BAB II KECERDASAN VERBAL-LINGUISTIK DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Kecerdasan Verbal-Linguistik 1. Pengertian kecerdasan verbal-linguistik Secara umum, lazimnya linguistik diartikan sebagai ilmu tata bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannnya.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, linguistik diartikan sebagai ilmu tata bahasa telaah bahasa secara ilmiah.2 Sedangkan kata verbal berarti lisan (bukan tulisan) bersifat khayalan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, linguistik diartikan sebagai ilmu tata bahasa telaah bahasa secara ilmiah.3 Sedangkan kata verbal berarti lisan (bukan tulisan) bersifat khayalan. Kecerdasan berasal dari kata “cerdas” yang berarti kesempurnaan perkembangan akal budi pekerti.4 Kecerdasan dalam buku karangan Linda Campbell yang berjudul Metode Terbaru Melesatkan Kecerdasan, diartikan sebagai bahasa-bahsa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi kebudayaan di mana ia dilahirkan. Merupakan alat
1
Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teori (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
hlm. 3 2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke Empat (Jakarta: Gramedia, 2012), hlm. 832 3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke Empat (Jakarta: Gramedia, 2012), hlm. 832 4 Departemen Pendidikan Nasional, Ibid, hlm. 262
19
20
untuk untuk belajar, menyelesaikan masalah dan menciptakan senua hal yang bisa digunakan manusia.5 Sedangkan yang dimaksud dengan kecerdasan verbal-linguistik adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna kompleks. Para pengarang, penyair, jurnalis, pembicara, dan penyiar berita biasanya adalah orang-orang yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi. Kecerdasan verbal-linguistik adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasangagasannya.6 Kecerdasan verbal-linguistik juga diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan pikiran-pikiran ini dalam berbicara, membaca, dan menulis.7 Menurut
Zulkifli,
kecerdasan
verbal-linguistik
merupakan
kemampuan untuk menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyatakan ekspresi, untuk mempengaruhi oarang lain dan alat untuk memberi nama.8 5
Linda Campbell, Multiple Inetelegences: Metode Terbaru Melesatkan Kecerdasan Terj. Tim Inisiasi (Depok: Inisiasi Press, 2002), hlm. 2 6 Hamzah B. Uno dan Masri Kudrat Umar, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran: Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 17 7 May Lwin, Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, Terj. Cristine Sudjana (Jakarta: PT Indeks, 2008) hlm. 11 8 Zulkifli, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 34
21
Menurut
Agus
Efendi
kecerdasan
verbal-linguistik
adalah
kemampuan dalam menggunakan kata-kata secara terampil dan mengekspresikan konsep-konsep secara fasih (fluently). Menurut James kecerdasan linguistik ditujukan oleh kepekaan akan makna dan urutan kata serta kemampuan membuat beragam bahasa. Kemampuan alamiah yang berkaitan dengan kecerdasan bahasa ini adalah percakapan spontan, dongeng, humor, kelakar, membujuk orang untuk mengikuti tindakan dan memberi penjelasan atau mengajar.9 Pengalaman berbahasa ini pertama kali didapat anak dalam lingkungan keluarga. Keluarga berperan penting dalam mengembangkan kecerdasan verbal-linguistik. Penting bagi orang tua untuk menciptakan lingkungan-lingkungan yang penuh aktivitas bahasa dan melibatkan anak dalam interaksi verbal, misalnya bermain dengan kata-kata, bercerita dan bercanda, mengajukan pertannyaan, mengungkapkan pendapat, dan menjelaskan perasaan dan konsep-konsep. Keajaiban kecil ketika anak dilahirkan dalam lingkungan semacam itu akan mempunyai sisi terkemuka dalam menjadi pendengar, pembicara, pembaca dan penulis yang berkompeten. Dalam lingkungan sekolah, kelas haruslah berupa lingkungan yang kaya akan bahasa tempat siswa dapat sering berbicara, berdiskusi dan menjelaskan serta yang terpenting mendorong rasa ingin tahu. Mengungkapkan gagasan secara verbal merupakan latihan metakognitif 9
140
Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21 (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm.
