6) Jengkel 7) Malu. c. Kepercayaan Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah” atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman dan intuisi sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter manusia. Jadi,
kepercayaan
itu
memperkukuh
eksistensi
diri
dan
memperkukuh hubungan dengan orang lain. d. Kebiasaan dan kemauan Kebiasaan
adalah
komponen
kognitif
dari
faktor
sosiopsikologis. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, Sementara
berlangsung itu,
secara
kemauan
otomatis,
merupakan
tidak kondisi
direncanakan. yang
sangat
mencerminkan karakter seseorang. Kemauan erat berkaitan dengan tindakan, bahkan ada yang mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan.22 e. Konsepsi diri (Self-conception) Konsepsi sangat berkaitan dengan karakter. Konsepsi diri penting karena
22
Ibid. Hal. 178-179
biasanya tidak semua orang cuek pada dirinya.
45
Orang yang sukses biasanya adalah orang yang sadar bagaimana dia membentuk wataknya. Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar, tentang bagaimana karakter dan diri kita dibentuk. Konsepsi diri adalah bagaimana “saya” harus membangun diri, apa yang “saya” inginkan dari, dan bagaimana “saya” menempatkan diri dalam kehidupan. Konsepsi diri merupakan proses menangkal kecenderungan mengalir dalam hidup. 3. Tahapan Pengembangan Karakter Karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yaitu: a. Moral knowing Yang termasuk dalam moral knowing adalah kesadaran moral (moral awarenes), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspektive taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge), unsur moral knowing mengisi ranah kognitif mereka. b. Moral feeling Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi anak untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri (corcience) percaya diri (self esteam),
46
kepekaan terhadap derita orang (empaty), cinta kebenaran (lovin the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humality). c. Moral action Moral action merupakan perbuatan atau tindakan yang merupakan hasil (out come) dari dua komponen lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu: kompetensi, keinginan, kebiasaan.23 4. Starting Pembentukan Karakter Islami Anak Adapun starting pembentukan karakter Islami anak dimulai dari hal-hal berikut ini: a. Memilih pasangan yang salih/salihah Islam memandang perlu memilih pasangan yang sekufu. Namun, kesamaan kedudukan yang dimaksud di sini adalah sama dalam kualitas iman dan kesuciannya, bukan perihal harta benda duniawi, pangkat, maupun kedudukan. Perempuan beriman adalah untuk laki-laki beriman, dan laki-laki beriman untuk perempuan beriman pula. Jadi, start awal pembentukan anak salih di antaranya dimulai dari memilih pasangan.24 Berdasar tuntutan agama, ada beberapa alasan seorang wanita dinikahi, yaitu karena keturanannya, karena hartanya, karena 23
Aris Mantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2008), hal. 30-31 24
Muhammad Sajirun, Membentuk Karakter Islami Anak Usia Dini (Surakarta: Era Edicitra Intermedia, 2012), hlm. 14.
47
kecantikannya, dan karena kesalihannya. Dari keempat itu yang menjadi titik tekan adalah kesalihannya. Kemudian ada beberapa alasan laki-laki dipilih menjadi suami, yaitu karena tanggung jawabnya, kepemimpinannya, keturanannya, ketampanannya dan kesalihannya. Tapi kriteria yang pertama dan utama adalah kesalihannya, karena jika ia salih maka kriteria yang lainnya menyusul. b. Berdoa saat hendak berhubungan Setelah memilih pasangan yang sekufu, maka selanjutnya ketika akan melakukan hubungan suami istri hendaknya membaca doa seperti yang dituntunkan oleh Rasulullah saw. yaitu sebagai berikut:
ب الش ْيطَانَ َما َرزَ ْقتَنَا ِ ِّسم هللا اللهُم َجنِّ ْبنَا الش ْيطَانَ َو َجن ِ ِب Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, Ya allah jauhkan kami dari gangguan setan dan jauhkan setan dari anak yang Engkau anugrahkan kepada kami.25 Doa tersebut mengisyaratkan jika anak terlahir dari hubungan tadi, maka anak tersebut tidak akan diganggu oleh setan untuk selamalamanya. c. Memberikan nama yang baik Starting selanjutnya adalah memberikan nama yang baik kepada anak, karena nama yang baik adalah doa. Ketika orang tua memanggil anaknya dengan sebutan yang baik, maka anak tersebut
