BAB II KERAGKA TEORI
2.1. Kebijakan Pemerintah Dalam Meningkatkan Pendidikan Menurut Robert K. Merton (Ritzer & Goodman, 2008:141) suatu sistem yang telah mandiri dapat ditandai dengan adanya fungsi manifest (nyata) dan fungsi latent (tersembunyi). Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pendidikan memiliki fungsi manifest dengan tujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan bagi masyarakatnya adalah sebagai berikut: (a) harus menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat yaitu pendidikan dibuat untuk mengembangkan suatu keyakinan di dalam diri peserta didik, kebiasaan berfikir, dan bertindak yang dianggap perlu diharapkan dalam masyarakat, (b) pendidikan harus mempertahankan solidaritas sosial dengan mengembangkan rasa saling memiliki hak dan kewajiban peserta didik serta keterikatan pada cara hidupnya di dunia pendidikan, (c) pendidikan harus menyampaikan pengetahuan yang meliputi warisan sosial, (d) mengembangkan potensi demi pemenuhan kebutuhan pribadi dan pengembangan masyarakat serta mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional dan bebas, (e) mengembangkan cakrawala dan kretifitas peserta didik, (f) pendidikan juga diharapkan mengembangkan pengetahuan baru, (g) mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah, (h) mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi demi kepentingan masyarakat, (i) melestarikan kebudayaan, (j) menanamkan keterampilan yang dibutuhkan sebagai partisispasi dalam demokrasi.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu fungsi latentnya (tersembunyi) yang tidak direncanakan lembaga pendidikan bagi masyarakatnya yaitu: (a) pemupukan keremajaan peserta didik, (b) pengurangan pengendalian orang tua, (c) penyediaan sarana untuk pembangkangan (d) dipertahankannya sistem kelas sosial, (e) sekolah merupakan tempat penitipan anak. Dari fungsi pendidikan yang dikemukakan Merton di atas dapat dilihat bahwa pendidikan sangat berpengaruh besar dalam mengubah pola pikir masyarakat untuk mengembangkan potensi diri. Akan tetapi saat ini pendidikan di Indonesia masih belum mencapai kualitas pendidikan yang diharapkan. Karena telah masih rendahnya pemerataan pendidikan bagi semua warga negara, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Berdasarkan hasil pengumuman yang di keluarkan Departemen Pendidikan pada tahun 2007 menunjukkan, secara nasional pendidikan di Sumatera Utara berada di peringkat ke 8. Dapat dikatakan bahwa Sumatera Utara berada di bawah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Bali. Prestasi ini tentu kabar duka cita yang mendalam bagi perkembangan pendidikan Sumatera Utara karena daerah ini yang sarat dengan masyarakat pendidik di tingkat nasional, kaya dengan sumber daya manusia, syarat dengan lembaga pendidikan dari berbagai tingkatan hanya dapat mencapai peringkat delapan (http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=11183 diakses pada 14 November 2011 pukul 16:30). Dengan ini sangat dibutuhkan peran pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di daerah ini dengan cara membuat kebijakan dalam mensejahterakan rakyatnya di dunia pendidikan secara merata. Karena pemerataan pendidikan sangat penting dilakukan guna untuk melancarkan aktifitas belajar mengajar masyarakat dalam menggali potensi-potensi yang ada di dunia pendidikan. Pemerataan tersebut dapat berupa menigkatkan daya tampung penerimaan peserta didik, pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana lainnya serta
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan tenaga kerja guru ke berbagai daerah-daerah terpencil yang jauh dari jangkauan pemerintah agar seluruh masyarakat dapat memiliki pendidikan yang layak. Oleh karena itu pemerintah telah membuat kebijakan yang diharapkan oleh masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan seluruh masyarakat di Indonesia. Dalam hal ini dapat dilihat melalui pernyataan James E. Anderson yang bercerita tentang kebijakan publik. James E. Anderson mendefenisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah misalnya partai politik. Kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan dan lain sebagainya (Subarsono, 2005:2). Kebijakan dilaksanakan harus dengan kesepakatan bersama melalui permasalahan-permasalahan yang terjadi dan kebutuhan masyarakat dengan tujuan untuk mensejahterakan warga negaranya. Hal ini berkenaan dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mencanangkan pemerataan pendidikan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat dan memiliki beberapa proses yang harus dilewati sehingga kebijakan tersebut dapat terealisasikan tepat pada sasarannya. Menurut Michael Howlet dan Ramesh (1995:11) dalam (Subarsono, 2005:13-14) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut: 1.
