BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian Perpustakaan Khusus Pada umumnya setiap lembaga atau instansi baik Pemerintah maupun swasta memiliki perpustakaan ataupun pusat informasi. Perpustakaan yang terdapat pada suatu instansi baik instansi pemerintah maupun swasta disebut perpustakaan khusus. Ada beberapa pengertian tentang perpustakaan khusus diantaranya adalah: Dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus (1999: 7- 8), dinyatakan bahwa: Perpustakaan khusus adalah salah satu jenis perpustakaan yang dibentuk oleh lembaga (Pemerintah/swasta) atau perusahaan atau asosiasi yang menangani atau mempunyai misi bidang tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan di lingkungannya baik dalam hal pengelolaan maupun pelayanan informasi pustaka dalam rangka mendukung pengembangan dan peningkatan lembaga maupun kemampuan sumberdaya manusia. Sedangkan Menurut Sjahrial-Pamuntjak (2000: 4), Perpustakaan khusus adalah merupakan bagian dari suatu lembaga penelitian, lembaga pemerintah, ataupun bagian khusus dari perpustakaan umum yang besar. Tugasnya ialah menyediakan koleksi buku untuk para ahli dan peneliti yang tergabung pada badan itu dan memberi keterangan bibliografi dengan cepat dan tepat serta mengadakan penelusuran literatur atas permintaan. Pendapat lain yaitu menurut Hasugian (2009: 75), Perpustakaan khusus adalah apabila sebuah perpustakaan yang mayoritas koleksinya berupa subyek khusus guna mendukung kegiatan instansi atau lembaga tertentu seperti pusat penelitian, pusat kajian dan sebagainya dan masyarakat yang dilayaninya adalah terbatas hanya para staf organisasi atau lembaga itu dan perpustakaan tersebut berada pada lembaga atau institusi itu sendiri. Berdasarkan beberapa pendapat pakar di atas maka dapat dinyatakan bahwa perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang berorientasi pada suatu bidang ilmu tertentu
sesuai dengan kebutuhan ilmu lembaga induknya dalam rangka memenuhi
kebutuhan informasi dari lembaga induk yang membawahi perpustakaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sulistyo-Basuki (1993: 156) ada beberapa ciri dari perpustakaan khusus yaitu: a. Lebih menekankan fungsi informasi daripada fungsi lain. b. Setiap perpustakaan khusus memiliki sifat yang khas, terpulang pada badan induknya. c. Perpustakaan khusus memberikan jasanya pada pemakai tertentu saja. d. Perpustakaan khusus memberikan jasa terbatas pada ruang lingkup subjek tertentu saja. e. Ciri khas lainnya adalah hampir semua yang bersangkutan dengan perpustakaan khusus selalu berskala mini.
2.2 Tugas, Fungsi dan Karakteristik Setiap organisasi yang berada dibawah naungan suatu lembaga induk memiliki tujuan dan fungsi yang mendukung terlaksananya fungsi dan tujuan lembaga induknya. Demikian juga halnya perpustakaan khusus yang merupakan bagian dari suatu lembaga pemerintah atau swasta, mempunyai tujuan dan fungsi yang disesuaikan dengan tujuan dan fungsi lembaga tempatnya bernaung. Tugas dan fungsi perpustakaan khusus tercantum dalam keppres No. 11 tahun 1989 tentang Perpustakaan Nasional, dalam konsideransinya menyatakan bahwa perpustakaan adalah sarana pelestarian bahan pustaka hasil budaya bangsa yang berfungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan bangsa dan menunjang pelaksanaan tugas lembaga yang bersangkutan. (Pedoman perlengkapan perpustakaan khusus, 1991: 3) Oleh sebab itu peranan perpustakaan sangat penting sekali dalam suatu instansi/ lembaga baik pemerintah maupun swasta untuk mensukseskan pelaksanaan program kerja instansi/lembaga tempat perpustakaan bernaung. Sebagai unit pelayanan yang bernaung dibawah lembaga/ instansi induk, perpustakaan harus menyesuaikan tujuan penyelenggaraannya dengan tujuan lembaga/ instansi induk yang membawahinya. Menurut Pedoman perlengkapan perpustakaan khusus (1991: 3), Perpustakaan khusus bertujuan sebagai berikut: a. Tersedianya sarana dan prasarana perpustakaan serta koleksi dalam subyek tertentu untuk memenuhi kebutuhan anggota staf organisasi tertentu akan informasi meliputi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. b. Menciptakan kondisi dan mendorong masyarakat organisasi untuk mengembangkan dan memanfaatkan jasa layanan perpustakaan organisasinya untuk kemajuan anggota dan organisasi itu sendiri. Dari uraian di atas maka dapat diketahui bahwa tugas dan fungsi perpustakaan khusus adalah melestarikan bahan pustaka yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
Universitas Sumatera Utara
lembaga yang menaungi perpustakaan tersebut. Sedangkan tujuan dari perpustakaan khusus adalah menyediakan sarana dan prasarana, koleksi dalam subyek khusus yang berkaitan dengan kebutuhan dari lembaga yang menaungi perpustakaan tersebut, serta menciptakan suasana yang dapat mendorong staf lembaga tersebut untuk memanfaatkan jasa layanan perpustakaan.
A. Karakteristik Perpustakaan Khusus 1. Kedudukan Sebagai Unit pelayanan yang melayani masyarakat, perpustakaan khusus bernaung dibawah lembaga / instansi induk. Pada umumnya perpustakaan khusus bernaung atau terdapat pada berbagai organisasi bisnis, industri, dan ilmiah dalam berbagai bidang atau disiplin ilmu pengetahuan seperti perbankan, jasa asuransi, media cetak dan elektronik, penelitian ilmiah, pabrik dan manufaktur, instansi pemerintah, asosiasi profesi, badan kependidikan dan ilmu pengetahuan, serta badan atau lembaga yang mempunyai fungsi dan tugas khusus seperti museum dan sejenisnya. (Panduan penyelenggaraan perpustakaaan khusus, 1992: 3) 2. Cakupan Subyek Cakupan subyek dari perpustakaan khusus adalah berkaitan dengan penggunaan istilah “khusus” yang berkaitan dengan subyek tertentu dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dengan demikian perpustakaan khusus sering menunjukkan pada bidang ilmu pengetahuan yang menjadi ciri dari lembaga yang menaungi perpustakaan tersebut, seperti perbankan, riset kelapa sawit, bidang pertanian dan sebagainya. Namun dalam pengadaan koleksinya perpustakaan khusus tidak membatasi koleksinya pada bidang yang menjadi cirinya saja tapi dapat mencakup beberapa bidang pengetahuan lainnya.
3. Pengguna Sebagai unit pelayanan teknis yang bergerah dibawah naungan lembaga/ instansi induknya maka perpustakaan khusus melayani pengguna khusus yang biasanya berhubungan dengan badan atau organisasi induknya.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Struktur Organisasi Perpustakaan khusus Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dan koordinasi, perpustakaan harus melakukan pengelompokan pekerjaan dan pengaturan hubungan antara bagian – bagian yang ada dalam organisasi. Struktur organisasi perpustakaan harus dapat menggambarkan kepastian dan kedudukan organisasi perpustakaan dengan organisasi induknya serta dapat menjalankan fungsi sistem dan subsistem perpustakaan dalam rangka optimalisasi mencapai tujuan yang diharapkan baik untuk lembaga atau perusahaan pembentuk perpustakaan maupun masyarakat pengguna. Dari struktur organisasi tersebut akan diketahui tingkat efisiensi dan efektifitas kerja suatu perpustakaan. Struktur Perpustakaan khusus agak berbeda dengan perpustakaan lain, berdasarkan Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus (2000: 9-11), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan organisasi perpustakaan khusus yaitu: a. Organisasi perpustakaan khusus merupakan bagian integral dan perlu memiliki kepastian hukum dalam lembaga/ perusahaan yang membentuk perpustakaan tersebut. b. Besar dan kecilnya struktur organisasi perpustakaan disesuaikan dengan misi, kebutuhan atau kondisi lembaga/ perusahaan serta tujuan yang diharapkan. c. Struktur organisasi perpustakaan minimal harus memiliki unit kerja yang melakukan fungsi – fungsi pengadaan bahan pustaka; pengolahan bahan pustaka dan alat akses (temu kembali) bahan pustaka; pengelolaan koleksi bahan pustaka baik untuk buku, majalah dan dokumen khusus lainnya; pelayanan bahan pustaka; pelayanan referensi dan bimbingan pengguna. d. Guna memperoleh hasil kerja yang optimal dan profesional, disarankan perpustakaan juga memiliki struktur organisasi fungsional sebagai penggerak/ pendukung unit kerja operasional serta sebagai wadah pembinaan dan komunikasi tenaga – tenaga fungsional/profesional perpustakaan. Bentuk organisasi fungsional adalah sarang tawon dari berbagai kelompok spesialis/pakar yang dikooerdinasikan oleh seorang koordinator yang dipilih anggota untuk masa tertentu. Dalam organisasi struktural letak dan koordinasi organisasi sarang tawon langsung dibawah pimpinan perpustakaan. e. Hubungan kerja antara organisasi struktural dan fungsional di perpustakaan perlu diatur sedemikian rupa agar memperlihatkan keharmonisan dalam kegiatan serta mencapai hasil kerja yang optimal dan profesional. Unit struktural dalam hal ini sebagai penyelenggara kegiatan, sedangkan kelompok fungsional sebagai pelaksana kegiatan yang profesional. Contoh: Pola kerja yang dilaksanakan di dunia pendidikan (menengah dan tinggi) dan kesehatan (antara rumah sakit dan dokter). f. Kedudukan perpustakaan dan unit pembina/ penyelenggara perpustakaan harus jelas dan tegas digambarkan dalam struktur organisasi perpustakaan. g. Pembagian kewenangan dan tugas pokok masing – masing unit/ sub unit perlu disusun dan disosialisasikan kepada pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
Contoh struktur organisasi perpustakaan khusus
KEPALA PERPUSTAKAAN
Unit – unit kerja Pendukung
Unit – unit kerja
Unit – unit kerja
Pengelolaan sumber
pendayagunaan
Daya informasi
sumber daya informasi
Sistem Sarang Tawon Sumber: Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan khusus (1999: 10)
Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat dinyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pembentukan struktur organisasi perpustakaan khusus yaitu perpustakaan khusus harus memiliki kepastian hukum dalam lembaga, memiliki unit kerja, memiliki struktur organisasi fungsional, keharmonisan hubungan kerja antara organisasi struktural dan fungsional, pembagian kewenangan dan tugas pokok masingmasing unit harus jelas.
2.4 Perencanaan Strategis Perpustakaan. Guna memperoleh kinerja yang baik dalam penyelenggaraan perpustakaan khusus, perpustakaan perlu membuat perencanaan strategis termasuk program kegiatan. Perencanaan strategis dibuat untuk memberi panduan umum tentang kebijakan dan arah kegiatan perpustakaan yang menjadi acuan pelaksanaan kerja sehari – hari.
Universitas Sumatera Utara
Dalam buku Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan khusus (1999:13) dinyatakan bahwa dalam rencana strategis perpustakaan perlu membuat: a. Visi, misi kebijakan mutu dan sasaran umum program perpustakaan khusus, baik program jangka panjang dan menengah. b. Aanalisis SWOT (kekuatan, dan kemampuan, kelemahan dan kendala, peluang dan tantangan) perpustakaan dalam aspek sumberdaya, sarana dan prasarana. c. Rencana program jangka pendek/sasaran lima tahun (sarlita) perpustakaan (termasuk didalamnya rencana kebutuhan anggaran, sumber pendanaan dan strategi pelaksanaannya) yang selanjutnya dijabarkan dalam usulan program/ rincian rencana kegiatan tahunan perpustakaan. d. Moto/ thema perpustakaan sebagai pemicu pelaksanaan kegiatan perpustakaan. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa untuk mendapatkan kinerja yang baik suatu perpustakaan harus memiliki rencana strategis yang terdiri dari: visi, misi, analisis kemampuan, rencana program jangka pendaek dan thema perpustakaan.