22
yang penting, karena dengan sering mendengar diri kita memperoleh apa yang benar-benar kita pikirkan dan kita ketahui.10 Seseorang dengan kecerdasan verbal yang tinggi tidak hanya akan memperlihatkan suatu penguasaan bahasa yang sesuai, tetapi juga dapat menceritakan kisah, berdebat, berdiskusi, menafsirkan, menyampaikan laporan, dan melaksanakan berbagai tugas lain yang berkaitan dengan berbicara dan menulis. Kecerdasan verbal-linguistik ini penting bukan hanya untuk ketrampilan berkomunkasi melainkan juga pnting untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, dan pendapat seseorang.11 Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan verbal-linguistik adalah kemampuan berbahasa dalam menggunakan katakata secara terampil untuk menegkspresikan dan menghargai makna yang kompleks sebagai alat untuk berkomunikasi dan berpikir, menyampaikan pendapat. 2. Ciri-ciri kecerdasan verbal-linguistik Kecerdasan verbal-linguistik mempunyai beberapa ciri khusus dari kecerdasan. Kecerdasan ini meunjukkan dengan kepekaaan seseorang pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa. Individu yang memiliki kecerdasan ini cenderung menunujukkan hal-hal berikut: a.
Senang dan efektif berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Mereka dapat menyampaikan pikiran dan perasaan mereka kepada orang lain secara tepat. 10 11
Ibid, hlm. 11 Maylwin, op. cit, hlm. 11-12
23
b.
Senang dan baik dalam mengarang cerita, mereka senang membuat cerita, merangkainya secara bagus, dan menyajikannya dalam bentuk yang menarik.
c.
Senang berdiskusi dan mengikuti debat masalah. Mereka pandai menangkap
permasalahan
yang
disampaikan
secara
verbal,
memaknainya sekaligus menanggapinya. d.
Senang dan efektif belajar bahasa asing. Mereka sering mendengarkan uajaran dalam bahasa asing, cepat menangkap perbedaan fonem dan mampu membandingkan dengan fonem darai bahasanya sendiri.
e.
Senang bermain game bahasa. Mereka menikmati permainan bunyi, peka terhadap kelucuan yang muncul akibat pertukaran bunyi, dan peka terhadap kata-kata.
f.
Senang membaca dan mampu mencapai pemahaman tinggi. Mereka mampu menangkap makna dibalik kata-kata dan mampu memberikan interpretasi yang tepat.
g.
Mudah mengingat kutipan, ucapan ahli, pakar, ayat. Mereka memiliki memori yang kuat terhadap kata-kata, kalimat, fakta-fakta dan kutipan yang penting. Mereka bahkan mampu mengulang kembali apa yang mereka dengar dan apa yang mereka baca setelah akurat (melebihi individu lain).
h.
Tidah mudah salah tulis atau salah eja. Mereka peka terhadap ejaan dan memiliki ketajaman yang baik dalam penataan dan penempatan dalam ejaan dalam tulisan mereka.
24
i.
Pandai membuat lelucon. Oleh karena peka terhadap kata dan informasi lisan serta pandai bermain kata-kata, mereka pandai membuat lelucon yang terpikirkan oleh orang lain. Mereka pandai membuat plesetan, mengaitkan fakta yang serius dengan fakta yang mirip, tetapi jelas-jelas tak berkaitan dan menimbulkan kelucuan.
j.
Pandai membuat puisi. Mereka peka terhadap daya kata dan memiliki kemampuan mengekspresikan pikiran dan perasaannya dalam bahasa yang padat dan indah. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa individu yang cerdas
secara verbal-linguistik menonjol dalam berkata-kata, baik lisan maupun tertulis serta mampu mengekspresikannya secara proporsional. Ciri kecerdasan manusia salah satunya adalah penggunaan bahasa, kemampuan berbahasa
mempunyai
faedah
yang besar
terhadap
perkembangan pribadi dengan bahasa manusia dapat menyatakan isi jiwanya yang berupa fantasi, penadapat, perasaan dan sebagainya. Dengan bahasa manusia berinteraksi dengan sesamanya, mampu memberikan, menceritakan masa lalu atau sekarang, baik yang konkrit maupun yang abstrak. Dengan bahasa pula manusia dapat membangun kehidupannya.12 Kemampuan dalam penggunaan kata-kata adalah suatu petunjuk yang jelas bagi adanya intelegensi. Kemampuan ini dapat dilihat dalam hal-hal seperti pembedaharaan kata-kata, pembedaan lawan kata, kemampuan melengkapi kalimat yang tidak lengkap dengan tepat,
12
Linda Campbell, op.cit, hlm. 12
25
menyelesaikan kriteria, menafsirkan pepatah-pepatah, membentuk analogianalogi, mengetahui humor dalam karangan dan mengikuti petunjukpetunjuk (intruksi) tertulis. Aktitivitas-aktivitas ini menghendaki efesiensi dan bahasa yang lebih tinggi tingkatnya daripada yang diperlukan dalam percakapan yang sederhana dan biasa.13 3. Indikator kemampuan bahasa Adapun indikator Kemampuan Bahasa, yaitu : a.
