21
BAB II KEPUASAN SISWA DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR
A. Kepuasan Siswa 1. Pengertian Kepuasan Siswa Kepuasan berasal dari bahasa latin ‘satis’, yang berarti cukup dan sesuatu yang memuaskan akan secara pasti memenuhi harapan, kebutuhan, atau keinginan, dan tidak menimbulkan keluhan.1 Istilah ‘kepuasan’ merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap hasil kinerja seseorang. Seseorang dengan tingkat kepuasan tinggi menunjukkan sikap yang positif.2 Kepuasan menurut kamus umum bahasa Indonesia didefinisikan sebagai perihal atau perasaan puas, kesenangan, kelegaan, dan sebagainya.3 Lebih lanjut Kotler mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil dengan harapannya. Suatu pelayanan memiliki potensi untuk memenuhi atau tidak memenuhi harapan pelanggan. Suat jasa dianggap memuaskan jika memiliki kualitas.4
1
Cokorda Gde Dharma Putra, “Analisis Kepuasan Pelanggan Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Kabupaten Jembrana”,http://stuffspec.com/piblicfiles/Analisis-KepuasanPelanggan-Pada-Perusahaan-Daerah-Air.html. Diakses 6 Mei 2015. 2 Noor Atikah, “Korelasi Kompetensi Dosen dengan Kepuasan Mahasiswa dalam Proses Belajar Mengajar di STAIN Pekalongan”, Skripsi Jurusan Tarbiyah, (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2013), hlm. 41. 3 W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 771. 4 Arta Efy Setiawan, “Perangkat Pengukur Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Proses Pembelajaran di Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang”, http://lib.unnes.ac.id/17984/1/5201408110.pdf. Diakses 6 Mei 2015.
22
“Kepuasan siswa merupakan suatu sikap positif siswa terhadap pelayanan proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru karena adanya kesesuaian antara apa yang diharapkan dan dibutuhkan dengan kenyataan yang diterimanya. Jika pelayanan proses belajar mengajar yang diterima cocok dengan apa yang diharapkan oleh siswa, maka siswa akan merasa puas, dan jika pelayanan yang diterima tidak sesuai, maka siswa akan merasa tidak puas.”5 Banyak hal yang dapat menimbulkan ketidakpuasan siswa, diantaranya adalah tidak sesuainya antara harapan siswa dengan kenyataan yang dialaminya, layanan pendidikan yang diterima siswa tidak memuaskan, perilaku personil sekolah yang kurang menyenangkan, suasana dan kondisi fisik bangunan dan lingkungan sekolah yang tidak menunjang untuk belajar, dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah yang tidak menarik, serta prestasi siswa yang rendah.6 Tingkat kepuasan siswa dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan siswa dalam proses belajar mengajar. Siswa akan merasa puas apabila ada kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dalam proses belajar mengajar yang dihadapinya. Sebaliknya siswa akan merasa tidak puas apabila terdapat ketidakcocokan antara harapan, keterampilan dan kemampuannya dalam proses belajar mengajar di sekolah.7
5
Popi Sopiatin, Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa, Cet. Ke-1, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 33. 6 Ibid., hlm. 34. 7 Yulia Dirmansyah, “Analisis Tingkat Kepuasan Siswa dalam Mempelajari Akuntansi”, http://joehanda077.files.wordpress.com/2011/07/analisis-tingkat-kepuasan-siswa-dalammempelajari-akuntansi.pdf. Diakses 6 Mei 2015.
23
Dengan mengukur tingkat kepuasan siswa, maka akan diketahui apakah fungsi dari perbedaan kinerja yang dilakukan guru selama ini sudah sesuai dengan harapan siswa ataukah belum. Siswa dapat mengalami salah satu dari tingkat kepuasan yang umum yaitu:8 a) Jika kinerja di bawah harapan, siswa akan merasa tidak puas b) Jika kinerja sesuai harapan, siswa akan merasa puas c) Apabila kinerja melampaui harapan, siswa akan merasa sangat puas, senang atau bahagia. Kepuasan siswa sangat tergantung pada persepsi dan harapan mereka terhadap sekolah yang dipengaruhi oleh kebutuhan akan pendidikan dan keinginan untuk dapat berprestasi serta melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, pengalaman-pengalaman yang dirasakan oleh temantemannya atau kakak kelasnya atas kualitas layanan sekolah dan adanya komunikasi melalui iklan dan pemasaran.9 Persepsi siswa terhadap sekolah yang dapat menimbulkan kepuasan siswa terdiri atas delapan hal, yaitu guru, kinerja sekolah, aktivitas siswa, kedisiplinan siswa, peluang membuat Keputusan, bangunan sekolah, komunikasi, dan teman sekolah.
