BAB. II KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.1.1. Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan unsur penunjang perguruan tinggi yang bersama-sama dengan unsur penunjang lainnya berperan serta dalam melaksanakan tercapainya visi dan misi perguruan tingginya. Yang dimaksud perguruan tinggi adalah Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, Politeknik, dan perguruan tinggi lainnya yang sederajat. Seperti yang di jelaskan oleh Qalyubi, (2007: 287) mengatakan bahwa: Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Adapun tugas perpustakaan perguruan tinggi adalah mengembangkan koleksi mengolah dan merawat, memberi layanan, serta melaksanakan administrasi perpustakaan. (Perpustakaan perguruan tinggi, Buku pedoman, 2004: 3). Selanjutnya berdasarkan Sutarno, (2003: 35) mendefenisikan sebagai berikut: “Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang berada dalam suatu perguruan tinggi dan sederajad yang berfungsi mencapai Tri Dharma Perguruan Tinggi, sedangkan penggunanya adalah seluruh sivitas akademika.” Dan selanjutnya Sjahrial-Pamuntjak, (2000: 4) menjelaskan perpustakaan perguruan tinggi adalah: “Perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga pendidikan tinggi, baik yang berupa perpustakaan universitas, perpustakaan fakultas, perpustakaan akademi, perpustakaan sekolah tinggi”. Kemudian Sulistyo-Basuki, (1993: 51) menyatakan bahwa: “Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan merupakan badan bawahan dari perguruan tinggi, bekerjasama membantu terlaksananya tujuan dari perguruan tinggi..” Selain dari pada itu para ahli yang lain Soeatminah, (1992: 40). menjelaskan bahwa: “Perpustakaan perguruan tinggi adalah suatu unsur penunjang yang merupakan perangkat kelengkapan dibidang pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat.”
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan dari pengertian-pengertian di atas, jadi perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang didirikan lembaga peguruan tinggi, berperan sebagai salah satu unit sarana kelengkapan
yang bersifat akademik dalam menunjang
pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi. Perpustakaan berarti pelayanan yang melayani dan menyongsong pembaca, ingin mengetahui kebutuhan dan melayani pengunjung. Tidak ada perpustakaan jika tidak ada pelayanan, karena itu perpustakaan identik dengan pelayanan. Agar tanggap terhadap kepentingan pembacanya, perpustakaan harus menyediakan bahan-bahan pustaka dengan mudah, cepat dan tepat, jelas dimengerti pengguna perpustakaan. Untuk itu perpustakaan diharapkan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Dengan kata lain perpustakaan adalah salah satu ujung tombak yang vital dalam setiap program pendidikan, pengajaran dan penelitian bagi setiap lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan. Jadi pada hakekatnya perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu unit kerja yang merupakan bagian integral dari lembaga induknya, yang bersama-sama dengan unit lain tetapi dengan peranan yang berbeda, bertugas membantu perguruan tinggi yang bersangkutan dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 2.1.2. Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi sering dimaknai sebagai pusat penelitian karena banyak menyediakan informasi yang berkaitan dengan sarana pendukung dalam proses penelitian. Adapun disisi lain tujuannya sebagai unit pelaksana teknis dari suatu perguruan tinggi yang bersama-sama dengan unit lain melakukan kegiatan sehingga terlaksananya penyelenggaraan dalam membantu lembaga induknya untuk melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi. Seperti yang dikemukakan oleh SulistyoBasuki, (1993: 52) menyatakan tujuan dari penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi adalah: 1. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa sering pula mencakup tenaga administrasi perguruan tinggi; 2. Menyediakan bahan pustaka rujukan (referen) pada semua tingkat akademi, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga kemahasiswa program pasca sarjana dan pengajar; 3. Menyediakan ruang belajar untuk pemakai perpustakaan; 4. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai; 5. Menyediakan jenis informasi aktif yang tidak hanya terbatas pada lingkungan perguruan tinggi tetapi juga lembaga induknya.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan diselenggarakannya perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk mendukung dan memperlancar serta mempertinggi kualitas pelaksanaan program kegiatan perguruan tinggi melalui pelayanan informasi. Dalam pelaksanaan kegiatanya ada lima aspek dalam buku pedoman umum perpustakaan perguruan tinggi, (1979: 1) yang meliputi: “(1) Pengumpulan informasi, (2) Pelestarian informasi, (3) Pengolahan informasi, (4) Pemanfaatan informasi, (5) Penyebarluasan informas” Selaras dengan kegiatan perpustakaan perguruan tinggi, tujuan perpustakaan perguruan tinggi juga dapat dikategorikan sebagai unsur penunjang Tri Dharma perguruan tinggi dan dalam buku pedoman umum perpustakaan perguruan tinggi, (2004: 47) merumuskan tujuannya sebagai berikut: 1. Mengadakan buku, jurnal, dan pustaka lainnya untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa, dan staf lainnya bagi kelancaran program pengajaran di perpustakaan perguruan tinggi; 2. Mengadakan buku, jurnal, dan pustaka lainnya yang di perlukan untuk penelitian sejauh dana tersedia; 3. Mengusahakan, menyimpan dan merawat pustaka yang bernilai sejarah, yang dihasilkan oleh sivitas akademika; 4. Menyediakan sarana bibliografi untuk menunjang pemakaian perpustakaan; 5. Menyediakan tenaga yang cukup serta penuh dedikasi untuk melayai kebutuhan pengguna perpustakaan; 6. Bekerja sama dengan perpustakaan lain untuk pengembangan program perpustakaan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari perpustakaan perguruan tinggi tidak lain sebagai penyedia jasa pelayanan informasi yang meliputi pengumpulan, pelestarian, pengolahan sehingga dapat dimanfaatkan pengguna sebagai wujud dukungan, memperlancar serta mempertinggi kualitas pelaksanaan program kegiatan perguruan tinggi. Tujuan lain dari suatu perpustakaan perguruan tinggi adalah menyediakan fasilitas yang mendukung dalam memenuhi kebutuhan informasi sivitas akademika, serta memberikan berbagai jasa informasi dan membantu mengembangkan mutu layanan. 2.1.3. Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi Untuk memperdalam kajian mengenai fungsi dari perpustakaan perguruan tinggi, berikut Qalyubi, (2007: 17) menjelaskan bahwa: 1. Fungsi Utama Perpustakaan a. Penyimpanan, Perpustakaan bertugas menyimpan koleksi (informasi) yang diterimanya.; b. Pendidikan, Pendidikan Perpustakaan merupakan tempat belajar seumur hidup. Sebagai tempat belajar, perpustakaan sangat berarti bagi
Universitas Sumatera Utara
mereka yang sudah bekerja atau telah meninggalkan bangku sekolah dan mereka yang putus sekolah.; c. Penelitian, Perpustakaan berfungsi menyediakan berbagai macam koleksi (informasi) untuk keperluan penelitian yang dilakukan oleh pemakai.; d. Informasi, Perpustakaan menyediakan informasi bagai pemakai yang disesuaikan bagi pemakai yang disesuaikan dengan jenis perpustakaan.; e. Rekreasi kultural, Perpustakaan berfungsi menyimpan khazanah budaya dari masyarakat sekitar perpustakaan melalui penyediaan bahan bacaan.; 2. Fungsi Pendukung Perpustakaan, yaitu menghimpun, memelihara dan memberdayakan semua koleksi bahan pustaka yang dijelaskan oleh Sutarno, (2006: 72) Adapun rincinya sebagai berikut: a. Pengadaan bahan pustaka; b. Pengolahan; c. layanan; d. Pemasyarakatan/sosialisasi; e. Kerja sama layanan antar perpustakaan; f. Untuk perpustakaan tertentu, dikembangkan fungsi: penyusunan dan penerbitan bibliografi, abstrak, indeks, kumpulan karangan ilmiah, artikel, kliping, dan lain-lain; g. Pengembangan Sumber Daya Manusia; h. Pembinaan dan pengembangan organisasi; i. Melakukan upaya preservasi koleksi; j. Membuat peraturan/tata tertib; k. Penerapan dan pemanfaatan teknologi informasi; l. Penciptaan dan mengembangkan iklim di perpustakaan agar: masyarakat tahu tentang arti, kegunaan, masyarakat tertarik, berminat, tergugah merasa mendapat perhatiaan, bimbingan atau bantuan oleh petugas perpustakaan, merasa mendapatkan sesuatu yang menyenangkan, memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya. Dari penjelasan di atas dapat dijadikan referensi bahwa fungsi dari sebuah perpustakaan perguruan tinggi merupakan penyediaan fasilitas pengajaran dan penelitian untuk memenuhi kebutuhan anggota sivitas akademikanya. Untuk dapat menyelenggarakan fungsi tersebut, adapun peran pustakawan sangat penting karena pustakawan harus dapat melihat lebih jauh dan lebih luas akan kebutuhan para penggunanya. Sebaliknya pustakawan juga harus diberikan sumberdaya yang cukup seperti dana yang memadai dan staf yang ikut serta hal-hal yang lainnya. 2.2. Kinerja Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.2.1. Pengertian Kinerja
