BAB II KERANGKA TEORI 2.1
Pengembangan Usaha
2.1.1
Pengertian pengembangan Usaha Pengembangan suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha
atau wirausaha yang membutuhkan pandangan kedepan, motivasi dan kreativitas (Anoraga, 2007:66). Jika hal ini dapat dilakukan oleh setiap wirausaha, maka besarlah harapan untuk dapat menjadikan usaha yang semula kecil menjadi skala menengah bahkan menjadi sebuah usaha besar. Kegiatan bisnis dapat dimulai dari merintis usaha (starting), membangun kerjasama ataupun dengan membeli usaha orang lain atau yang lebih dikenal dengan franchising. Namun yang perlu diperhatikan adalh kemana arah bisnis tersebut akan dibawa. Maka dari itu, dibutuhkan suatu pengembangan dalam memperluaskan dan mempertahankan bisnis tersebut agar dapat berjalan dengan baik. Untuk melaksanakan pengembangan bisnis dibutuhkan dukungan dari berbagai aspek seperti bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, SDM, teknologi dan lain-lain. 2.1.2 Tahapan Pengembangan Usaha Menurut Pandji Anoraga (2007:90), ada beberapa tahapan pengembangan usaha antara lain: Tahap I: Identifikasi Peluang Perlu mengidentifikasi peluang dengan didukung data dan informasi. Informasi biasanya dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti:
1.
Rencana Perusahaan
2.
Saran dan usul manajemen kecil
3.
Program dan pemerintah
4.
Hasil berbagai riset peluang usaha
5.
Kadin atau asosiasi usaha sejenis
Tahap II: Merumuskan alternatif usaha Setelah informasi berkumpul dan dianalisis maka pimpinan perusahaan atau manajer usaha dapat dirumuskan usaha apa saja yang mungkin dapat dibuka. Tahap III: Seleksi Altenatif Alternatif yang banyak selanjutnya harus dipilih satu atau beberapa alternatif yang terbaik dan prospektif. Untuk usaha yang prospektif dasar pemilihannya antara lain dapat menggunakan kriteria sebagai berikut: 1.
Ketersediaan Pasar
2.
Resiko Kegagalan
3.
Harga
Tahap IV : Pelaksanaan Alternatif Terpilih Setelah penentuan alternatif maka tahap selanjutnya pelaksanaan usaha yang terpilih. Tahap V : Evaluasi Evaluasi dimaksud untuk memberikan koreksi dan perbaikan terhadap usaha yang dijalankan. Di samping itu juga diarahkan untuk dapat memberikan masukan bagi perbaikan pelaksanaan usaha selanjutnya.
2.1.3
Tehnik Pengembangan Usaha
2.1.3.1 Peningkatan Skala Ekonomis Cara ini dapat dilakukan dengan menambah skala produksi, tenaga kerja, teknologi, sistem distribusi, dan tempat usaha (Suryana, 2006:156). Ini dilakukan bila perluasan usaha atau peningkatan output akan menurunkan biaya jangka panjang, yang berarti mencapai skala ekonomis (economics of scale). Sebaliknya, bila peningkatan output mengakibatkan peningkatan biaya jangka panjang (diseconomics of scale), maka tidak baik untuk dilakukan. Dengan kata lain, bila produk barang dan jasa yang dihasilkan sudah mencapai titik paling efisien, maka memperluas skala ekonomi tidak bisa dilakukan, sebab akan mendorong kenaikan biaya. Skala usaha ekonomi terjadi apabila perluasan usaha atau peningkatan output menurunkan biaya jangka panjang. Oleh karena itu, apabila terjadi skala usaha yang tidak ekonomis, wirausaha dapat meningkatkan usahanya dengan memperluas cakupan usaha(economics of scope). Skala ekonomi menunjukkan pengurangan biaya perusahaan akibat kenaikan output, maka kurva pengalaman atau kurva belajar (learning curve) menunjukkan pengurangan biaya yang mucul akibat kenaikan volume secara kumulatif. 2.1.3.2 Perluasan Cakupan Usaha Cara ini bisa dilakukan dengan menambah jenis usaha baru, produk, dan jasa baru yang berbeda dari yang sekarang diproduksi (diversifikasi), serta dengan teknologi yang berbeda. Misalnya, usaha jasa angkutan kota diperluas dengan usaha jasa bus pariwisata, usaha jasa pendidikan diperluas dengan usaha jasa pelatihan
dan kursus-kursus (Suryana, 2006:156). Dengan demikian, lingkup
usaha ekonomis dapat didefinisikan sebagai suatu diversifikasi usaha ekonomis yang ditandai oleh total biaya produksi gabungan( joint total production cost) dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama adalah lebih kecil daripada penjumlahan biaya produksi masing-masing produk itu apabila diproduksi secara terpisah. Perluasan cakupan usaha ini bisa dilakukan apabila wirausaha memiliki permodalan yang cukup. Sebaliknya, lingkup usaha tidak ekonomis dapat didefinisikan sebagai suatu diversifikasi usaha yang tidak ekonomis, dimana biaya produksi total bersama (joint total production cost) dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama adalah lebih besar daripada penjumlahan biaya produksi dari masing-masing jenis produk itu apabila diproduksi secara terpisah.Untuk memperluas skala ekonomi ataung cukup, lingkup ekonomi, bila pengetahuan usaha dan permodalan yang cukup, wirausaha bisa melakukan kerjasama dengan perusahaan lain melalui usaha patungan (joint venture), atau kerjasama manajemen melalui sistem kemitraan. 2.1.4
Jenis –Jenis Strategi Pengembangan Usaha Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya
dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya (Rangkuti, 2009:4). 2.1.4.1 Strategi Pengembangan Produk Pengembangan produk adalah mengupayakan peningkatan penjualan melalui perbaikan produk atau jasa saat ini atau pengembangan produk atau jasa baru (David, 2009:251). Pengembangan produk biasanya membutuhkan pengeluaran
yang
besar
untuk
penelitian
dan
pengembangan.