Menerima pesan sederhana; da menyampaikan pesan dengan runtut;
b. Memahami aturan main c. Menjawab pertanyaan sederhana d. Melakukan percakapan dengan teman/orang dewasa; e. Mempunyai kekayaan Kosakata; f. Membaca buku cerita gambar tematik dan menceritakan g. Menceritakan pengalaman atau kejadian secara runtut h. Berbicara dengan menggunakan kalimat yang kompleks14 4. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan verbal-linguistik Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan verbal-linguistik adalah sebagai berikut:
13
Whiterington, Psikologi Pendidikan, Terjemah M. Buchori (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 207 14 Tutik Wahyuningsih, Upaya Meningkatkan Kecerdasan Linguistik Melalui Metode Karya Wisata Pada Anak Usia Dini Di Kelompok Bermain Mutiara Hati Aisyiyah Tawangmangu Tahun Pelajaran 2012 / 2013,
http/naskah_asli_publik.com. diakses tanggal 2 Maret 2015
26
a. Faktor Kesehatan. Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. b. Inteligensi. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai inteligensi normal atau diatas normal. c.
Status sosial ekonomi keluarga.
d. Jenis kelamin. e.
Hubungan keluarga.15 Sedangkan lain menurut Petty dan Jensen perkembangan bahasa
merupakan suatu proses yang komplek, yang dipengaruhi empat faktor, yaitu : a.
Berbedanya cara bagaimana anak mempelajari bahasa;
b.
Berbedanya jenis bahasa yang dipelajari anak;
c.
Berbedanya karakteristik kepribadian anak;
d.
Berbedanya lingkungan proses pembelajaran bahasa tersebut. Adapun secara rinci kecerdasan linguistik atau kemampuan bahasa
anak dipengaruhi dua faktor yaitu : 1) Faktor internal, terdiri dari : a)
kesehatan anak
b) intelegensi Taraf kecerdasan menunjukkan kemampuan berpikir anak, kemampuan menggunakan nalar, dan kemampuan memmecahkan 15
http://ariefaelqudsy.blogspot.co.id/2013/06/mengasah-kecerdasan-linguistikpada.html dikutip pada tanggal 2 Maret 2015
27
masalah menggunakan logika. Salah satu cara yang biasanya digunakan untuk mengetahui taraf kecerdasan ini adalah melakukan tes kecerdasan atau tes intelegensi. Taraf kecerdasan ini mengelompokkan individu ke dalam skala tertentu dari taraf kecerdasannya sangat tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. c)
bakat anak Bakat adalah kapasitas untuk belajar dan baru akan muncul setelah melalui proses latihan dan usaha pengembangan. Bakat tidak serta merta muncul dan dapat terlihat pada anak karena masih merupakan potensi. Setelah anak diberi kesemapatan berlatih dan mencoba barulah bakat anak dapat terlihat dan terus dikembangkan. Anak berbakat akan memberi hasil yang jauh lebih baik daripada anak yang sejak awal tidak menyimpan bakat dalam bidang tersebut
d) Minat Minat adalah kecenderungan seseorang terhadap sesuatu atau bisa dikatakan apa yang disukai seseorang untuk dilakukan. Pada dasarnya setiap orang akan lebih senang melakukan sesuatu yang sesuai dengan minatnya (yang disukai) daripada melakukan sesuatu yang kurang disukai. Belajar dalam keadaan hati senang tentu akan lebih mudah daripada anak belajar dengan suasana hati yang terpaksa.
28
e)
motivasi prestasi Motivasi berprestasi adalah dorongan pada diri seseorang untuk meraih yang terbaik bidang tertentu, khususnya di bidang tertentu, khususnya bidang akademik. Anak-anak usia sekolah sangat penting memiliki motivasi berprestasi yang tinggi untuk dapat menjalani proses belajar sebaik-baiknya. Motivasi berprestasi yang tinggi akan membuat seorang anak:
a.