Penyusunan agenda, yaitu suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Dalam proses ini, kebijakan muncul berdasarkan masalah-masalah yang terjadi pada saat ini. Misalnya kebijakan Bantuan Operasional sekolah (BOS) muncul karena naiknya harga sembako dan meninggkatnya harga bahan bakar minyak di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia membuat perekonomian masyarakat semakin lemah sehingga tidak mampu membayar biaya pendidikan anak. Padahal pendidikan itu sangat penting bagi seluruh masyarakat agar tidak tertinggal oleh zaman. 2.
Formulasi kebijakan, yaitu proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. Disini menjelaskan bagaimana cara pemerintah memecahkan permasalahan kemiskinan agar masyarakat mampu mengenyam pendidikan tanpa menambah beban ekonomi mereka.
3.
Pembuatan kebijakan, yaitu proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan. Pembuatan kebijakan dilakukan apabila kebijakan tersebut benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dan menjadi suatu pemecah permasalahan bagi pemerintah dalam mengurangi beban masyarakatnya. Misalnya dikeluarkannya kebijakan progaram dana Bantuan Opersional Sekolah (BOS) guna untuk mengurangi biaya pendidikan bagi masyarakat miskin.
4.
Implementasi kebijakan, yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. Dalam pelaksaannya, pemerintah merealisasikan program dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan harapan dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia.
5.
Evaluasi kebijakan, yaitu proses untuk memonitor dan menilai hasil kinerja kebijakan. Setelah kebijakan tersebut diimplementasikan, pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut dengan cara melakukan pengawasan serta menilai berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut. Dari proses kebijakan diatas maka pemerintah dapat merealisasikan kebijakan kepada
masyarakat. Dalam proses pembuatan kebijakan perlu juga melakukan pendekatan terhadap lingkungan. Teori sistem berpendapat bahwa pembuatan kebijakan tidak dapat dilepaskan dari
Universitas Sumatera Utara
pengruh lingkungan. Tuntutan terhadap kebijakan dapat dilahirkan karena pengaruh lingkungan dan ditransformasikan ke dalam suatu sistem politik (Subarsono, 2005:14). Kebijakan dibuat berdasarkan undang-undang yang telah ditetapkan oleh DPR dan MPR sehingga kebijakan tidak lepas dari kendalinya. Begitu juga kebijakan publik yang telah dibuat dengan tujuan untuk mengontrol pemerintah yang di fokuskan pada sektor pendidikan nasional dalam melaksakan amanat yang telah disepakati bersama. Kebijakan yang dicanangkan pemerintah melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah memiliki berbagai macam hasil yang telah dicapai untuk meringankan beban masyarakat terutama pada masyarakat yang kurang mampu. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang terdahulu, yang melihat berbagai keanekaragaman cara pemerintah maupun sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Menurut Rusdianto (2011) dalam penelitiannya di kecamatan Bluluk kabupaten Lamongan, telah menemui berbagai perbedaan dalam pelaksanaan program tersebut. “Dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sekolah masih banyak ditemui kelemahan-kelemahannya. Dimana prioritas penggunaan dana di sekolah belum menunjukkan keberpihakannya terhadap sasaran yang menjadi target kebijakan, yaitu siswa miskin, sebagian besar dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masih tersedot pada anggaran belanja pegawai. Keberadaan RAPBS yang diterapkan sebagai fungsi kontrol dan acuan dalam penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum berjalan sebagaimana mestinya, RAPBS hanya sebatas formalitas bagi sekolah untuk mendapatkan dana BOS. Program BOS juga belum menunjukkan dampak yang progresif dalam menekan laju angka putus sekolah, permasalahan murid putus sekolah ternyata bukan sematamata karena biaya pendidikan yang membumbung tinggi”. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum sepenuhnya mengurangi
Universitas Sumatera Utara
tingkat putus sekolah di Indonesia, karena pemerintah belum matang dalam menyusun strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pemerintah masih saja berbicara tentang dana yang di butuhkan sekolah-sekolah. Sekolah juga masih kebingungan untuk membagi waktu dan kebutuhan materi yang paling diprioritaskan demi berjalannya kegiatan belajar mengajar guru dan siswa. Padahal sekolah harus berjalan secara bersamaan dalam melaksanakan program tersebut. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu pemikiran Robert K. Merton yaitu tentang fungsional, fungsi manifes (nyata), fungsi laten (tersembunyi), disfungsi, dan nonfungsional dalam suatu sistem (Ritzer & Goodman, 2008:141). Bagi Robert K. Merton pendekatan fungsional bukanlah suatu teori komperehensif dan terpadu, melainkan suatu strategi untuk analisa. Strategi ini merupakan suatu titik tolak dan memberikan suatu bimbingan, tetapi teori-teori taraf menengah yang dikembangkan dari titik tolak ini harus mampu berada dalam kesatuannya sendiri yang didukung oleh data empiris yang sesuai (Paul, 1990:146). Dari teori tersebut dapat diartikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan akan berjalan dengan teratur apabila strategi pengambilan kebijakan harus sesuai dengan sistematika pengawasan, kebutuhan sekolah maupun