2.5 Koleksi Perpustakaan khusus Salah satu unsur perpustakaan adalah tersedianya koleksi. Tanpa adanya koleksi yang baik dan memadai, perpustakaan tidak akan dapat memberikan layanan yang baik kepada masyarakat pemakainya. Oleh karena itu untuk membina dan mengembangkan koleksi perpustakaan yang efektif dan berdaya guna, pengelola dan penyelenggara perlu memahami secara baik tentang makna dan fungsi koleksi perpustakaan. Koleksi perpustakaan adalah semua bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah dan disimpan untuk disajikan kepada masyarakat pengguna dalam rangka memenuhi informasi yang dibutuhkan. Koleksi perpustakaan selain mempunyai fungsi sebagai sumber informasi juga sebagai prasarana pendidikan, penelitian dan pengembangan, hiburan. (Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan khusus, 1999: 19). Dalam Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan khusus (1999: 19), jenis koleksi perpustakaan khusus menurut wujud fisik dibedakan menjadi: a. Buku teks biasa (dipublikasikan dan tidak dipublikasikan). b. Buku rujukan/ referensi (seperti “Hand book”, ensiklopedi, direktori, kamus, peta, statistik) c. Literatur sekunder (seperti bibliografi khusus, indeks dan abstrak). d. Bukan buku (majalah, surat kabar, mikrofilm/fish, audio visual, CD ROM dll). e. Dokumen lain: standar, paten, pamflet, brosur, kliping, dll) Sedangkan koleksi perpustakaan menurut fungsinya dibedakan sebagai: koleksi umum (lending collection), koleksi referens/ rujukan, koleksi majalah dan koleksi khusus.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Koleksi dasar perpustakaan. Koleksi dasar perpustakaan adalah koleksi yang minimal harus dimiliki oleh perpustakaan tersebut agar tugas pokok dan misi perpustakaan dapat terpenuhi, meskipun tidak tercapai optimal. Dalam pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan khusus (1999: 20-21) dijelaskan bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan koleksi dasar perpustakaan yaitu: a. Koleksi dasar perpustakaan yang perlu dikembangkan berupa buku referensi (hand books, kamus, ensiklopedi, direktori, guide books), majalah ilmiah, dan buku teks yang terkait langsung dengan subyek yang menjadi lingkup misi perpustakaan dan lembaga induk perpustakaan, serta semua pustaka baik yang diterbitkan oleh institusi dimana perpustakaan didirikan. b. Jumlah koleksi dasar minimal 70% dari ketentuan jumlah koleksi minimal pada saat perpustakaan didirikan (minimal 1000 judul), dan atau 60% jumlah koleksi yang di kembangkan. c. Koleksi dasar harus mendukung penuh kebutuhan pengguna internal institusi/ perusahaan dimana perpustakaan bernaung tanpa mengabaikan kebutuhan pustaka dari masyarakat di luar institusi/ perusahaan. d. Jenis, cakupan subyek dan kriteria bahan pustaka koleksi dasar harus tertuang dalam pedoman umum pengembangan koleksi perpustakaan. e. Penanggung jawab pengembangan koleksi dasar harus diberikan kepada pustakawan senior dan atau pejabat struktural perpustakaan yang terkait. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa jenis koleksi perpustakaan khusus terdiri dari koleksi umum, koleksi referens, koleksi majalah dan koleksi khusus. Sedangkan untuk jumlah koleksi dasar perpustakaan khusus minimal 70% dari jumlah koleksi pada saat perpustakaan didirikan.
2.5.2 Pembinaan alat akses/ kontrol bahan pustaka Akses atau pencarian kembali bahan pustaka dalam koleksi dapat dilakukan dengan cara manual dan komputer. Menurut Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan khusus (1999: 27-28) “ada dua cara dalam pencarian kembali bahan pustaka yaitu: 1. Manual Alat yang dikembangkan dalam bentuk kartu katalog, kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Pengelolaan jajaran kartu katalog sebagai salah satu sistem akses koleksi bahan pustaka bagi pengguna perpustakaan. b. Pembinaan shelf list sebagai alat kontrol koleksi di rak. c. Verifikasi dan validasi kartu katalog sebagai pemutakhiran alat akses (termasuk dikaitkan dengan penyiangan bahan pustaka dalam koleksi). Catatan: susunan katalog dapat berdasarkan nomor klasifikasi (classified number) atau subyek informasi bahan pustaka.
Universitas Sumatera Utara
2. Komputer Alat akses yang dikembangkan dalam bentuk pangkalan data bibliografi. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ini adalah: a. Perancangan sistem pangkalan data harus cermat dan handal. b. Penentuan titik akses dan pola pendayagunaan data. c. Transmisi data dari bahan tercetak (printed material) ke elektronik. d. Penyuntingan data bibliografis. e. Pengujian akses data bibliografis. f. Sistem “back up” g. Verifikasi dan validitas data yaitu memeriksa kembali secara acak dan berkala data – data yang sudah masuk ke dalam sistem. Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa pencarian kembali bahan pustaka dapat dilakukan dengan cara manual dan komputer. Pencarian dengan cara manual dapat dikembangkan dalam bentuk kartu katalog, sedangkan bila menggunakan komputer dapat dikembangkan dalam bentuk pangkalan data bibliografi.
2.6 Pelayanan Perpustakaan Koleksi dan fasilitas perpustakaan harus digunakan secara optimal sebagai sumberdaya pelayanan informasi, agar koleksi tersebut tidak terkesan sebagai barang mati dan tak berharga yang selalu menunggu sentuhan seseorang. Pola layanan pasif harus diubah menjadi layanan proaktif dimana pihak perpustakaan yang menjemput konsumennya. Mengingat tugas perpustakaan khusus adalah melayani kebutuhan kelompok pemakai tertentu, maka petugas perpustakaan harus mengetahui potensi informasi yang tersimpan dalam bahan pustaka serta peta minat penggunanya. Perpustakaan khusus harus dapat memberikan layanan yang efektif, cepat dan profesional terhadap semua pemakai perpustakaan. Dengan pola pelayanan di atas pemakai tidak perlu membuang waktu untuk membaca bahan bacaan yang sebenarnya tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. dalam Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan khusus (1999: 36) dinyatakan bahwa “Prinsip pelayanan yang dilaksanakan harus mengacu pada sistem manajemen mutu dan pelayanan prima yaitu: mendudukkan kepuasan konsumen sebagai tujuan/ sasaran perpustakaan”.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Sistem dan Jenis Layanan Perustakaan Layanan merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh perpustakaan. Semakin banyak jenis layanan yang disediakan, akan mempengaruhi alokasi ruangan yang diperlukan. Seperti perpustakaan lain, perpustakaan khusus memberi layanan pembaca, jasa referensi dan jasa sirkulasi bahan pustaka. Jasa – jasa tersebut terutama untuk pengguna internal lembaga, tanpa mengabaikan pengguna dari luar. Berdasarkan Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan khusus (1999: 37-45) ada beberapa jenis layanan perpustakaan khusus yaitu: 1. Layanan Sirkulasi Layanan sirkulasi adalah kegiatan peredaran koleksi perpustakaan di luar perpustakaan. Pelayanan ini ditujukan agar pengguna perpustakaan dapat meminjam dan membaca bahan pustaka lebih leluasa sesuai kesempatan yang ada. a. Sistem layanan bahan pustaka Sistem layanan bahan pustaka dapat dilaksanakan dengan sistem layanan terbuka atau sitem layanan tertutup. Sistem terbuka Sistem ini memberikan kebebasan kepada pengguna perpustakaan untuk memilih dan mengambil sendiri bahan pustaka yang diinginkan dari ruang koleksi. Sistem tertutup Sistem ini tidak memberi kebebasan pengguna, karena pengguna perpustakaan tidak dapat mengambil sendiri bahan pustaka dari ruangan koleksi. Pengambilan bahan pustaka dilakukan oleh petugas perpustakaan. Sistem ini ditujukan untuk koleksi khusus yang keberadaannya perlu memperoleh pengamanan. b. Peminjaman Layanan peminjaman merupakan kegiatan pencatatan bahan pustaka yang dipinjam oleh pengguna. c. Pengembalian Pengembalian adalah kegiatan pencatatan bahan pustaka yang dikembalikan oleh pengguna. d. Pemberian sanksi Apabila pengguna yang meminjam bahan pustaka melakukan pelanggaran, perpustakaaan dapat memberikan sanksi kepada peminjam. 2. Layanan Rujukan Layanan rujukan diberikan untuk membantu pengguna perpustakaan atau masyarakat yang ingin menemukan informasi secara cepat dan tepat dari koleksi yang ada di perpustakaan. Kegiatan dilakukan dengan cara menjawab langsung pertanyaan pengguna perpustakaan atau dari masyarakat dengan menggunakan sumber/ koleksi rujukan yang tersedia. Layanan rujukan sering disebut dengan istilah layanan meja informasi atau layanan referensi. 3. Layanan Sekunder Selain layanan perpustakaan yang bersifat rutin, ada beberapa cara/ jenis layanan lain yang dapat dikembangkan perpustakaan. Layanan tersebut prinsipnya untuk mendayagunakan informasi yang terkandung dalam koleksi perpustakaan.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai penerbitan kemasan bahan pustaka seperti jasa daftar koleksi perpustakaan, daftar isi majalah, sari karangan dan indeks, paket – paket informasi, buletin perpustakaan, bibliografi dan lembar data dapat dilaksanakan di perpustakaan khusus agar pustakawan lebih dinamis dan proaktif. 4. Layanan khusus Layanan khusus dapat dikembangkan di perpustakaan antara lain: a. Terjemahan bahan pustaka Banyak pengguna perpustakaan yang kurang paham terhadap bahasa tulis yang digunakan dalam bahan pustaka. Mereka biasanya ingin memperoleh dokumen terjemahannya agar lebih cepat menangkap isinya. Dalam hal ini perpustakaan perlu menyediakan jasa terjemahan, baik dilaksanakansendiri atau dipindahkan ke luar. b. Jasa silang layan/pengadaan bahan pustaka jasa ini dilakukan melalui kerjasama antar perpustakaan. Alat bantu pelayanan untuk mencari dokumen, perpustakaan dapat menggunakan katalog induk buku, katalog induk majalah atau akses terpasang (bila sudah menggunakan teknologi informasi). Tarif layanan dan ketentuan – ketentuan lain perlu ada kesepakatan antar perpustakaan bekerjasama. c. Layanan penelusuran literatur. Penelusuran literatur adalah pencarian kembali bahan pustaka yang ada di perpustakaan atau diluar perpustakaan dengan cara menggunakan alat akses kartu katalog, literatur sekunder seperti indeks, dan majalah abstrak atau pengkalan data (terpasang/online dan CD ROM). Utuk melakukan jasa ini perpustakaan perlu memiliki tenaga yang menguasai bidang tertentu (subject spesialist) serta koleksi sumber – sumber akses informasi selengkap dan setepat mungkin. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa sistem layanan perpustakaan khusus terdiri dari dua yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sedangkan jenis layanan dari perpustakaan khusus ada empat yaitu layanan sirkulasi, layanan rujukan, layanan sekunder, dan layanan khusus.
2.7 Gedung Perpustakaan sebagai unit pelayanan jasa, harus memiliki sarana kerja yang cukup dan permanen untuk menampung semua koleksi, fasilitas, staf dan kegiatan perpustakaan sebagai unit kerja. Sarana yang dimasud adalah sarana fisik dalam bentuk ruangan/gedung. “Gedung atau ruangan untuk suatu perpustakaan secara mutlak perlu ada. Sebab perpustakaan tidak mungkin digabungkan dengan unit-unit kerja yang lain di dalam satu ruangan” (Sutarno 2006: 80).
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Perencanaan Gedung Untuk dapat menghasilkan gedung yang baik, perencana perlu memahami keperluan pengguna dan fungsi perpustakaan. Menurut Siregar (2008: 2) “untuk menghasilkan gedung perpustakaan yang dapat menjadi tempat kerja yang efisien, nyaman dan menyenangkan bagi staf perpustakaan dan pengunjung, maka gedung/ ruangan perpustakaan haruslah direncanakan secara baik agar dapat menampung segala kegiatan dalam pelaksanaan fungsi perpustakaan.