Universitas Sumatera Utara
Kinerja atau prestasi kerja berasal dari pengertian performance. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. Armstrong dan Baron yang di kutip dari Fauzi, (2007: 15). Sedangkan menurut Purjono, (2009: 4) menjelaskan bahwa: “Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja.” Selanjutnya Rivai (2004: 309) mengatakan bahwa: “kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.” Kemudian menurut Wibowo yang disitir oleh Fauzi, (2007: 42) menyatakan bahwa: Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaannya, membantu mendefinisikan harapan kinerja, mengusahakan kerangka kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Dengan pemahaman kinerja di atas, dijelaskan bahwa kinerja adalah perumusan tujuan, terdapatnya kerja sama, sifatnya berkelanjut, terjadi komunikasi dua arah dan terdapat umpan balik. Selanjutnya Polter dan Lawer yang disitir oleh Wibowo, (2007 : 75) yaitu: “membuat rumusan kinerja sebagai hasil perkalian antara Effort (usaha) dengan kemampuan dan role perception (pemahaman peran), dengan rumus sebagai berikut: Kinerja = f (motivasi, kemampuan, pemahaman peran)” Dari pendapat di atas Blumberg dan Pringle yang dikutip oleh Robbinson, (1996: 233) mengemukakan tentang teori kinerja adalah: Kinerja merupakan fungsi perkalian dari kemampuan, motivasi dan opportunity to perform (kesempatan untuk berpartisipasi), dengan rumusan: Kinerja = f (kemampuan x motivasi x opertunity to perform) Yang dimaksud dengan Opportunity to Perform adalah kesempatan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi bila mendapat support, bantuan atau fasilitas dari luar seperti kondisi tempat kerja, tercukupi peralatan dan perlengkapan kerja, adanya teman yang mau membantu, tercukupinya informasi yang diperlukan, adanya aturan dan prosedur kerja. Kemudian The Achieve Model dirumuskan oleh Hersey dan Blanchard dari pendapat beberapa pakar. John W. Atkinson yang disitir oleh Wibowo, (2007: 75) menjelaskan bahwa: Performance (kinerja) seseorang merupakan fungsi dari perkalian antara motivasi dan kemampuan / kecakapan (ability) dengan rumus: Kinerja = f (motivasi x kemampuan). Dengan pengertian bahwa bila salah satu faktor
Universitas Sumatera Utara
rendah, maka kinerja seseorang pasti rendah pula. Berbicara mengenai kinerja (performance) kiranya perlu disampaikan terdapat 2 (dua) terminologi tentang kinerja yaitu kinerja pegawai/karyawan (individual performance) dan kinerja organisasi (institusional performance) antara keduanya saling bersinergi, bahwa dapat dikatakan kinerja organisasi merupakan akumulasi dari kinerja individu yang bersangkutan Seperti yang di kemukakan oleh Sutarno, (2006: 116) bahwa pengertian kinerja perpustakaan yaitu: Dalam dunia perpustakaan pengertian kinerja perpustakaan adalah efektifitas jasa yang disediakan oleh perpustakaan dan efisiensi sumber daya yang dialokasikan serta digunakan untuk menyiapkan jasa tersebut. Adapun indikator kinerja adalah pernyataan numerik, simbol atau verbal yang diperoleh dari statistik dan data perpustakaan yang digunakan untuk memberi ciri terhadap kinerja sebuah perpustakaan. Dalam ISO 11620 memuat pedoman cara pengukuran kinerja 12 aspek perpustakaan melalui 29 indikator kinerja. Kinerja atau “performance” sebuah perpustakaan adalah gambaran atas keberhasilan atau pun kegagalan penyelenggaraan perpustakaan. Suatu kegiatan dinilai berhasil atau mengalami kegagalan dapat diukur dengan menghitung perbandingan antara rencana yang ditetapkan dengan hasil riil yang dicapai. Berdasarkan pengertian-pengertian kinerja di atas dapat dikemukakan bahwa kinerja menekankan pada apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come). Bila diperhatikan lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atau jabatan, kinerja merupakan suatu proses yang mengolah input menjadi output (hasil kerja) pada perpustakaan.
2.2.2. Tujuan Kinerja Pada hakekatnya terdapat dua tujuan utama dari kegiatan Pengukuran kinerja perpustakaan perguruan tinggi, yakni untuk kepentingan administratif serta dalam rangka peningkatan kinerja karyawan. Seperti yang dijelaskan oleh Corinne, (2008: 129) menyatakan pengukuran kinerja perpustakaan perguruan tinggi untuk tujuan administrasi personalia, karena hasil pengukuran kinerja karyawan akan menjadi dasar untuk : 1. Penyesuaian dan penetapan kompensasi karyawan.
Universitas Sumatera Utara
2. Perencanaan dan pengembangan karir dalam wujudnya sebagai promosi, mutasi, atau demosi jabatan dengan pemberian kesempatan kerja yang adil. 3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja dan produktifitas organisasi dan unit kerja pada umumnya serta individu-individu karyawan dalam setiap jabatan mereka khususnya. Pengukuran kinerja karyawan untuk tujuan pengembangan diri karyawan, adalah meliputi : 1. Sebagai dasar untuk mengidentifikasi kelebihan atau kekurangan karyawan sehingga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam melibatkan karyawan untuk program-program pengembangan karyawan. 2. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan kerja serta meningkatan motivasi kerja karyawan. 3. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan atasan atau pejabat penilai dalam mengamati perilaku kerja karyawan secara keseluruhan. 4. Membantu menghadapi tantangan eksternal. Dari pendapat tersebut di atas dapat jelaskan bahwa pengukuran kinerja perpustakaan perguruan tinggi memungkinkan untuk mendorong pustakawan/staf perpustakaan mengembangkan karir, promosi, mutasi, atau demosi dengan kesempat kerja yang adil. Sebagai dasar identifikasi kelebihan dan kekurangan pegawai, sebagai alat perbaikan atau kecakapan kerja dalam pengambilan keputusan sebagai pemegang kebijakan. 2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Tujuan organisasi akan dapat dicapai dengan baik apabila kinerja individu (individual performance) itu baik. Menurut Batman yang disitir oleh Lasa, (1999: 32) mengatakan bahwa: Baik buruknya kinerja seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain berupa, pekerjaan mudah, nasib baik, kerjasama dengan rekan-rekan dan kepemimpinan yang sesuai. Sebaliknya kinerja yang buruk dipengaruhi oleh internal yang berupa kemampuan yang rendah dan malas bekerja. Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja buruk adalah; pekerjaan sulit, nasib buruk, rekan-rekan tidak produktif, dan kepemimpinan yang tidak simpatik. Sedangkan Gibson, (1994) berpendapat ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain: a. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang;
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; c. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). Kemudian menurut Rosvinintia, (2008: 11) menjelaskan, ada terdapat sembilan faktor-faktor pengukuran kinerja yang biasanya digunakan dalam menilai kinerja karyawan, yaitu berupa: a. Reliable, measure, yakni prilaku kerja dan hasilnya harus dapat diukur secara obyek; b. Content valid, yakni secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja; c. Defined spesific, yakni meliputi segenap prilaku kerja dan hasil kerja yang dapat diidentifikasikan; d. Independent, yakni prilaku dan hasil kerja yang penting harus tercakup dalam kriteria yang komprehensif; e. Non overlopping, yakni tidak ada tumpang tindih antara kriteria; f. Comprehensive, yakni prilaku dan hasil kerja yang tidak penting harus dikeluarkan; g. Accesible, yakni kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara komperhensif; h. Compatible, yakni kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi; i. Up to date, yakni sewaktu-waktu kriteria perlu ditinjau ulang menilik kemungkinan adanya perubahan organisasi. Pada
perpustakaan
diketahui
bahwa
ternyata
banyak
faktor
yang