masyarakat, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah masing-masing sehingga kebijakan yang dikeluarkan dalam mengentaskan kemiskinan dapat berfungsi. Maka sangat dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan yang lebih dalam melihat situasi masyarakat disuatu daerah tersebut. Berlandaskan pemikiran Robert K. Merton mengenai fungsi kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah terbagi menjadi dua yaitu fungsi manifest dan fungsi latent. Fungsi manifest dalam Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sangat diinginkan oleh masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang membutuhkan. Dengan kata lain, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diketahui masyarakat terutama peserta didik adalah memiliki pendidikan yang layak dan tidak di pungut biaya sedikitpun kepada siswa. Sehingga dengan adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diharapakan agar siswa siswi memiliki mutu pendidikan yang sangat baik tanpa ada hambatan berupa kurangnya biaya sekolah. Fungsi manifest dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga dapat diilihat pada peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor 37 tahun 2010 yang mengingat pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebenarnya sudah mengamanatkan tentang pentingnya alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan pembangunan pendidikan ini. Selain itu di dalam pasal 31 ayat (4) menyatakan bahwa “negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Dari pasal tersebut telah melatarbelakangi terselenggaranya pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dibuat oleh pemerintah. Berikut adalah fungsi manifest Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang berisikan tentang alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berdasarkan peraturan menteri pendidikan nomor 37 tahun 2010 yang di tetapkan sebagai berikut: 1.
Tim manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kabupaten/kota dengan koordinasi tim manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) provinsi menyerahkan data jumlah siswa tiap sekolah kepada kementerian pendidikan nasional.
2.
Atas dasar data jumlah siswa tiap sekolah, kementerian pendidikan nasional membuat alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tiap kabupaten/kota untuk selanjutnya dikirim ke kementerian keuangan.
3.
Kementerian keuangan menetapkan alokasi anggaran sementara per kabupaten/kota melalui peraturan menteri keuangan.
4.
Alokasi prognosa definitif Bantuan Operasional Sekolah (BOS) akan ditetapkan setelah kementerian keuangan menerima data rekonsiliasi mengenai jumlah sekolah da jumlah siswa tahun ajaran baru (2011-2012) dari kementerian pendidikan nasional.
Universitas Sumatera Utara
5.
Alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) per sekolah negeri ditetapkan oleh kementerian pendidikan nasional, sedangkan alokasi per sekolah swasta ditetapkan oleh pemerintah daerah (melalui pejabat pengelola keuangan daerah) atas usulan dinas pendidikan kabupaten/kota berdasarkan data jumlah siswa.
6.
Alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) per sekolah untuk periode Januari-Juni 2011 didasarkan jumlah siswa tahun pelajaran 2010-2011, sedangkan periode Juli-Desember 2011 didasarkan pada data tahun pelajaran 2011-2012.
Dari hasil kebijakan pemerintah dalam mencanangkan program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bahwa pemanfaatan atau pengguanaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus berpedoman pada panduan pelaksanaan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2011. Penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah harus berdasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara tim manjemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sekolah, dewan guru, dan komite sekolah. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus di daftar sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RKAS/RAPBS, disamping dana yang diperoleh dari pemerintah daerah atau sumber lain. Dari seluruh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima oleh sekolah, sekolah menggunakan dana tersebut untuk membiayai kegiatan-kegiatan berikut: 1.
Pembelian/penggandaan buku teks pelajaran. Jenis buku yang dibeli/digandakan untuk SMP sebanyak 2 macam buku yaitu (a) pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, dan (b) seni budaya dan keterampilan. Jika buku dimaksud belum ada di sekolah/belum mencukupi sebanyak jumlah siswa, maka sekolah wajib membeli/menggandakan sebanyak jumlah siswa. Jika jumlah buku telah terpenuhi satu siswa satu buku, baik yang telah dibeli dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun dari pemerintah daerah, maka sekolah tidak harus menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pembelian/penggandaan buku tersebut. Selain daripada iu, dana Bantuan (BOS) juga boleh untuk membeli buku teks pelajaran lainnya yang mecukupi sejumlah siswa;
2.
Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan);
3.
Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam peajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olahraga, alat kesenian dan biaya pendaftaran mengikuti lomba);
Universitas Sumatera Utara
4.
Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopy/penggandaan soal, honor koreksi, ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa);
5.
Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor;
6.
Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset;
7.
Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik dan perawatan fasilitas sekolah lainnya;
8.
Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer.
9.
Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKS/MKKS. Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk peruntukan yang sama;
10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah. Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan, dll); 11. Pembiayaan pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seperti alat tulis kantor (ATK termasuk tinta printer, CD dan flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Bank/PT Pos; 12. Pembelian computer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-masing maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran; 13. Bila seluruh komponen 1 s/d 12 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah.
Dalam penggunaannya yang sudah ditetapkan pemerintah diatas, terdapat larangan yang tidak diperbolehkan pemerintah sama sekali untuk menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah tersebut. Adapun yang menjadi larangan dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.
2.
Dipinjamkan kepada pihak lain.
3.
Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, misalnya studi banding, studi tour (karya wisata) dan sejenisnya.
Universitas Sumatera Utara
4.
Membiayai kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD kecamatan/kabupaten/kota/provinsi/pusat, atau pihak lainnya walaupun pihak sekolah tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut. Sekolah hanya diperbolehkan menanggung biaya untuk siswa/guru yang ikut serta dalam kegaitan tersebut.
5.
Membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.
6.
Membeli pakaian/seragam bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah).
7.
Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.
8.
Membangun gedung/ruangan baru.
9.
Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.
10. Menanamkan saham. 11. Membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau pemerintah daerah secara penuh/wajar, misalnya guru kontrak/guru bantu. 12. Kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasi sekolah, misalnya iuran dalam rangka perayaan hari besar nasional dan upacara keagamaan/acara keagamaan. 13. Membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/pendampingan terkait program BOS yang diselenggarakan lembaga di luar dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan kementerian pendidikan nasional.
Dari penggunaannya sudah jelas tertera bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sudah ada upaya pemerintah dalam peningkatan fasilitas sekolah, guru dan juga siswanya dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Akan tetapi disisi lain, amanat yang jelas-jelas memiliki dasar untuk dijalankan sesuai dengan pernyataan diatas bahwasanya masih ada yang melakukan tindak kecurangan dalam mengalokasikan diberikan pemerintah. Misalnya saja penyalahgunaan yang sudah jelas tidak diperbolehkan untuk penggunaan dana dalam kegiatan diatas. Sehingga terjadi disfungsi yaitu mengalami sebuah krisis pengetahuan karena telah membuat struktur dan sistem pendidikan kehilangan fungsinya. Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Robert K. Merton dalam (Paul, 1990:153) tentang disfungsi laten atau masalah yang muncul dari tindakan manusia, banyak fungsi positif yang menguntungkan masyarakat atau diri seseorang sebagai individu berupa hasil produk sampingan yang tidak dimaksudkan dari tindakan-tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan lain. Dengan kata lain bahwa fungsi kebijakan disalahgunakan oleh sistem dalam mencari
Universitas Sumatera Utara
keuntungan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dari peraturan menteri pendidikan Republik Indonesia nomor 37 tahun 2010 sudah terlihat jelas bahwa kebijakan yang akan direalisasikan oleh pemerintah kepada sekolah dan siswanya namun terjadi penyelewengan serta kurangnya pengawasan dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dilakukan oleh oknum pendidikan yang tidak bertanggung jawab. Selain itu masih ada infrastruktur sekolah yang tidak layak pakai, masih ada beban siswa dalam pembelian buku pelajaran, gaji para honorer yang tersendat, dan dana khusus untuk siswa kurang mampu dipotong oleh pihak sekolah tanpa ada alasan yang jelas. Hal seperti inilah yang dinamakan disfungsi laten yaitu fungsi yang diharapkan masyarakat untuk dapat mengenyam pendidikan yang layak telah beralih fungsi menjadi kerugian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang disalahgunakan oleh oknum yang terdapat di instansi pendidikan. Karena telah terjadi ketidakmerataannya pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah maupun pihak sekolah terutama untuk siswa kurang mampu yang seharusnya memiliki bantuan secara eksklusif berupa uang transportasi tetapi kurang terealisasikan dengan baik. Sehingga dapat dikatakan pihak sekolah belum mampu menjalankan amanah yang sudah tertera pada peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 37 tahun 2010 dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan baik. Hadirnya kebijakan dalam program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tujuannya sebagai pemerataan pendidikan dianggap positif dalam kehidupan masyarakat. Tetapi kebijakan tersebut tidak semua dipandang positif bahkan kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bisa dianggap negatif apabila kebijakan tersebut digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan pribadi bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Masyarakat memandang negatif karena merasa telah dirugikan dan tidak