Tekun belajar.
b.
Berusaha menyelesaikan tugas.
c.
Bertanya jika paham. Tentu saja ketiga sifat tersebut akan memengaruhi keberhasilan anak mengembangkan potensi yang dimilikinya.
f)
cara belajar anak.
2) Faktor Eksternal, terdiri dari : a) Faktor keluarga : Pola komunikasi keluarga yang banyak arah, jumlah anak atau jumlah keluarga, posisi urutan kelahiran sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan bahasa anak; b) Sekolah : Guru, yang merupakan orang tua kedua bagi anak disekolah
mempunyai
tugas
memberikan
fasilitas
serta
menstimulasi dalam mencapai seluruh kemampuan anak, salah satunya
adalah
kemampuan
bahasa;
Metode
pembelajaran
29
menentukan atau memilih metode pembelajaran yang tepat sangat mempengaruhi pada kemampuan bahasa anak. 3) Lingkungan, menyediakan berbagai sumber belajar yang tidak terbatas, utamanya masyarakat sekitarnya. Biasanya tidak sengaja dapat menjadi kegiatan pembelajaran anak.16 5. Ruang lingkup Kecerdasan verbal sangat berakar dalam perasaan mengenai kompetensi dan kepercayaan diri. Makin banyak anak yang berlatih kecerdasan ini di tempat yang kondusif, makin mudah mereka mengembangkan
ketrampilan–ketrampilan
verbal
ini,
yang
akan
bermanfaat bagi mereka sepanjang hayat. Guru dapat memberikan modelmodel yang kuat melalui permainan kata-kata, berbagai karya tulis favorit, sehingga mereka terlibat dalam diskusi dengan penuh antusias.17 Adapun yang termasuk dalam ruang lingkup kecerdasan verbal linguistik meliputi empat aspek: a.
Mendengar Bagi
orang-orang
yang
bisa
mendengar,
suara
manusia
memberikan pengalaman pertama pada bahasa. Telah diperkirakan oleh para peneliti misalnya Dr. Lyman Steil, profesor retorika di unversity of minnesota, bahwa seseorang menghabiskan 80 % jam
16
Tutik Wahyuningsih, Upaya Meningkatkan Kecerdasan Linguistik Melalui Metode Karya Wisata Pada Anak Usia Dini Di Kelompok Bermain Mutiara Hati Aisyiyah Tawangmangu Tahun Pelajaran 2012 / 2013,
http/naskah_asli_publik.com. diakses tanggal 2 Maret 2015 17
Op.cit, hlm. 13
30
kerja mereka dengan berkomunikasi, dan 45% waktunya digunakan untuk mendengar. Steil memperkirakan bahwa di banyak kelas tradisional siswa mengahabiskan lebih dari 70% waktu dalam kelas untuk mendengar, tetapi sedikit waktu untuk membuat mereka belajar strategi-strategi mendengar yang efektif. b.
Berbicara Dalam QS. Al-Isra’ ayat 70 terdapat kalimat yang berbunyi:
70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. Kemampuan berbicara dapat dikembangkan melalui belajar dan berkomunikasi dengan orang lain secara timbal balik. Menurut Karl Bucher, ada tiga daya pendorong yang membuat anak ingin berbicara, yaitu: 1.
Dorongan pernyataan (kundgabe)
31
Dorongan untuk menyatakan kepada oang lain apa-apa yang terkandung dalam perasaan seseorang. 2.
Dorongan menguraikan (auslosung) Dorongan
untuk
bisa
menguraikan
apa-apa
yang
ingn
dikatakannya, termasuk perkataan yang tidak diketahui. 3.