Strategi
pengembangan produk ini dipilih untuk dijalankan oleh suatu perusahaan dalam rangka memodifikasi produk yang ada sekarang atau penciptaan produk baru yang masih terkait dengan produk yang sekarang. Dengan demikian produk baru atau yang dimodifikasi tersebut, dapat dipasarkan kepada pelanggan yang ada sekarang melalui saluran pemasaran yang ada. Gagasan strategi ini dipilih untuk dijalankan dengan tujuan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan. Di samping itu sekaligus melakukan pengembangan produk, bagi upaya mendalami pengaruh dari siklus yang dikenal sebagai product life style. Penekanan dari pelaksanaan strategi pengembangan produk adalah untuk meningkatkan daya tarik produk, dan sekaligus menjaga citra dari merek dan reputasi perusahaan, serta memberikan pengalaman positif bagi pelanggan. Menurut David (2009:260), lima pedoman tentang kapan pengembangan produk dapat menjadi sebuah strategi yang efektif, yaitu: a. Ketika organisasi memiliki produk-produk berhasil yang berada di tahap kematangan dari siklus hidup produk; gagasannya di sini adalah menarik konsumen yang terpuaskan untuk mencoba produk baru (yang lebih baik) sebagai hasil dari pengalaman positif mereka dengan produk atau jasa organisasi saat ini. b. Ketika organisasi berkompetensi di industri yang ditandai oleh perkembangan teknologi yang cepat. c. Ketika pesaing utama menawarkan produk berkualitas lebih baik dengan harga “bagus”.
d.
Ketika organisasi bersaing dalam industri dengan tingkat pertumbuan tinggi.
e.
Ketika organisasi memiliki kapabilitas penelitian dan pengembangan yang sangat kuat.
2.1.4.2 Strategi Pengembangan Pasar Pengembangan pasar adalah memperkenalkan produk atau jasa saat ini ke wilayah geografis baru (David, 2009:251). Strategi pengembangan pasar dipilih untuk dijalankan dengan pertimbangan dapat dilakukannya pengkoordinasian, sehingga akan dapat dicapai biaya pengorbanan yang lebih rendah dan resiko yang dihadapi lebih kecil. Penekanan dari strategi ini adalah pada pemasaran produk yang sekarang dijalankan, dengan pertimbangan telah dimilikinya keahlian dan keterampilan dalam pengoperasian baik untuk pelanggan yang ada, maupun untuk pelanggan baru. Dalam hal ini kegiatan yang ditingkatkan adalah penambahan saluran distribusi dan cabang perusahaan, serta mengubah dan meningkatkan program advertensi dan promosi. Pengembangan pasar adalah suatu keputusan stratejik dari suatu perusahaan atau korporasi ( Assauri, 2013:135). Keputusan stratejik itu diarahkan untuk dapat memanfaatkan peluang pasar bagi pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan. Dengan keberhasilan ini diharapkan suatu perusahaan dapat mempunyai keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Dalam pelaksanaanya suatu strategi pemasaran perusahaan menggambarkan rencana bermain manajerial untuk keberhasilan dalam menjalankan penjualan dan bagian pemasaran dari suatu bisnis. Suatu perusahaan dapat meningkatkan pertumbuhan pasarnya dengan
penekanan pada lingkup stratejik di dalam suatu industri, dengan menawarkan lebih banyak produk/teknologi/jasa guna membuka jalan untuk segmen pasar yang lebih banyak. Menurut
David
(2009:259)
ada
enam
pedoman
tentang
kapan
pengembangan pasar dapat menjadi sebuah strategi yang sangat efektif, yaitu: a. Ketika saluran-saluran distribusi baru yang tersedia dapat diandalkan, tidak mahal, dan berkualitas baik. b. Ketika organisasi sangat berhasil dalam bisnis yang dijalankannya. c. Ketika pasar baru yang belum dikembangkan dan belum jenuh muncul. d. Ketika organisasi mempunyai modal dan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mengelola perluasan operasi. e. Ketika organisasi memiliki kapasitas produksi yang berlebih. f. Ketika industri dasar organisasi dengan cepat berkembang menjadi global dalam cakupannya. 2.1.4.3 Strategi Pengembangan yang Terkonsentrasi Strategi pengembangan yang terkonsentrasi memfokuskan pada suatu kombinasi produk dan pasar tertentu. Suatu pertumbuhan terkonsentrasi merupakan strategi perusahaan yang langsung menekankan pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan pertumbuhan dari suatu produk tunggal, dalam suatu pasar tunggal dengan suatu teknologi yang dominan. Pemilihan secara rasional atas pendekatan ini adalah melakukan penetrasi pasar dengan strategi terkonsentrasi, yang dimanfaatkan perusahaan atas pengalaman pengolahan operasi bisnis perusahaan di dalam suatu arena bisnis persaingan.
Strategi
pengembangan
yang
Terkonsentrasi
diarahkan
untuk
mempertinggi kinerja perusahaan. Dimungkinkannya hal ini, karena didukung oleh kemampuan menilai kebutuhan pasar, pengetahuan tentang perilaku pembeli, sensitivitas harga pelanggan dan efektivitasdari advertensi dan promosi. Suatu perusahaan menjalankan strategi pertumbuhan yang terkonsentrasi secara berhasil, bila didukung oleh pengembangan keterampilan atau skills, dan kompetensi bagi upaya pencapaian keberhasilan bersaing. 2.1.4.4 Strategi Inovasi Strategi inovasi menjadi perhatian bagi suatu perusahaan, karena dalam banyak industri apabila tidak dilakukan inovasi akan dapat meningkatkan timbulnya risiko yang dihadapi perusahaan itu. Strategi inovasi selalu dibutuhkan perusahaan baik untuk produk-produk industri, maupun untuk barang-barang konsumsi , karena selalu diharapkan adanya perubahan atau kemajuan dari produk yang ditawarkan. Di dalam era persaingan, kompetensi suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan itu melakukan inovasi, baik yang terkait dengan inovasi produk untuk menemukan produk baru atau produk modifikasi, maupun inovasi proses yang dapat menghasilkan produk yang sama dengan biaya yang lebih murah, sebagai akibat digunakannya teknologi baru yang lebih maju. 2.1.4.5 Strategi Integrasi Horizontal (Horizontal Integration) Integrasi horizontal terjadi apabila suatu organisasi perusahaan menambah satu atau lebih bisnisnya yang memproduksi produk/jasa yang sejenis dioperasikan pada pasar produk yang sama.