mempengaruhi kinerja suatu lembaga (perpustakaan) seperti; motivasi, suasana organisasi/lembaga, penghargaan dan lainnya. (Lasa, 2002: 9) Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan perguruan tinggi akan baik apabila didukung oleh SDM yang berkualitas, kerjasama, penghargaan, dan kepemimpinan yang sesuai, serta lingkungan kerja yang kondusif atau terdapat interaksi antara pemimpin dan yang dipimpin. 2.2.4. Aspek-aspek Standar Kinerja Dalam mengindentifikasi aspek-aspek standar kinerja maka tujuan yang ingin dicapai harus memiliki ciri-ciri spesifik, terukur, dapat dicapai, berorientasi pada hasil atau relevan, dan ada batasan waktu. Seperti halnya standar kinerja pada umumnya, untuk ukuran kinerja sumberdaya manusia (SDM) juga memiliki empat kategori yang di kemukan oleh Purjono, (2009: 3) yaitu: a. Indikator kuantitatif yang mengindikasikan jumlah atau angka contohnya berupa angka tingkat keluar masuk karyawan; dan produktivitas karyawan;
Universitas Sumatera Utara
b. Indikator praktis yang mengindikasi proses yang sedang berjalan; contohnya berupa nilai investasi sumberdaya manusia dan jumlah hari pelatihan bagi karyawan; c. Indikator sinyal yang secara spesifik menunjukkan gambaran apakah perusahaan sedang maju atau sebaliknya; contohnya besarnya pertumbuhan produktivitas karyawan pertahun selama lima tahun terakhir; dan d. Indikator yang menunjukkan efek suatu kendali perusahaan terhadap perubahan; contohnya pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan, sikap, dan ketrampilan karyawan; pengaruh peningkatan motivasi terhadap kinerja karyawan dan pengaruh teknologi terhadap produktivitas karyawan. Sementara Rivai, (2004: 324) mengemukan bahwa aspek-aspek kinerja dapat dikelompokkan menjadi: a. Kemampuan teknis, yaitu menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan penelitian yang diperolehnya; b. Kemampuan konseptual, yaitu kemapuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit menyeluruh, yang pada intinya memahami tugas, fungsi dan tanggung jawabnya c. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain, memotivasi staf, melakukan negosiasi dan lain-lain. Sedangkan menurut T.R. Mitchell yang disitir Sedarmayanti, (2001: 51) menyatakan bahwa: ”kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu: (1) Prom Quality of Work (Kualitas Kerja), (2) Promptness (Ketepatan Waktu), (3) Initiative (Inisiatif), (4) Capability (Kemampuan), (5) Communication (Komunikasi)” Berdasarkan pendapat di atas bahwa aspek kinerja ini bukan hanya untuk kepentingan pengukuran kinerja dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. Dalam kenyataannya, aspek-aspek kinerja juga merupakan instrumen yang sangat baik untuk mengarahkan unsur-unsur dalam organisasi bergerak menuju sasaran yang sama. Aspek-aspek kinerja merupakan rincian indiaktor atau parameter dari setiap satuan kegiatan yang ada dalam satu bidang kerja yang diberi nilai berupa kuantifikasi atau kualifikasi yang harus dicapai serta dipenuhi oleh pegawai dalam satu bidang kerja yang merefleksikan ukuran atau standard kinerja organisasi. 2.2.5. Tolak Ukur Kinerja
Universitas Sumatera Utara
Salah satu parameter kualitas kinerja perpustakaan adalah adanya tata kelola yang baik dan transparan. Tata kelola dapat diartikan sebagai cara atau metode yang digunakan oleh suatu perpustakaan perguruan tinggi untuk mendayagunakan seluruh potensi dan unsur-unsur yang dimiliki secara optimal dalam upaya mencapai visi, misi perpustakaan yang telah ditetapkan. Tata kelola merupakan upaya sistematik dalam suatu proses untuk mencapai tujuan perpustakaan perguruan tinggi. Tujuan utama dari tata kelola yang baik adalah terjadinya peningkatan kualita layanan perpustakaan secara terus menerus dan berkesinambungan. Tata kelola yang baik menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, keseimbangan peran, serta adanya peran saling mengawasi atau saling mengendalikan yang dilakukan oleh semua komponen perpustakaan terkait. Ada enam indikator untuk keberhasilan tata kelola yang baik sebagaimana yang dikembangkan United Nation Developmen Program (UNDP) yang disitir oleh Darmono (2009) menyatakan bahwa: (1) Mengikutsertakan semua komponen, (2) Transparan dan bertangung jawab, (3) Efektif dan adil, (4) Menjamin kepastian aturan, (5) Menjamin semua kebijakan didasarkan pada konsensus bersama, (6) Memperhatikan pihak yang paling lemah dalam pengambilan keputusan. Dan kemudian juga ada beberapa jenis tolak ukur evaluasi kinerja yang di jelaskan oleh Simanjuntak, (2005: 103) yaitu: 1. Sasaran atau target sebagaimana telah dirumuskan atau dinyatakan dalam rencana kerja; 2. Standar umum, baik yang ditetapkan sebagai ketentuan atau pedoman oleh instansi resmi, maupun yang diterima secara konsensus di tingkat nasional atau internasional; 3. Standar yang telah ditetapkan secara khusus misalnya dalam menerima kerja kontrak; 4. Uraian tugas atau uraian jabatan menggambarkan pekerjaan atau tugas yang harus dilaksanakan oleh pejabat yang bersangkutan; 5. Misi dan atau tugas pokok organisasi atau unit organisasi menggambarkan apa yang harus dicapi oleh organisasi tersebut dalam kurun waktu tertentu. Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Iindonesia, (2002: 26) sebagai indikator atau tolak ukur kinerja perpustakaan adalah: 1. Kinerja asupan (input): (a) Populasi atau jumlah sivitas akademik, (b) Total seluruh koleksi dalam eksemplar (Holdings), (c) Rasio koleksi terhadap populasi, (d) Persen koleksi berdasarkan kelompok program studi, (e) Persen koleksi berdasarkan kelompok kemutakhiran, (f) Pengadaan koleksi tahun terakhir berdasarkan, (g) kelompok program studi, (h) Jam buka perpustakaan, (i) Permintaan akan tambahan waktu pelayanan, (j) Jumlah terminal komputer untuk OPAC, (k) Jumlah
Universitas Sumatera Utara
pustakawan, (l)Rasio pustakawan terhadap total pegawai perpustakaan, (m) Library registration, (n)Registration as a percentage of population; 2. Kinerja Proses: (a) Kecepatan pengadaan, (b) Kecepatan Pengolahan; 3. Kinerja Keluaran (output): (a) Sirkulasi tahunan, (b) Sirkulasi per kapita, (c) Jumlah koleksi yang dibaca di tempat setahun, (d) Jumlah koleksi yang dibaca di tempat per kapita, (e) Jumlah pengunjung selama satu tahun, (f) Jumlah pengunjung per kapita, (g) Jumlah pengunjung ke acara perpustakaan setahun, (h) Jumlah pengunjung ke acara perpustakaan per kapita, (i) Annual Reference transaction, (j) Reference transaction per capita, (k) Number of Reference transaction, (l) Number of Reference transaction completed, (m) Reference fill rate, (n) Number title sought, (o) Number title found, (p) Title fill rate, (q) Number subject and author sought, (r) Number subject and author found, (s) Subject and Author fill rate, (t) Turnover rate. Dari teori-teori di atas dapat dikemukakan bahwa masing-masing tolak ukur tersebut pada dasarnya mempunyai dimensi kuantitas, kualitas, waktu dan kecepatan, nilai dan biaya, persentasi dan indeks yang menggunakan sistem pembobotan. Dimana, maju tidaknya suatu organisasi/perusahaan harus memiliki tolak ukur penilaian kinerja. 2.2.6. Evaluasi Kinerja Untuk mengetahui apakah suatu perpustakaan telah berhasil mencapai tujuannya, diperlukan suatu evaluasi. Banyak kegiatan perpustakaan yang dapat dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan pemanfaatan perpustakaan. Hasil evaluasi akan berguna untuk mempertimbangkan dan menentukan plihan program untuk memperbaiki
pelayanan
perpustakaan
atau
bila
perlu
mengubah
prosedur
pengoperasiannya. Untuk mengevaluasi keberhasilan suatu perpustakaan merupakan pekerjaan yang agak sukar, namun hal ini setidaknya akan memberikan suatu ukuran yang obyektif untuk seluruh pendayagunaan perpustakaan. Ada dua kriteria ukuran dalam menilai keberhasilan perpustakaan seperti yang dikemukakan oleh Surono, (1997) yaitu: 1. Evaluasi yang berorientasi pada output (keluaranatau hasil) perpustakaan, yang mencakup hal-hal seperti: (a) keberhasilan pemenuhan kebutuhan pengguna, (b) pencapaian target penampilan, (c) kinerja pelayanan dan, (d) mutu pelayanan; 2. Evaluasi yang berorientasi pada input (masukan) yang terbagi menjadi dua tingkatan yaitu: (a) Pengevaluasian terhadap keberhasilan pemanfaatan
Universitas Sumatera Utara
biaya, (b) Pengevaluasian keuntungan terhadap modal yang telah dikeluarkan terutama di bidang pelayanan. Kemudian menurut Simanjuntak (2005: 103) mengatakan bahwa: Evaluasi kinerja perpustakaan berarti memberi nilai atas pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dan untuk itu diberikan imbalan konpensasi atau penghargaan. Evaluasi kinerja merupakan cara yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja. Sedangkan Van House (1990) menjelaskan bahwa: ”Beberapa pengukuran kinerja dilakukan untuk menilai seberapa banyak suatu jasa dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna.