Dorongan menyampaikan (darstellung) Dorongan untuk menyampaikan segala sesuatu yang menarik perhatiannya kepada oarng lain, termasuk tanda-tanda meminta pertolongan. Berbicara yang efektif tidak hanya melibatkan kata-kata yang
digunakan, tetapi cara yang digunakan nada suara, ekspresi wajah, sikap dan gerakan tubuh. Albern Mehrabin, penulis Sillent Messages, menunjukkan bahwa hanya 7% apa yang kita sampaikan lewat katakata yang berhubungan dengan kata yang kita digunakan, 38% berhubungan dengan nada suara, dan 55% dengan ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Jika demikian adanya, ketrampilan berbicara yang efektif membutuhkan semua kecerdasan. Ketrampilan berbicara merupakan ketrampilan esensial yang tidak dapat berkembang secara efektif tanpa banyak latihan dan dorongan.18 Dalam lingkungan
sekolah, kelas harus bisa menyediakan
lingkungan yang mendukung untuk belajar berbicara yang efekif,
18
Linda campbell, Multiple Inetelegences: Metode Terbaru Melesatkan Kecerdasan Terj. Tim Inisiasi..... hlm. 21
32
seperti halnya guru yang menciptakan iklim yang santai dan positif bagi siswa dalam bertukar ide dan diskusi. c.
Membaca Membaca melibatkan belajar memahami dan menggunakan bahasa, khususnya bentuk bahasa tulis. Berbicara sering merupakan proses belajar yang alami, sementara membaca memerlukan usaha dan pembelajaran tertentu. Hal ini karena bahasa tulis merupakan sandi buatan, yang melibatkan pemeblajaran sistematis tentang bagaimana menguraikan
lambang
tulis
ke
dalam
bunyi
bahasa
yang
mewakilinya.19 Kesusastraan memberikan fondasi latihan dan perkembangan seluruh kecerdasan verbal linguistik. Membaca telah memungkinkan manusia untuk mengetahui objek, tempat, proses dan konsep yang secara personal kita tidak mengalaminya. Dalam kelas besar, penting bagi guru untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan dan minat setiap siswa. Kebiasaan untuk malas membaca dapat berubah ketika mereka diberikan kesempatan untuk membaca buku sesuai dengan minat mereka. Banyak siswa yang mempunyai ketrampilan membaca yang masih buruk dan motivasinya juga rendah. Untungnya banyak cara-cara yang dapat dipkai guru untuk meningkatkan kauantitas dan kualitas membaca.
19
May Lwin, op.cit, hlm. 13
33
d.
Menulis Kegiatan menulis tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bahasa lainnya. Menulis didorong oleh kegiatan berbicara, mendengar dan membaca. Memasukkan kegiatan seni bahasa dalam semua area muatan dapat membantu siswa dalam berkomunikasi lebih efektif dan belajar secara lebih menyeluruh. Seperti dalam membaca, menulis membawa ide-ide dari seseorang dengan tujuan dan makna yang berbeda. Siswa dalam melalui bermacam kegiatan menulis, dapat mengembangkan perasaan audiens dan merasakan kegiatan menulis sebagai tindakan yang relevan yang terjadi di antara diri sendiri, orang lain dan masyarakat. Menulis dapat menyebabkan manusia untuk berkomunikasi dengan lainnya yang belum pernah saling bertemu. Kemampuan berpikir melalui kata-kata, manusia dapat mengingat, menganalisis, menyelesaikan masalah, merencanakan ke depan dan mencipta sesuatu.20 Ketrampilan menulis akan membuat lebih mudah untuk menyusun pikiran dan gagasan yang kemudian dapat dituangkan ke dalam kertas.
e.
Mengeja Orang yang mempunyai kecerdasan verbal-linguistik yang tinggi dapat mengeja dengan baik dan benar. Jika diberikan kata-kata untuk di eja, ia dapat mencerna kemudian di eja dengan baik dan
20
Ibid, hlm. 10
34
benar. Orang yang berkecerdasan linguistik tinggi, bisa jadi perkembangan mengajanya berkembang dengan pesat, dari kata yang pendek ke kata yang panjang21 Kecerdasan verbal linguistik ini mencakup empat aspek saling berhubungan, yaitu kemampuan dalam menyimak atau mendengar, kemampuan berbicara, kemampuan belajar dan kemampuan dalam menulis. B. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan
dan
dievaluasi
secara
sistematis
agar
subjek
didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pemeblajaran secara efektif dan efisian. Pembelajaran
dapat
dipandang
dari
dua
sudut,
pertama
pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran,
pembelajaran/alat
strategi
peraga,
dan
metode
pembelajaran,
pengeorganisasian
kelas,
media evaluasi
pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remidial dan pengayaan).
21
May Lwin, op. cit. hlm. 29
35
Kedua, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut meliputi: a.