8
Noor Atikah, op. cit., hlm. 43. Popi Sopiatin, op.cit., hlm. 34.
9
24
Pendorong yang paling penting dalam pendidikan untuk menghasilkan kepuasan siswa adalah kualitas layanan yang berhubungan dengan proses belajar-mengajar di dalam kelas.10 Hal yang terpenting dari kepuasan siswa adalah dampak dari ketercapaian kepuasan yang dirasakan oleh siswa atas pelayanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah. Karena dengan tercapainya kepuasan siswa maka dapat meningkatkan kinerja belajar siswa sehingga akan dapat mencapai prestasi belajar tinggi.11 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa definisi kepuasan siswa adalah sikap individu siswa yang memperlihatkan rasa senang atas pelayanan proses belajar mengajar karena adanya kesesuaian antara apa yang diharapkan dari pelayanan tersebut dibandingkan dengan kenyataan yang diterimanya. 2. Teori Kepuasan Teori yang berhubungan dengan konsep kepuasan telah banyak diuraikan oleh beberapa pakar, diantaranya adalah sebagai berikut: a) Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Maslow membagi kebutuhan manusia atas kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan untuk bersosialisasi, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori ini dijelaskan oleh Maslow bahwa mencoba memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar sebelum mengarahkan perilaku dalam memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Dengan demikian dapat 10
Ibid., hlm. 34. Ibid., hlm. 42.
11
25
dikatakan bahwa setiap individu akan merasakan kepuasan setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi dan selalu berusaha memuaskan dirinya. b) Teori Keseimbangan (EquityTheory) Teori ini dikembangkan oleh Adams yang mempunyai prinsip bahwa individu akan merasa puas atau tidak puas tergantung dari adanya keadilan (equity). Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh individu dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain. c) Teori Perbedaan atau Pertentangan (DiscrepancyTheory) Teori ini dipelopori oleh Proter. Protermengemukakan bahwa untuk mengetahui kepuasan dalam hal ini kepuasan kerja individu dilakukan dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan sesungguhnya. Locke lebih lanjut mengatakan bahwa individu akan merasakan kepuasan dalam hal ini pekerjaan jika tidak ada perbedaan antara yang diinginkannya dengan persepsinya atas kenyataan.12 d) Teori Dua Faktor Herzberg Teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan 2 hal yang berbeda, di mana kepuasan dan ketidakpuasan di sini berhubungan dengan pekerjaan.
12
Cokorda Gde Dharma Putra, “Analisis Kepuasan Pelanggan Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Kabupaten Jembrana”,http://stuffspec.com/piblicfiles/Analisis-KepuasanPelanggan-Pada-Perusahaan-Daerah-Air.html. Diakses 6 Mei 2015.
26
Herzberg mengemukakan bahwa kepuasan ditentukan oleh dua faktor yaitu: Motivator
(Satisfiers),
yaitu
faktor-faktor
yang
menimbulkan
kepuasan meliputi: pencapaian, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan pengembangan. Hygiene Factors (Dissatisfier), yaitu faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja meliputi: kebijakan dan administrasi perusahaan, teknis supervisi, penghasilan, hubungan interpersonal, kondisi kerja, keamanan kerja, dan status. Faktor hygiene bersifat preventif dan memperhitungkan lingkungan yang berhubungan dengan kerja. Faktor ini mencegah terjadinya ketidakpuasan, namun bukan sebagai penyebab terjadinya kepuasan. “Herzberg menjelaskan bahwa faktor hygiene tidak dapat memotivasi karyawan dalam bekerja, sedangkan yang dapat memotivasi karyawan dalam bekerja adalah faktor motivator. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa kepuasan siswa dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang dapat menimbulkan kepuasan siswa, antara lain adalah prestasi tinggi, harapan dan bakat siswa, sedangkan faktor ekstrinsik adalah kualitas mengajar guru, budaya sekolah, dan iklim sekolah.”13 3. Dimensi-dimensi Kepuasan Siswa Kepuasan merupakan persepsi seseorang terhadap sesuatu yang telah memenuhi harapannya. Kepuasan siswa terhadap pembelajaran dapat dilihat dari 5 dimensi kepuasan yaitu: tangible, assurance, empathy, reliability, dan responsiveness.
13
Popi Sopiatin, op.cit., hlm. 35.