25
Ibid, hlm. 15
48
telah didoakan sebanyak orang tua tersebut memanggil anaknya. Jadi sangatlah penting memberi nama yang baik kepada anak. Orang tua yang sudah terlanjur memberikan nama namun setelah dicek maknanya tidak baik, maka ada anjuran untuk mengganti nama walau hanya sebatas panggilan. Dengan demikian, paling tidak setiap kali namanya dipanggil di rumah atau di manapun akan mendapat panggilan yang baik.26 d. Memperbanyak zikir menjelang kelahiran anak Khusus bagi calon ibu starting selanjutnya untuk membentuk karakter Islami pada anak ialah dengan memperbanyak zikir dan doa ketika menjelang kelahiran anak. Seperti dalam buku Muhammad Sajirun yang menyatakan bahwa Ibnu Taimiyah menyebutkan dalam kitab Al-Kalimu Ath-Thayyib, sebagaimana dikutip oleh Jamal Abdul Rahman bahwa ketka Fatimah binti Muhammad saw. hampir melahirkan maka beliau menyuruh Ummu Salamah dan Zainab binti Jahsy datang ke rumah beliau membacakan ayat kursi didekatnya.27
26 27
Ibid, hlm. 18 Ibid, hlm. 19
49
Artinya: Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah:255)28 e. Mendoakan anak agar menjadi anak yang berakhlak mulia Para orang tua hendaknya selalu mendoakan anak agar menjadi anak yang berakhlak mulia dan berkarakter Islami. Karena doa orang tua merupakan cara yang mujarab untuk mewujudkan hal tersebut. starting ini dilakukan oleh para nabi dan diabadikan dalam Al-Quran, sebagai berikut: 1) Doa Nabi Ibrahim a.s.
Artinya : Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh. 2) Doa Nabi Zakaria a.s.
28
Al-Quran dan Terjemahan, Al-Baqarah ayat 255, hlm. 27
50
Artinya: Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". f. Mengenalkan anak pada Tuhan Islam mengajarkan bahwa fitrah manusia pada dasarnya suci dan tidak jahat. Karenanya, setiap bayi yang baru lahir ke dunia ini tentulah suci, tidak mempunyai dosa. Emosi dan watak bayi diberikan oleh Allah Swt., dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan darinya. Selanjutnya, bayi tersebut akan tumbuh mengikuti agama/kepercayaan orang tuanya. Agama yang benar dan cocok dengan fitrah dasar manusia adalah Islam, yang langsung berhubungan dan bertanggung jawab kepada Allah Swt.29 Mengenalkan anak pada keberadaan Tuhan merupakan pangkal dari keimanan, yang tentu saja tidak bisa lepas dari nilai kereligiusan. Seseorang tidak mungkin dikatakan beriman jika dirinya tidak mengenal Tuhan, bahkan tidak mengakui adanya Tuhan. Oleh karena itu, mengenalkan anak akan keberadaan Tuhan merupakan kunci pokok dalam membangun karakter Islami pada anak. Mengajak anak berdoa dan beribadah juga merupakan langkah yang tepat dalam mengenalkan anak akan Tuhan. Apalagi jika ritual beribadah tersebut dilakukan secara bersama-sama, yang akan menimbukan hal positif yang luar biasa kepada anak.30 29
Norma Tarazi, Wahai Ibu Kenali Anakmu, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), hlm. 14 Salsa Az-Zahra, 101 Tips dan Ide Membimbing Spiritualitas anak (Jogjakarta:Darul Hikmah, 2010), hlm. 14. 30
51
g. Menciptakan kehidupan yang religius di rumah Pribadi atau karakter anak tergantung dari pola hidupnya. Anak yang terbiasa hidup dalam suasana religius, pasti nuansa tersebut akan terbawa saat anak berada di manapun. Maka jika orangtua menginginkan anaknya menjadi anak yang berkarakter Islami, haruslah menciptakan kehidupan yang religius di rumah. Sebab lingkungan keluarga merupakan faktor pembentuk kepribadian anak yang pertama dan yang paling utama.31 Orang tua dapat menciptakan suasana religi di rumah dimulai dengan kegiatan yang sederhana, kegiatan tersebut di antaranya ialah sebagai berikut: 1) Biasakan anak berdoa Setiap agama mengajarkan umatnya untuk selalu berdoasetiap harinya. Berikan pengertian kepada anak akan arti pentingnya berdoa, kemudian tumbuhkan kebiasaan kepada anak untuk selalu berdoa sebelum dan setelah melaksanakan kegiatan. Kalau doa diajarkan setiap hari, maka anak akan mudah menghafal doa tersebut dengan sendirinya. 2) Ajarkan anak supaya membiasakan mengucap salam Orang tua hendaknya mengajarkan anak mengucapkan salam sebelum masuk rumah atau ketika bertemu dengan orang lain. Diharapkan dengan membiasakan anak mengucap salam maka
31
Ibid., hlm. 17.