Persiapan, dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat kelengkapannya, antara lain berupa alat peraga dan alat-alat evaluasi.
b.
Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya.
c.
Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya.22 Kata atau istilah pembelajaran dan penggunaannya masih tergolong
baru, yang mulai populer semenjak lahirnya Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, menurut undang-undang ini pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan. Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar”, yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Kata pembelajaran yang semula diambil dari kata “ajar” ditambah awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi kata “pembelajaran”, diartikan sebagai proses, perbuatan, cara mengajar, atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.23
22
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi (Bandung: PT Refika Aditama, 2011),hlm. 3-4 23 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013), hlm. 18-19
36
Sedangkan
menurut
Munif
Chatib
memberikan
definisi
pembelajaran adalah sebagai proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagi pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Ada dua pihak yang harus bekerja sama apabila proses pembelajaran ingin berhasil. Apabila kerja sama ini tidak berjalan mulus, proses belajar yang dijalankan gagal. Maksud gagal dalam hal ini adalah indikator hasil belajar yang sudah diterapkan dalam silabus tidak berhasil diraih siswa. Pola kerja sama yang harus diketahui oleh guru adalah proses pembelajaran yang bersifat dua arah pada hakikatnya adalah dua proses yang berbeda: a.
Proses pertama, guru mengajar atau memberikan presentasi.
b.
Proses kedua, siswa belajar atau siswa beraktivitas.24 Menurut
kurikulum
E.
Mulyasa,
yang
menuntut
pembelajaran pendidik
merupakan
dalam
aktualisasi
menciptakan
dan
menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan.25 Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.26 2. Ciri-ciri pembelajaran 24
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelegences di Indonesia (Bandung: Kaifa, 2009), hlm. 135 25 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK (Bandung: Rosdakarya, 2004), hlm. 117 26 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi (Bandung: Rosdakarya, 2003), hlm. 100
37
Sebagai suatu proses pengaturan, pembelajaran tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi sebagai berikut: a.
Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud kegiatan pembelajaran ittu sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian.
b.
Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c.
Kegiatan pembelajaran ditandai dengan satu penggarapan materi khusus.
d.
Ditandai dengan aktivitas peserta didik.
e.
Guru berperan sebagai pembimbing.
3. Komponen-komponen pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara pendidik dan peserta didik.27 Pembelajaran terkait dengan bagaimana (how to) membelajarkan peserta didik atau bagaimana membuat peserta didik dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya
sendiri
untuk
mempelajari
apa
(what
to)
yang
teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan (needs) peserta didik.28
Tercapainya
tujuan
pembelajaran
ditandai
oleh
tingkat
penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian.
27
Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),
hlm. 148 28
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 145
38
Terdapat beberapa pendapat mengenai komponen-komponen yang mempengaruhi pembelajaran, di antaranya adalah: a.
Oemar Hamilik: pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusiawi, yakni peserta didik, pendidik dan tenaga lainnya; material, meliputi buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, dan lain-lain; fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual dan komputer, dan prosedur, meliputi jadwal, metode, praktek, belajar, ujian.29
b.
Syaiful Bahri Djamarah, komponen pembelajaran meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber serta evaluasi.30
4. Strategi pembelajaran Strategi kegiatan pembelajaran merupakan langkah-langkah umum dalam kegiatan belajar yang mesti dilakukan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, paling tidak, strategi tersebut meliputi empat aspek, yaitu: a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi serta kualifikasi perubahan tingkah yang diharapkan. b. Memilih cara pendekatan belajar yang tepat untuk mencapai standar kompetensi dengan memerhatikan karakteristik siswa sebagai subjek.
29
Oemar Hamalik, op.cit, hlm. 57 Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm. 48 30
39
c. Memilih dan menetapkan sejumlah prosedur, metode, dan teknik kegiatan pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan pengalaman belajar yang mesti ditempuh siswa. d. Menetapkan norma atau kriteria keberhasilan agar dapat menjadi pedoman dalam kegiatan pembelajaran, teruatama berkenaan dengan ukuran menilai kemampuan penguasaan suatu kompetensi tertentu. Dalam
pengembangan
strategi
pembelajaran,
Dave
Maker
menawarkan pola siklus empat tahap, yaitu: 1) Persiapan Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk belajar. Ini merupakan langkah penting dalam belajar. Tanpa itu, siswa akan lambat belajar bahkan bisa berhenti sama sekali proses belajarnya. Pada hakikatnya, tahap persiapan bertujuan untuk menimbulkan minat para siswa, memberi perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan disajikan, serta menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. 2) Penyampaian Guru dan siswa merupakan dua subjek yang memiliki perbedaan esensial, baik pengalaman, kepentingan, latar belakang, serta aspekaspek sosio-psikologis lainnya. Oleh karena itu, guru dituntut mengembangkan keterampilan penyesuaian dengan kondisi siswa, sehingga akan memudahkan dalam memfasilitasi siswa melakukan kegiatan penguasaan terhadap kompetensi yang harus dicapai.