27
Dimensi pertama dari kualitas pelayanan adalah berwujud atau tangible. Tangible merupakan dimensi fisik. Suatu jasa tidak dapat dicium dan tidak dapat diraba, sehingga bukti fisik menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Tangible merupakan kemampuan untuk memberi fasilitas fisik sekolah dan perlengkapan sekolah yang memadai. Dimensi kepuasan kedua adalah assurance (kepastian), yaitu dimensi jaminan kualitas yang berhubungan dengan perilaku staf pengajar atau guru dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para siswa. Assurance
mencakup
kompetensi,
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kesopanan. Dimensi kepuasan yang ketiga adalah empathy. Empathy adalah sikap guru dalam memberikan pelayanan sepenuh hati, seperti perhatian secara pribadi serta pemahaman bahwa setiap siswa memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda. Sikap ini dapat ditunjukkan dengan pemahaman peran dosen yang tidak hanya sebagai pendidik, melainkan juga sebagai konselor.14 Dimensi keempat dari dimensi kualitas pelayanan yang menentukan kepuasan siswa adalah reliability (kehandalan). Keandalan berhubungan dengan kemampuan guru dalam memberikan pelayanan proses belajar mengajar yang bermutu sesuai dengan yang dijanjikan, konsisten, serta
14
Arta Efy Setiawan, “Perangkat Pengukur Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Proses Pembelajaran di Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang”, http://lib.unnes.ac.id/17984/1/5201408110.pdf. Diakses 6 Mei 2015.
28
sekolah mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan siswa. Dimensi kepuasan yang terakhir adalah responsiveness (daya tanggap), yaitu kesediaan personil sekolah untuk mendengar dan mengatasi keluhan siswa yang berhubungan dengan masalah sekolah yang menyangkut masalah belajar mengajar ataupun masalah pribadi.
15
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan siswa dalam belajar adalah sebagai berikut:16 a) Imbalan hasil belajar, yaitu sesuatu yang diperoleh siswa sebagai konsekuensi dari perilaku belajar yang secara formal dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai dari evaluasi hasil belajar. b) Rasa aman dalam belajar. c) Kondisi belajar yang memadai, yaitu belajar dalam kondisi fisik dan sosial yang baik. d) Kesempatan untuk memperluas diri, yaitu kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan diri demi masa depannya yang lebih baik, misalnya kesempatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, kenaikan kelas, dan kebebasan dalam mengemukakan pendapat. e) Hubungan pribadi, yaitu suasana terciptanya hubungan anrtarpribadi dalam lingkungan sekolah. 4. Harapan Siswa Sebagai Pelanggan Pendidikan terhadap Sekolah Pelanggan dapat menerima nilai dari pelayanan yang mereka beli atau bayar. Arti dari nilai tersebut adalah sebagai hubungan antara apa yang pelanggan dapat dari apa yang mereka berikan. Dalam hal ini, tampak bahwa pelanggan mempunyai harapan dari apa yang mereka telah bayarkan. Harapan-harapan pelanggan terhadap suatu jasa akan berbeda antara satu dengan lainnya. Pelanggan akan merasa puas apabila jasa yang diterima
15
Popi Sopiatin, op.cit., hlm.40. Ibid., hlm. 55-56.
16
29
melampaui harapannya. Makin dekat harapan jasa yang diharapkan dengan jasa minimum yang dapat diterima, maka makin besar kemungkinan tercapainya kepuasan.17 Sekolah yang membangun harapan tinggi kepada semua siswa dan memberikan dorongan untuk mencapai harapan-harapan tersebut akan mempunyai tingkat kesuksesan akademik yang tinggi, seperti yang dinyatakan oleh Brook, Howard, dan Levin dalam High Ekspectation: harapan-harapan siswa sebagai pelanggan utama sekolah terhadap sekolahnya adalah harapan siswa yang berkenaan dengan hardware, software, kualitas hardware, kualitas software, dan nilai tambah dari proses pembelajaran.18 Harapan siswa terhadap perangkat hardware meliputi harapan terhadap fungsi-fungsi
pendukung
pembelajaran,
seperti
perpustakaan
yang
menyediakan sumber-sumber belajar yang dibutuhkan oleh siswa, laboratorium, sarana olahraga dan seni, bangunan yang nyaman untuk belajar, program kegiatan ekstrakurikuler sekolah, kurikulum yang dapat memberikan kesempatan sukses untuk semua siswa yang berorientasi tidak hanya sukses dalam bidang akademik saja, tetapi juga bidang nonakademik, serta evaluasi
yang menilai kemampuan kognitif dan
menggunakan beberapa penilaian yang mendorong refleksi siswa, inkuiri kritis, pemecahan masalah dan penilaian yang memvalidasi intelegensi
17
Ibid., hlm. 36. Ibid., hlm. 37.