Menurut Trimo (1986: 5) yang dikutip oleh Siregar (2008: 2): Perencana juga harus memahami organisasi perpustakaan dan sistem yang digunakan karena kesalahan dalam perencanaan akan mengakibatkan kerugian besar dan tidak mudak untuk memperbaikinya. Beberapa masalah yang akan dihadapi adalah: a. Kurang terciptanya rasa kesenangan maupun betah dari pembaca atau staf perpustakaan sebagai akibat dari tidak baiknya pengaturan cahaya, udara, suara, ataupun tata ruang di perpustakaan. b. Terjadinya tata ruang yang tidak menguntungkan usaha peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja, baik bagi para petugas perpustakaan maupun bagi para pengunjung. c. Pada saat perpustakaan berkembang, gedung/ ruang tidak memungkinkan dilakukan perluasan yang semestinya baik secara horizontal maupun vertikal. d. Karena pemilihan letak gedung/ruang perpustakaan yang salah membawa akibat kurang terjangkaunya perpustakaan dengan mudah oleh para pemakainya (tidak accessible). e. Timbulnya kadar lembab yang tinggi di dalam gedung/ruang perpustakaan sehingga mempercepat proses kerusakan bahan – bahan pustaka maupun menurunnya kesehatan para petugas perpustakaan. Sebagai contoh, perpustakaan yang dirancang untuk system tertutup tidak sesuai digunakan untuk system terbuka karena untuk system terbuka hanya ada satu pintu masuk dan satu untuk keluar. Selain itu jika ditinjau daeri segi manajemen, perpustakaan akan mengalami kesulitan dalam proses kerja serta berkurangnya daya tampung perpustakaan akibat terlalu banyaknya ruang yang terbuang karena terlaku banyak penyekat, demikian juga dengan susunan pintu dan jendela yang berlebihan serta ventilasi ruangan. Untuk menghindari kesalahan dalam pembangunan gedung perpustakaan, dan agar gedung tersebut dapat menampung seluruh kegiatan, serta fungsi dan tugas perpustakaan dapat terlaksana, Menurut siregar (2008: 3) dijelaskan bahwa: ada beberapa alasan utama, baik secara toritis maupun dari segi praktis, yang mengharuskan pembangunan gedung perpustakaan direncanakan secara baik dan cermat., antara lain:
Universitas Sumatera Utara
a. Pada umumnya dana/ anggaran yang disediakan untuk pembangunan gedung /ruang perpustakaan terbatas. Untuk itu pemanfaatan dana/anggaran biaya yang tersedia dapat dilakukan dengan membuat perencanaan yang baik dan cermat. b. Untuk dapat mengikuti perkembangan perpustakaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan pengguna dituntut pemikiran/perhitungan yang cermat dari perencana atau pustakawan atas daya tampung gedung/ruang perpustakaan serta kemungkinan pengembangan dimasa mendatang. c. Ada beberapa ciri khas perpustakaan baik dari segi kegiatan, aktivitas yang dilakukan perpustakaan serta teknologi yang digunakan menuntut para perencana mempunyai pengetahuan yang baik tentang kekhususan aktivitas tersebut. d. Pembangunan gedung perpustakaan menuntut persyaratan – persyaratan khusus berkaitan dengan ciri khas masyarakat pengguna perpustakaan, serta hubungannya dengan semua unit yang ada pada institusi yang menyelenggarakan.
Pada
tahapan perencanaan
ada
beberapa
hal
yang
harus
yang
harus
dipertimbangkan, menurut Sulistyo-Basuki (1993: 305) yang dikutip oleh Harfano (2005: 19), perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara lain: a. Deskripsi badan induk dengan penekanan pada objek serta fungsinya. b. Peranan perpustakaan dalam pemberian jasa melayani badan induk serta karyawannya. c. Deskripsi jasa perpustakaan yang direncanakan. d. Penyediaan ruangan untuk hal berikut ini: 1. Koleksi perpustakaan 2. Staf perpustakaan. 3. Ruang lain yang diperlukan sebagai sarana penunjang perpustakaan seperti ruang pameran, laboratorium, dan ruang konfrensi. e. Bagan organisasi yang menunjukkan bagaimana perpustakaan menyusun sumber, jasa, dan personalia untuk melaksanakan berbagai fungsi perpustakaan. Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat diketahui bahwa gedung atau ruang perpustakaan mutlak harus ada. Dalam tahapan perencanaan gedung ada lima hal yang harus diperhatikan yaitu: deskripsi objek dan fungsi dari badan induk, peranan perpustakaan, deskripsi jasa perpustakaan, penyediaan ruangan, dan bagan organisasi. Jika tahapan perencanaan tidak dilakukan dengan baik maka akan terjadi beberapa masalah yang akan dihadapi seperti: pengguna merasa tidak nyaman, tata ruang yang tifak menguntungkan usaha peningkatan efisiensi kerja, jika perpustakaan mengalami perkembangan maka gedung/ ruang tidak memungkinkan dilakukan perluasan, pemilihan letak gedung/ ruang perpustakaan yang salah dapat mengakibatkan perpustakaan tidak mudah dijangkau oleh pengguna, timbulnya kadar lembab yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Disain Gedung Sesuai dengan tujuan penyelenggaraan perpustakaan yang telah ditentukan instansi penaungnya, maka fungsi/ tugas perpustakaan akan berbeda antara satu dengan yang lain sesuai dengan jenis perpustakaan tersebut.
Fungsi dan tugas yang diemban oleh
perpustakaan akan menentukan kegiatan yang dilaksanakannya. Kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan ruangan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut. Hal ini akan menentukan susunan dan luas ruangan dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan sistem yang telah ditentukan. Hal ini akan menentukan susunan dan
luas ruangan yang
dibutuhkan dalam gedung (Ruang perpustakaan). Hal ini juga akan mempengaruhi desain gedung/ruang perpustakaan yang dibutuhkan baik bentuk dan luasnya. untuk mencapai tujuan dan terlaksananya fungsi perpustakaan. Menurut Trimo (1986: 5) yang dikutip oleh Siregar (2008: 5), dalam pembangunan gedung/ruang perpustakaan, semua pihak yang terlibat perlu mempertimbangkan hal – hal berikut: 1. Untuk apakah perpustakaan itu didirikan? 2. Apa fungsi dan program yang akan dikerjakan? 3. Berapa jumlah man power yang diperlukan/ada? 4. Siapa sajakah yang akan dilayani perpustakaan? 5. Bahan pustaka, perlengkapan dan perabot apa saja yang akan ditampung dalam gedung/ruangan itu? 6. Berapa anggaran yang tersedia untuk itu? Dengan merumuskan hal – hal tersebut secara cermat maka bentuk gedung, jumlah luas ruangan yang dibutuhkan, serta tata ruangnya dapat didesain secara baik sesuai dengan kebutuhan dan tugas yang akan dilaksanakan. Menurut Siregar (2008: 5-6) dinyatakan bahwa: untuk dapat membangun sebuah gedung perpustakaan yang baik perencana harus memperhatikan beberapa prinsip – prinsip desain gedung antara lain: a. Harus memiliki desain fungsional (disain dibuat atas azas manfaat bukan atas azas monumental), dengan demikian gedung perpustakaan diharapkan benar – benar mampu menunjang pencapaian tujuan dan program – program kegiatan perpustakaan tersebut serta lembaga yang menyelenggarakan. b. Mudah melakukan pengontrolan. c. Pintu dan jendela harus aman untuk menghindari kecurian lewat pintu dan jendela. d. Tinggi rak buku harus dalam batas normal misalnya di Indonesia 175 cm. Selain beberapa prinsip-prinsip desain gedung yang harus di perhatikan penyelenggara perpustakaan juga harus mengetahui sifat utama dari gedung perpustakaan seperti yang dijelaskan oleh Frazer G. Poole (1981: 11-18), bahwa:
Universitas Sumatera Utara
Setiap perpustakaan yang direncanakan secara baik ditandai beberapa sifat yang membuatnya berfungsi secara efisien dan hemat, memudahkan pengguna dan karyawan, memberi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, dan menarik sebagai tempat belajar dan bekerja; dan membuatnya tetap berfungsi sepuluh tahun kemudian sama seperti ketika baru saja dibangun. Sifat utama dari gedung perpustakaan adalah sebagai berikut: 1. Kelenturan Yang dapat mengikuti perubahan kebutuhan dengan hanya mengubah strukturnya sedikit saja, hal ini dapat diperbuat dengan disain modul tanpa dinding sebagai penumpu bobot yang membentuk ruangan terbuka sehingga perabot dapat diatur dengan leluasa. Hal ini dapat dikerjakan dengan membuat disain modul dan susunan rak, memperhitungkan beban lantai yang menuntut supaya semua bagian lantai dapat menopang beban bergerak dan pencahayaan merata diseluruh gedung. 2. Perluasan Perencanaan gedung perpustakaan harus memperhitungkan perluasan dimasa yang akan datang secara hemat dan efisien. 3. Kesederhanaan desain Gedung perpustakaan tidak mementingkan kemegahan tetapi yang penting adalah kesederhanaan yang terletak pada denah lantai yang terbuka, tidak menghambat lalu lintas dan memudahkan pengunjung bergerak dari satu bagian kebagian lain. 4. Tempat dan letak yang tepat Kemudahan mencapai perpustakaan pada lokasi gedung itu didalam lembaga induk dan ke arah mana perpustakaan itu menghadap. Perpustakaan yang sukar dicapai tidak akan dipakai sebanyak apabila gedung itu mudah dicapai. 5. Desain dan raut gedung Raut yang ideal bagi gedung perpustakaan adalah empat persegi dengan perbandingan kira – kira 2:3. 6. Lokasi Unsur mati Unsur mati adalah unsur konstruksi yang permanen dalam gedung, terdiri atas lalu lintas vertikal, tangga, pipa saluran dan fasilitas lain yang sama. 7. Pengaturan hawa Pengadaan pengatur hawa dimaksudkan untuk mengurangi serangan jamur serangga dan menambah umur kimia kertas dari serangan asam yang lengket pada kertas. Penggunaan alat pengatur hawa (air conditioning) adalah untuk menjaga agar kondisi temperatur dan kelembapan ruangan perpustakaan relative konstan. Hal ini dimaksudkan agar koleksi perpustakaan terjamin keawetannya jika seluruh ruang perpustakaan tidak terjangkau, maka ruang yang sangat memerlukan alat ini adalah: a. Ruang penyimpanan-penggunaan koleksi pandang dengar. b. Ruang koleksi buku langka. c. Ruang koleksi buku (jika memungkinkan); dan d. Ruang pusat komputer. Kondisi ruangan yang diinginkan adalah sebagai berikut: Temperatur 22 – 24°C (untuk ruang koleksi buku, ruang baca dan ruang kerja) dan 20° C (untuk ruang komputer) Kelembaban 45 – 55% . Untuk merancang kondisi ruangan yang demikian perlu diperhatikan: efisiensi volume ruang sehingga penggunaan energi dapat dihemat; pemilihan sistem
Universitas Sumatera Utara
pengkondisian yang bertujuan agar diperoleh beban pendinginan yang minimum. (Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi, 2004: 130-131). 8. Lift Ini berguna untuk mengangkut barang, orang jika gedung perpustakaan di bangun bertingkat. 9. Tinggi langit – langit. Penentuan langit – langit harus mempertimbangkan berbagai faktor antara lain: pengaturan hawa, penyebaran cahaya lampu dari langit – langit, fungsi ruangan, keindahan, reaksi psikologi pengguna ruangan dan biaya. Langit – langit harus sama tinggi disetiap ruangan. Dalam merancang ventilasi gedung perpustakaan perlu diperhatikan babarapa hal antara lain: a. Menempatkan lubang ventilasi jendela/lubang angin pada sisi dinding yang berhadapan. b. Mengusahakan agar lubang ventilasi tersebut sejajar dengan angin lokal. c. Mengusahakan luas lubang ventilasi sebanding dengan persyaratan dan fasilitas ruang. 10. Jumlah lantai Jumlah lantai gedung makin sedikit lebih baik karena biaya membangun lebih murah, jika gedung berlantai banyak, maka biaya akan bertambah untuk fondasi dan membangun yang lebih tinggi biasanya mahal, misalnya perpustakaan ukuran 3.000 meter cukup 2 lantai. 11. Persiapan otomasi Perencanaan otomasi ini mencakup penyediaan ruang mesin, fasilitas pemasangan kabel dari terminal sampai keruang mesin tempat menyimpan komputer. 12. Aliran kerjas, pola lalu lintas dan organisasi gedung Pembangunan gedung harus mempertimbangkan aliran kerja agar perpustakaan berjalan secara efektif. Lalu lintas pengunjung, staf perpustakaan dan barang harus dipertimbangkan agar tidak mengganggu pekerjaan, demikian juga dengan struktur organisasi perpustakaan. Selain hal – hal tersebut diatas pembangunan gedung juga harus memperhatikan gangguan yang akan timbul oleh alam antara lain seperti: − Gangguan kebakaran yang dapat ditanggulangi dengan pengamanan semua installasi yang kemungkinan menjadi penyebab kebakaran dan pengadaan jalan darurat untuk keluar (tangga kebakaran) yang mudah dicapai serta pemilihan bahan yang tidak mudah terbakar, − Gempa bumi, angin topan, untuk ini perlu dipertimbangkan pemilihan sistem struktur bangunan, bentuk dasar dan bahan bangunan yang digunakan dengan mempertimbangkan terjadinya gempa. − Air hujan/banjir. Hal ini dapat ditanggulangi dengan perencanaan ketinggian lantai dasar bangunan. − Petir. Untuk menanggulangi hal ini gedung harus dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ada 12 sifat utama dari gedung seperti: kelenturan, perluasan, kesederhanaan desain, tempat dan tata letak yang tepat, disain raut gedung, lokasi unsur mati, pengaturan hawa, lift, tinggi langit-langit, jumlah lantai, persiapan otomasi, aliran kerja.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa contoh desain ruang perpustakaan:
Gambar 1
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah contoh gambar disain tata ruang perpustakaan. Dalam gambar tersebut terdapat beberapa ruang yaitu ruang baca, ruang komputer dan ruang fotocopy, ruang koleksi referens dan ruang koleksi biasa, ruang koleksi periodikal, ruang sirkulasi dan ruang baca microfilm.