2.2
Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan kerangka penganalisisan yang terintegrasi
antara internal perusahaan dan lingkungan eksternal, dengan membangun pendekatan SWOT (Assauri ,2013:71). Analisis SWOT merupakan ringkasan dari keunggulan dan kelemahan perusahaan yang dikaitkan dengan peluang dan ancaman lingkungan. Dengan memikirkan tentang keunggulan dan kelemahan organisasi perusahaan, diharapkan akan dapat membantu manajer stratejik untuk melihat organisasinya relatif terhadap pesaingnya. Kerangka analisis SWOT mengembangkan wawasan atau pandangan, bahwa suatu perusahaan hanya dapat meningkatkan kinerjanya, bila perusahaan itu dapat mengolah pemanfaatan peluang sekaligus meminimalisasi ancaman lingkungannya. Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti, 2014:19). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan
ancaman
(Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strartegic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (weaknesses).
BERBAGAI PELUANG
3.Mendukung
1. Mendukung
strategi turn around
strategi agresif
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL
4.Mendukung
2.Mendukung
strategi defensif
strategi diversifikasi
BERBAGAI ANCAMAN
3
Gambar 2.1 Diagram Analisis SWOT
Kuadaran 1 : situasi yang sangat menguntungkan, perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy). Kuadran 2
: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahan ini masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar). Kuadran 3
: perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di
lain pihak ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4
: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,
perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
2.2.1
Analisis Lingkungan Internal Menurut Hunger (2003: 159) Para manajer strategis harus dapat mengenali
variabel-variabel dalam perusahaan yang merupakan kekuatan atau kelemahan yang penting. Sebuah variabel merupakan kekuatan apabila menyediakan keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif adalah sesuatu yang dilakukan perusahaan atau berpotensi untuk dilakukan dengan lebih baik secara relatif terhadap kecakapan pesaing lain yang sudah ada atau potensial. Sebuah variabel merupakan kelemahan apabila berupa sesuatu yang tidak dilakukan dengan baik oleh perusahaan atau perusahaan tidak memiliki kapasitas untuk melakukannya, sementara pesaingnya memiliki kapasitas tersebut. Untuk mengevaluasi pentingnya variabel-variabel tersebut, manajemen harus mengetahui apakah variabel-variabel tersebut merupakan faktor strategis internal (Strategic Internal factors) yaitu kekuatan dan kelemahan khusus perusahaan yang akan membantu menentukan masa depan. Menurut Jatmiko (2003: 68) Faktor-faktor kunci internal di bidang-bidang fungsional pada perusahaan umumnya mencakup aspek-aspek yaitu : 1. Aspek Pemasaran Pemasaran adalah proses penentuan, pengantisipasian, penciptaan, dan pemenuhan keinginan dalam kebutuhan pelanggan atas produk dan jasa.
2. Aspek Keuangan dan Akuntansi Kondisi keuangan seringkali dipertimbangkan sebagai ukuran yang terbaik kekuatan atau posisi persaingan perusahaan. Penetapan kekuatan dan kelemahan keuangan organisasi atau perusahaan merupakan hal yang penting dalam formulasi strategi secara efektif. 3. Aspek Produksi/ Operasi dan Penelitian Pengembangan Aktivitas-aktivitas produksi dan operasi biasanya menggambarkan bagian terbesar dari sumber daya manusia dan modal suatu organisasi. Penelitian dan pengembangan secara spesifik juga mempengaruhi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Perusahaan yang sedang menerapkan strategi pengembangan produk membutuhkan fungsi R&D yang kuat. 4. Aspek Sistem Informasi Sistem informasi merupakan suatu istilah yang berhubungan dengan mekanisme formal dan informal dimana setiap organisasi sebaiknya menggunakan sistem informasi untuk memperoleh informasi tentang lingkungan eksternal yang relevan dan tentang kapabilitas internal organisasi itu sendiri. Fokus dari sistem informasi ditentukan oleh karakteristik misi organisasi, karena itu setiap sistem informasi sebaiknya mempunyai karakteristik tersendiri yang unik.
2.2.2. Analisis Lingkungan Eksternal Menurut Jatmiko (2003: 30) Analisis lingkungan eksternal atau biasanya disebut analisis peluang dan ancaman organisasi/ perusahaan.
Disebut demikian karena perubahan lingkungan eksternal perusahaan merupakan sumber utama ancaman dan peluang perusahaan baik di masa sekarang maupun di masa mendatang. Terdapat dua macam lingkungan eksternal, yaitu lingkungan eksternal makro dan lingkungan eksternal mikro.Lingkungan eksternal makro biasanya juga disebut lingkungan umum, yaitu lingkungan eksternal dimana organisasi/ perusahaan tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan atau mempengaruhi secara langsung. Lingkungan eksternal mikro biasanya juga disebut lingkungan tugas, atau lingkungan kompetitif, atau lingkungan industri, yaitu lingkungan eksternal dimana perusahaan mempunyai sedikit kemampuan untuk mengendalikan atau mempengaruhi. 2.2.2.1 Faktor – Faktor Lingkungan Eksternal Makro Adapun faktor-faktor lingkungan Eksternal makro terdiri dari : 1. Lingkungan Fisik Lingkungan fisik merupakan hubungan timbal balik antara perusahaan dengan lingkungan hidupnya atau ekologinya. Ekologi adalah hubungan antara kehidupan manusia dan kehidupan lainnya seperti udara, tanah, dan air. 2. Lingkungan Ekonomi Faktor ekonomi berhubungan dengan sifat dan arah ekonomi dimana suatu perusahaan beroperasi. Sebab pola konsumsi masyarakat secara relatif dipengaruhi oleh tren sektor ekonomi dan pasar, sehingga dalam perencanaan stratejiknya setiap organisasi/ perusahaan harus mempertimbangkan arah tren ekonomi dari setiap sektor pasar yang mempengaruhi industri atau pasarnya.