Universitas Sumatera Utara
sesuai lagi dengan apa yang dijanjikan oleh pemerintah. Misalanya tidak adanya bantuan yang di khususkan untuk siswa kurang mampu dan kurang tepatnya sasaran pihak sekolah dalam memberikan dana bantuan kepada siswa yang sebenarnya tidak layak mendapatkan dana khusus untuk siswa kurang mampu. Sedangkan fungsi latennya merupakan fungsi yang tidak dimaksudkan atau tidak diketahui perubahannya mengenai kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dapat dilihat dari pengaruh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap minat belajar dan prestasi siswa. Pada awalnya kebijakan ini hanya terlihat sebatas kebutuhan materi yang menjadi suatu wadah untuk memenuhi kebutuhan kegiatan belajar mengajar di sekolah, tetapi disatu sisi telah memiliki pengaruh terhadap perkembangan siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dinetralisir dengan cara meningkatkan fasilitas infrastruktur yang baik dan kebutuhan sekolah yang cukup lengkap demi membatu meningkatkan mutu pendidikan siswa terutama bagi siswa kurang mampunya. Selain itu Merton juga mengemukakan konsep nonfungsional yaitu sebagai akibat-akibat yang sama sekali tidak relevan dengan sistem yang sedang diperhatikan (Ritzer & Goodman, 2008:140). Kebijakan Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dilihat berfungsi apabila seluruh sistem dan struktur sosial yang di dalamnya berjalan sesuai dengan fungsi yang diharapkan. Akan tetapi ketika sudah terjadi kesalahan yang bersifat nonfungsional di dalam sistem berarti salah satu sistem tidak berjalan karena adanya hambatan-hambatan yang terjadi dalam lembaga pendidikan maupun masyarakatnya. Misalnya ketika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merugikan sekolah-sekolah yang dikarenakan terbatasnya dana yang diberikan membuat pihak sekolah kewalahan dalam mengatur dana yang dialokasikan pemerintah sementara kebutuhan sekolah setiap saat bertambah mengikuti perkembangan pendidikan bagi peserta didiknya. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu sebagian pihak sekolah memandang bahwa dengan adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat merugikan mereka. Karena tidak adanya dana cadangan dalam menutupi segala kebutuhan sekolah, misalnya penambahan guru honor yang disebabkan oleh kurangnya tenaga pengajar yang ada di sekolah sehingga secara otomatis kebutuhan sekolah akan bertambah untuk menggaji guru honor tersebut sedangkan jatah yang diberikan pemerintah masih sesuai dengan jumlah siswanya maka kegiatan belajar mengajar pun dibatasi dengan kuantitas tenaga pengajar yang cukup minim. 2.2. Fungsi Pendidikan Sebagai Pengentasan Kemiskinan Kemiskinan bukan lagi sekedar masalah kesenjangan pendapatan, tetapi lebih kompleks lagi menyangkut ketidakberdayaan, ketiadaan pengetahuan dan keterampilan, serta kelangkaan akses pada modal dan sumber daya. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan antara lain pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau kelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Sedangkan hak-hak dasar yang diakui secara umum adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekeraan dan hal-hal untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik (Djantika, 2009:3). Fungsi pendidikan dalam pengentasan kemiskinan dapat dilihat melalui pendekatan ekonomis yang melihat masalah pendidikan sebagai sarana untuk peningkatan produktifitas. Menurut perspektif Amartya Sen dan Jeffrey Sachs (dalam Djantika, 2009:4) menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
pengentasan kemiskinan melalui pendidikan yang dibutuhkan adalah kemerdekaan dalam pengembangan pribadi manusia. Proses memenjarakan kemerdekaan pribadi atau tidak mengembangkan kemampuan seseorang tentunya tidak dapat diharapkan untuk mengatasi masalah-masalah kemiskinan. Selain itu penuntasan kemiskinan bukan hanya dapat dicapai melalui pengembangan satu sektor tertentu saja tetapi berbagai sektor penting yang berkenaan dengan kepentingan seluruh masyarakat. Salah satu program pentingnya adalah pendidikan serta pengembangan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Dengan pendidikan yang baik, setiap orang memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan, mempnyai pilihan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi lebih produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dengan demikian pendidikan dapat memutus mata rantai kemiskinan dan menghilangkan masalah sosial, untuk kemudian meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 2.3. Fungsi Pendidikan Sebagai Mobilitas Sosial Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik di dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan yang diperoleh semakin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan untuk meningkatkan kedudukan atau derajat seseorang yang lebih tinggi. Pendidikan dilihat sebagai kesempatan untuk beralih dari golongan satu ke golongan yang lebih tinggi (dalam Nasution, 2010:38). Golongan yang dimaksud adalah kelas sosial masyarakat yang mengalami dinamika yang terus bergerak seiring dengan perkembangan zaman ataupun perkembangan dunia pendidikan. Hanya saja tergantung kepada masyarakatnya yang mampu atau tidak dalam mengikuti perubahan ke arah yang lebih baik.