52
akan terbentuk karakter yang sopan, santun, dan tidak cuek ketika bersinggungan dengan orang lain (dalam istilah Jawa disebut unggah-ungguh). 3) Membiasakan anak mengucap maaf dan terima kasih Membiasakan anak mengucap kata “maaf” ketika melakukan kesalahan sangat penting agar anak paham bahwa ia melakukan kesalahan dan hal itu tidak baik jika dilakukan. Anak akan belajar mengapa ia harus minta maaf. Selain itu, tidak kalah penting untuk mengajarkan anak mengucapkan terima kasih ketika ia mendapatkan pemberian barang maupun bantuan dari orang lain. Dengan begitu anak akan menghargai pemberian orang lain meskipun itu tidak berupa barang. 4) Membiasakan anak berpakaian yang sopan dan rapi Penampilan mencerminkan sifat dan karakter seseorang. Itulah yang sebagian besar orang yakini. Dengan membiasakan anak berpakaian sopan dan rapi maka anak akan selalu berpenampilan baik. Terlebih untuk anak perempuan, adalah suatu kewajiban untuk memakai jilbab dengan tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya. Diharapkan dengan membiasakan anak berpakaian sopan dan rapi sejak dini maka akan terbentuk karakter yang mulia.
53
5. Nilai-Nilai Karakter Islami Berbagai nilai karakter yang harus dimiliki oleh orang muslim baik menurut Al-Qur’an maupun Hadits antara lain: rajin bekerja mencari rezeki, menjaga harga diri, bersilaturrahmi, berkomunikasi dengan baik dan menebar salam, jujur, tidak curang, menepati janji dan amanah, berbuat adil, tolong menolong, sabar, optimis, bekerja keras, kasih sayang dan hormat kepada orang tua, pemaaf dan dermawan, berempati, berkata benar, tidak berdusta, selalu bersyukur, tidak sombong dan angkuh, berbudi pekerti, berbuat baik dalam segala hal, haus mencari ilmu, punya rasa malu dan iman, berlaku hemat, konsisten dan istiqomah, teguh hati, tidak berputus asa, bertanggung jawab, cinta damai.32 Dalam referensi Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan akhlak dan perilaku yang luar biasa yang tercermin pada diri Nabi Muhammad SAW, yaitu: a. Sidik,
yang
berarti
benar,
mencerminkan
bahwa
Rasulullah
berkomitmen pada kebenaran, selalu berkata dan berbuat benar, dan berjuang untuk menegakkan kebenaran. b. Amanah, yang berarti jujur atau terpercaya, mencerminkan bahwa apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan Rasulullah dapat dpipercaya oleh siapapun, baik kaum muslimin maupun non muslim.
32
Mukhlas Samani & Hariyanto. Op cit, hal. 79-85
54
c. Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai, arif, luas wawasan, terampil
dan
profesional.