Gambar 2: Tata ruang sirkulasi dan ruang baca Sumber: http://www.dowling.edu/library/about/map.html
Gambar 4 di bawah ini adalah gambar rancangan perpustakaan yang sederhana, pada gambar di bawah ini terdapat beberapa ruang yaitu: ruang baca, ruang koleksi, katalog, jurnal, ruang sirkulasi, ruang fotocopy dan ruang untuk staf.
Gambar 3: Floor Plan Perpustakaan Sumber: http://www.lib.berkeley.edu/SOCW/socw_floorplan.html
Universitas Sumatera Utara
Di bawah ini adalah gambar ruang koleksi yang menyatu dengan ruang baca.
Gambar 4: Ruang baca dan ruang koleksi Sumber: http://embriolab.com/article-5-launching-aplikasi-digital-library.html
Gambar 5: Ruang Baca dan ruang koleksi dengan meja untuk 8 orang Sumber: http://www.asianafrican-museum.org/library.php?language=ind&page=library
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah gambar sistem penelusuran atau OPAC Station
Gambar 6: Alat akses penelusuran atau OPAC station Sumber: http://www.bcieurobib.com/bci-opac-computer-stations Di bawah ini adalah gambar ruang akses internet.
Gambar 7: Ruang akses internet Sumber: http://mave.wordpress.com/2008/06/27/minat-baca-warga-kalsel-rendah/
Universitas Sumatera Utara
Gambar di bawah ini adalah ruang baca dan ruang koleksi untuk perpustakaan yang sudah maju dan modern, penggunaan meja baca dan rak koleksi seperti yang terlihat pada gambar 9 di bawah ini biasanya dirancang untuk perpustakaan khusus, hal ini dikarenakan dana dan anggaran perpustakaan khusus lebih besar.
Gambar 8: Ruang baca dan ruang koleksi Sumber: http://www.libertysystemsinc.com/aboutus.html
Dari beberapa gambar di atas dapat dijadikan sebagai pedoman dan acuan bagi perpustakaan dalam menentukan desain yang cocok untuk ruang perpustakaan yang akan dirancang.
Universitas Sumatera Utara
2.7.3
Pihak–pihak (personil perpustakaan.
yang
dilibatkan)
dalam
perencanaan
gedung
Untuk mempermudah kegiatan perencanaan gedung mulai dari pra-pembangunan hingga pembangunan selesai, maka perlu diangkat panitia pembangunan perpustakaan. Menurut Poole, Frazer G (1981: 16), ada beberapa pihak yang dilibatkan dalam perencanaan gedung perpustakaan, yaitu: 1. Pustakawan senior yang kaya pengalaman, Idealnya pustakawan menjadi ketua perencana karena seorang pustakawan mengetahui bagaimana perpustakaan harus berfungsi. Menurut Siregar (2008: 9), Tugas dari pustakawan senior ini adalah: − Membuat perencanaan perlengkapan dan perabot yang dibutuhkan perpustakaan. − Menyusun persyaratan ketentuan – ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembangunan gedung perpustakaan sebagai bahan pertimbangan bagi arsitek dalam membuat desain gedung yang akan dibangun. − Melaksanakan pembangunan fisik. Pustakawan sebaiknya memahami tahaptahap proses pembangunan gedung. Selain itu pustakawan harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang anggaran/dana yang dapat digunakan dalam pembangunan serta alternatif-alternatif pengembangan perpustakaan pada masa yang akan datang. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas pustakawan tersebut melakukan persiapan sebagai berikut: a) Menyusun bibliograf mengenai gedung perpustakaan. b) Membaca literatur yang berhubungan dengan pembangunan gedung perpustakaan. c) Mempelajari fungsi dan tujuan badan induk dimana perpustakaan itu bernaung. d) Mengamati dan menganalisa kebutuhan pengguna perpustakaan. e) Mengunjungi beberapa perpustakaan lain yang sejenis yang sudah melaksanakan pembangunan gedung baru untuk dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan. f) Menyusun daftar perlengkapan dan perabot yang dibutuhkan/ditempatkan dalam gedung perpustakaan. g) Membuat catatan tentang program pembangunan gedung perpustakaan yang memuat hal – hal yang berhubungan dengan: − Deskripsi kegiatan yang dilaksanakan badan induknya (obyek), tujuan dan fungsi badan tersebut. − Fungsi, tugas dan peranan perpustakaan dalam melayani bedan penaungnya . − Deskripsi rencana layanan dan aktivitas – aktivitas yang dilakukan untuk dapat dimanfaatkan pengguna perpustakaan. − Peneydiaan kebutuhan ruangan dalam jangka 10 Tahun yang dapat menampung perkembangan: a. Jumlah dan jenis koleksi yang akan ditampung perpustakaan. b. Jumlah staf yang dibutuhkan perpustakaan. c. Pengguna perpustakaan yang akan ditampung pada masa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
d. Struktur organisasi perpustakaan dan tata ruang yang diharapkan dapat diperluas. e. Layanan yang akan diberikan kepada pengguna perpustakaan serta sistim yang dianut dalam pelayanan dan fasilitas yang dibutuhkan untuk itu. f. Lokasi gedung yang dipilih serta persediaan lahan untuk perluasan gedung. 2. Arsitek, Bertanggung jawab untuk mendesain gedung yang fungsional dan menarik serta selalu melakukan komunikasi dengan pustakawan agar dapat mewujudkan kebutuhan fungsional perpustakaan. Menurut Siregar (2008: 10), “tugas dari arsitek adalah membuat disain gedung perpustakaan, feature perpustakaan, feature arsitektur antara lain: gaya, estetika, dan fungsional lainnya. 3. Konsultan gedung perpustakaan, Jika pustakawan belum berpengalaman maka konsultan diperlukan untuk membantu pustakawan dalam perencanaan. Konsultan adalah tenaga ahli dalam pembangunan gedung perpustakaan dan mampu membantu pustakawan dalam merencanakan pembangunan gedung perpustakaan. (Siregar, 2008:10). Konsultan dapat memberi petunjuk dan pertimbangan dalam pendirian gedung perpustakaan, konsultan juga dapat bertindak sebagai penghubung antara pimpinan institut dan pustakawan dengan arsitek serta memberi penjelasan tentang keberadaan istilah yang mereka gunakan sehingga salah pengertian dan kesalahan yang tidak disengaja dapat dihindarkan. 4. Pimpinan badan induk/ komisi perpustakaan. Pimpinan badan induk adalah orang yang membuat keputusan apakah pembangunan gedung perpustakaan dapat dilaksanakan atau tidak sesuai dengan dana yang tersedia. Dalam hal ini pimpinan/komisi perpustakaan berhubungan dengan pemanfaatan anggaran/dana yang tersedia untuk pembangunan gedung, prosedur administratif serta manajemen. Dalam perencanaan pembangunan gedung perpustakaan ada beberapa ketetapan/keputusan oleh pustakawan/pimpinan institut dan arsitek yaitu: a. Rencana gedung yang akan dibuat. b. Ukuran – ukuran yang harus dipenuhi. c. Cara dan jalannya konstruksi bangunan. d. Warna, hiasan dan lain – lain penyelesaian akhir. e. Bahan yang dipakai bagi bangunan. f. Pengaturan, suara dan air. g. Pengaturan cahaya pada bagian – bagian gedung dan macamnya. h. Instalasi – instalasi yang diperlukan terutama bagi penggunaan perlengkapan mekanis perpustakaan. i. Bentuk dan rupa gedung tersebut dan j. Kemampuan daya tampung gedung serta lokasintya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ada beberapa pihak yang dilibatkan dalam perencanaan gedung perpustakaan yaitu: Pustakawan senior yang kaya pengalaman, Arsitek, Konsultan gedung perpustakaan, Pimpinan badan induk/ komisis perpustakaan.
Universitas Sumatera Utara
2.7.4 Penentuan Lokasi Perpustakaan khusus berfungsi memenuhi kebutuhan informasi badan induknya seyogyanya koleksi di dalam satu gedung atau bangunan badan atau instansi bersangkutan, atau terletak di tempat yang berdekatan dengan gedung utama dan mudah dicapai dari berbagai arah. Jika perpustakaan ditempatkan digedung utama, sebaiknya supaya berada ditengah – tengah gedung supaya mudah diakses dari berbagai tempat. Perpustakaan supaya ditempatkan dekat dengan unit administrasi dan kepegawaian, ruang reproduksi dokumen dan ruang pertemuan atau rapat. Hal ini akan mendorong para karyawan untuk datang ke perpustakaan secara teratur, baik untuk tujuan mencari informasi guna menunjang kegiatan atau penelitian mereka atau sekedar membaca – baca. Jika perpustakaan khusus memiliki gedung sendiri didalam kompleks bangunan badan induknya, maka seharusnya terletak di tempat yang mudah dicapai dari berbagai arah di konpleks tersebut. Perpustakaan khusus sebaiknya tidak dipecah – pecah atau didesentralisasi. Jika perpustakaan berlokasi agak jauh dari pemakainya, ada kecenderungan untuk menempatkan sebagian kecil koleksi di lokasi – lokasi pemakainya sebagai koleksi pinjaman permanen. Penempatan koleksi terdesentralisasi seperti ini pada akhirnya akan sulit diminta kembali. Hal ini mengakibatkan orang atau pemakai lainnya tidak dapat mempergunakan atau membaca bahan pustaka tersebut sehingga perpustakaan terpaksa membeli kopi atau duplikat terbitan yang sama yang merupakan pemborosan. Disamping itu, pengalaman pada umumnya menunjukkan, bahwa sering koleksi yang dipinjamkan secara permanen, dikemudian hari banyak hilang atau sulit diminta kembali. (Panduan Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus, 1992: 5). Dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus (2000: 50-51), persyaratan lokasi perpustakaan gedung perpustakaan khusus: a. Berada di pusat gedung atau pusat lalu lintas orang sehingga mudah dicapai dan diketahui. b. Berada di tempat yang tenang atau diatur sedemikian rupa sehingga para pengunjung tidak terganggu oleh suara atau kegaduhan di luar perpustakaan. c. Jika kedua sifat tersebut tidak mungkin diperoleh secara bersamaan, tempat yang mudah dicapai lebih penting dari pada tempat yang tenang. Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi gedung perpustakaan yaitu: berada di pusat gedung atau pusat lalu lintas orang, berada di tempat yang tenang dan diatur sedemikian rupa, jika kedua sifat tersebut tidak mungkin diperoleh secara bersamaan, maka tempat yang mudah dicapai lebih penting daripada tempat yang tenang.