Pendidikan merupakan jalan bagi mobilitas sosial. Dengan adanya pendidikan, masyarakat akan terus mengalami pergerakan yang lebih maju dalam mengikuti perkembangan
Universitas Sumatera Utara
zaman. Masyarakat akan mengalami perubahan baik itu kelas sosial, ekonomi, budaya, teknologi, politik. Mobilitas sosial terdapat dua pengertian. Pengertian yang pertama yaitu kemungkinan bagi individu untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan sosial lainnya. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan status sosial seorang siswa dibandingkan dengan status orang tuanya. Yang kedua, bahwa suatu sektor dalam masyarakat secara keseluruhan berubah kedudukannya terhadap sektor lain (Nasution, 2010:38). Saat ini masyarakat yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi maka dia memiliki status sosial yang rendah di mata masyarakat. Misalnya saja siswa miskin yang dulunya tidak dapat bersekolah yang dikarenakan rendahnya pendapatan keluarga mendapat posisi yang lebih baik, tetati setelah pemerintah mengimplementasikan kebijakan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maka siswa dapat meningkatkan status sosialnya yaitu memiliki pendidikan. Begitu juga sebaliknya, ketika siswa miskin tidak memiliki pendidikan maka status sosialnya akan semakin rendah. Fungsi pendidikan sebagai mobilitas sosial dapat meningkatkan status sosial pada masyarakatnya. Pendidikan secara merata memberi kesamaan dasar pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dengan golongan rendah. Melalui pendidikan, setiap masyarakat dapat membaca surat kabar dan majalah yang sama, bebas memikirkan masalahmasalah poltik, sosial, ekonomi, dan perkembangan teknologi secara bersama tanpa memandang status sosialnya. Walaupun terdapat mobilitas sosial secara sektoral, banyak pula golongan rendah masih tetap dianggap golongan rendah. Namun golongan rendah akan berubah lebih maju apabila pemerintah memberikan pendidikan yang lebih layak bagi masyarakatnya (Nasution, 2010:39). Dilihat dari mobilitasnya bahwa tempat masyarakat melakukan proses belajar adalah di sekolah. Sekolah dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan status anak-anak dari latar
Universitas Sumatera Utara
belakang ekonomi keluarga kelas bawah yaitu dapat juga dikatakan sebagai siswa miskin. Dengan adanya sekolah, mereka mempunyai hak yang sama atas pelajaran, mempelajari buku yang sama, memiliki buku pelajaran yang sama, mempelajari buku yang sama, mempunyai guru yang sama, bahkan berpakaian seragam sama dengan siswa yang memiliki latar belakang ekonomi keluarga kelas atas. Apabila seorang siswa miskin memiliki prestasi yang tinggi dalam bidang akademis, olah raga, kegiatan ekstrakirikuler, organisasi sekolah, dan lain-lain maka akan diterima dan dihargai oleh semua siswa. Dalam hubungan kelas atau tempat belajar di sekolah, siswa miskin dapat mengikat tali persahabatan dengan hubungan anak-anak dari kelas ekonomi keluarga yang lebih tinggi. Siswa yang memiliki kelas ekonomi keluarga yang rendah diharapkan meneruskan pelajarannya ke jenjang perguruan tinggi. Maka status sosialnya akan berubah lebih tinggi lagi di mata masyarakat. Akan tetapi bila siswa tersebut hanya memiliki ijazah SMP saja maka tingkat pendidikan itu kurang memadai dan tidak memiliki banyak arti dalam meningkatkan kedudukan sosialnya sebagai orang dewasa kecuali siswa tersebut bekerja keras dengan didorong oleh tekad yang bulat untuk ke jenjang sosialnya (Nasution, 2010:40). 2.4. Definisi Konsep Konsep adalah suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang merujuk pada kenyataan yang benar-benar nyata dari segi empiris dan bukan merupakan refleksi sempurna (Suyanto, 2005:49). Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini, antara lain adalah: 1. Alokasi dana adalah penentuan banyaknya biaya yang disediakan untuk suatu keperluan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemanfaatan adalah aktivitas yang menggunakan proses dan sumber belajar siswa yang membutuhkannya. 3. Siswa kurang mampu adalah seseorang yang memiliki status di sekolah yang memiliki latar belakang keluarga yang miskin sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dalam arti kata siswa kurang mampu ini merupakan siswa yang memiliki latar belakang keluarga miskin secara sosial maupun ekonominya. Miskin yang dimaksud oleh pihak sekolah memiliki beberapa indikator yaitu sebagai berikut: A. Kondisi sosial ekonomi orang tua adalah suatu keadaan sosial maupun situasi ekonomi orang tua yang mempunyai anggota keluarga yang cukup banyak sehingga tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Penjelasan situasi sosial ekonomi dapat dilihat sebagai berikut: a. Pendidikan terakhir orang tua. b. Jenis pekerjaan yaitu buruh harian lepas di perkebunan kelapa sawit ataupun perkebunan karet, tukang becak (tidak memiliki becak sendiri), tukang cuci pakaian, pembantu, dan kuli bangunan. c. Penghasilan keluarga. d. Jumlah tanggungan ekonomi keluarga. e. Status kepemilikan rumah dan harta benda misalnya kendaraan yang dimiliki. f. Biaya pengeluaran kebutuhan hidup keluarga. g. Jumlah tanggungan anak yang masih sekolah. h. Biaya pendidikan anak.