Artinya
perilaku
Rasulullah
dapat
dipertanggungjawabkan kehandalannya dalam memecahkan masalah. d. Tabligh, yang berarti komunikatif yang mencerminkan bahwa siapapun yang menjadi lawan bicara Rasulullah, maka orang tersebut akan mudah memahami apa yang dipahami atau dimaksudkan oleh Rasulullah.33 Istilah karakter islami pada dasarnya sama dengan akhlak islami. Akhlak itu sendiri adalah peragai, budi pekerti, tabi’at, sedangkan akhlak islami yaitu tabia’at, perilaku atau sifat yang terbentuk secara islami. Pada diri manusia mempunyai dua sisi bentuk sifat atau karakter yang berbeda, ada yang mempunyai karakter yang baik dan ada pula yang mempunyai karakter yang buruk. Dalam istilah akhlak disebut juga dengan akhlakul mahmudah (akhlak baik) dan akhlakul madzmumah (akhlak buruk). Akhlakul mahmudah (akhlak baik) adalah akhlak atau sifat yang diridhoi oleh allah, perilaku yang baik dan dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Contohnya: berperilaku jujur, disiplin, hidup bersih, ramah, sopan santun, bersyukur, tolong menolong, bertanggung jawab, optimis, dll. Semua sifat-sifat di atas adalah contoh sifat-sifat yang dianjurkan oleh Allah dan Rasulnya, selain sikap yang dianjurkan juga ada sikap yang dilarang dan harus dihindari oleh manusia, sikap tersebut mencakup pada akhlak madzmumah yaitu seperti sikap 33
Dharma Kesuma dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 11
55
sombong, khianat, syirik, murtad, durhaka, fitnah, dendam, mencuri, zina, berjudi, mengkonsumsi narkoba, dll.34 Pada draf grand design pendidikan karakter diungkapkan nilai-nilai yang terutama akan dikembangkan dalam budaya pendidikan formal atau non formal dengan penjelasan sebagai berikut: a. Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan (berintegrasi), berani karena benar, dapat dipercaya (amanah, trustworthiness), dan tidak curang (no cheating). b. Tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi yang terbaik, mampu mengontrol diri, berdisiplin tinggi, akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil. c. Cerdas, berfikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh penuh perhitungan, rasa ingin tahu yang tinggi, berkomunikasi efektif dan empatik, bergaul secara santun, menjunjung kebenaran dan kebijakan, mencintai Tuhan dan lingkungan. d. Sehat dan bersih, menghargai ketertiban, keteraturan, kedisiplinan, terampil, menjaga diri dan lingkungan, menerapkan pola hidup yang seimbang. e. Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun, toleran terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau
34
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 147.
56
berbagi, tidak merendahkan orang lain, dan tidak mengambil keuntungan orang lain. f. Kreatif, mampu menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes, kritis, berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, menampilkan sesuatu secara luar biasa (unik), memiliki ide baru, ingin terus berubah, dapat membaca situasi dan memanfaatkan peluang baru. g. Gotong royong, maua bekerja sama dengan baik, berprinsip, bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersamasama, tidak memperhitungkan tenaga untuk berbagi dengan sesama.35 Dalam perspektif Islam, nilai-nilai karakter yang dikembangkan di atas sesungguhnya merupakan bagian dari akhlak terpuji (akhlak mahmudah), yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Perilaku Rasulullah dalam hidup kesehariannya adalah model karakter seorang yang sebenarnya. Berikut
ini
beberapa
contoh
karakter
mulia
yang
harus
diinternalisasikan dalam setiap kehidupan muslim, terutama anak-anak dalam keluarga:
35
a.
Keimanan dan ketakwaan;
b.
Kejujuran, Disiplin;
c.
Percaya diri;
d.
Tanggung jawab;
e.
Keadilan;
Mukhlas Samani dan Harianto, Op Cit, hal. 51
57
f.
Sopan santun;
g.
Pemaaf;
h.
Sabar, dan Peduli. Dari uraian di atas dapat ditegaskan, untuk menyukseskan
pendidikan karakter dalam keluarga, perlu dilakukan identifikasi nilai-nilai karakter, karena pendidikan karakter tanpa identifikasi nilai karakter hanya akan menjadi sebuah perjalanan panjang tanpa ujung. Oleh karena itu, keluarga manapun di dunia ini yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan karakter sepatutnya melakukan identifikasi nilai-nilai karakter yang menjadi pilar perilaku anak-anak dalam keluarga. Nilai-nilai karakter tersebut bisa bersumber dari ajaran agama, falsafah dan budaya bangsa, atau norma-norma dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang berlaku di masyarakat.36
36
Amirullah Syarbini., Op Cit. hlm. 40-41.