18
30
siswa yang berbeda, serta kekuatan siswa yang dapat menunjang bidang akademik maupun non-akademik. Harapan siswa terhadap software adalah harapan terhadap guru, kepala sekolah, dan staf TU. Yang paling penting adalah hubungan personal antara guru dan staf sekolah dengan siswa karena dengan adanya hubungan yang baik antara guru maupun staf sekolah dengan siswa akan dapat menimbulkan self esteem (dorongan dari dalam dirinya sendiri) dan self efficacy (keyakinan atas kemampuan dirinya) yang akan berdampak kepada kesuksesan siswa dalam belajar. Kualitas hardware adalah kualitas dari perangkat sekolah yang mendukung proses pendidikan. Kualitas software adalah kualitas dari guru, kepala sekolah, serta staf TU dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sedangkan nilai tambah dari proses pembelajaran adalah kemampuan yang diperoleh dari kegiatan pendidikan yang dapat menghantarkan siswa untukdapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang diperlihatkan oleh hasil belajar.19 Harapan setiap siswa tentunya berbeda, hal ini didasarkan kepada faktor budaya, etnik, dan tingkat sosial keluarga, misalnya bagi siswa yang berasal dari kelompok sosial ekonomi yang mampu akan mempunyai harapan untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sedangkan bagi siswa yang berasal dari kelompok ekonomi yang kurang mampu akan mempunyai harapan bahwa dengan sekolah maka akan dapat meningkatkan 19
Ibid., hlm. 37.
31
kesejahteraan hidupnya.20 Dapat disimpulkan bahwa kepuasan siswa merupakan sikap siswa atas terpenuhinya harapan dan kebutuhan siswa terhadap sekolah. Harapan-harapan tersebut adalah harapan siswa terhadap mutu sekolah yang diharapkan akan berdampak kepada prestasi hasil belajar. B. Proses Belajar Mengajar 1. Pengertian Proses Belajar Mengajar Proses belajar mengajar secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan interaksi dan saling memengaruhi antara pendidik dan peserta didik, dengan fungsi utama pendidik memberikan materi pelajaran atau sesuatu yang memengaruhi peserta didik, sedangkan peserta didik menerima pelajaran, pengaruh atau sesuatu yang diberikan oleh pendidik.21 Dalam pengertian yang lebih luas dan sistematik, proses belajar mengajar adalah kegiatan yang melibatkan sejumlah komponen yang antara satu dan lainnya saling berkaitan. Komponen tersebut antara lain meliputi visi dan tujuan yang ingin dicapai, guru yang profesional dan siap mengajar, murid yang siap menerima pelajaran, pendekatan yang akan digunakan, strategi yang akan diterapkan, metode yang akan dipilih, teknik dan taktik yang akan digunakan.22 Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses dalam 20
Ibid., hlm. 38. Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. Ke-1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 139. 22 Ibid., hlm. 142. 21
32
pengertiannya di sini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya.23 Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik, tetapi sederhana. Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar, yakni siswa, dan yang mengajar, yakni guru, dan berkaitan erat dengan manusia di dalam masyarakat yang semuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.24
23
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Cet. Ke-13, (Bandung: PT Remaja Rosda karya Offset, 2001), hlm. 5. 24 Ibid., hlm. 6.
33
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang bersifat kompleks dan dinamis yang dilakukan oleh guru dan peserta didik dengan bantuan sumber belajar serta dilaksanakan pada lingkungan pendidikan. Disekolah, guru merupakan penentu kegiatan di dalam kelas dan ruang kelas merupakan tempat untuk membangun metode mengajar dan organisasi kelas menjadi efektif. Meningkatkan hasil belajar dari dalam kelas, Wilson & Daviss menyarankan untuk mengubah paradigma pendidikan tradisional, yang meliputi mengajar dengan berceramah dan siswa mengerjakan latihan soal dengan paradigma baru pendidikan, yaitu dengan guru harus menguasai disiplin ilmu yang diajarkan dan menguasai strategi dan metode mengajar.25 Proses belajar mengajar merupakan proses interaksi antara siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Dalam proses interaksi tersebut dibutuhkan komponen-komponen pendukung, antara lain adalah tujuan yang akan dicapai, materi pelajaran, peserta didik, guru, metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, situasi dan lingkungan yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, dan penilaian terhadap hasilnya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa dalam proses belajar mengajar terdapat keterkaitan antara siswa, guru, dan tujuan.26
25
Popi Sopiatin, Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa, Cet. Ke-1, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 44. 26 Ibid., hlm. 44-45.