40
Tahap penyampaian dilakukan dengan tujuan membantu siswa memperoleh materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan,
relevan,
dan
melibatkan
sebanyak
mungkin
pancaindra. 3) praktik Tahap pelatihan merupakan intisari dari dari proses pembelajaran karena pada tahap ini siswa dapat menggali dan memahami pengetahuan yang mereka dapatkan. Peranan guru pada tahap ini memprakarsai proses belajar mengajar dengan cara mengjak siswa untuk berpikir, berkata, dan berbuat. 4) penampilan hasil Tahap penampilan hasil merupak tahap terakhir dalam siklus pembelajaran, tahap ini bertujuan utnuk memastikan bahwa kegiatan pembelajaran tetap berjalan dan berhasil diterapkan. Beberapa sarana pembelajaran untuk tahap penampilan hasil, diantaranya adalah kelompok dukungan berdasar tim dan mentoring lanjutan. Dari ke empat siklus pembelajarn tersebut, kepala sekolah memberikan kesempatan seluas-seluasnya kepada setiap guru untuk mengelola kegaiatan pembelajaran secara efektif. Pola pembelajaran secara efektif harus melibatkan seluruh potensi siswa, baik itu potensi
41
pikiran, sikap, maupun tindakan, berdasarkan kondisi lingkungan keseharian mereka yang berbeda.31 C. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan agama Islam merupakan salah satu subyek pelajarn yang diberikan kepada siswa yang beragama Islam, dalam rangka untuk mengembangkan keberagaman Islam mereka. Ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah sehingga merupakan alat untuk mencapai salah satu aspek tujuan sekolah yang bersangkutan. Menurut Achmadi pendidikan agama Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat 2 ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat antara lain pendidikan agama. Dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan usaha memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agam lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.32
31
Suyanto Dan Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi Dan Kuantitas Guru Di Era Global (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm.82-88 32 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 75
42
Di dalam GBPP pendidkkan agama Islam di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.33 Jadi dapat disimpulkan suatu pengertian pembelajaran agama Islam adalah suatu proses yang dilakukan oelh individu di mana terdapat unsur manusiawi, material, fasilitas, prosedur dan perlengkapan yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran serta untuk memperoleh perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya agar tercipta suasana dan kondisi belajar yang kondusif bagi siswa sehingga siswa begairah dan aktif belajar dalam rangka memperoleh hasil yang maksimal yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak didik yang sesuai dengan ajaran Islam. 2. Dasar Pendidikan Agama Islam Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapia suatu tujuan harus mempunyai landasan temapt berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu, pendidikan agama Islam sebagai usaha membentuk manusia harus mempunyai landasan ke mana semua
33
Muhaimin, Ibid, hlm. 76
43
perumusan tujuan pendidikan agam Islam itu dihubungkan landasan itu terdiri dar al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, almaslahah al-mursal, istihsan, qiyas dan sebagainya.34 a. Al-Qur’an Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad.35 Pendidikan karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membenuk manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup mu’amalah. Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip
yang
berkenaan
dengan
kegiatan
atau
usaha
pendidikan itu.36 b. Hadist Secara sederhana, hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, pebuatan dan pernyataan
(taqrir).