Sebagai contoh, jumlah populasi yang dilayani, rata-rata
pinjaman pertahun per kapita, dan penggunaan dokumen pada perpustakaan perkapita.” Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa suatu metode atau cara untuk menilai pelaksanaan tugas seseorang atau kelompok atau unit lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan suatu organisasi perpustakaan. 2.3. Layanan Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.3.1. Pengertian Layanan Kepentingan pengguna dalam memanfaatkan informasi yang tersedia di perpustakaan ada kalanya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perdebatan tersebut memotifasi pustakawan menambah pengetahuannya dalam bidangnya agar dapat memberi pelayanan maksimal bagi para pengguna. Layanan atau sering juga disebut pula sebagai jasa, dalam ilmu perpustakaan dapat diartikan sebagai satu kegiatan yang berkaitan dengan pemberian informas oleh pustakawan kepada pengguna (Sulistio-Basuki, 1993). Dalam perpustakaan dikenal 2 sistem layanan yaitu: layanan terbuka dan layanan tertutup. Seperti yang dikemukan oleh Martoatmojo, (1993) menyatakan bahwa: Sistem layanan terbuka memungkinkan pengguna untuk masuk ke ruang koleksi dan memilih bahan pustaka yang mereka minati.” Sistem ini memiliki keuntungan yaitu pengguna dapat melihat seluruh koleksi perpustakaan dan dapat mengetahui berbagai alternatif bahan pustaka yang dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kelemahannya adalah seringkali susunan buku di rak menjadi tidak teratur dan perpustakaan beresiko lebih mudah kehilangan bahan pustaka. Sedangkan dalam sistem layanan tertutup menurut Mujito (1992) menyatakan bahwa: Pengguna tidak boleh mencari dan mengambil bahan pustaka di rak. Pengguna harus mengajukan permintaan bahan pustaka yang menjadi minatnya kepada pustakawan, yang selanjutnya akan mengambilkan bahan pustaka yang dibutuhkan tersebut. Dengan sistem ini pengguna dituntut untuk mengetahui secara jelas koleksi yang diinginkannya. Untuk itu, pengguna (user) harus memanfaatkan alat penelusuran (Katalog/OPAC) dengan baik. Selanjutnya pada Undang-undang no 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dalam bab V Pasal 14 layanan perpustakaan di sebutkan : 1. Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka; 2. Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional perpustakaan; 3. Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi; 4. Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka; 5. Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka; 6. Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antar perpustakaan; 7. Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat dilaksanakan melalui jejaring telematika. Kemudian Vergueiro (1996) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelayanan perpustakaan dan informasi, antara lain: 1. Faktor teknologi; perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih memberikan tantangan pada bidang ini. Perpustakaan maya menjadi obyek penelitian yang menarik (Saunders dan Seiler, 1993); 2. Faktor ekonomi; harga bahan pustaka yang semakin mahal setiap tahunnya khususnya jurnal-jurnal penelitian (Newell, 1997); 3. Faktor politis; kebijakan global, regional, terutama AFTA, membuat persaingan dalam bidang layanan informasi semakin meningka;. 4. Faktor Sosial; perkembangan teknologi informasi, yang berbenturan dengan minat baca yang rendah pada sebagian besar masyarakat. Selain pendapat di atas pelayanan perpustakaan bertujuan agar petugas mengetahui kelompok kegiatan kerja yang akan dilaksanakan dalam menjalankan
Universitas Sumatera Utara
tugasnya sehingga memudahkan pengguna dalam mendapatkan pelayanan Informasi. Dan diperjelas dalam Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (1994: 53) menyatakan bahwa: Pelayanan perpustakaan adalah pemberian informasi kepada pengguna. Melalui pelayanan perpustakaan, pengguna dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan secara optimal dan memanfaatkan berbagai perkakas penelusuran yang tersedia. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pelayanan perpustakaan pustakawan dituntut bersikap, sopan, ramah, tekun dan tidak cepat bosan, setiap memberikan jawaban dari semua pertanyaan pengunjung perpustakaan, jika perlu memberikan bimbingan atau mengarahkan setiap pengguna. Dan berorientasi pada kepuasan dalam memberikan informasi. Maka, perpustakaan membentuk kelompok kerja dalam memenuhi kebutuhan para pengguna, yaitu dengan memberikan pelayanan teknis, pemakai, administrasi, dan pengelolaan. 2.3.2. Kualitas Layanan Kualitas layanan bukanlah konsep yang baru bagi pustakawan. Misalnya, sebagai penyedia jasa informsi, pustakawan selalu peduli dengan bahan pustaka yang terbaik bagi pustakawan, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan penggunanya. Bahkan Chittenden, (1998) mengatakan bahwa: ”lembaga pemerintah dan komersial sejak pertengahan tahun 1980-an telah memperhatikan apresiasi terhadap kualitas layanan.” Sedangkan Riggs (1993) menjelaskan bahwa: Saat ini dapat dikatakan banyak contoh spesifik yang dilakukan perpustakaan dengan menggunakan unsur pendekatan kualitas antara lain: (1) pengukuran kinerja, (2) pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, (3) kepemimpinan dan manajemen. Dan beliau juga mendefenisikan kualitas adalah suatu keistimewaan yang membuat sesuatu seperti yang seharusnya. Kepuasan pengguna atau pelanggan merupakan defenisi terbaik yang cocok bagi istilah kualitas. Selanjutnya Chatab, (1997) menyatakan bahwa: ”Kualitas atau sering disebut juga dengan mutu, menurut ISO 8402 diartikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan atau yang tersirat.” Kemudian menurut Zeithaml et. al. (1990) membagi kualitas layanan/jasa dalam 5 dimensi yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Tangibles: Layanan yang berkaitan dengan fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan personil penyedia layanan; 2. Reability: Kemampuan penyedia layanan memberikan secara akurat/tepat apa yang dijanjikan atau dsepakati pelanggan; 3. Responsiveness: Suatu rasa tanggung jawab dan komitmen dalam memberikan jasa dan membantu menyelesaikan kesulitan yang mungkin timbul saat menggunakan layanan yang diterima pelanggan; 4. Empathy: Tingkat perhatian dan kepedulian penyedia jasa terhadap kepentingan, kebutuhan, maupun keluhan pengguna jasa; 5. Assurance: Garansi/jaminan yang dapat diberikan penyedia layanan atas jasa yang ditawarkan untuk membangkitkan keyakinan pelanggan atas kemampuan petugasnya. Sedangkan menurut Barata, (2003: 236) menjelaskan bahwa: ”Kualitas layanan adalah ukurannya bukan hanya ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan berdasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepusannya”. Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa kualitas layanan, khususnya pada lembaga perpustakaan, istilah kualitas lebih relevan digunakan sebagai suatu reaksi pelanggan terhadap layanan; seperti misalnya cakupan koleksi suatu perpustakaan ataupun response time terhadap pencarian secara terpasang (online). 2.3.3. Teknik Layanan Teknik pengukuran dan penilaian pelayanan merupakan salah satu kegiatan perpustakaan untuk menilai secara kuantitatif dan kualitatif daya guna dan hasil guna pelayanan perpustakaan. Dalam buku Pedoman Perpustakaan perguruan Tinggi (1994: 53) tujuan mengevaluasi layanan ialah agar perpustakaan dapat: 1. Menyajikan data kegiatan pelayanan untuk diketahui umum; 2. Memberikan laporan kegiatan pelayanan yang berupa angka dan menganalisisnya kepada pimpinan perpustakaan dan lembaga induk; 3. Memberikan gambaran tentang perkembangan pelayanan dalam jangka waktu tertentu; 4. Menilai kegiatan pelayanan sebagai dasar untuk menyusun rencana dan program selanjutnya dan untuk meminta kebijakan pelayanan,. Ada berbagai cara mengevaluasi pelayanan perpustakaan, di antaranya, pengumpulan data statistik, pengumpulan masukan dan saran dari segi, semi penelitian. Teknik evaluasi yang digunakan bergantung kepada jenis pekerjaan yang
Universitas Sumatera Utara
dilselenggarakan. cara evaluasi tersebut pada buku Pedoman Perpustakaan perguruan Tinggi, (1994: 53) dijelaskan bahwa: 1. Mengevaluasi pelayanan peminjaman; mengevaluasi pelayanan peminjaman dimaksudkan agar kita mengetahui tingkat pemamfaatan koleksi perpustakaan oleh pengguna. Oleh sebab itu, pencatatan peminjaman pustaka perlu dikerjakan dengan tertib.Cara mengevaluasi kegiatan yang biasa digunakan ialah pengumpulan data statistik yang sekurang-kurangnya meliputi: (a) Pengunjung perpustakaan, (b) Peminjam, (c) Pustaka yang dipinjamkan. Dalam pengumpulan data tersebut dapat dikerjakan dengan menggunakan alat seperti berikut ini: (a) Buku kehadiran pengunjung, (b) Girik pustaka buku yang dipinjamkan, (c) Tabel/formulir statistik pengunjung, (d) Tabel/ formulir statistik peminjam, (e) Tabel/statistik data tentang pustaka yang dipinjamkan; 2. Mengevaluasi pelayanan perujukan: mengevaluasi pelayanan perujukan dimaksudkan agar kita mengetahui kekurangan atau kelebihan pelayanan perujukan, khususnya untuk menyempurnakan koleksi dan menentukan pustaka rujukan yang masih harus diadakan dan kegiatan lain yang masih perlu dilaksanakan. Caranya yang biasa meliputi pengumpulan data statistik, pengumpulan saran dan masukan dari pengguna, penyajian, dan mengadakan penelitian data statistik yang dikumpulkan yaitu: (a) Jenis pertanyaan rujukan, (b) Macam kegunaan informasi yang ditanyakan, (c) Media yang digunakan untuk bertanya, (d) Media yang digunakan untuk menjawab; 3. Mengevaluasi silang layang; pencatatan kegiatan pinjam meminjam pustaka atau pesan-memesan informasi perlu dilakukan secara tertip dengan maksud agar: (a) Mengetahui jenis jumlah pustaka yang dipinjam dari dan dipinjamkan kepada perpustakaan lain, (b) Mengetahui perpustakaan yang diminta informasi dan yang memberikan informasi, (c) Mengetahui kecepatan pelayanan; 4. Mengevaluasi pendidikan pengguna; evaluasi program pendidikan pengguna dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana metode dan materi pendidikan bermamfaat bagi pengguna perpustakaan. Evaluasi mengenai bimbingan pengguna ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: (a) Membagikan daftar pertanyaan yang memuat butir pertanyaan tentang keterampilan pengguna memamfaatkan sumber informasi di perpustakaan, (b) Wawancara untuk mengetahui kemampuan pengguna memamfaatkan sumber informasi di perpustakaan, (c) Mengamati dan mencatat perilaku pengguna dalam menelusur informasi. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa tehnik pengukuan kinerja peyanan perpustakaan merupakan suatu ketrampilan pustakawan yang dimiliki dalam memberikan jenis pelayanan. Ini penting sekali dimiliki, mengingat tugas pelayanan tersebut bersifat langsung antara pustakawan dengan pembaca sehingga akibat yang timbul akan sangat diarasakan oleh pengguna 2.4. Pengukuran Kinerja Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.4.1. Pengertian Pengukuran