34
Dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilan, yakni pengaturan proses belajar mengajar dan pengajaran itu sendiri. Kedua hal tersebut saling bergantung satu sama lain. Kemampuan mengatur proses belajar mengajar akan menciptakan situasiyang baik bagi anak dalam belajar. Situasi yang kondusif tersebut merupakan titik awal keberhasilan pengajaran. Kegiatan
belajar
mengajar
siswa
memerlukan
sesuatu
yang
memungkinkan dia berkomunikasi secara baik dengan guru, teman, dan lingkungannya.27 Proses belajar mengajar merupakan sebuah rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan organisasi proses belajar mengajar yang efektif, yaitu tujuan pengajaran, pengaturan penggunaan waktu luang, pengaturan ruang, dan alat perlengkapan pelajaran di kelas, serta pengelompokan siswa dalam belajar.28 Ukuran keberhasilan sebuah proses belajar mengajar itu dapat dilihat pada sejauh mana proses tersebut mampu menumbuhkan, membina, membentuk, dan memberdayakan segenap potensi yang dimiliki manusia, atau pada sejauh mana ia mampu memberikan perubahan secara signifikan pada kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.29
27
S. Lestari dan Ngatini, Pendidikan Islam Kontekstual, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 15. 28 Ibid., hlm. 15. 29 Abuddin Nata, op. cit., hlm. 143.
35
Sebuah proses belajar mengajar dapat dikatakan gagal, jika antara sebelum dan sesudah mengikuti sebuah kegiatan belajar mengajar, namun tidak ada perubahan apa-apa pada diri siswa atau mahasiswa.30 Dari beberapa definisi proses belajar mengajar yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar secara singkat ialah proses memanusiakan manusia, yakni mengaktualisasikan berbagai potensi manusia, sehingga potensi-potensi tersebut dapat menolong dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya. 2. Hakikat Proses Belajar Mengajar Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara profesional. Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa. Sedangkan anak sebagai subjek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya.
30
Ibid., hlm. 144.
36
Pada kegiatan belajar mengajar, guru dan murid saling mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan belajar mengajar harus merupakan aktivitas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki tujuan. Rumusan belajar mengajar tradisional selalu menempatkan anak didik sebagai obyek pembelajaran dan guru sebagai subjeknya. Rumusan seperti ini membawa konsekuensi terhadap kurang bermaknanya kedudukan anak dalam proses pembelajaran, sedangkan guru menjadi faktor yang sangat dominan dalam keseluruhan proses belajar mengajar.31 Inti proses pengajaran adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya.32 Belajar pada hakikatnya adalah ‘perubahan’ yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya.
31
Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar-Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, Cet. Ke-3, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm. 8. 32 Ibid., hlm. 9.
37
Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya sejumlah anak didik. Berbeda dengan belajar, belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Cukup banyak aktivitas yang dilakukan oleh seseorang di luar dari keterlibatan guru. Belajar di rumah cenderung menyendiri dan tidak terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain. Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran.33 Biasanya permasalahan yang guru hadapi ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik adalah masalah pengelolaan kelas. Apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana adalah serentetan pertanyaan yang perlu dijawab dalam hubungannya dengan masalah pengelolaan kelas. Peranan guru itu paling tidak berusaha mengatur suasana kelas yang kondusif bagi kegairahan dan kesenangan belajar anak didik. Sama halnya dengan belajar, mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.34
33
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Cet. Ke-1, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), hlm. 44. 34 Pupuh Fathurrohman, op. cit., hlm. 9.
38
Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerna bahan, ada anak didik yang sedang mencerna bahan, dan ada pula anak didik yang lamban mencerna bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru mengatur strategi pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah ‘perubahan’, maka hakikat belajar mengajar adalah proses ‘pengaturan’ yang dilakukan oleh guru.35 Dengan demikian, dapat ditarik pemahaman bahwa proses belajar mengajar merupakan serangkaian aktivitas yang disepakati dan dilakukan guru-murid untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal. 3. Ciri-ciri Belajar Mengajar Belajar mengajar merupakan dua aktivitas yang berlangsung secara bersamaan, simultan dan memiliki fokus yang dipahami bersama. Sebagai suatu aktivitas yang terencana, belajar memiliki tujuan yang bersifat permanen, yakni terjadinya perubahan pada anak didik. Ciri-ciri perubahan dalam pengertian belajar meliputi:36 a) Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang-kurangnya sadar bahwa pengetahuannya bertambah, sikapnya berubah, kecakapannya berkembang, dan lain-lain. b) Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. Belajar bukan proses yang statis karena terus berkembang secara gradual dan setiap hasil belajar memiliki makna dan guna yang praktis.
35
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op.cit., hlm. 45-46. Pupuh Fathurrohman, op. cit., hlm. 10.