Yang dimaksud
dengan
perkataan
Nabi
Muhammad SAW adalh perkataan yang pernah beliau ucapkan dalam berbagai bidang, seperti hukum (syari’at), akhlak, aqidah, pendidikan dan sebagainya. Perbuatan Nabi Muhammad SAW, merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syari’at yang belum 34
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 19 Zakiah Drajat, ibid, hlm. 19 36 Zakiyah Drajat, op.cit, hlm. 20 35
44
jelas cara pelaksanaannya. Sedangkan taqrir Nabi ialah keadaan beliau mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat di hadapan beliau. c. Aqidah Akhlak Aqidah berasal dari kata "aqoda-yu'qidu-aqdan" yang berarti "mengikatkan atau mempercayai/meyakini". Jadi aqidah berartiikatan, kepercayaan atau keyakinan. Kata ini sering pula digunakan dalam ungkapan-ungkapan seperti akad nikah atau akad jual beli, yang berarti suatu upacara untuk menjalin ikatan antara dua pihak dengan ikatan pernikahan atau jual beli. Dengan demikian, akidah disini bisa diartikan sebagai "ikatan antara manusia dengan Tuhan".37 Sedangkan akhlaq secara etimologi berasal dari jama' "khuluq" yang artinya "perangai atau tabiat". Sesuai dengan arti tersebut maka akhlaq adalah bagian dari ajaran islam yang mengatur tingkah laku manusia. Karenanya akhlaq secara kebahasasan bisa baik atau buruk tergantung kepada nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik. Jadi oran yang berakhlaq berarti orang yang berakhlaq baik.38 Berdasarkan uraian diatas pembelajaran Aqidah-Akhlaq adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami menghayati dan mengimani Allah SWT dan 37 38
Muslim Nurdin dkk., Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: Alfabeta, 1993), h.77 Abu Ahmadi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Baskara, 1989), h. 198
45
merealisasikannya dalam perilaku akhlaq mulia dan kehidupan seharihari
berdasarkan
Al-Qur'an
dan
Al-Hadits
melalui
kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. d. Fiqih Fiqih menurut As-shidqy adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshily. Fiqih adalah memahami sesuatu secara mendalam atau sebagai ilmu pengetahuan. Berdasarkan pengertaian fiqih tersebut. Maka fiqih dapat diartikan sebagai hukum-hukum yang digali dari Al-Qur’an dan sunah Nabi dengan jalan menggunakan faham ijtihad yang sempurna dan dengan perenungan yang mendalam.39 3. Tujuan Pendidikan Agama Islam Menurut Zakiyah Drajat bahwa yang dimaksud dengan tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegaiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan tertentu. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.40 Dilihat dari ilmu pendidikan teoritis, tujuan pendidikan ditempuh secara bertingkat, misalnya tujuan intermedier (sementara atau antara),
39
Arifin Hamid, hukum islam perspektif ke indonesian (makasar: PT. Umithoha Ukhuwa Grafika2011), hlm. 4-5 40 Zakiah Drajat, Ibid, hlm. 29
46
yang dijadikan batas sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat tertentu untuk mencapai tujuan akhir. Tujuan insindental merupakan peristiwa tertentu yang tidak direncanakan, akan tetapu dijadikan sasaran dari proses pendidikan pada tingkat tertentu. Misalnya, peristiwa meletusnya gunung berapi, dapat dijadikan sasaran pendidikan yang mengandung tujuan tertentu, yaitu anak didik timbul kemampuannya untuk memahami arti kekuasaan Tuhan yang harus diyakini kebenarannya. Tahap kemampuan ini menjadi bagian dari tujuan antara untuk mencapai tujuan akhir pendidikan.41 Nur Uhbiyati membagi tujuan pendidikan agama Islam menjadi empat yaitu: a.
Tujuan Umum Tujuan umun pendidikan agama Islam ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum pendidikan agam Islam harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat di mana pendidikan agama Islam itu dilaksanakan, dan harus dikaitkan dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan.
41
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 38-39.
47
b.
Tujuan Akhir Pendidikan Islam berlangsung selama hidup, maka tujuannya akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan akhir pendidikan Islam yaitu mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah SWT, inilah merupakan ujung dan akhir dari proses hidup.
c.
Tujuan Sementara Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum
pendidikan
formal.
Pada
tujuan
sementara
membentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, seekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. d.
Tujuan Operasional Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan tercapai tujuan tertentu.42 Secara umum tujuan pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.43
42
Nur Ubhiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Pustaka Setia, 1997), hlm. 64-68 43 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 78
48
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pembelajaran pendidikan
agama
Islam
adalah
untuk
meningkatkan
keimanan,
penghayatan, pemahaman peserta didik sehingga menjadi manusia yang berakhlak mulia, bertakwa kepada Allah SWT dan dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.