Universitas Sumatera Utara
Pengertian pengukuran penilaian, dan evaluasi menurut Arikunto (2008: 4) adalah: Membandingkan sesuatu dengan satu ukuran dan pengukuran bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian ini bersifat kualitatif. Dan mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai. Sedangkan menurut Subrata, (2009: 6) mengatakan penilaian performansi (performance assesment) adalah: Proses mengumpulkan informasi melalui pengamatan secara sistematis untuk mengambil keputusan terhadap mahasiswa. Penilaian performansi bukan ditekankan pada pemberian tes, tapi lebih ditekankan pada assesmen, yang mengandung pengertian menggunakan berbagai teknik atau metode, lebih mendasarkan pada pengamatan, dan mengintegrasikan berbagai informasi. Ada lima komponen yang terkandung dalam penilaian performansi, yaitu: (1) penilaian performansi adalah suatu proses, bukan suatu tes atau pengukuran tunggal, (2) fokus dari proses adalah mengumpulkan informasi dengan menggunakan berbagai pengukuran dan strategi, (3) data dikumpulkan melalui pengamatan yang sistematis, (4) data dipadukan untuk menentukan kebijakan, (5) subyek penentuan kebijakan adalah individu, bukan program atau produk aktifitas kelompok. Selain pendapat di atas Matthews dan Jakson, (2001: 107) Pengukuran kinerja atau riset sumber daya manusia adalah ”Analisis data untuk menentukan efektivitas praktik sumber daya manusia yang masalalu dan sekarang. Selanjutnya menurut Handoko (2000: 135) mengatakan bahwa: Pengukuran prestasi kerja (performance appraisal) proses melalui nama organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memperbaiki unpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Dari pendapat tersebut di atas Kasim (1993: 18) menyatakan pengukuran dapat di artikan: Sebagai suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Unsur pokok dalam kegiatan ini, antara lain adalah sebagai: (1) Tujuan Pengukuran, (2) Ada obyek ukur, (3) Alat ukur, (4) Proses Pengukuran, (5) Hasil Pengukuran kuantitatif. Pengukuran dan penilaian sangat erat kaitannya dengan evaluasi yang pada umumnya diartikan tidak berbeda (indifferent) walaupun pada hakikatnya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pengukuran (measurement) adalah proses memperbandingkan sesuatu melalui
Universitas Sumatera Utara
suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transpormasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai. Jadi, pengukuran itu merupakan proses mengukur yang berfungsi sebagai alat evaluasi. Dari kegiatan pengukuran ini proses evaluasi dimulai. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi. Efektifitas merupakan perbandiangan antara output dan inputnya. Sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output lewat suatu proses. Ada beberapa pengukuran kinerja pegawai menurut Gomes (2003: 134) adalah sebagai berikut : a. Quantity of work: Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan; b. Quality of work: kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya; c. Job Knowledge: Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya; d. Creativeness: Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakantindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul; e. Cooperation: kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain (sesama anggota organisasi); f. Dependability: Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya; g. Initiative: Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya; h. Personal Qualities: Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi. Dari pengertian-pengertian pengukuran dan penilaian di atas dapat dirangkum bahwa pengukuran dan penilaian yaitu, merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. 2.4.2. Fungsi dan Tujuan Pengukuran Hal utama yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja adalah visi, misi, tujuan dan sasaran perpustakaan. Sebagaimana yang dikemukakan Sudrajad, (2008) yaitu: ”Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.” Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada lembar berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain. Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced assessment); 2. Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu; 3. Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi; 4. Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan; 5. Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan; 6. Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik. Dari keenam tujuan pengukuran tersebut, tujuan untuk melihat tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama dalam pengukuran. Kemudian menurut Strauss, (1980: 5-6), mengatakan bahwa: Kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah untuk mencapai kematangan psikologis dan akan menjadi frustasi yang menyebabkan karyawan akan senang melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah atau bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan mengakibatkan turunnya kinerja karyawan dan sebaliknya. Sedangkan menurut Handoko, (2000: 145) menyatakan bahwa: “kepuasan kerja mempunyai arti yang penting, baik bagi karyawan maupun perusahaan terutama karena menciptakan keadaan positif dalam lingkungan kerja.” Sementara menurut Simamora, (1995: 327), menerangkan bahwa tujuan diadakannya pengukuran kinerja bagi para karyawan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Tujuan evaluasi Seorang manajer menilai kinerja dari masalalu seorang karyawan dengan menggunakan ratings deskriptif untuk menilai kinerja dan dengan data tersebut berguna dalam keputusan-keputusan promosi. demosi, terminasi dan kompensasi.
Universitas Sumatera Utara
2. Tujuan pengembangan Seorang manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang karyawan dimasa yang akan datang. Dari pendapat tersebut di atas dapat diketahui bahwa, fungsi dari pengukuran kinerja pelayanan informasi sangat mempengaruhi kinerja karyawan terutama pada: karakteristik situasi, deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan standar kinerja pekerjaan, tujuan-tujuan pengukuran kinerja, sikap para karyawan dan pimpinan terhadap penilaian. Kemudian tujuan pokok dari sistem pengukuran kinerja karyawan adalah sesuatu yang menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan prilaku dan kinerja anggota organisasi atau perusahaan, menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan berlanjut tidaknya suatu kegiatan. 2.4.3. Alat Pengukuran Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi. informasi yang didapat dari kepuasan kerja ini bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket ataupun dengan pertemuan suatu kelompok kerja. Pada perpustakaan alat pengukuran kinerja yang dilakukan disini yaitu dengan menggunakan masukan (input), proses (process), keluaran atau hasil (output), dampak yang dihasilkan/dirasakan (outcome), pengaruh (impact), keuntungan (benefit). Pendapat Sutarno (2006: 116). mengatakan alat pengukuran tersebut lebih lanjut dapat dilihat sebagai berikut: 1. Masukan (input): masukan dalam pembinaan perpustakaan adalah semua sumber daya perpustakaan, baik yang bersifat fisik (material) seperti aset atau kekayaan, koleksi bahan pustaka, sarana dan prasarana, sumber dana, prabot dan perlegkapan, dan lain sebagainya, maupun non fisik (immaterial) seperti penetapan kebijakan, peraturan dan perundangundangan, komitmen, semangat, minat kerja. Semua itu merupakan modal yang sangat penting untuk mendorang membina dan mengembangkan perpustakaan; 2. Proses (process): proses yang ada dan terjadi di perpustakaan adalah semua aktivitas yang diawali dengan penyusunan program dan perencanaan atas semua kebutuhan, waktu, strategi, pengukuran kerja, penetapan peratura/ ketentuan, keterlibatan faktor pendukung, faktor yang mempengaruhi efisiensi, dan lain sebagainya. Kemudian implementasi perencanaan tersebut kedalam berbagai kegiatan yang melibatkan semua unsur yakni pimpinan, staf, pelaksana teknis di perpustakaan. Semua proses tersebut diarahkan, dikoordinasikan, dan diselenggarakan guna mencapai target, sasaran dan tujuan akhir perpustakaan; 3. Luaran atau hasil (output): keluaran atau hasil yang akan dicapai oleh perpustakaan adalah terjadinya transfer atau alih informasi dari berbagai
Universitas Sumatera Utara
sumber di perpustakaan dan di luar perpustakaan melalui perpustakaan sebagai medianya kepada masyarakat pemakai secara maksimal. Semakin banyak transaksi informasi yang terjadi, maka akan makin besar manfaat atau hasil yang diperoleh. Selanjutnya dari proses peralihan informasi dan ilmu pengetahuan itu maka para pemakai perpustakaan akan memperoleh nilai tambah atas keberadaan perpustakaan. 4. Dampak yang dihasilkan atau dirasakan. (outcome): dampak yang dihasilkan atas pembinaan perpustakaan adalah semua akibat yang mestinya baik terhadap perpustakaan dan masyarakat. Dampak tersebut antara lain perpustakaan makin berkembang, tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya perpustakaan, tersebarnya informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya, terjadinya perubahan pengetahuan (knowledge) keterampilan (skill), dan sikap atau perilaku (attitude) masyarakat pemakai perpustakaan. 5. Pengaruh (Impact): pengaruh yang ditimbulkan oleh keberhasilan pembinaan perpustakaan dapat dilihat pada tingkat perkembangan kecerdasan masyarakat pemakai perpustakaan, baik langusung maupun tidak. Pengaruh ini misalnya terciptanya gemar membaca (reading hobby) tumbuhnya kebiasaan membaca (reading society) dan terwujudnya budaya baca atau terciptanya masyarakat belajar (learning society). Di sisi lain akan berkembang penelitian, dan makin tersebarnya informasi melalui akses perpustakaan yang mudah, cepat, tepat waktu dan tepat obyeknya. 6. Keuntungan (benefit): keuntungan yang dapat dipetik atas keberhasilan pembinaan perpustakaan dapat dirasakan oleh banyak pihak, baik pengelola perpustakaan, masyarakat pemakai, dunia pendidikan, masyarakat perbukuan, peneliti dan pengembang ilmu pengetahuan, maupun dalam rangka perkembangan perpustakaan ke berbagai strata sosial masyarakat. Perpustakaan yang berkembang dan maju akan berpengaruh luas kepada masyarakat. Pada gilirannya akan ikut berpengaruh pula pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Mengingat begitu bervariasinya kondisi perpustakaan dan banyaknya indikator yang tersedia, secara garis besar alat pengukuran dapat dibedakan menjadi dua macam seperti yang dukemukakan oleh Umar (2002: 45) yaitu “tes dan non-tes. Alat pengukuran non-tes berupa (1) skala bertingkat untuk mengukur sikap, pendapat, keyakinan dan nilai, (2) wawancara, dan (3) pengamatan.