36
39
c) Perubahan belajar bersifat positif dan aktif. Belajar senantiasa menuju perubahan yang lebih baik. d) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, bukan hasil belajar jika perubahan itu hanya sesaat, seperti berkeringat, bersin, dan lainlain. e) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. Sebelum belajar, seseorang hendaknya sudah menyadari apa yang akan berubah pada dirinya melalui belajar. f) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, bukan bagian-bagian tertentu secara parsial. Memperhatikan uraian tentang ciri-ciri belajar, akhirnya dapat diketahui bahwa kegiatan belajar mengajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:37 a)
memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu. b) Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode dan teknik yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. c) Fokus materi jelas, terarah dan terencana dengan baik. d) Adanya aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. e) Aktor guru yang cermat dan tepat. f) Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masing-masing. g) Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran. h) Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk. 4. Komponen-Komponen Proses Belajar Mengajar Selain terdapat guru dan murid serta mungkin sejumlah teknisi atau fasilitator lainnya yang membantu, kegiatan proses belajar mengajar juga membutuhkan kejelasan sejumlah komponen atau aspek tersebut yaitu sebagai berikut:
37
Ibid., hlm. 11.
40
a) Unsur Anak Didik Anak didik adalah seorang anak yang selalu mengalami perkembangan sejak terciptanya sampai meninggal dan perubahanperubahan itu terjadi secara wajar. Dalam pandangan modern, anakdidik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subjek pendidikan. Sebagai bagian dari objek pendidikan, manusia pada hakikatnya terbentuk
dari
kenyataan
rohaniah
(kejiwaan)
dan
kenyataan
jasmaniyah. Perpaduan pola-pola hubungan jasmani dan rohani ini yang memberi arti hidup manusia.38 b) Unsur Pembidangan Ilmu Struktur pemetaan ilmu sebagai ilmu (baca ilmu) terdiri dari dua bentuk, yaitu ilmu empiri dan ilmu murni. Dalam konsep yang lebih konkret
diimplementasikan
sebagai
cabang
ilmu:
kosmologi,
antropologi, dan filsafat. Filsafat dalam batas tertentu disebut metafisik atau lebih khusus lagi disebut transenden. Kosmologi, yaitu ilmu yang mempelajari kenyataan alam dalam pandangan Noeng Muhadjir disebut meta-science. Antropologi, yaitu ilmu yang mempelajari kenyataan manusia yang disebut meta-ideologi. Metafiika atau pengetahuan transenden, yaitu ilmu yang mempelajari
38
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 133-134.
41
gejala kenyataan semesta ada. Sebagai suatu bidang studi istilah metafisika lebih tepat digunakan dengan istilah filsafat.39 c) Unsur Pendidik Pendidik adalah orang yang mendidik. Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Semula kata pendidik mengacu pada seseorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan, atau pengalaman kepada orang lain. Konsep ini mengarah pada pandangan yang menempatkan anak didik sebagai objek pendidikan. Pendidik adalah faktor dominan dalam mencapai tujuan dan anak didik inilah ditempatkan sebagai ‘wadah kosong yang harus diisi’ oleh seorang pendidik. Akibatnya, potensi alami anak didik sering kali terabaikan. Sejalan dengan perkembangan keilmuan pendidik, muncul konsep bahwa mendidik bukan hanya mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu kepada yang belum tahu, tetapi suatu proses membantu seseorang untuk membentuk pengetahuannya sendiri.40 d) Menentukan Tujuan Belajar Mengajar Tujuan belajar mengajar adalah sejumlah kompetensi atau kemampuan tertentu yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Tujuan belajar mengajar tersebut
39
Ibid., hlm. 134-135. Ibid., hlm. 142.