3. Lingkungan politik dan Hukum Arah dan stabilitas politik dan hukum merupakan pertimbangan utama bagi para manajer dalam memformulasi strategi perusahaan. Peraturan dan perundangan dapat membatasi dan atau memberikan peluang bagi operasi perusahaan. 4. Lingkungan Sosial Budaya Faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi aktivitas dan kinerja perusahaan mencakup keyakinan, nilai-nilai, sikap, pandangan, serta gaya hidup manusia sebagai akibat perkembangan dan perubahan kondisi kebudayaan, bahasa, ekologi, demografi, keberagaman, pendidikan, suku bangsa dan ras, serta mobilitas penduduk, lembaga-lembaga sosial, simbol status, dan keyakinan agama. 5. Lingkungan Teknologi Teknologi merupakan pendorong utama dibalik pengembangan berbagai produk dan pasar baru, tetapi kadang juga menjadi alasan utama menurunnya berbagai produk dan pasar. 6. Faktor Demografi Evolusi atau perubahan populasi penduduk merupakan faktor kunci lingkungan bagi perusahaan. Penduduk secara langsung berdampak pada pasar konsumen dan mempengaruhi kekuatan – kekuatan ekonomi lainnya.
a. Faktor – Faktor Lingkungan Industri Lingkungan industri merupakan lingkungan eksternal yang paling penting bagi kebanyakan manajer dan perumusan manajemen stratejik suatu perusahaan untuk dianalisis secara mendalam. Michael Porter dalam Jatmiko (2003: 44) memberikan konsep lingkungan industri yang dapat menjadi dasar dalam pemikiran stratejik dalam perencanaan bisnis. Porter menjelaskan lima kekuatan yang membentuk sifat dan derajat persaingan dalam suatu industri yaitu Ancaman Pendatang Baru. Pendatang baru dalam suatu industri biasanya membawa dan menambah kapasitas baru, keinginan mendapatkan pangsa pasar (market share), dan juga sumber daya baru. Berat ringannya ancaman pendatang baru tergantung pada hambatan masuk dan reaksi dari pesaing yang telah ada dimana pendatang baru akan memasuki industri atau pasar tersebut. Jika hambatan masuk ke industri tinggi dan pendatang baru dapat dikalahkan oleh para pesaing yang telah ada, maka perusahaan secara nyata tidak akan mendapatkan ancaman serius dari pendatang baru. b. Kekuatan Pemasok (Powerful of suppliers) Pemasok menyediakan dan menawarkan input yang diperlukan untuk memproduksi barang atau menyediakan jasa oleh industri atau perusahaan. Apabila pemasok mampu mengendalikan perusahaan dalam hal penyediaan input, sedang industri tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pemasok maka posisi tawar industri menjadi lemah dan sebaliknya posisi tawar pemasok menjadi kuat.
c. Kekuatan Pembeli / Pelanggan (Powerful of buyers) Pembeli atau pelanggan terdiri dari pelanggan individual dan pelanggan organisasi. Pembeli mempengaruhi industri melalui kemampuan mereka untuk menekan turunnya harga, permintaan terhadap kualitas, dan memainkan peran untuk melawan satu pesaing dengan lainnya. d. Ancaman Produk Pengganti Produk pengganti dapat memberikan pilihan bagi pelanggan pembeli dan akan mengurangi keuntungan perusahaan. Sebenarnya semua perusahaan dalam industri bersaing dengan industri lain yang memproduksi produk pengganti. Produk pengganti muncul dalam produk yang berbeda, tetapi dapat memuaskan kebutuhan yang sama dari produk lain. e. Pesaing dalam Industri yang Sama Profil pesaing dalam industri yang sama dibandingkan dengan profil organisasi sendiri
untuk
mengidentifikasikan
bidang-bidang
yang
secara
relatif
mempunyai kelemahan atau kekuatan dibanding pesaing. Setelah mengetahui kekuatan dan kelemahan kemudian dapat digunakan untuk menilai alternatif strategi kompetitif yang dapat ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan.
2.3
ANALISIS MATRIKS
2.3.1
Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Matriks
IFE digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor internal
perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Data dan informasi aspek internal perusahaan dapat digali dari beberapa fungsional perusahaan, misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem informasi, dan produksi/operasi. Tahapan Kerja Pada prinsipnya, tahapan kerja pada matriks IFE sama dengan matriks EFE: a.
Buatlah daftar critical success factors untuk aspek internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
b.
Tentukan bobot (weight) dari critical success factors tadi dengan skala yang lebih tinggi bagi yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung berdasarkan rata-rata industrinya.
c.
Beri rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang memiliki nilai: 1 = sangat lemah 2 = tidak begitu lemah 3 = cukup kuat 4 = sangat kuat Jadi, rating mengacu pada kondisi perusahaan, sedangkan bobot mengacu pada industri di mana perusahaan berada.
d.
Kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk menentukan nilai skornya.
e.
Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai. Nilai rata-rata adalah 2,5. Jika nilainya di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal perusahaan adalah lemah, sedangkan nilai yang berada di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Seperti halnya pada matriks EFE, matriks IFE terdiri dari cukup banyak faktor. Jumlah faktor-faktornya tidak berdampak pada jumlah bobot karena ia selalu berjumlah 1,0.