Universitas Sumatera Utara
B. Mendapatkan informasi dari teman siswa adalah salah satu jalan alternatif pihak sekolah dalam mendata siswa kurang mampu. Dalam hal ini guru mencari informasi melalui teman sekelasnya yang memiliki daerah tempat tinggal yang sama. Karena teman sekolah juga dapat menilai apakah siswa tersebut layak dibantu atau tidak. Sehingga pihak sekolah mendapatkan data siswa kurang mampu yang lebih akurat. C. Jarak tempuh dari rumah ke sekolah yaitu suatu jarak tempuh siswa yang pergi ke sekolah sangat jauh sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang besar juga. Hal ini memiliki batas minimal 5 km dari rumah siswa ke sekolahnya D. Anak yatim piatu yang tidak memiliki harta adalah anak yang tidak memiliki orang tua laki-laki maupun perempuan yang disebabkan karena meninggal dunia. Dalam hal ini, anak yatim ataupun piatu yang dimaksud adalah anak yang tidak memiliki harta peninggalan dari orang tuanya sehingga dia hidup dengan saudara dari almarhum orang tua atau orang lain yang mengasuh dengan kondisi ekonomi yang lemah juga. 4. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah bantuan dana yang berasal dari realokasi/kompensai pengurangan subsidi BBM bidang dibidang pendidikan sebagai salah satu layanan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah kepada sekolah setingkat SD dan SMP baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia. Program Bantuan Opeasional Sekolah (BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan bagi siswa lain, dengan harapan siswa dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun. 5. Kebijakan publik, menurut Thomas Dye (1981:1) dalam (Subarsono, 2005:1) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan oleh badan pemerintah. Selain itu
Universitas Sumatera Utara
kebijakan publik mengandung makna bahwa kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta. 6. Monitoring dan evaluasi kebijakan adalah kegiatan untuk melakukan evaluasi terhadap implementasi
kebijakan.
Monitoring
dilakukan
ketika
sebuah
kebijakan
sedang
diimplementasikan. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk melihat tingkat kinerja suatu kebijakan, sejauh mana kebijakan tersebut mencapai sasaran dan tujuannya. Monitoring diperlukan agar kesalahan-kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan, sehingga mengurangi resiko yang lebih besar. Evaluasi berguna untuk memberikan input bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih baik (Subarsono, 2005:113). 7. Disfungsi yaitu sebagaimana struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagianbagian lain dari sistem sosial, struktur, atau insitusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial 8. Nonfungsional yaitu sebagai akibat-akibat yang sama sekali tidak relevan dengan sistem yang sedang diperhatikan. 2.5. Operasional Variabel Menurut Sofian Efendi (dalam Singarimbun, 2008:46) bahwa unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel disebut sebagai defenisi operasional. Dengan kata lain defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Berdasarkan defenisi diatas, maka operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Universitas Sumatera Utara
Yaitu ditujukan pada peggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya Aek Nabara dengan cara mengatur pembagian dana tersebut guna untuk melengkapi kebutuhan sekolah, siswa, guru honor dan honorer lainnya. Dalam hal ini dapat dilihat indikator-indikator alokasi dana secara konkrit yaitu sebagai berikut: 1) Sekolah a. Perehapan dan pengadaan infrastruktur yaitu pengecatan dinding yang sudah kusam, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu jendela, perbaikan meja belajar, penambahan kursi belajar, pembelian mesin babat rumput, membuat sumur bor. b. Pembiayaan langganan daya dan jasa yaitu listrik, telepon, dan internet. c. Pembelian barang habis pakai, yaitu kapur tulis, kertas, tinta printer, spidol, pulpen, buku induk siswa, buku inventaris, langgan koran, air mineral untuk tamu. d. Penambahan alat olah raga dan keasenian misalnya gitar, bola kaki, bola voli, bola takraw, dan bola peluru. 2) Siswa a. Perlengkapan belajar, misalnya penambahan buku pelajaran, penambahan buku perpustakaan, pengadaan buku Lembar Kerja Siswa (LKS), perlengkapan alat belajar seperti jangka, busur, rol, dan pensil. b. Perlengkapan kegiatan ekstrakulikuler, misalnya pembiayaan tryout dalam rangka menyambut ujian nasional siswa kelas 3, pembiayaan les tambahan untuk kelas 3,