Penggunaan alat
pengukuran ini tergantung pada apa yang akan dievaluas.” 2.4.4. Standar Pengukuran yang digunakan Pengukuran kinerja perpustakaan dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara pengukuran adalah dengan melibatkan seluruh kelompok pemakai perpustakaan termasuk pemakai dari luar. Semua pengguna perpustakaan harus
Universitas Sumatera Utara
diberikan kesempatan yang sama dan luas untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Umar (2002: 40) menyatakan standar pengukuran dan penilaian yang digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan dapat dilihat dari tiga aspek utama yaitu : a. Manfaat (utility) hasil pengukuran dan penilaian untuk mengevaluasi kegiatan hendaknya bermanfaat bagi manajemen serta dapat mengambil keputusan atas kegiatan yang sedang berjalan; b. Akurat (accuracy) informasi atas pengukuran dan penilaian dari evaluasi hendaknya memiliki tingkat ketepatan yang tinggi; c. Layak (Feasibility) Hendaknya pengukuran dan penilaian dari evaluasi yang dirancang dapat dilaksanakan secara layak. Dari keterangan di atas dapat dinyatak bahwa standar pengukuran kinerja perpustakaan didefenisikan sebagai efektifitas layanan yang disediakan oleh perpustakaan dan efisiensi sumber daya yang dialokasikan dan digunakan untuk layanan tersebut (Purnomowati, 2000). Standar pengukuran kinerja ini juga menggambarkan filosofi perpustakaan yang berorientasi pada pengguna. Maksudnya pengguna berperan sebagai suatu elemen untuk menilai efektivitas layanan dan program perpustakaan. 2.4.5. Model Pengukuran Ada beberapa model pengukuran dan penilaian yang dapat dicapai dalam melakukan evaluasi yang dikemukakan oleh Isaac (1984: 7) menyatakan bahwa: 1. Goal Oriented Evaluation: dalam model ini, seorang evaluator secara terus-menerus melakukan pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran yang terus-menerus ini menilai kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta program serta efektifitas temuan-temuan yang dicapai oleh sebuah program. Salah satu model yang bisa mewakili model ini adalah discrepancy model yang dikembangkan oleh Provus. Model ini memlihat lebih jauh tenteng adanya kesenjangan discrepancy yang ada dalam setap komponen yakni apa yang seharusnya dan apa yang secara riil telah dicapai; 2. Decision Oriented Evaluatian: dalam model ini, evaluasi harus dapat memberikan landasan berupa informasi-inforamasi yang akurat dan obyektif bagi pengabil kebijakan untuk memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan program. Evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam merupakan salah satu contoh model evaluasi ini. Model CIPP merupakan salah satu model yang paling sering dipakai oleh evaluator. Model ini terdiri dari empat komponen evaluasi sesuai dengan nama model
Universitas Sumatera Utara
3.
4.
5.
6.
itu sendiri yang merupakan singkatan dari Context, Input, Proses dan Product; Transactional Evaluation: dalam model ini evaluasi berusaha melukiskan proses sebuah program dan pandangan tentang nilai dari orang-orang yang terlibat dalam program tersebut; Evaluations Researc: sebagaimana disebutkan di atas, penelitian evaluasi memfokuskan kegiatannya pada penjelasan dampak-dampak pendidikan serta mencari solusi-solusi terkait dengan strategi instruksional; Goal Free Evaluatio; model yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini yakin Goal Free Evaluation Model justru tidak memperhatikan apa yang menjadi tujuan program sebagaimana model goal oriented evaluation. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana proses pelaksanaan program, dengan jalan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang terjadi selama pelaksanaan, baik hal-hal yang positif maupun hal-hal yang negatif; Adversary Evaluation; model ini didasarkan pada prosedur yang digunakan oleh lembaga hukum. Dalam praktenya, model adversary terdiri atas empat tahapan yaitu: (a) Mengungkapkan rentangan isu yang luas dengan cara melakukan survey berbagai kelompok yang terlibat dalam satu program untuk menentukan kepercayaan itu sebagai isu yang relevan. (b) Mengurangi jumlah isu yang dapat diukur. (c) Membentuk dua tim evaluasi yang berlawanan dan memberikan kepada mereka kesempatan untuk berargumen. (d) Melakukan sebuah dengar pendapat yang formal. Tim evaluasi ini kemudian mengemukakan argument-argumen dan bukti sebelum mengambil keputusan.
Sedangkan menurut Umar (2002: 41) menyatakan model pengukuran yang dapat di lakukan untuk mengevaluasi yaitu : a. Sistem Assessment yaitu: evaluasi yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi suatu sistem. Evaluasi dengan menggunakan model ini dapat menghasilkan informasi mengenai posisi terakhir dari suatu elemen program/kegiatan yang telah dilakukan; b. Program Planning yaitu: evaluasi yang membantu pemilihan aktivitasaktivitas dalam program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhannya, dan: c. Program Implementation yaitu; evaluasi yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, bagaimana mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa model pengukuran ini memberikan informasi tentang kondisi suatu perpustakaan, perencanaan strategi dari program/kegiatan yang dibuat serta bagaimana program itu berfungsi, bekerja, dan memecahkan masalah yang terjadi pada kegiatan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6. Pendekatan-Pendekatan Pengukuran Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pengukuran diantaranya telah dikemukakan oleh George Bonn yang disitir oleh Evans (2000) yang memberikan lima pendekatan umum terhadap pengukuran pada perpustakaan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Pengumpulan data statistik semua koleksi yang dimiliki; Pengecekan pada daftar standar seperti katalog dan bibliografi; Pengumpulan pendapat dari pengguna yang biasa datang ke perpustakaan; Pemeriksaan koleksi langsung; Penerapan standar, pembuatan daftar kemampuan perpustakaan dalam penyampaian dokumen, dan pencatatan manfaat relatif dari kelompok khusus.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan pengukuran hasil belajar Sudrajad, (2008) yaitu: Pengukuran yang mengacu kepada norma (Penilaian Acuan Norma atau normreferenced assessment) dan penilaian yang mengacu kepada kriteria (Penilaian Acuan Kriteria atau criterion referenced assessment). Perbedaan kedua pendekatan tersebut terletak pada acuan yang dipakai. Pada penilaian yang mengacu kepada norma, interpretasi hasil penilaian peserta didik dikaitkan dengan hasil penilaian seluruh peserta didik yang dinilai dengan alat penilaian yang sama. Jadi hasil seluruh peserta didik digunakan sebagai acuan. Sedangkan, penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan, interpretasi hasil penilaian bergantung pada apakah atau sejauh mana seorang peserta didik mencapai atau menguasai kriteria atau patokan yang telah ditentukan. Kriteria atau patokan itu dirumuskan dalam kompetensi atau hasil belajar dalam kurikulum berbasis kompetensi Pengukuran dan penilaian kinerja layanan informasi memiliki tujuan-tujuan alternatif dan ini mempengaruhi evaluasi pada perpustakaan. Mengenal pada pandangan-pandangan yang beraneka ragam dan tidak semua pustakawan setuju pada pendekatan tersebut dalam melakukan pengukuran dan penilaian pada perpustakaan. Crawford (2002: 54 ) mengatakan bahwa ada beberapa pendekatan pengukuran dan penilaian yang bisa dipakai dalam mengevaluasi layanan informasi perpustakaan yaitu: a. Pendekatan orientasi manajemen yaitu: penekanan pada pendekatan ini terletak pada pengindentifikasian dan pemenuhan kebutuhan dari para pembuat keputusan pimpinan. Evaluator memberikan informasi dan alternatif-alternatif pada pembuat keputusan. Metode pengukuran dan penilaian ini biasanya dilakukan oleh evaluator-evaluator dari luar. Manajemen memberitahukan pada evaluator apa yang harus mereka periksa dan hasil-hasil yang diharapkan. Pendekatan evaluasi perpustakaan adalah penggunaan tanda untuk mengarah pada keputusan-keputusan
Universitas Sumatera Utara
manajemen. Tanda tersebut adalah standar mifutu yang paling baik terhadap hasil-hasil lain yang sama diukur dan dinilai; b. Pendekatan orientasi keahlian yaitu: penekanan dari pendekatan ini adalah penerapan langsung keahlian profesional untuk menilai kualitas. Penilainnya dibuat dengan menggunakan standar-standar dan praktekpraktek yang diterima oleh para profesional. Pendekatan ini telah mengarah pada perkembangan standar-standar untuk perpustakaanperpustakaan umum secara historis dan pendekatan ini banyak digunakan oleh negara-negara bagian Amerika Serikat. Dengan demikian pendekatan orientasi obyeknya terhadap pengukuran dan penilaian menjadi metode evaluasi yang populer, mengalahkan pendekatan orientasi keahlian; c. Pendekatan orientasi obyektif yaitu: pendekatan ini penekankan pada kekhususan tujuan-tujuan dan sasaran serta penentuan tingkat yang telah dicapai. Evaluator mengumpulkan bukti hasil-hasil program dan membandikannya dengan pelaksanaan yang sebenarnya terhadap sasaran program; d. Pendekatan orientasi alamiah dan partisipan yaitu: pendekatan ini menekankan pada keterlibatan partisipasi atau pemegang saham, modal dalam menentukan nilai-nilai, kriteria, kebutuhan dan data. Evaluator bekerja dengan pemegang saham/modal dan berinteraksi dengan kepentingan-kepentingannya. Pendekatan ini mengarahkan kegiatankegiatan penelitian pada pengukuran dan penilaian proyek-proyek perpustakaan digital saat ini. Pengukuran layanan informasi pada perpustakaan yang dilakukan dengan berbagai pendekatan seperti yang telah dijelaskan di atas banyak diterapkan oleh perpustakaan dan pusat-pusat layanan dokumentasi dan informasi guna mendapatkan efektifitas dan efisiensi kerja, baik secara internal lembaga itu sendiri maupun eksternal pengguna jasa informasi. Jadi pendekatan orientasi manajemen, keahlian, objektifitas, dan alamiah serta partisipan terus dikembangkan. Tujuan akhir dari perpustakaan dan pusat layanan informasi, efektif dan efisiensi kerja secara eksternal adalah meningkatkan kepusan pengguna perpustakaan. 2.5. ISO (International Organization for Standardization) ISO Didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional untuk apa saja. Standar yang sudah kita kenal antara lain standar jenis film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu ATM Bank, ukuran dan ketebalan kertas dan lainnya. Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil
Universitas Sumatera Utara
anggotanya tak lebih dari 140 negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan Kelompok Kerja (WG). Banyak pihak melihat adanya suatu ketidakcocokan antara nama lengkap “International Organization for Standardization” dengan kependekannya ‘ISO’, dimana ‘IOS’ dianggap lebih tepat. Anggapan itu benar bila penetapan nama didasarkan pada kependekannya. Yang sebenarnya, istilah ISO bukan merupakan kependekan, tapi merupakan nama dari organisasi internasional tersebut. Dimana Quality Talk, (2010: 1) menjelaskan bahwa: Pengertian “ISO” berasal dari Bahasa Latin (Greek) “isos” yang mempaunyai arti “sama” (equal). Awalan kata “iso-“ juga banyak dijumpai misalnya pada kata “isometric”, “isomer”, “isonomy”, dan sebagainya. Dari kata “sama” (equal) menjadi “standar” inilah “ISO” dipilih sebagai nama organisasi yang mudah untuk dipahami. ISO sebagai nama organisasi juga dalam rangka menghindari penyingkatan kependekannya bila diterjemahkan ke dalam bahasa lain dari negara anggota, misalnya IOS dalam bahasa Inggris, atau OIN (Organisation Internationale de Normalisation) dalam bahasa Perancis, atau OSI (Organsiasi Standardisasi Internasional) dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian apapun bahasa yang digunakan, organisasi ini namanya tetap ISO. Meski ISO adalah organisasi
nonpemerintah,
kemampuannya untuk
menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh dari pada kebanyakan organisasi nonpemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar. (Wikipedia, 2000: 1). Sedangkan menurut McAdam, (2001: 80) menyatakan bahwa: “Standar ISO dapat menjadi suatu kebijakan yang strategis bagi banyak lembaga/organisasi di dunia. Pemerintah harus memberikan dukungan sepenuhnya agar mereka dapat mencapai standar secara nasional dan membuktikannya dalam persaingan di pasar internasional.” Selanjutnya menurut Suwahyono, (2009) menjelaskan bahwa: “ISO mewadahi kepentingan bersama antara producen, pengguna (consumen), pemerintah, dan masyarakat ilmiah dalam hal penyiapan standar internasional.” Keanggotaan ISO diwakili oleh badan/lembaga standarisasi nasional dari suatu negara.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian di atas dinyatakan bahwa Standardisasi internasional dibentuk untuk berbagai teknologi yang mencakup berbagai bidang, antara lain bidang informasi dan telekomunikasi, tekstil, pengemasan, distribusi barang, pembangkit energi dan pemanfaatannya, pembuatan kapal, perbankan dan jasa keuangan, dan masih banyak lagi. Hal ini akan terus berkembang untuk kepentingan berbagai sektor kegiatan industri pada masa-masa yang akan datang. 2.6. ISO (International Organization for Standardization) 11620 Pengukuran kinerja perpustakaan mulai banyak dibicarakan. Hal ini dibuktikan tahun 1993 adanya laporan implementasi pengukuran 14 indikator kinerja perpustakaan pada Institute of Development Studies University of Sussex Inggris (Postnett 1993).