Tabel 2.1 Matriks IFE Key Internal Factors Kekuatan (Strength)
Bobot
Kelemahan (Weakness) Total Sumber: (Husein Umar: 2005)
Rating
Skor
2.3.2
Matriks External Factor Evaluation (EFE) Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal
perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan di pasar industri dimana perusahaan berada, serta data eksternal relevan lainnya. Hal ini penting karena faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan. Tahapan Kerja a.
Buatlah daftar critical success factors (faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan usaha) untuk aspek eksternal yang mencakup perihal opportunities (peluang) dan threats (ancaman) bagi perusahaan.
b.
Tentukan bobot (weight) dari critical success factors tadi dengan skala yang lebih tinggi bagi yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung berdasarkan rata-rata industrinya.
c.
Tentukan rating setiap critical success factors antara 1 sampai 4, dimana: 1 = di bawah rata-rata 2 = rata-rata 3 = di atas rata-rata 4 = sangat bagus Rating ditentukan berdasarkan efektivitas strategi perusahaan.
Dengan demikian nilainya didasarkan pada kondisi perusahaan. d.
Kalikan nilai bobot dengan nilai ratingnya untuk mendapatkan skor semua critical success factors.
e.
Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai. Skor total 4,0 mengindikasikan bahwa perusahaan merespon dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman di pasar industrinya. Sementara itu, skor total sebesar 1,0 menunjukkan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman eksternal. Tabel 2.2 Matriks EFE Key External Factors
Bobot
Peluang (Opportunities)
Ancaman (Threats)
Total Sumber : (Husein Umar : 2005)
Rating
Skor
2.3.3
Matriks TOWS/SWOT Matriks Threats – Opportunities – Weakness – Strengths (TOWS)
merupakan matching tool yang penting untuk membantu para manajer mengembangkan empat tipe strategi. Keempat tipe strategi yang dimaksud adalah: a. Strategi SO (Strength- Opportunity) Strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan. b. Strategi WO (Weakness- Opportunity) c. Strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. d. Strategi ST (Strength- Threat) Melalui strategi ini perusahaan berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. e. Strategi WT (Weakness- Threat) Strategi ini merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.
.
2.4
Matriks Strategi SWOT Peluang Lingkungan
Kuadran III •Penciutan •Putar Haluan •Aliansi •Joint Venture
Kuadran I •Pengembangan Pasar •Pengembangan Produk •Penetrasi Pasar •Pertumbuhan Konglomerasi •Integrasi Horizontal •Integrasi ke depan Keunggulan Internal Kuadran II •Diversifikasi terkait •Diversifikasi tidak terkait •Diversifikasi Konglomerat •Integrasi Vertikal •Integrasi ke belakang
Kelemahan Internal Kuadran IV •Divestasi •Likuidasi •Bankruptcy
Ancaman Lingkungan Sumber: Assauri (2013:75) Perusahaan yang mempunyai keunggulan internal dengan peluang lingkungan eksternal, berada pada kuadran pertama dengan penekanan pada pertumbuhan. Dalam hal ini pilihan startegi yang sebaiknya ditetapkan adalah salah satu dari yang berikut, yaitu Strategi Pengembangan Pasar, Strategi Pengembangan
Produk,
Strategi
Penetrasi
Pasar,
Strategi
Pertumbuhan
Konglomerasi, Strategi Integrasi Horizontal, dan Strategi Integrasi Ke Depan atau Forward. Strategi Pengembangan Pasar merupakan strategi memperkenalkan produk atau produk yang ada di daerah atau segmen pasar yang baru. Strategi Pengembangan Produk adalah strategi peningkatan penjualan dengan menekankan perbaikan dari produk yang ada atau pengembangan produk baru.
Strategi Penetrasi Pasar merupakan strategi peningkatan share pasar untuk produk yang ada melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih intensif dan optimal. Strategi Pertumbuhan Konglomerasi adalah strategi ekspansi aktivitas bisnis perusahaan, yang dapat berupa ekspansi secara internal., maupun ekspansi secara eksternal, melalui merger atau akuisisi. Strategi Integrasi Horizontal merupakan upaya untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kendali di atas para pesaing, dengan melakukannya pengakuisisan satu atau lebih perusahaan, yang beroperasi sama, pada tahap rantai pemasaran-produk yang merupakan grand-strategynya. Strategi Integrasi Ke Depan adalah upaya untuk mendapatkan strategi kepemilikan atau peningkatan pengendalian atas distributor dan pengecer. Strategi Inovasi
merupakan
strategi
perusahaan
pada
pertumbuhan
dengan
mengembangkan produk baru atau meningkatkan kompetensi produksi dan pemasaran. Perusahaan yang mempunyai keunggulan internal dengan menghadapi ancaman lingkungan eksternal, berada pada kuadran kedua. Dalam hal ini pilihan strategi yang dapat ditetapkan adal Strartegi Diversifikasi yang terkait (Related Diversification), Diversifikasi yang tidak terkait (Unrelated Diverrsification), Diversifikasi Konglomerasi (Conglomerate Diversification), Integrasi Vertikal dan Integrasi Ke Belakang (Backward Integration). Strategi Diversifikasi yang terkait adalah strategi menambah lingkup bisnis baru, tetapi masih berhubungan dengan produk atau jasa yang sedang dioperasikan. Strategi Diversifikasi Konglomerasi adalah strategi menambah lingkup bisnis baru yang menjanjikan bagi pengembangan investasi yang masih berpeluang, guna menunjang penciptaan