Universitas Sumatera Utara
2.7.5 Dana dan anggaran Untuk mengetahui jumlah dana yang dapat digunakan adalah hal yang utama untuk dipertimbangkan. Dana yang dimaksudkan adalah yang dikeluarkan untuk pembangunan dan dana untuk biaya perawatan perpustakaan. Sehubungan dengan sumber dana, menurut Sulistyo-Basuki (1991: 214-215) yang dikutip oleh Harfano (2005: 21), merinci sumber dana perpustakaan sebagai berikut: a. Anggaran dari badan induk, biasanya pada perpustakaan pemerintah sudah termasuk gaji pegawai. b. Daftar isian proyek, terutama untuk perpustakaan pemerintah di Indonesia. Bagi perusahaan swasta, daftar ini biasanya diganti dengan daftar usulan kegiatan yang diajukan pada pimpinan badan induk. c. Bagi perpustakaan perpustakaan perguruan tinggi, dana tambahan diperoleh dari sumbangan wajib mahasiswa. d. Uang iuran anggota, biasanya untuk perpustakaan khusus, umum, maupun perguruan tinggi. e. Penjualan terbitan perpustakaan maupun badan induk. Pada berbagai lembaga ada kebiasaan bahawa penerbitan dilakukan oleh perpustakaan dengan ketentuan sebagian keuntungan diperuntukkan perpustakaan. f. Pajak setempat, biasanya untuk perpustakaan umum. g. Penghasilan dari jasa reprografi, terjemahan, penyusunan bibliografi, penelusuran informasi, pembuatan tinjauan literatur. h. Denda atas buku yang terlambat dikembalikan. i. Sumbangan pemerintah. j. Sumbangan simpatisan perpustakaan, lazim disebut Friends of Library. k. Sumbangan swasta dan yayasan asing; biasanya digunakan untuk membeli perlengkapan khusus (seperti micro reader) atau untuk berlangganan majalah terbitan luar negeri. Untuk menentukan jumlah anggaran perpustakaan “digunakan metode perhitungan perkapita, yaitu dengan menentukan biaya n per jiwa (pengguna) menurut SulistyoBasuki (1991: 215) , yang dikutip oleh Harfano (2005: 21): Dengan metode tersebut, diketahui besar anggaran yang diperlukan perpustakaan yaitu: Pengadaan bahan bacaan : n = biaya per jiwa x jmlh. Pengguna 35% dari total Gaji Pegawai :n1 50% dari total Perlengkapan :n3 ¼ dari biaya pengadaan Pengeluaran lain :n2 6 % dari total Total = n + n1 + n2 + n3
Selain penggunaan metode perkapita di atas, menurut Sulistyo-Basuki dalam bukunya pengantar ilmu perpustakaan (1993: 215) yang dikutip oleh Harfano (2005:22), “dapat digunakan metode terinci sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. b. c. d.
Jumlah staf perpustakaan untuk melayani pengguna. Biaya buku dan bacaan lainnya. Sebesar 5% dari anggaran buku harus disediakan untuk pengolahan. Biaya tambahan untuk perpustakaan cabang yang memulai pembangunan perpustakaan.
Selanjutnya menurut Sulistyo-Basuki (1991: 218) yang dikutip oleh Harfano (2005: 22), menguraikan bahwa “alokasi anggaran untuk perpustakaan adalah sebesar 40% untuk pengadaan buku dan bahan pustaka lainnya, 50% untuk gaji pegawai, 4% untuk penjilidan, 1% asuransi, dan 5% untuk keperluan lainnya”. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sumber dana untuk perpustakaan dapat diperhitungkan, sedangkan jumlah nominal yang dianggarkan untuk perpustakaan khusus bergantung pada besarnya nominal dana yang diberikan oleh lembaga induk. Sementara penggunaan dana yang masuk ke perpustakaan juga sudah ditetapkan sesuai dengan anggaran pengeluaran yang telah ditentukan oleh perpustakaan.
2.8 Ruang Perpustakaan. Kata ruangan dan ruang dalam pemakaian sehari – hari sering dipakai secara bergantian untuk pengertian yang sama dalam konteks yang sama pula atau berbeda. Menurut Pedoman Perlengkapan Perpustakaan Khusus (1992: 5) “kata ruang dipakai untuk pengertian luas lantai bangunan sebagai padanan kata Space bahasa inggris. Sedangkan kata ruangan untuk padanan kata room dalam bahasa inggris adalah bagian dari suatu bangunan yang diberi pembatas pada keempat sisinya berupa penyekat atau dinding”. Sedangkan menurut Siregar (2008: 12) “ruangan perpustakaan adalah tempat atau bagian tertentu dalam satu gedung perpustakaan yang dipakai untuk meletakkan suatu barang tertentu yang mempunyai fungsi tertentu, yang dibatasi oleh alat pemisah atau penyekat.
2.8.1 Persyaratan Ruang Keadaan ruangan perpustakaan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan berhasil tidaknya penyelenggaraan suatu perpustakaan. Hal ini menyangkut hal bagaimana pembagian ruang, perbandingan luas satu dengan lainnya, letaknya, kondisinya dan sebagainya. Di dalam membagi ruangan, yang perlu diperhatikan adalah supaya ruang – ruangan yang tersedia dapat menyimpan koleksi bahan pustaka dan menampung aktifitas atau kegiatan yang diselenggarakan perpustakaan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus (1999: 51) dinyatakan bahwa: Ruangan perpustakaan perlu diatur dengan pendekatan sistem sehingga komposisi antara ruang koleksi, ruang baca, ruang pelayanan dan ruang kerja dapat serasi dan nyaman. Tujuan dari pengaturan tersebut adalah: a. Aktivitas layanan perpustakaan dapat berlangsung dengan lancar. b. Para pengunjung tidak saling mengganggu waktu bergerak dan belajar. c. Memungkinkan sirkulasi udara dan masuknya sinar matahari dalam ruangan. d. Pengguna perpustakaan merasa betah dan nyaman serta mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan. e. Pengawasan dan pengamanan bahan pustaka dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam merencanakan letak ruangan – ruangan perpustakaan, perlu diperhatikan hubungan suatu ruangan dengan yang lain. Pengadaan harus ada hubungan langsung dengan katalog untuk mengetahui sudah atau belum adanya buku yang diminta di koleksi perpustakaan, sedangkan bagian pengolahan maupun peminjaman harus ada hubungan langsung dengan katalog maupun koleksi. Kepala perpustakaan perlu ada hubungan langsung dengan pegawai. Menurut Sjahrial-Pamuntjak (2000: 19) hubungan antar ruang digambarkan sebagai berikut: KOLEKSI
PEMINJAMAN
PENGOLAHAN
KATALOG KEPALA
PENGADAAN
Gambar 9: Bagan Hubungan Antar Ruang Tempat yang disediakan untuk ruang perpustakaan harus terpisah – pisah dari aktivitas lain, seperti penempatan ruang kepala, ruang rapat dan sebagainya. Harus mudah dicapai secara langsung dan tidak melalui ruang kerja orang lain. Betapapun kecilnya
Universitas Sumatera Utara
ruangan yang tersedia di perpustakaan namun kenyamanan perlu dijaga, sehingga pengunjung dan pengguna perpustakaan merasa betah berada didalam perpustakaan. Menurut Buku Pedoman Perpustakaan Umum (1992: 5) yang dikutip oleh Saria (2005: 6): Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan pustaka, tempat melaksanakan kegiatan layanan perpustakaan dan tempat bekerja petugas perpustakaan. Suatu ruang perpustakaan sebaiknya dirancang dan dibangun sesuai dengan fungsi perpustakaan. Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam perancangan ruangan perpustakaan adalah: a. Jumlah Koleksi dan perkembangannya dimasa yang akan datang. b. Jumlah pemakai atau masyarakat yang dilayani oleh perpustakaan. c. Jumlah bentuk layanan perpustakaan yang disajikan. d. Jumlah petugas atau karyawan yang menggunakan ruangan. Sehubungan dengan kebutuhan ruangan tersebut Soatminah (1992: 19) menyatakan bahwa ada tiga komponen yang memerlukan ruangan yaitu; a. Koleksi Penempatan koleksi pada perpustakaan dengan sistem terbuka berbeda dari sistem tertutup, luas ruangan yang dibutuhkan juga berbeda. Untuk sistem tertutup satu meter bujur sangkar dapat menampung 180-220 pustaka, pada sistem terbuka hanya 130-170 pustaka. b. Pembaca Setiap pembaca memerlukan tempat seluas 3 meter bujur sangkar dan perlu ketenangan untuk berkonsentrasi. Oleh karena itu ruangan harus bersih, terang, tenang, longgar, sejuk, ventilasi cukup dan sebagainya. c. Petugas perpustakaan. Setiap petugas, baik untuk pekerja, pengolahan maupun pelayanan memerlukan tempat seluas 3 meter bujur sangkar. Pemerintah India mengeluarkan standar gedung perpustakaan dalam terbitan India standard recommedation relating to primary elements in the design of library building 1977 dalam Sulistyo-Basuki (1993: 306) yang dikutip oleh Saria (2005: 7) “Selanjutnya disebut standar ISI)) berikut ini penjelasan tentang standar ISI: a. Untuk dokumen atau bahan pustaka: 150 volume permeter persegi. b. Staf perpustakaan: • Kepala dan wakil kepala perpustakaan: 30 meter persegi. • Pengklasifikasian, pengkatalog, pustakawan pengadaan, dan pustakawan pemeliharaan: 9 meter persegi. • Staf administrasi dan profesional yang tidak bertugas dititik jasa (service point) serta staf lainnya terkecuali (b) adalah: 5 m2. c. Pemakai: luas rata – rata per pembaca di ruang baca adalah 2,33 m2. d. Jasa. Ruang ini diperlukan untuk jasa bagi pemakai dapat dihitung berdasarkan keperluan lain: ruang untuk keperluan lain dapat disebut sebagai ruang darurat,
Universitas Sumatera Utara
ruang keperluan lain dapat dihitung misalnya ruang untuk tangga, koridor, pintu masuk, lobi, toilet, tembok, tiang, pengangkutan barang dan lift. Ruang untuk semacam itu makan tempat sekitar 30% sehingga sepertiga dari ruangan untuk bahan pustaka, pembaca serta ruang jasa untuk pembaca dan staf. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sepertiga dari ruangan digunakan untuk ruang koleksi, ruang baca, ruang jasa dan ruang kerja. Hanya 30% untuk ruang lain misalnya ruang untuk tangga, koridor, pintu masuk, lobi dan toilet. Perhitungan perbandingan luas lantai, bangunan, luas lantai ruang koleksi, jumlah buku, jumlah rak dan jumlah kursi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1: Contoh penghitungan perbandingan luas lantai bangunan, luas lantai koleksi, jumlah buku, jumlah rak dan jumlah kursi. Ruang koleksi (45% luas lantai)
Ruang baca (25%)
Luas lantai perpustakaan
Luas
(m2)
lantai
Jumlah Luas lantai (m2)
Jumlah kursi
(m2)
Rak*
Buku
250
110
73
16.500 - 24.200
60
26 – 50
500
225
150
33.750 - 49500
125
54 – 104
1.000
450
300
67.500 - 99.000
250
108 – 208
2.000
900
600
135.000 - 198.000
500
217 – 416
4.000
1.800
1200
270.000 - 396.000
1.000
434 – 833
6.000
2.700
1800
405.000 - 594.000
1.500
652-1.250
Catatan : Rak 2 muka, 5 pagu, lebar 1 meter Sumber: Perpustakaan Perguruan Tinggi: buku pedoman (2004: 127) Dari tabel di atas jelas terlihat perhitungan dalam setiap luas ruangan dan perbandingan luas lantai bangunan yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
2.8.2. Luas Ruang Gerak Peralatan rak buku, meja baca dan lain-lain, hendaknya memperhatikan agar pembaca cukup leluasa bergerak. Menurut Siregar (2008: 35) luas ruang gerak beberapa kegiatan di perpustakaan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 10.a: Luas ruang gerak untuk ruang baca
Gambar 10.b: Luas ruang gerak antara ruang baca dengan koleksi
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10.c: Luas ruang gerak antar pembaca