Kemudian pada tahun berikutnya Counsil of Australian State
Librarians Public Libreries Group berhasil mengidentifikasi 10 indikator kunci untuk perpustakaan umum oleh (Poustie 1995). Pada konfrensi IFLA ke 61 di Turki tahun 1995 telah disosialisasikan pengukuran 20 indikator kinerja yang dapat digunakan untuk semua jenis perpustakaan di semua negara (Carbone, 1995). Selanjutnya Evaluation and Quality in Library Performanc: System for Europe (EQLIPSE) tahun 1997 menetapkan pengukuran 54 indikator dengan 71 lembar data. Setelah mengalami proses yang panjang, Internatioan Organization for Standardization menerbitkan ISO 11620 pada tahun 1998 mengenai pengukuran kinerja perpustakaan. (Purnomowati, 2003: 35). Sementara Lasa (2005: 318) menyatakan bahwa: “Standar ini dapat digunakan oleh semua jenis perpustakaan di dunia untuk mengetahui perbandingan perpustakaan satu dengan perpustakaan yang lain.”Sebagaimana disebutkan di atas bahwa terbitnya ISO 11620-1998 merupakan hal yang pantas ditunggu-tunggu agar dapat dijadikan rujukan dalam penyusunan pedoman untuk mengevaluasi kinerja perpustakaan. Sedangkan menurut Saleh (2001: 5). bahwa: Kinerja perpustakaan didefenisikan sebagai efektivitas jasa yang disediakan oleh perpustakaan dan efisiensi sumber daya yang dialokasikan dan digunakan untuk menyiapkan jasa tersebut. Adapun indikator kinerja adalah pernyataan numerik, simbol atau verbal yang diperoleh dari statistik dan data perpustakaan yang digunakan untuk memberi ciri terhadap kinerja sebuah perpustakaan.
Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa pengukuran indikator kinerja perpustakaan dimaksudkan untuk membandingkan kinerja suatu perpustakaan dari waktu ke waktu, atau dengan alasan yang sangat kuat, dapat juga digunakan untuk membandingkan kinerja perpustakaan yang satu dengan yang lain dengan mempertimbangkan perbedaan misi perpustakaan, indikator yang digunakan dan hatihati dalam menginterpretasikan data. Mengingat begitu bervariasinya perpustakaan yang ada, maka tidak semua indikator yang disusun cocok untuk semua perpustakaan. Untuk memilih indikator yang akan digunakan, perpustakaan dapat berkonsultasi dengan pihak lain, seperti: lembaga induk, instansi terkait, pemakai dan lain-lain. 2.7. Standar Indikator Kinerja Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.7.1. Standarisasi Standardisasi adalah suatu kenyataan yang diperlukan di dalam suatu sektor tertentu bila mayoritas barang dan jasa yang dihasilkan harus memenuhi suatu standar yang telah dikenal. Standar seperti ini perlu disusun dari kesepakatan-kesepakatan melalui konsensus dari semua pihak yang berperan dalam sektor tersebut, terutama dari pihak produsen, konsumen, dan seringkali juga pihak pemerintah. Mereka menyepakati berbagai spesifikasi dan kriteria untuk diaplikasikan secara konsisten dalam memilih dan mengklasifikasikan barang, sarana produksi, dan persyaratan dari jasa yang ditawarkan. (Quality Talk, 2010: 1). Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Suprapto, (1999) menjelaskan bahwa: Peningkatan kualitas produk dan jasa/layanan dalam sektor industri sudah menjadi keharusan bagi Indonesia agar terwujud kemandirian dalam perekonomian nasional. Untuk mencapai kualitas produk dan jasa, standar merupakan sarana komunikasi yang paling tepat. Oleh karena itu, industri perdagangan dan jasa mau tidak mau harus membuka diri dalam hal standar dan standarisasi untuk tetap mempertahankan daya saing. Secara ringkas, pengertian standar adalah suatu alat yang digunakan untuk mengkomunikasikan atau mencapai kesepakatan dalam kaitannya dengan produk dan jasa. Sedangkan standarisasi adalah kegiatan untuk merumuskan, mentapkan, mengimplementasikan, dan mensosialisasikan standar. Kemudian standarisasi menurut konsep ISO (International Standardization Organization) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Suatu lembaga internasional yang menangani Standar internasional dan beranggotakan lebih dari 140 badan standardisasi nasional dari berbagi negara yang ada di dunia. Standardisasi saat ini lebih dikenal dengan istilah gabungan dari Standar dan penilaian kesesuaian (standard and conformity assessment) yang merupakan salah satu faktor penting dalam memasuki era globalisasi, sebagaimana yang dicanangkan dan disepakati dalam perjanjian GATT, APEC 2010/2020 dan AFTA 2003. Dan ISO (International Standardization Organization) menyatakan bahwa standar adalah: ”spesifikasi teknis atau dokumen yang terbuka untuk umum yang disusun berdasarkan kerjasama dan konsensus atau persetujuan bersama dari kelompok yang mempunyai kepentingan pada permasalahan yang sama. Hal ini didasarkan atas rujukan pada ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman pada kepentingan tersebut, yang bertujuan untuk keuntungan bersama secara optimal dan disetujui oleh badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan dalam hal standarisasi di tingkat nasional. (Suwahyono, 2009). Selanjutnya menurut Perpustakaan Nasional RI., (2001: 4).