sinergi produk-pasar. Startegi Integrasi Vertikal merupakan strategi mencari peluang, dengan berupaya untuk beroperasi secara vertikal pada beberapa lokasi di dalam suatu rantai nilai.Strategi Integrasi Ke Belakang adalah strategi mengintegrasikan operasi ke belakang dalam suatu rantai nilai industri. Perusahaan yang mempunyai peluang lingkungan eksternal, tetapi dengan lingkungan internal yang berupa sumber daya dan kapabilitas perusahaan yang lemah, berada pada kuadran ke tiga. Dalam ini pilihan strategi perusahaan yang dapat dilakukan adalah Strategi Penciutan (Rentrechment), Startegi Putar Haluan (Turn around), Strategi Aliansi dan Strategi Ventura Bersama (Joint Venture). Strategi Penciutan merupakan strategi menghadapi tekanan untuk meningkatkan kinerja dengan mencoba menghilangkan kelemahan, melalui pengelompokkan biaya dan aset yang sedang menurun, dan sekaligus menghambat penurunan penjualan dan laba. Strategi Putar Haluan merupakan strategi yang menekankan perbaikan efisiensi operasi perusahaan, sehingga dapat menembus dari batas-batas kritis. Strategi Aliansi merupakan strategi partnership, dimana partner berkontribusi keterampilan atau skills dan pengalaman mereka bagi suatu pengembangan bisnis bersama. Strategi Ventura Bersama (joint venture) merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan dari komponen keberhasilan utama dalam keberhasilan bersaing. Perusahaan yang menghadapi ancaman lingkungan eksternal, dengan lingkungan internal yang berupa sumber daya dan kapabilitas yang lemah, maka perusahaan sangat rumit menghadapi kondisi ini, dan berada pada kuadran keempat. Dalam keadaan seperti ini, pilihan strategi perusahaan adalah Strategi
Divestasi, Strategi Likuidasi dan Strategi Bankruptcy. Strategi Divestasi merupakan strategi menjual satu divisi atau bagian organisasi perusahaan. Strategi Likuidasi adalah strategi menjual seluruh aset perusahaan atau sebagian, tetapi hanya berupaya aset berwujud. Strategi Bnkcrupty merupakan strategi pembangkrutan
akibat
terjadinya
kegagalan
bisnis,
yang
menyebabkan
pendistribusian seluruh aset ke kreditor. 2.4
Konsep Dasar Akuntansi
2.4.1
Konsep Kesatuan Usaha Adanya pemisahan pencatatan antara transaksi perusahaan sebagai entitas
ekonomi dengan transaksi pemilik sebagai individu dan transaksi ekonomi entitas ekonomi lainnya (Hery, 2012:10). Sebagai contoh, Tn.Alfonso sebagai pemilik bengkel mobil, tidak boleh memperhitungkan biaya pribadinya sebagai beban bengkel. Biaya pribadi disini misalnya biaya untuk sewa apartemen sebagai tempat tinggal, biaya untuk keperluan sekolah anak. Jadi, yang boleh diperhitungkan sebagai beban bengkel hanyalah pengeluaran-pengeluaran yang memang terkait langsung dengan usaha bengkelnya. Demikian pula apanila Tn.Alfonso memiliki dua jenis usaha yang berlainan, misalnya usaha bengkel dan salon, maka harus dipisahkan antara beban pribadi, beban usaha bengkel, dan beban usaha salon. 2.4.2
Konsep Kesinambungan Usaha Perusahaan didirikan dengan maksud untuk tidak dilikuidasi (dibubarkan)
dalam jangka waktu dekat, akan tetapi perusahaan diharapkan akan tetap terus beroperasi(exist) dalam jangka waktu yang tidak terbatas (Hery, 2012:10).
Jika tidak ada asumsi ini, maka berarti tidak akan ada penyusutan atas aset tetap, karena aset yang dibeli tidak akan dicatat sebesar harga perolehannya, melainkan dicatat sebesar nilai pada saat perusahaan dilikuidasi. Demikian juga tidak akan ada penggolongan lancar dan tidak lancar atas aset dan liabilitas. Jadi, dalam praktek akuntansi yang berlaku umum, penyusutan atas aset tetap dan penggolongan aset serta liabilitas ke dalam lancar dan tidak lancar timbul karena adanya asumsi kesinambungan usaha. 2.5
Pengertian Profitabilitas Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah
memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, di samping hal-hal lainnya (Kasmir, 2012:196). Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti yang telah dtargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Oleh karena itu, manajemen perusahaan dalam praktiknya dituntut harus mampu untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. Artinya Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan atau modal yang dimilikinya (Nugroho, 2012:17). Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Tujuan utama suatu usaha adalah memaksimalkan nilai usaha dan menjaga kelangsungan hidup usaha tersebut dimasa yang akan datang. Salah satu tujuan memaksimalkan profitability yaitu kemampuan suatu usaha agar dapat memperoleh laba. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena
profitabilitas menunjukkan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian setiap perusahaan akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu usaha maka kelangsungan hidup perusahaan tersebut akan lebih terjamin. Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan perusahaan yang profitable untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut. Rasio profitabilitas ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu usaha..Kinerja fundamental perusahaan yang diproksikan melalui dimensi profitabilitas perusahaan memiliki hubungan kausalitas terhadap nilai perusahaan melalui indikator harga saham dan struktur modal perusahaan berkenaan dengan besarnya utang perusahaan (Harmono, 2011:111). Penggunaan rasio profitabilitas dengan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Rasio profitabilitas diukur melalui beberapa periode operasi untuk melihat perkembangan usaha dalam rentang waktu tertentu, apakah mengalami kenaikan atau penurunan.serta mencari penyebab perubahannya dang cara untuk meningkatkannya.