Gambar 10.d: Luas ruang gerak pembaca dengan rak koleksi
Universitas Sumatera Utara
2.8.3. Tata Ruang Penataan ruang perpustakaan erat hubungannya dengan cara bagaimana pelayanan diatur dalam perpustakaan. Soeatminah (1992: 132) yang dikutip oleh Saria (2005: 9) menyatakan bahwa: Orang biasanya tertarik masuk kegedung perpustakaan atau ruangan yang suasananya menyenangkan, maka ruang perpustakaan perlu diatur agar bersih, sejuk tentram dan aman. Pengaturan mebel yang kurang baik kadang – kadang memberi kesan yang kurang menyenangkan sehingga orang tidak kerasan tinggal di ruang perpustakaan. Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ruang perpustakaan harus ditata agar bersih, sejuk, tentram dan aman, karena apabila ruang perpustakaan tidak ditata, pengguna perpustakaan tidak akan merasa nyaman dan mereka tidak betah berlama – lama di perpustakaan. Untuk kenyamanan pengguna, pihak perpustakaan perlu memperhatikan penataan ruang koleksinya. Menurut Lasa (1996: 27) yang dikutip oleh Saria (2005: 9) ada tiga sistem tata ruang perpustakaan yaitu: a. Tata sekat Yakni suatu cara penempatan koleksi yang terpisah dengan meja baca pengunjung. Hanya petugas yang boleh masuk keruang itu jadi antara koleksi dan pembaca terdapat sekat/batas. Sistem ini cocok untuk perpustakaan yang menganut sistem pinjam tertutup/ closed acces. b. Tata parak Sistem ini hampir sama dengan sistem tata sekat antara koleksi dan meja baca tidak dicampur. Dalam sistem ini pembaca dimungkinkan mengambil sendiri koleksi yang terletak di ruangan lain kemudian dibon pinjam untuk dibaca di ruangan yang disediakan. c. Tata baur Cara penempatan koleksi yang ditata baur yakni antara ruangan / meja baca dan koleksi di campur, dengan demikian pembaca lebih mudah mengambil koleksi sendiri. Cara ini lebih cocok untuk perpustakaan yang menganut sistem terbuka/ open acces. Berdasarkan uraian di atas bahwa dalam penataan ruangan perpustakaan tergantung pada sistem pelayanan yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
2.8.3. Jenis – Jenis ruang Ruangan perpustakaan adalah tempat dalam satu perpustakaan yang digunakan untuk menempatkan suatu barang yang mempunyai fungsi tertentu, yang dibatasi oleh sekat. Ruangan yang ada diperpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan pustaka, pelaksanaan pelayanan, dan tempat petugas perpustakaan bekerja. Jumlah ruangan yang ada diperpustakaan tergantung kepada banyaknya aktivitas/layanan yang dilaksanakan oleh perpustakaan tersebut. Menurut Siregar (2008: 12-13) faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan ruangan di perpustakaan antara lain: a. Kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan tersebut. Identifikasi secara rinci kegiatan/pekerjaan serta tahapan pelaksanaan pekerjaan tersebut. Rincian pekerjaan, dan rangkaian pelaksanaan pekerjaan harus jelas, sehingga dapat diketahui perabot dan perlengkapan yang dibutuhkan setiap tahap pelaksanaannya. b. Kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan luas ruangan yang dibutuhkan, kondisi dan daya tampung ruangan tersebut serta hubungannya dengan ruangan lain, karena hal ini akan menentukan perlengkapan yang dibutuhkan, sehingga dapat diketahui apakah suatu ruangan dapat digunakan untuk kegiatan dimaksud. c. Perlu di pertimbangkan koleksi yang dimiliki dan yang direncanakan pada masa 10 tahun kemudian. Disamping itu jangkauan pelayanan yang akan diselenggarakan, petugas yang dibutuhkan pada setiap pelayanan, serta rencana pengembangannya untuk 10 tahun mendatang. Penentuan ruangan ini juga dipengaruhi oleh pengelolaan bidang administrasi dan pengembangannya. d. Pertimbangan khusus sesuai dengan penggunaan ruangan tersebut, seperti ruangan khusus untuk petugas perpustakaan dimana pengunjung tidak diperkenankan masuk, dan ruangan dimana pengguna dapat masuk. Berdasarkan uraian di atas pembagian ruangan perpustakaan tergantung pada sifat kegiatan, sistem pelayanan, keamanan dan tata kerja serta kondisi (jumlah koleksi, staf, pelayanan yang dilaksanakan perpustakaan tersebut. Jumlah ruangan untuk setiap perpustakaan berbeda sesuai dengan kondisi perpustakaan itu sendiri. Namun demikian setiap perpustakaan harus memiliki minimal beberapa ruangan antara lain: a. Ruang koleksi. b. Ruang baca c. Ruang operasional perpustakaan d. Ruang khusus
Universitas Sumatera Utara
2.8.3.1. Ruang koleksi Ruang koleksi adalah ruangan yang berfungsi untuk penempatan koleksi bahan pustaka baik berupa bahan tercetak yaitu: buku, majalah, surat kabar, kliping, brosur dan lain – lain, maupun bahan terekam seperti kaset, film, mikrofish, slide, piringan hitam dan lain – lain. Ruangan koleksi ini juga harus dapat menampung pengunjung yang akan mencari bahan pustaka/informasi. Selain itu ada juga ruang referensi yang dibuat tersendiri. Untuk mengetahui luas ruangan koleksi, dapat ditentukan dengan mengetahui banyaknya koleksi yang dimiliki. Perhitungan jumlah koleksi perpustakaan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah/populasi pengguna. Untuk memprediksi luas ruangan yang diperlukan pada masa akan datang, dapat dilakukan dengan menghitung pertambahan koleksi per tahunnya. Untuk dapat mengetahui besar pertambahan koleksi pertahun, dapat digunakan perhitungan pertambahan perkapita sederhana. Menurut Hasugian (2004) yang dikutip oleh Harfano (2005: 24) untuk mengetahui rata pertumbuhan setiap tahunnya dapat menggunakan rumus sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g.
2000 = A 2001 = B 2002 = C 2003 = D 2004 = E Jumlah tahun = n Rata – rata pertumbuhan pertahun = x (E – D) + (D – C) + (C – B) + (B – A)
X= n Dan untuk mengetahui persentase pertambahan koleksi tiap tahunnya (x%) dengan menggunakan rumus: [(E – D)/E] + [(D – C)/D] + [(C – B)/C] + [(A – B)/A] x% =
x 100% n
Setelah dapat mengetahui prediksi pertambahan koleksi buku pertahun, maka selanjutnya untuk dapat mengetahui koleksi bukan buku (audio-visual) yang dibutuhkan perpustakaan, dapat disesuaikan berdasarkan anjuran Hartford Connecticut State Library dalam Library and Space Planning Guide (2002: 24) yang dikutip oleh Harfano (2005:24), building program consultants are typically recomending that size of the nonprint collection be 10% of the book collection”. Uraian tersebut dapat diartikan bahwa konsultan gedung perpustakaan biasanya menyarankan besar koleksi bukan buku
Universitas Sumatera Utara
adalah 10% dari jumlah koleksi buku. Koleksi bukan buku yang dimaksud adalah video kaset, CD-ROM, CD musik, film, slide, kaset, piringan hitam, bentuk mikro seperti mikrofilm, mikrofish dan mikroburam (microopaque). Hartford Connecticut State Library dalam Library and Space Planning Guide (2002: 4) yang dikutip oleh Harfano (2005: 25), juga menguraikan bahwa untuk mendapatkan luas ruangan koleksi bukan buku yaitu: “formula for nonprint materials (videos, books on tape, CD-ROM’s. Music CDs, audiocassettes, etc). To estimate the square feet of space needed to house these library collections, divide the total projected collection by 10”. Pengertian uraian tersebut adalah untuk memperkirakan luas ruang koleksi bukan buku dapat dengan membagikan banyaknya koleksi dengan 10. Selanjutnya Hartford Connecticut State Library dalam Library and Space Planning Guide (2002: 7), yang dikutip oleh Harfano (2005: 25) menyatakan bahwa: ruangan yang diperlukan untuk perangkat elektronik seperti microfilm reader/printer yaitu: “Formula for microfiche or microfilm reader/printer, to estimate the square feet of space needed, multiply the number of microfiche and microfilm reader/printer workstation by 35. Uraian tersebut menjelaskan bahwa untuk mengetahui luas ruangan yang diperlukan untuk perangkat elektronik seperti microfilm reader/printer yaitu dengan mengkalikannya dengan 35 kaki/ segi. Setelah mengetahui jumlah koleksi yang seharusnya dimiliki maka dapat ditentukan jumlah rak yang diperlukan sebagai tempat penyimpanan koleksi. Pemilihan penggunaan rak juga menentukan luas ruangan yang diperlukan pada ruang koleksi. Sulistyo-Basuki (1993: 309), menjabarkan bahwa “rak ganda memiliki ukuran tinggi 2.175 mm, panjang 1.840 mm, dan lebar 460 mm. Bagi rak tunggal artinya hanya dapat menyimpan satu sisi saja, ukuran tingginya 2.175 mm, panjang 1.840 mm, dan lebar 230 mm”. Selain pendapat di atas Frazer G. Poole (1981: 22-55), menyatakan bahwa: Pada rak dua muka dengan kedalaman rak 500 mm, tinggi 2.280 mm, panjang 1.840 mm, dan memiliki 7 pagu (level pada rak) dengan pagu mati pada bagian bawah, diperkirakan perpagu dapat menampung 25 eksemplar per meter untuk buku dengan jilid biasa, sedang untuk koleksi acuan (referens) sebanyak 15 eksemplar per meter. Sebagai anjuran bahwa jarak antar rak sebaiknya 900 mm. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diketahui luas ruangan yang dibutuhkan untuk penjajaran koleksi perpustakaan. Penggunaan rak yang terbuat dari baja lebih dianjurkan karena tahan lama dan fleksibel. Untuk menghindari kerusakan koleksi akibat temperatur/hawa dan kelembapan, “pada ruang koleksi perpustakaan sebaiknya batas pengaturan hawa antara 19°c – 23°c dengan kelembapan 40% - 50% “. (Frazer G. Poole, 1981: 40).
Universitas Sumatera Utara
2.8.3.2. Ruang baca Ruang baca adalah tempat yang digunakan oleh pengguna/pengunjung perpustakaan untuk membaca bahan pustaka. Ruang baca biasanya terletak dekat dengan koleksi atau ruang koleksi dan ruang baca digabungkan dalam satu ruangan. Ruang baca sebaiknya ditempatkan dekat sumber cahaya (agar berfungsi bila lampu mati) dan tidak didaerah lalu lintas pengunjung. Menurut Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus (1999: 53) “secara umum ruangan ini harus mampu menampung 10% dari jumlah pengunjung. “Berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 162 Tahun 1967 tanggal 16 Desember 1967, setiap pemakai mendapat 1 m2 di dalam perpustakaan”. (Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi, 1979: 48). Sedangkan Frazer G. Poole, menganjurkan bahwa “luas yang diperlukan 0,55 m2 untuk satu orang pengguna”. Selain pendapat di atas dalam buku Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan tinggi (1979: 49), luas ruang per pengguna dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2: luas per pengguna No. 1. 2. 3.
Pengguna s/d 1.000 orang 1.001 s/d 5.000 orang > 5.000 orang
Luas/pengguna O,5 m2 0,75 m2 1 m2
Sebagai pertimbangan lain dalam memperkirakan luas ruangan adalah perabot yang digunakan. Sebagai acuan menurut Frazer G. Poole (1981: 53), “ukuran meja belajar (meja parak), yaitu “meja parak tunggal yang cukup luas untuk latar kerja 0,55 m2, berukuran 910 mm x 610 mm. Jadi meja untuk empat orang dengan luas 0,55 m2 per orang mempunyai ukuran 1.821 mm x 1.220 mm”.