40
42
secara lebih detail dan terperinci harus dirumuskan oleh setiap guru yang akan mengajar.41 Sebagai unsur penting untuk suatu kegiatan, maka dalam kegiatan apapun tujuan tidak bisa diabaikan. Demikian juga halnya dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam kegiatannya. Kegiatan belajar mengajar tidak bisa dibawa sesuka hati, kecuali untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan alat evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Bila salah satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.42 e) Menentukan Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar Pendekatan dapat diartikan sebagai cara pandang atau titik tolak yang digunakan dalam menjelaskan sesuatu masalah. Karena cara pandang atau titik tolak yang dapat digunakan dalam menjelaskan sesuatu masalah itu amat banyak, maka kesimpulan yang akan dihasilkan pun akan berbeda-beda.43 Dengan demikian, pendekatan
41
Abuddin Nata, op. cit., hlm. 146. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op.cit., hlm. 48-49. 43 Abuddin Nata, op. cit., hlm. 149. 42
43
dalam proses belajar mengajar adalah cara pandang atau titik tolak yang digunakan seorang guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Dilihat dari segi bentuk dan macamnya, pendekatan proses belajar mengajardapat dilihat dari segi kepentingan guru (eksternal atau teacher centris), kepentingan murid (internal atau student centris) dan perpaduan diantara dua kepentingan tersebut (konvergensi). Pendekatan juga dapat dilihat dari segi disiplin ilmu yang digunakan, misalnya pendekatan normatif teologis, historis empiris, filosofis, sosiologis, politik, ekonomi, hukum, dan sebagainya.44 Selain itu, pendekatan dalam proses belajar mengajar juga dapat dilihat dari segi metode berpikir yang digunakan, misalnya metode berpikir induktif, deduktif, atau perpaduan antara keduanya. Pendekatan dalam proses belajar mengajar, juga dapat dilihat khusus dari segi latar belakang peserta didik, yaitu ada peserta didik yang masih kanak-kanak, anak-anak, remaja, dewasa, dan manusia lanjut usia (manula). Berbagai ciri psikologis yang terdapat pada setiap kategori usia tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan proses belajar mengajar.45 f) Menentukan Metode Pengajaran Metode mengajar secara harfiah berarti cara mengajar. Adapun dalam pengertian yang umum, metode mengajar adalah cara atau
44
Ibid., hlm. 149. Ibid., hlm. 150.
45
44
langkah-langkah sistematik yang ditempuh oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik.46 Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik. Penggunaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaannya tidak tepat dan tidak sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi psikologis anak didik.47 Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya. Lima macam faktor yang mempengaurhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut:48
Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya Situasi yang berbagai-bagai keadaannya Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
g) Menentukan Teknik Mengajar Teknik mengajar adalah cara-cara yang terukur, sistematik, dan spesifik dalam melakukan suatu pekerjaan. Perbedaan teknik yang digunakan akan menentukan perbedaan hasil, tingkat kecepatan dan
46
Ibid., hlm. 151. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., hlm. 53. 48 Ibid., hlm. 53-54. 47
45
kepuasan kepada orang yang terlibat atau merasakan manfaat dari pekerjaan tersebut. Tidak hanya dalam kegiatan belajar mengajar, melainkan pada hampir seluruh kegiatan terdapat teknik dalam melakukannnya. Pada pertandingan olahraga misalnya, amat banyak dijumpai teknik yang diterapka di dalamnya. Misalnya teknik menyerang, teknik bertahan, teknik menendang bola, teknik melempar, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat serangkaian kegiatan yang memerlukan penguasaan teknik yang baik.49 h) Menentukan Taktik Taktik adalah rekayasa atau siasatdalam arti positif yang digunakan oleh seseorang dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Kata taktik secara sepintas menggambarkan suatu perbuatan yang kurang terpuji, namun hal tersebut amat bergantung pada tujuannya. Dalam kegiatan proses belajar mengajar juga terdapat berbagai taktik yang dapat digunakan. Misalnya taktik yang berkaitan dengan upaya mendorong para siswa agar datang tepat waktu, mengerjakan tugas-tugas dengan baik, agar siswa meningkat perolehan nilai ujiannya, agar gemar membaca, dan lain sebagainya. Semua taktik ini perlu dilakukan dalam rangka mendukung pelaksanaan metode
49
Abuddin Nata, op. cit., hlm. 153-154.
46
pengajaran yang telah dipilih berdasarkan pendekatan yang telah ditetapkan.50 i) Alat Alat pengajaran adalah tindakan atau perbuatan atau situasi atau benda yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan berfungsi mempermudah penyerapan dari manusia terhadap objek kenyataan belajar. Alat pendidikan dalam arti benda atau barang yang digunakan untuk melakukan proses belajar atau mengajar bertujuan membantu dan mempermudah proses penyerapan pengetahuan manusia melalui media visual, auditorial, dan kinestetik dari manusia tersebut.51 5. Mutu Proses Belajar Mengajar Mutu proses belajar mengajar dilihat dari seberapa efektif pelayanan proses belajar mengajar. Prinsip-prinsip pelayanan proses belajar mengajar yang efektif menekankan pada pemahaman mengenai:52
Pebelajar Proses belajar Adanya dorongan dan lingkungan yang menantang Membangun kemitraan belajar Membentuk dan merespons, dalam konteks variasi budaya dan sosial.