2.5.1
Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas Menurut Sawir (2005:31) tujuan rasio profitabilitas adalah untuk
mengetahui kemampuan perusahan dalam menganalisis laba selama periode tertentu juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Menurut Kasmir (2008:197), tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi suatu usaha ataupun bagi pihak luar, yaitu : 1. Untuk menghitung atau mengukur laba yang diperoleh dalam satu periode tertentu. 2. Untuk menilai posisi laba tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Adapun manfaat yang diperoleh dari penggunaan rasio profitabilitas adalah untuk : 1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh dalam satu periode. 2. Mengetahui posisi laba tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 6. Manfaat lainnya
2.5.2
Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas Sesuai dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya, maka terdapat beberapa jenis rasio yang digunakan. Menurut Agus Sartono (2005:123) terdapat beberapa rasio untuk mengukur seberapa besar efektivitas manajemen mengelola assets dan equity untuk menghasilkan laba, yaitu: 1. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin) Gross profit margin merupakan persentase dari laba kotor (sales-cost of good sold) dibandingkan dengan sales. Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa cost of goods sold realtif lebih rendah dibandingkan dengan sales (Syamsuddin, 2013:61). Demikian pula sebaliknya, semakin rendah gross profit margin, semakin kurang baik operasi perusahaan.
Gross Profit Margin =
Atau
=
100%
Contoh : Sebagai contoh, ringkasan kinerja Daria Varia Laboratoria Tbk (DVLA) Berdasarkan ringkasan kinerja Daria Varia Laboratoria Tbk (DVLA) per 31 januari 2014, Gross Profit Margin DVLA tahun 20092013 adalah sebagai berikut. Tabel 2.3 Ringkasan Kinerja Daria Varia Laboratoria Tbk (DVLA) Keterangan 2009
2010
2011
2012
2013
Gross Profit Sales
536,076
587,647
623,278
651,110
520,484
869.124
929,233
927,352
1087,358
848,522
GPM (%)
61,68
63,24
64,10
59,88
61,34
(Sumber : Laporan Keuangan IDX) Artinya setiap rupiah dari penjualan akan menghasilkan laba pada tahun 2009 sebesar Rp 61,68, laba pada tahun 2010 sebesar Rp 63,24, laba pada tahun 2011 sebesar Rp 64,10, laba pada tahun 2012 sebesar Rp 59,88 dan laba pada tahun 2013 sebesar Rp 61,34.
2. Margin Laba bersih (Net profit Margin) Net Profit Margin adalah rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan (Syamsuddin, 2013:62). Semakin tinggi net profit margin, semakin baik operasi suatu perusahaan. Suatu net profit margin yang dikatakan “baik” akan sangat tergantung dari jenis industri di dalam mana perusahaan berusaha. Net profit Margin =
100%
Contoh : Ringkasan kinerja dari Daria Varia Laboratoria Tbk (DVLA) per 31 januari 2014, Net Profit Margin DVLA tahun 2009-2013 adalah sebagai berikut : Tabel 2.4 Ringkasan Kinerja Daria Varia Laboratoria Tbk (DVLA) Keterangan 2009
2010
2011
2012
2013
Net Profit 72,272 110,881 120,915 148,909 95,094 after Tax Sales 868,653 924,430 971,985 1087,720 848,296 NPM (%)
8,32
11,93
12,44
13,69
11,21
(Sumber : Laporan Keuangan IDX) Artinya, setiap rupiah dari penjualan akan menghasilkan laba pada tahun 2009 sebesar Rp.8,32, pada tahun 2010 sebesar 11,93, pada tahun 2011 sebesar Rp.12,44 dan pada tahun 2013 sebesar Rp. 11,21.
3. Return on Investment ( ROI)
ROI =
Return On Investment (ROI) atau yang sering juga disebut dengan “return on total assets” adalah pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah
seluruh
aktiva
yang
tersedia
di
dalam
perusahaan.(Syamsuddin, 2013:63). Semakin tinggi ROI, semakin baik keadaan suatu perusahaan. Contoh : Ringkasan kinerja dari perusahaan Kimia Farma (Persero) Tbk pada 30 Desember 2013 yang menunjukkan data berikut : Total Laba Bersih setelah pajak
: 215,642
Total Aktiva
: 2,471,940
Maka, ROI (tahun 2013)
=
100%
= 8,72% (Sumber : Laporan Keuangan IDX) Artinya, setiap rupiah dari total aktiva akan menghasilkan laba sebesar 8,72.
4. Return on Equity (ROE)
ROE
=
100%
Return On Equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal
yang
mereka
investasikan
di
dalam
perusahaan
(Syamsuddin, 2013:64). Secara umum tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan. Contoh : Ringkasan hasil kinerja dari perusahaan Tembaga Mulia Semanan Tbk. Berikut ini ringkasan kinerja laporan keuangan pada tahun 2011 dan 2012. Tabel 2.5 Ringkasan Kinerja Tembaga Mulia Semanan Tbk Keterangan 2011
2012
Net Profit 21.034 After Tax Total 138.585 Eqiuty ROE (%) 15.18
25.675 190.241 13.50
(Sumber :Laporan Keuangan IDX)
Artinya, setiap rupiah dari modal pada tahun 2011 akan menghasilkan laba sebesar Rp.15,18 dan modal pada tahun 2012 akan menghasilkan laba sebesar Rp.13,50. 5. Earning Power Earning power
=
x
Earning power merupakan tolok ukur kemampuan suatu usaha dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan. Rasio ini menunjukkan pula tingkat efisiensi investasi yang nampak pada tingkat perputaran aktiva. Apabila tingkat perputaran aktiva meningkat dan net profit margin tetap maka earning power juga akan meningkat. Contoh: Total Penjualan
: 2,823,170,138
Laba bersih setelah pajak : 870,355,116 Total Aktiva
: 11,082,197,952
Earning Power
=
x
= 0,25 = 0,0775 =
x
0,31
7,75 %
Artinya, setiap rupiah dari total aktiva dan penjualan akan menghasilkan laba Rp 7,75.
2.5.3
Upaya-Upaya Untuk Meningkatkan Profitabilitas
2.5.3.1 Profitabilitas Ekonomis ( Return On Assets = ROA =ROI) a.
Meningkatkan Persentase Laba (Profit Margin) 1. Pertambahan Penjualan lebih dibandingkan Pertambahan Total Biaya 2. Berkurangnya
Total
Biaya
lebih
besar
dibandingkan
berkurangnya Penjualan b.