2.8.3.3. Ruang operasional perpustakaan Ruangan operasional perpustakaan dipergunakan untuk ruang kerja pustakawan atau staf perpustakaan dan kepala perpustakaan. Keberadaan kepala dan staf perpustakaan memerlukan alokasi ruangan yang dapat ditentukan dengan menggunakan standar yang dikeluarkan oleh negara lain. Tetapi menggunakan standar yang berasal dari negara maju tidak selamanya cocok dengan kondisi di Indonesia terutama masalah keterbatasan dana (Harfano, 2005: 27).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Standar India yang dikutip oleh Sulistyo-Basuki (1993: 306), luas ruangan untuk kepala perpustakaan dan staf perpustakaan adalah seluas: a. Kepala dan wakil kepala perpustakaan masing – masing seluas 30 m2. b. Bagian pengklassifikasian, pengatalog, pengadaan, dan pemeliharaan, masing – masing seluas 9 m2. c. Staf administrasi dan profesional yang tidak bertugas di titik jasa serta staf lainnya (terkecuali (b)), masing – masing 5 m2. Sedangkan luas lantai untuk tempat kerja staf menurut Frazer G. Poole (1981: 57) dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3: Luas ruang kerja staf No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tempat Kerja Pengadaan Penjilidan Pengatalogan Peminjaman Majalah Pengolahan fisik Pemanduan Buku cabang
Luas Bersih (m2) 9 23 10 11 11 9 11 9
Setelah mengetahui luas ruang kerja yang dialokasikan untuk setiap bagian di perpustakaan berdasarkan tabel 3, perhitungan selanjutnya adalah memperthitungkan kuantitas staf perpustakaan yang diperlukan. Menurut Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi (1979: 32): Untuk mengetahui kuantitas staf yang diperlukan perpustakaan dapat menggunakan rumus: W + 37 1/2 X T = [(------------------- x -------- ) + (n – 1) ] x 1 orang 2 x 37 ½ 150 Keterangan: a. T = Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan b. W = Jumlah waktu pelayanan dalam 1 minggu (dalam satuan jam) c. X = Jumlah pemakai aktif pelayanan informasi perpustakaan. d. n = Jumlah titik pelayanan yang disediakan. e. 37 ½ = Jumlah jam dinas pemerintah dalam seminggu. f. 150 = Rasio t
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan rumus tersebut dapat dilihat dari contoh berikut: 1. Diketahui : W = 8 Jam per hari. X = 4.200 orang. N = 6 titik layanan, terdiri dari: peminjaman, referensi, sarana membaca di perpustakaan, foto-kopi dan bibliografi. 2. Ditanya : T (Jumlah tenaga yang dibutuhkan).....? 3. Dijawab : W = 8 jam per hari x 6 hari = 48 jam seminggu. W + 37 1/2 X T = [(------------------- x -------- ) + (n – 1) ] x 1 orang 2 x 37 ½ 150
48 + 37 1/2 4.200 T = [(------------------- x --------- ) + (6 – 1) ] x 1 orang 2 x 37 ½ 150
85,5 4.200 T = [(------------------- x --------- ) + (5) ] x 1 orang 75 150 T = [(1,14 x 28) + (5)] x 1 orang T = [(31,9) + (5)] x 1 orang T = [36,9] x 1 orang T = 37 orang.
Dari contoh penggunaan rumus kuantitas staf perpustakaan diatas dapat diketahui bahwa suatu perpustakaan yang memiliki 6 titik layanan dengan jumlah pengguna 4.150 orang dan jam pelayanan 8 jam per hari, jumlah staf yang diperlukan adalah sebanyak 37 orang. 2.8.3.4. Ruang khusus Adapun yang dimaksud dengan ruang khusus adalah ruangan yang tidak tertera pada uraian sebelumnya. Menurut J. K. Khanna (1997: 334) yang dikutip oleh Harfano (2005: 28-29), “terdapat beberapa ruangan khusus seperti: Tabel 4 : Luas ruang di luar ruang staf dan koleksi No.
Ruangan
Luas Bersih (m2)
1.
Ruang diskusi
15
2.
Ruang Seminar
20
3.
Ruang praktek
5 per orang
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Siregar (2008: 16) yang dimaksud dengan ruang khusus adalah yang terdiri dari “ruang seminar dan pertemuan, ruang diskusi, ruang pemutaran film, ruang khusus bercerita untuk anak – anak, ruang pantry, kantin, kamar kecil dan sebagainya”. Selain pendapat di atas Poole (1981: 57-91) menyatakan bahwa perkiraan luas setiap ruangan adalah sebagai berikut: a. Areal multimedia
: 3,0 m2/meja
b. Areal diskusi/seminar : 2,0 m2/tempat duduk. c. Areal konferensi
: 1,9 m2/ orang
Selain ruangan di atas dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: buku pedoman (2004: 126) dinyatakan bahwa “untuk ruang seperti corridor (selasar), aula (hall), toilet dan gudang diperlukan ruang seluas 10 – 15 % dari seluruh luas lantai yang telah dihitung”. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa setiap lembaga yang menyelenggarakan perpustakaan menyesuaikan luas gedung/ruangan yang dibutuhkan dengan jumlah titik layanan dan kegiatan yang dilaksanakan oleh perpustakaan. Sebagai contoh dapat dilihat jumlah ruangan dan hubungan antar ruang untuk perpustakaan perguruan tinggi sebagaimana dinyatakan dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: buku pedoman (2004: 128) sebagai berikut: (lihat gambar 11 halaman 42)
Universitas Sumatera Utara
R. Koleksi
Biblio
R. Baca Perorangan
Berkala/Serial
Indeks, abstrak
Perujukan Pengolahan Pengadaan, Penjilidan
Koleksi ITC
Gudang ITC
Katalog
Peminjaman
R. Makan
Komputer
R. Teater
R. Pamer
Gudang
R. Rapat
Tata Usaha
Pintu Kontrol Kepala
R. Sidang
R. Baca
Lobi
Bongkar barang
Bebas
Pintu Utama
Pintu Samping
Gambar 11: Hubungan antar ruang
Universitas Sumatera Utara
Dalam perencanaan gedung dan ruangan suatu perpustakaan tidak hanya berdasarkan perkiraan koleksi, lokasi, pengguna dan staf perpustakaan, akan tetapi juga perlu memperhatikan hal – hal lain yang fungsinya menunjang dan mempermudah pelaksanaan kegiatan perpustakaan. Berdasarkan Aaron Cohen dalam bukunya Designing and Space Planning For Libraries (1979: 123) yang dikutip oleh Harfano (2005: 32), ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu: “Pencahayaan. Pemakaian warna dan penggunaan marka. Tingkat Kebisingan. Ketiga hal tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:
2.8.4 Sistem Pencahayaan Sistem pencahayaan pada setiap daerah didalam perpustakaan tidaklah sama, seperti pencahayaan pada ruang baca yang memerlukan penerangan yang kuat tidak sama dengan penerangan untuk ruang pandang-dengar (Audio-Visual). “Penempatan lampu penerangan di perpustakaan agar diusahakan agar sinar tidak jatuh di atas rak buku melainkan antara rak – rak buku, dengan demikian judul – judul bahan pustaka akan mudah dibaca”. (Panduan Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus, 1992: 6) Penerangan jangan sampai menyebabkan terjadinya penurunan gairah membaca serta tidak membuat silau. Usaha ini ditempuh dengan cara: menghindari sinar matahari langsung dan Memilih jenis lampu yang dapat memberikan sifat dan taraf penerangan yang tepat misalnya; lampu pijar akan memberikan cahaya yang bersifat setempat, lampu TL/PL/Fluorescent akan memberikan cahaya yang merata (difused), sedangkan lampu sorot akan memberikan cahaya yang terfokus pada obyek tertentu. Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: buku pedoman (2004: 131-132) dinyatakan bahwa : Dasar pemikiran yang dipakai untuk konsep perancangan sistem penerangan adalah pemenuhan tingkat intensitas terang tidak sama. Daftar intensitas adalah sebagai berikut: 1. Area baca (majalah dan surat kabar) 200 lumen 2. Meja baca (ruang baca umum) 400 3. Meja baca (ruang baca rujukan) 600 4. Area sirkulasi 600 5. Area pengolahan 400 6. Area akses tertutup (closed access) 100 7. Area koleksi buku 200 8. Area kerja 400 9. Area pandang dengar 100
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Godfrey Thompson (1974: 140) yang dikutip oleh Harfano (2005: 33) menyatakan bahwa: Berdasarkan jenis lampu, dapat diketahui Kekuatan cahaya yang dikeluarkan lummens) oleh jenis lampu adalah sebagai berikut: Lampu TL (Fluorescent tube) a. 80 watt 3100 – 4850 lumens b. 65 watt 2700 – 4400 lumens c. 40 watt 1700 – 2600 lumens Lampu pijar (bulb) a. 25 watt b. 40 watt c. 60 watt d. 100 watt e. 200 watt f. 500 watt
200 lumens 390 lumens 665 lumens 1260 lumens 2720 lumens 7.700 lummens
Pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau baik langsung dari sumbernya maupun dari permukaan meja tempat bekerja. Penggunaan lampu pijar tidak cocok diperpustakaan karena panas yang dipancarkan dan lebih baik jika menggunakan lampu TL karena memancarkan sinar yang lebih baik kualitasnya serta kurang memancarkan panas. Penggunaan lampu TL (fluorecscent) yang terdiri dari “reflektor parabola dari cermin aluminium dan bertutup jejalur aluminium merupakan salah satu lampu yang paling efisien, karena tidak menyilaukan dan memberikan pencahayaan yang berkualitas tinggi” (Frazer G. Poole, 1981:29). Penggunaan lampu TL/Fluorescent sebagai alat penerangan sebaiknya dengan menggunakan komponen lampu TL (ballast, kondensator, starter) yang baik sehingga dapat mengurangi getaran cahaya yang timbul dari sumber cahaya tersebut. Dan untuk menghindari radiasi sinar ultraviolet yang berasal dari lampu TL dapat digunakan penyaring Ultraviolet. 2.8.5 Sitem Warna dan marka. Pemilihan warna yang tepat untuk digunakan pada ruangan perpustakaan tidak hanya dapat menimbulkan rasa nyaman, intensitas terang, sejuk dan memberikan suasana tetapi juga dapat memantulkan cahaya atau dapat menyerap sinar yang datang. Berdasarkan Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004: 132-133), Memilih warna dinding dan perabot yang mendominasi ruang yang dapat memantulkan atau menyerap sinar yang datang, Intensitas pantulan dari setiap warna yang digunakan: a. White (putih) 80 b. Salmon (blewah) 53 c. Ivory muda (krem) 71
Universitas Sumatera Utara
d. Pale apple green (hijau apel) e. Apricot beige (kuning kunyit) f. Medium grey (abu – abu) g. Lemon yellow (kuning muda) h. Light green (hijau muda) i. Ivory (kuning gading) j. Pale blue (biru muda) k. Light buff (coklat muda) l. Deep rose (merah mawar) m. Peach (kuning tua) n. Dark green (hijau tua)
51 66 43 65 41 59 41 56 12 53 9
Selain penggunaan warna yang tepat, perpustakaan juga perlu memperhatikan penempatan marka (rambu) pada tempat yang benar agar dapat dilihat dan dibaca dengan jelas oleh pengguna dan memiliki ukuran yang proporsional dengan ukuran tempat marka. Penggunaan marka dapat mengefektifkan penggunaan fasilitas yang ada, karena memudahkan pengguna menemukan tempat fasilitas yang diinginkan. Berdasarkan Perpustakaan Perguruan Tinggi: buku pedoman (1994: 125-126), marka (rambu) dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu: a. Rambu identifikasi. b. Rambu penunjuk arah. c. Rambu peringatan atau larangan. d. Rambu informasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa ada beberapa metode penempatan marka: a. Digantung di plafon di antara rak. b. Ditempel di dinding atau di perabot. c. Diletakkan berdiri di atas lantai. d. Dipasang minimal 160 cm di atas lantai. e. Di beri jarak yang tidak boleh lebih dari 50 m dari orang yang melihat marka. (Perpustakaan Perguruan Tinggi, 1994: 128) Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pemilihan warna dan penggunaan marka (rambu) sangat penting dalam pembangunan gedung perpustakaan. Karena pemilihan warna dan kombinasi yang tepat akan memberikan dampak pada peningkatan pemanfaatan koleksi perpustakaan oleh pengguna terutama penggunaan koleksi di ruang baca perpustakaan. Sedangkan penempatan marka pada tempat yang tepat akan memudahkan pengguna untuk mendapatkan fasilitas yang ingin digunakan.