50
Ibid., hlm. 155-156. Jasa Ungguh Muliawan, op. cit., hlm. 145-146. 52 Popi Sopiatin, Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa, Cet. Ke-1, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 46. 51
47
Prinsip-prinsip tersebut didasarkan kepada asumsi-asumsi bahwa:53 Setiap orang adalah pebelajar Orang belajar dalam konteks budaya dan sosial, berinteraksi dengan yang lain Aspek pokok dari proses belajar mengajar, meliputi mengidentifikasi cara belajar yang lebih baik, menciptakan kesempatan belajar, dan mengevaluasi dampak belajar Prinsip-prinsip belajar mengajar efektif merupakan dasar untuk peningkatan praktik belajar mengajar. Kondisi belajar mengajar yang efektif yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa adalah sebagai berikut:54 Melibatkan siswa secara aktif, karena siswa sebagai subjek didik dan mereka sendiri yang melaksanakan belajar Menarik minat dan perhatian siswa Membangkitkan motivasi siswa Prinsip individualitas Peragaan dalam pengajaran (menggunakan alat peraga/media pengajaran). Mutu proses belajar mengajar dapat dilihat dari pribadi seorang guru, mengenai bagaimana ia melakukan tugasnya di dalam kelas dan benar-benar efektif dalam mencapai prestasi siswa. Selain itu, untuk membentuk kualitas total di dalam kelas adalah dengan melakukan perubahan pendekatan kelas dan proses aktual belajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mutu proses belajar mengajar dapat dilihat dari bagaimana pelaksanaan proses belajar siswa di dalam kelas.55
53
Ibid., hlm. 46. Ibid., hlm. 46. 55 Ibid., hlm. 47. 54
48
Untuk membangun mutu total di dalam kelas, terdapat tiga hal penting yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut:56 a) Kualitas proses yang memberi siswa otoritas dan tanggung jawab untuk menentukan bentuk dan bagian pembelajaran mereka b) Menekankan kepada hasil tradisional (misalnya, hasil tes dan skor) dan fokus pada kegiatan belajar di kelas c) Menjauhkan rasa takut siswa pada waktu melaksanakan kegiatan belajar. Dengan melihat ketiga hal tersebut, untuk membangun mutu total di dalam kelas, dapat disimpulkan bahwa mutu proses belajar mengajar bergantung kepada apa yang terjadi antara siswa dengan guru pada saat melaksanakan kegiatan di dalam kelas. Oleh karena itu, mutu proses belajar mengajar dapat dilihat dari aspek-aspek sebagai berikut:57
Guru membuat persiapan mengajar yang sistematis Cara penyampaian materi oleh guru Penggunaan waktu selama melaksanakan kegiatan belajar mengajar Motivasi murid dan guru Hubungan interaktif antara guru dengan siswa di dalam kelas. Mutu proses belajar mengajar adalah pelayanan dalam melaksanakan
proses belajar mengajar yang efektif dilaksanakan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas dan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswa. Artinya, proses belajar mengajar yang bermutu adalah proses belajar mengajar yang memberikan kesempatan untuk belajar siswa. Untuk itu, sangat diperlukan adanya pengelolaan yang efektif.58 Mutu proses belajar mengajar adalah merupakan mutu dari aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru dan mutu aktivitas yang dilakukan oleh
56
Ibid., hlm. 47. Ibid., hlm. 47. 58 Ibid., hlm. 47-48. 57
49
siswa di dalam kelas maupun di luar kelas. Mutu proses belajar mengajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan guru (kompetensi guru),
sedangkan
faktor
eksternal
merupakan
faktor
yang
dapat
mempengaruhi mutu yang berasal bukan dari siswa dan guru (misalnya, fasilitas sekolah).59 Pelayanan proses belajar mengajar yang bermutu adalah pelayanan proses belajar mengajar yang dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif dan mendorong siswa untuk berperan aktif. Dengan demikian, dalam pelaksanaannya diperlukan suatu strategi dan metode belajar mengajar yang sesuai dengan materi ajar. Untuk melihat apakah proses belajar mengajar bermutu adalah dengan melihat seberapa efektif pelayanan proses belajar mengajar dilaksanakan, baik di dalam maupun di luar kelas. Keefektifan pelayanan proses belajar mengajar dapat mencerminkan keefektifan sekolah. Pelayanan prosesbelajar mengajar yang efektif dapat menimbulkan perasaan bahwa siswa merasa mendapatkan keuntungan sewaktu pelajaran yang diisampaikan difokuskan untuk menghasilkan kemampuan intelektual dan perubahan kognitif yang tinggi. Dengan merasakan adanya keuntungan dari proses belajar mengajar, maka siswa akan meras puas dan mereka akan merasa senang pergi ke sekolah serta akan termotivasi untuk belajar. Hal ini menunjukkan bahwa mutu proses belajar mengajar merupakan hal yang sangat penting dalam 59
Ibid., hlm. 55.
50
upaya memenuhi kepuasan siswa yang berkaitan dengan belajar siswa di sekolah.60
60
Ibid., hlm. 55.