Meningkatkan Kecepatan Peredaran Total Aset ( Total Aset Turn Over) 1. Bertambahnya Penjualan lebih besar daripada bertambahnya Total Aset 2. Berkurangnya Total Aset lebih besar bila dibandingkan dengan berkurangnya Total Penjualan.
2.5.3.2 Profitabilitas Modal Sendiri ( Return On Equity = ROE)
ROE
=
100%
Contoh : PT ABC Alternatif Laporan Keuangan NERACA (Dalam Ribuan Rupiah) Neraca
Perencanaan
Perencanaan
Tanpa Pinjaman
Dengan Pinjaman
Aset Lancar
Rp 40.000
Rp 40.000
Aset Tetap
Rp 60.000
Rp 60.000
Total Aset
Rp 100.000
Rp 100.000
Liabilitas (bunga 12%)
Rp
Rp 50.000
Modal ( Ekuitas)
Rp 100.000
Rp 50.000
Total Liabiltas&Modal
Rp 100.000
Rp 50.000
0
PT ABC PERHITUNGAN RUGI/LABA (Dalam Ribuan Rupiah) Neraca
Perencanaan Tanpa Pinjaman
Perencanaan Dengan Pinjaman
Penjualan
Rp 60.000
Rp
60.000
HPP + Biaya Operasi
Rp 36.000
Rp
36.000
Laba Operasi
Rp 24.000
Rp
24.000
Biaya Bunga
Rp
0
Rp
6.000
Laba Bersih Sebelum Pajak
Rp 24.000
Rp
18.000
PPh. Badan (30%)
Rp
7.200
Rp
5.400
Laba Bersih Sesudah Pajak
Rp. 16.800
Rp
12.600
Return On Equity Sumber : Sjahrial (2012 :53)
= 16.8% =
25.12%
Dari alternatif laporan keuangan PT ABC tersebut menunjukkan perencanaan dengan pinjaman dan tanpa pinjaman. Terdapat perbandingan dalam laporan neraca dan laba rugi. Pada laporan neraca perbedaan pada bagian liabilitas. Perencanaan dengan pinjaman memiliki liabilitas Rp 50.000 dengan bunga 12% sedangkan pada perencanaan tanpa pinjaman tidak memiliki liabilitas. Pada bagian laba rugi terdapat juga perbedaan yang terlihat dari laba yang dihasilkan. Pada perencanaan tanpa pinjaman menghasilkan laba yang tinggi dibandingkan dengan perencanaan dengan pinjaman. Hal ini dikarenakan pada perencanaan dengan pinjaman membayar beban bunga atas pinjaman yang dilakukan. Penilaian ROE menunjukkan perencanaan dengan pinjaman memiliki ROE yang tinggi dikarenakan modal yang dimilliki berasal dari pinjaman dan modal sendiri sehingga ROE menjadi tinggi dibandingan dengan perencanaan tanpa pinjaman dimana modal yang dimiliki hanya berasal dari modal sendiri. Jadi dapat disimpulkan laba yang tinggi tidak selamanya menghasilkan ROE yang tinggi tetapi dapat dilihat dari perbandingan modal yang dimiliki perusahaan apakah berasal dari modal sendiri atau modal pinjaman. 2.6
Usaha Kecil Menengah
2.6.1
Definisi UKM atau Usaha Kecil Di Indonesia terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM
(termasuk usaha kecil) berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi. 1. Badan Pusat Statistik (BPS) : UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5-19 orang.
2. Bank Indonesia (BI) : UKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa : a) modalnya kurang dari Rp 20 juta; b) untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5 juta; c) memiliki asset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan; dan d) omset tahunan ≤ Rp 1 miliar. 3. Departemen koperasi dan usaha kecil Menengah (UU No. 9 Tahun 1995) :UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih Rp 50 juta- Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) omset tahunan ≤ Rp 1 miliar; dalam UU UMKM/2008 dengan kekayaan bersih tahunan Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar. 4. Keppres No. 16/1994: UKM adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp 400 juta. 5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan : a.
Perusahaan memiliki asset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung)
b.
Perusahaan memilki modal kerja di bawah Rp 25 juta (Departemen
Perdagangan sebelum digabung) 6. Departemen keuangan: UKM adalah perusahaan yang memiliki omset maksimum Rp 600 juta per tahun dan atau asset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan.
7. Departemen kesehatan: perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merek Dalam Negeri (MD), dan Merek Luar Negeri (ML). 2.6.2 Jenis-Jenis UMKM Menurut Adi (2007:15) jenis-jenis UMKM secara garis besar dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu: 1. Usaha Perdagangan Keagenan : agen koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lain-lain; Pengecer: minyak, kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-lain; Ekspor/Impor: produk lokal dan internasional; Sektor informal: pengumpul barang bekas, pedagang kaki lima, dan lain-lain. 2. Usaha Pertanian Meliputi Perkebunan: pembibitan dan kebun buah-buahan, sayursayuran, dan lain-lain; Perternakan: Ternak ayam petelur, susu sapi; Perikanan : Darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain. 3. Usaha Industri Industri Makanan/Minuman; Pertambangan; Pengrajin; Konveksi, dan lain-lain. 4. Usaha Jasa Jasa Konsultan; Perbengkelan; Restoran; Jasa Konstruksi; Jasa Transportasi; Jasa Telekomunikasi; Jasa Pendidikan dan lain-lain.
2.6.3 Faktor-Faktor Pengembangan UMKM Menurut Hubeis (2009:11) Pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK) tergantung pada beberapa faktor, yaitu: a. Kemampuan UKMK dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal yang mengandalkan sumber daya lokal. b. Kemampuan UKMK dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing. c. Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar (domestik maupun ekspor) d. Berbasis bahan baku lokal e. Substitusi impor.