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan siswa yang ikut olimpiade, pembiayaan kegiatan maulid nabi, isra’miraj, penyambutan natal, dan pembiayaan pesantren kilat. c. Biaya penghargaan untuk siswa yang berprestasi setiap semesternya. d. Dana khusus bagi siswa miskin berupa uang transport. 3) Guru Honor a. Gaji guru berdasarkan jam ngajar selama sebulan. b. Uang kesejahteraan guru misalnya uang lelah guru mengisi raport siswa. c. Uang transportasi untuk mengajar ke sekolah terbuka. 4) Honorer Lainnya a. Gaji honorer yang bekerja di tata usaha. b. Gaji penjaga sekolah. c. Gaji petugas kebersihan sekolah. d. Gaji pelatih kegiatan ekstrakurikuler siswa misalnya pramuka, karate, dan bola. b.
Siswa Kurang Mampu Yaitu ditujukan pada siswa kurang mampu yang pernah mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) selama di sekolah tersebut serta manfaatannya bagi siswa kurang mampu. Dalam hal ini kriteria siswa kurang mampu dapat dilihat dari kondisi sosial ekonomi keluarga dan status siswa kurang mampu di kalangan masyarakat maupun teman terdekatnya sehingga informasi yang di peroleh dari teman siswa kurang mampu bahwa
Universitas Sumatera Utara
memang benar siswa tersebut layak di bantu. Untuk melihat lebih jelas indikator-indikator variabel yang di teliti dapat dilihat sebagai berikut: 5) Kondisi Sosial Ekonomi a. Pendidikan terakhir orang tua dapat dilihat beberapa indikator yaitu SD, SMP, SMA, D1/D2/D3, dan S1. b. Jenis pekerjaan yaitu buruh harian lepas di perkebunan kelapa sawit ataupun perkebunan karet, tukang becak (tidak memiliki becak sendiri), tukang cuci pakaian, pembantu, dan kuli bangunan. c. Penghasilan keluarga sebesar Rp 510.000 – Rp 1.000.000 per bulannya. d. Status kepemilikan rumah yaitu kepemilikan rumah tersebut berstatus milik sendiri, sewa, bebas sewa, dan milik orang tua. e. Model rumah, hal ini dapat dilihat dari jenis atap, jenis dinding, jenis lantai, penggunaan alat penerang, sumber air minum dan tempat buang air besar. f. Jenis kendaraan dan status kepemilikan kendaraan. g. Jumlah tanggungan ekonomi keluarga dimaksudkan kepada orang tua yang memiliki tanggungan minimal 2 orang. h. Pengeluaran keluarga sebesar Rp 510.000 – Rp 1.000.000 per bulannya. i. Jumlah tanggungan anak yang masih sekolah. j. Pengeluaran biaya pendidikan anak maksimal Rp 510.000 per bulannya.
Universitas Sumatera Utara
6) Status Sosial Siswa Kurang Mampu a. Anak yatim ataupun piatu yang tidak memiliki harta benda peninggalan orang tua serta orang yang menaggung biaya hidupnya juga memiliki kondisi ekonomi yang lemah juga. b. Memiliki surat keterangan miskin dari kepala desa ataupun lurah. c. Memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah biaya hidup keluarga. 7) Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu a. Siswa menggunakannya untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Dalam hal ini dana yang di peroleh dapat bermanfaat dalam membantu kebutuhan hidup keluarga. b. Mengurangi biaya pendidikan keluarga, dengan kata lain dapat membantu orang tua siswa dalam mengeluarkan biaya pendidikan sehingga dapat di tabung untuk masa depan anak. c. Mempengaruhi siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yaitu meningkatkan nilai rata-rata raport siswa kurang mampu d. Merangsang kemauan siswa dalam meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler. 8) Sekolah formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini memiliki jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
Universitas Sumatera Utara
9) Sekolah nonformal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan dan dilakukan secara mandiri atau mandiri yang merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas.
Universitas Sumatera Utara