Menjelaskan
bahwa: Standar adalah kriteria atau tolok ukur suatu tingkatan mutu minimal yang perlu dicapai dan atau dipenuhi agar produk (barang dan jasa) yang dihasilkan selalu memberikan kenyamanan, keamanan dan keselamatan bagi konsumen/pengguna dan lingkungannya. Penilaian kesesuaian adalah berkaitan dengan pengujian dan evaluasi terhadap penerapan standar dalam suatu sistem apakah mekanisme/prosedur kerja atau proses yang dilaksanakan dan keluaran yang dihasilkan untuk suatu kegiatan sesuai dengan standar atau pedoman yang dipilih atau yang diberlakukan (metode ini banyak dikenal orang dengan istilah sistem). Sedangkan Quality Talk, (2010: 1) menjelaskan bahwa pengertian dari Standar adalah: Kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan yang di dalamnya terdiri antara lain mengenai spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan. Dengan demikian standar internasional telah membantu kehidupan manusia menjadi lebih mudah, serta lebih meningkatkan kehandalan dan kegunaan dari nilai barang dan jasa. 2.7.2. Indikator Kinerja 2.7.2.1. Pengertian Indikator
Universitas Sumatera Utara
Secara sederhana indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai. Menurut Mahsun, (2006: 71) mengemukan bahwa: Indikator kinerja (performance indicators) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure). Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terhadap perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang bersifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Sedangkan Lohman yang dikuti Maksum juga menjelaskan bahwa pengertian indikator kinerja adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengespresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisien proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Kemudian oleh Bastian yang disitir Tangkilisan, (2005: 175) menyatakan bahwa: Indikator kinerja oganisasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang mengambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan untuk menilaian keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu. Selain itu, indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka dan/atau menuju sasaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian, tanpa indikator kinerja, sulit bagi kita untuk menilai kinerja (keberhasilan atau ketidakberhasilan). Disamping itu juga, ada beberapa jenis indikator kinerja organisasi yang sering digunakan diantaranya meliputi: 1. Indikator masukan; adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan keluaran berupa dana, SDM, informasi, kebijakan/peraturan perundangundangan, dan lain sebagainya; 2. Indikator proses; segala besaran yang menunjukkan upaya yang dikeluarkan dalam rangka megolah masukan menjadi keluaran yang menggambarkan aktivitas terjadinya suatu kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
3. Indikator keluaran; sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan non fisik (pelayanan) 2.7.2.2. Fungsi Indikator Indikator Kinerja sebagai fungsi yang di kemukakan oleh Sudarmono, (2009) menjelaskan bahwa: Interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = ƒ (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins: 2001). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkattingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-ringtangan yang mengendalakan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat. Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa secara umum, indikator kinerja memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut: 1. Memperjelas tentang apa, berapa, dan kapan suatu kegiatan itu dilaksanakan; 2. Menciptakan konsensus untuk menghindari kesalahan interperstasi pelaksanaan kebijakan/program dan dalam mengukur kinerjanya termasuk kinerja instansi pemerintah yang melaksanakannya. Membangun dasar bagi pengukuran/penilaian, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi/unit kerja. 2.7.2.3. Syarat Indikator Sebelum menyusun dan menetapkan indikator kinerja, terlebih dahulu perlu diketahui syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja. Syaratsyarat yang berlaku untuk semua kelompok kinerja tersebut adalah sebagai berikut (LAN, 2000): 1. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan salah interprestasi; 2. Dapat diukur secara obyektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif; yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama; 3. Relevan; indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif yang relevan;
Universitas Sumatera Utara
4. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak serta proses; 5. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan; 6. Efektif; data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, dioleh, dan dianalisis dengan biaya yang tersendiri; Sedangkan menurut Dewi (2010: 1) menyatakan bahwa syarat-syarat indikator kinerja yang harus dilakurkan adalah: ”(1) Penting, (2) Efektif dan layak, (3) Relevan, (4) Spesifik dan jelas, (5) Dapat diukur, (6) Dapat dicapai, (7) Realistis, (8) Ketepatan waktu”. Dari pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa syarat yang harus dilakukan dalam pengukuran indikator tidak terlepas dari hal-hal yang sangat penting, spesifik, relevan, jelas, dapat diukur secara efektif dan dapat menghasilkan hasil yang tepat guna bagi lembaga/perpusahaan untuk mengambil keputusan. 2.7.3. Indikator Kinerja perpustakaan Standar ISO 11620 dirumuskan oleh Technical Committee ISO/TC 46 Information and documentation, subcommittee SC 8 statistic and performance evaluation. Standar ini memuat Indikator kinerja perpustakaan secara urnum dan telah dilakukan uji coba dan diterapkan untuk semua jenis perpustakaan di berbagai negara. Dalam ISO 11620-1998, terdapat 15 aspek kegiatan yang dapat diukur dengan menggunakan 23 indikator. Dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 1 Matriks Indikator Kinerja Perpustakaan menurut ISO 11620
No
Layanan/ Kegiatan/Aspek yang diukur
1
2
Indikator Kinerja 3
Universitas Sumatera Utara
1 2
Persepsi Pemakai Layanan Publik 2.1. Umum
1
User Satisfaction (Kepuasan Pemakai)
2
Percentage of Target Population Reached (Persentase Target Populasi yang Dicapai) Library Visits per Capita (Kunjungan ke Perpustakaan per Kapita) Titles Availability (Ketersediaan Judul Dokumen) In Library Use per Capita (Penggunaan di Perpustakaan per Kapita) Median Time of Document Retrieval from Closed Stacks (Waktu Median Temu Kembali Dokumen Dari koleksi tertutup Median Time of Document Retrieval from Open Access (Waktu Median Temu Kembali Dokumen Dari koleksi terbuka Collection Turnover (Perputaran Koleksi) Loans per Capita (Peminjaman per Kapita)
3 2.2. Penyediaan Dokumen
4 5
2.3. Temu Kembali Dokumen
6
7
2.4. Peminjaman Dokumen
2.5. Pengiriman dokumen dari sumber luar 2.6. Layanan Referensi 2.7. Penelusuran Informasi
2.8. Pendidikan Pemakai 2.9. Fasilitas
8 9
10 Documents on Loan per Capita (Dokumen yang Sedang Dipinjam per Kapita) 11 Loans per Employee (Peminjaman per Karyawan) 12 Speed of Interlibrary Lending (Kecepatan Silang Layan) 13 Correct Answer Fill Rate (Tingkat Ketepatan Jawaban) 14 Title Catalogue Search Success Rate (Tingkat Keberhasilan Penelusuran melalui Katalog Judul) 15 Subject Catalogue Search Success Rate (Tingkat Keberhasilan Penelusuran melalui Katalog Subjek) Belum ada indikatornya 16 Facilities Availability (Ketersediaan Fasilitas) 17 Facilities Use Rate (Tingkat Penggunaan Fasilitas)
1
2
3
18 Seat Occupancy Rate (Tingkat Keterisian Kursi) 19 Automated System Availability (Ketersediaan Sistem Otomasi) 20 Automated System Availability (Ketersediaan Sistem Otomasi)
Universitas Sumatera Utara
3
4 5
Layanan Teknis 3.1. Pengadaan Dokumen 3.2. Pengolahan Dokumen 3.3. Katalogisas Promosi Layanan Ketersediaan dan Penggunaan SDM
21 Median Time of Document Acquisition (Waktu Median Pengadaan Dokumen) 22 Median Time of Document Processing (Waktu Median Pengolahan Dokumen) 23 Cost per Title Catalogued (Biaya Katalogisasi per Judul) Belum ada indikatornya Belum ada indikatornya Sumber : Perpusnas RI, 2001 : 16
Indikator kinerja yang digambarkan dalam standar ISO 11620 mencakup 5 aspek (Perpusnas RI, 2001: 4) yaitu: ”(1) Persepsi pengguna perpustakaan, (2) Layanan perpustakaan, (3) Layanan teknis, (4) Promosi jasa, (5) Ketersediaan dan pemanfaatan sumberdaya manusia.” Berdasarkan standar di atas, dapat dijelaskan bahwa indikator kinerja bisa digunakan untuk membandingkan data komoditi suatu perpustakaan dari waktu ke waktu. Perbandingan data antar perpustakaan tidak disarankan, namun untuk alasan tertentu dan kondisi serupa sistem ini juga dapat digunakan. Standar ini belum mencakup semua Indikator, termasuk Indikator untuk mengevaluasi dampak perpustakaan terhadap perorangan atau masyarakat disekitar perpustakaan. Namun demikian standar ini cukup membantu perpustakaan dalam mengukur kinerjanya. 2.8. Pedoman Pengukuran Kinerja Perpustakaan Perguruan Tinggi mengacu kepada Performance Indicator Measurement yang di keluarkan oleh American Library Association (ALA) Dalam perkembangan perpustakaan kita, tidak ada cara lain selain mengukur kinerja yang telah kita capai dan membandingkannya dengan kinerja sebelumnya. Selain itu dengan indikator kinerja kita bisa mengetahui kondisi perpustakaan kita dengan perpustakaan orang lain. Saat ini belum ada pedoman lain untuk mengukur kinerja perpustakaan perguruan tinggi yang diterbitkan secara resmi selain yang diterbitkan oleh Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia. Indikator kinerja pada pedoman ini mengacu kepada Performance Indicator Measurement yang dikeluarkan oleh American Library Association (ALA).
Universitas Sumatera Utara
Pada pedoman ini, semua Indikator pengukuran kinerja tercantum dalam ukuran kinerja menurut ISO 11620. Beberapa ukuran pada ISO 11620 sengaja belum disertakan dalam pedoman ini karena kemungkinan masih sulit diterapkan. Bebepapa indikator pengukuran yang sudah disepakati oleh lokakarya dan pertemuan dengan para kepala perpustakaan perguruan tinggi se-Indonesia pada tahun 2001. Untuk lebih jelasnya, rincian kebutuhan data dan sumber informasi untuk setiap indikator kinerja dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 2 Matriks Indikator Kinerja Perpustakaan menurut Performance Indicator Measurement Obyek Penelitian
Indikator kinerja
1
2
1 2 Penilaian Kinerja Perpustakaan 3 berdasarkan Standar ISO 4 11620 yang mengacu pada 5 Performance Indicator Measurement yang dikeluarkan 6 7 oleh American Library 8 Association (ALA) 9 10
Circulation perCapita In-Library Material Use perCapita Library Visit perCapita Program Attandance perCapita Reference Transactions PerCapita Reference Fill Rate Title Fill Rate Subject and Autor Fill Rate Registration as a Percentage of Population TurnoverRate
Sumber : Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi se-Indonesia
Pengukuran/penilaian masing-masing indicator di atas dihitung dengan menggunakan rumus tertentu. Untuk menghitung persentasi hasil evaluasi kinerja Perpustakaan USU tersebut digunakan rumus ISO 11620 yang mengacu pada Performance Indicator Measurement yang dikeluarkan oleh ALA. Atau berdasarkan pedoman pengukuran kinerja perpustakaan perguruan tinggi yang disepakati bersama oleh Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi se-Indonesia tahun 2002.
Penjelasan
rumus tersebut dapat dilihat pada Bab III. pada poin 3.6.
Universitas Sumatera Utara