Universitas Sumatera Utara
2.8.6 Sistem Akustik/ tingkat kebisingan Tingkat kebisingan yang dihasilkan dari setiap ruangan di dalam perpustakaan berbeda – beda. Karena itu perlu diperhatikan penempatan ruangan agar ruangan yang tingkat kebisingannya tinggi tidak berdekatan atau bahkan menyatu dengan ruangan yang tingkat kebisingannya rendah. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena pada beberapa ruangan di dalam perpustakaan memerlukan ketenangan terutama di ruang baca. Godfrey Thompson dalam bukunya Planning and Design of Library Buildings (1974: 152-154) yang dikutip oleh Harfano (2005: 34), “membagi sumber kebisingan di dalam perpustakaan menjadi dua bagian: a. External noise Yang berasal dari luar perpustakaan seperti suara yang berasal dari koridor disekitar perpustakaan dan suara mesin yang berasal dari sepeda motor dan mobil. b. Internal noise. Yang berasal dari dalam perpustakaan seperti suara percakapan baik oleh pemakai maupun staf perpustakaan, suara kursi yang digeser, dan suara yang berasal dari peralatan yang digunakan di dalam perpustakaan seperti trolley, mesin fotocopy, printer, ataupun mesin ketik. Jika ada sumber kebisingan yang berasal dari luar dan dalam perpustakaan, maka perlu diperhatikan hal – hal yang mempengaruhi tingkat kebisingan pada saat pembangunan perpustakaan. Berdasarkan buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: buku pedoman (2004: 133), “hal yang perlu diperhatikan dalam aspek akustik perancangan bangunan perpustakaan adalah sebagai berikut: a. Pemenuhan tingkat intensitas suara (noise criteria) yang memadai pada setiap fungsi ruang berikut: Ruang baca NC 3035 Ruang buku NC 3035 Ruang kerja umum NC 3035 Ruang audio NC 2025 b. Mengurangi secara optimal gangguan suara dari luar dengan menerapkan sistem pemilihan bangunan dan rancangan sisi luar bangunan, baik buruk rancangan bentuk maupun bahan bangunan. c. Menerapkan sistem kompartemenisasi sumber suara, yaitu dengan pendaerahan ruang – ruang yang merupakan sumber suara pada lokasi /daerah yang terisolasi; dan d. Penggunaan bahan bangunan yang dapat mereduksi suara untuk lantai / langit – langit / dinding pada ruang – ruang yang dianggap dapat menjadi sumber suara dan pada ruang yang memerlukan intensitas suara yang rendah . Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa tingkat kebisingan tersebut dapat dikurangi dengan meningkatkan kedisiplinan staf perpustakaan untuk tidak banyak
Universitas Sumatera Utara
melakukan percakapan, memasang karpet juga merupakan langkah yang bagus karena dapat menyerap kebisingan yang muncul sedangkan untuk mengatasi kebisingan yang berasl dari luar perpustakaan yaitu dengan menutup pintu dan jendela perpustakaan dan menempatkan perpustakaan jauh dari ruas jalan yang dilalui kendaraan bermesin. Jika hal itu tidak mungkin dilakukan maka dapat diusahakan agar ruangan perpustakaan dibuat kedap suara. 2.9. Perabotan dan Perlengkapan Perabotan dan perlengkapan perpustakaan sangatlah penting untuk menunjang kelancaran kegiatan di perpustakaan, oleh karena itu perlu adanya perencanaan pengadaan perabot dan perlengkapan agar kegiatan di perpustakaan berjalan dengan efisien. Dalam buku Pedoman Perlengkapan Perpustakaan Khusus (1992: 5) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan perabot perpustakaan adalah: Segala sesuatu barang berupa kelengkapan yang dibutuhkan di perpustakaan khusus yang mana untuk tempat melakukan aktivitas kerja karyawan, aktivitas pemakai jasa layanan, dan untuk tempat meletakkan atau menyimpan sesuatu. Barang – barang tersebut lazim juga disebut dengan mebiler, seperti rak, almari, meja, kursi, kabinet dan sebagainya. “Sedangkan perlengkapan adalah segala sesuatu kelengkapan yang diperlukan perpustakaan berupa perkakas atau alat yang berfungsi untuk membantu kemudahan pelaksanaan pekerjaan dan pemanfaatan sumber – sumber informasi yang tersedia di perpustakaan khusus, baik berupa mesin atau tidak seperti: mesin tik, stempel, penggaris, pemotong kertas (cutter) dan lain – lain. Sedangkan dalam Buku Pedoman Perencanaan Perabotan dan Perlengkapan Perpustakaan (1986:6) yang dimaksud dengan perabotan perpustakaan adalah: barang – barang yang berfungsi sebagai wadah atau wahana penunjang fungsi perpustakaan seperti: meja, kursi, rak buku, papan peragaan atau lainnya.” Dan yang dimaksud dengan perlengkapan perpustakaan yaitu”barang – barang yang merupakan perlengkapan dari suatu komponen dan atau kegiatan perpustakaan, seperti: mesin ketik, komputer, layar proyektor, kartu katalog, kartu buku, lembar pengembalian (date due slip) dan sebagainya. Sehubungan dengan hal di atas menurut Siregar (2008: 18), mengemukakan yang dimaksud dengan perabot adalah : “Barang – barang yang berfungsi sebagai wadah atau wahana penunjang fungsi perpustakaan seperti meja, kursi, rak buku, dan lain – lain”. Sedangkan perlengkapan adalah “barang – barang yang merupakan perlengkapan dari suatu komponen atau kegiatan perpustakaan antara lain mesin tik, komputer, layar proyektor, dan lain – lain”.
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan perabot dan perlengkapan pada sebuah perpustakaan bergantung kepada fungsi spesifik dan ragam kegiatan yang berlangsung di perpustakaan. Menurut Pedoman Perlengkapan Perpustakaan Khusus (1992: 6) ada beberapa pertimbangan yang harus di perhatikan yaitu: a. Pertimbangan fungsi spesifik Meskipun semua perpustakaan secara umum mempunyai fungsi yang sama, tetapi setiap jenisnya mempunyai fungsi spesifik tersendiri. Untuk perpustakaan khusus, karena koleksi terbatas pada subyek khusus yang dibutuhkan sebagai sumber informasi oleh karyawan instansi tempat perpustakaan itu berada, berarti aktivitas layanannya tidak membutuhkan perabot dan perlengkapan untuk pemakai anak – anak. b. Pertimbangan ragam kegiatan. Kegiatan perpustakaan khusus pada hakikatnya sama dengan perpustakaan lain, yang terdiri atas tiga kegiatan pokok, yaitu: • Kegiatan pengelolaan administratif. • Kegiatan pengelolaan teknis. • Kegiatan pengelolaan layanan pemakai.
2.9.1. Pemilihan dan Pembuatan Perabot dan perlengkapan. Untuk menghindari kesalahan dalam pemilihan perabot yang dibutuhkan, pustakawan harus lebih cermat dalam melakukan pemilihan bahan untuk perabot dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan bahan tersebut. Bahan perabot dapat terbuat dari dua jenis bahan yaitu kayu dan logam. Siregar (2008: 19) menyatakan bahwa: Ada beberapa kelebihan bahan dari kayu antara lain: a. Tersedia dan mudah didapat baik dikota kecil maupun besar. b. Mudah dan banyak orang yang dapat membuatnya. c. Memiliki banyak unsur dekoratif. d. Mudah diperbaiki bila terjadi kerusakan. Kekurangan bahan dari kayu adalah: daya tahannya kurang; mudah terbakar dan kayu yang baik harganya mahal. Memilih bahan logam akan memberi keuntungan karena tahan lama dan mudah dibongkar pasang. Sedangkan kekurangan bahan ini adalah pemesanan tidak dapat dilakukan disemua tempat, hanya dapat dipesan di tempat tertentu saja dan mudah berkarat. Disain perabot sebaiknya dibuat sederhana dan mudah diberihkan. Selain itu perlu diperhatikan faktor ergonomi dan fungsionalnya. Bentuk dan konstruksi perabot sebaiknya, dibuat sedemikian rupa sehingga kuat dengan kualitas bahan yang baik dan enak dipandang, serta bentuk tepi dan ujung perabot harus tumpul.
Universitas Sumatera Utara
Warna yang dipergunakan harus serasi dengan warna ruangan, untuk ini perlu diperhatikan tentang sifat warna. Pustakawan juga harus cermat dalam penggunaan dana agar dana yang dibuthkan sesuai dengan kemampuan perpustakaan itu.
2.9.2 Perabot dan perlengkapan yang dibutuhkan. Sesuai dengan penjelasan pembagian ruang perpustakaan yang telah diuraikan sebelumnya, maka perpustakaan memiliki beberapa ruang diantaranya yaitu ruang koleksi, ruang baca, ruang operasional perpustakaan, dan ruang khusus dimana setiap ruangan tersebut memiliki perabotan masing – masing dan sesuai dengan fungsinya. Menurut Siregar (2008: 19-21) secara garis besarnya perabot dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk masing – masing ruangan adalah seperti berikut: a. Perabot dan perlengkapan pokok untuk ruang koleksi. 1. Rak buku 10. Lemari pamplet dan brosur 2. Rak majalah 11. Lemari/rak kaset. 3. Rak buku anak – anak 12. Lemari/ video kaset. 4. Penyangga atau standar buku 13. Kotak majalah/brosur. 5. Tangga injakan. 14. Alat pemadam api. 6. Label tanda penunjuk rak. 15. Telepon 7. Gantungan surat kabar 16. AC/ kipas angin. 8. Rak atlas 17. Rak Display. 9. Rak kamus b. Perabot dan perlengkapan untuk ruang baca. 1. Meja baca 2. Kursi baca Tambahan jika sudah berkembang 3. Sice untuk membaca santai 8. Telepon 4. Karel/meja baca perorangan 9. Kipas angin 5. Karpet lantai untuk anak – anak 10. AC 6. Bantal duduk untuk anak – anak 11. Booklet/pamplet 7. Poster dinding/ hiasan c. Perabot dan perlengkapan untuk ruang pelayanan. 1. Meja peminjaman 2. Lemari/ tempat penitipan barang 3. Lemari katalog, kardeks 4. Kartu katalog 5. Papan pengumuman 6. Kotak/ kartu peminjaman 7. Perlengkapan peminjaman dan buku pengunjung. Tambahan jika sudah berkembang 8. Rak pameran display 17. Steples 9. Gantungan topi/ mantel 18. Telepon 10. Tanda – tanda petunjuk 19. Mikrofil reader/printer 11. Kotak saran 20. Video casette/ tv 12. Mesin ketik 21. Slide proyektor
Universitas Sumatera Utara
13. Kereta buku (book troley) 22. Book charger 14. Mesin photocopy 23. AV/ kipas angin 15. Stempel, cap tanggal/bantalan 24. Kartu pembatas 16. Peruncing pensil 25. Kartu anggota/peminjaman. d. Perabot dan perlengkapan untuk ruang kerja teknis dan administrasi. 1. Meja/kursi kerja 7. Buku induk bahan pustaka 2. Lemari arsip 8. Cap 3. Rak/lemari 9. gunting 4. Mesin ketik 10. Steples 5. Kartu blanko 11. Alat tulis kantor (atk) 6. Alat/ kelengkapan bahan pustaka Tambahan sesudah berkembang 13. Alat pengepel 23. Label, kantong, due slip 14. Sice tamu 24. Stempel/ bantalan 15. Meja pengolahan 25. Peruncing pensil 16. Mesin/ pisau potong. 26. Pelobang kertas 17. Alat fumigasi 27. Book charger 18. Alat penjilidan 28. Kartu pemesanan koleksi 19. Telepon 29. Komputer analisa 20. Kipas angin 30. Kartu duplikator katalog 21. AC 31. Kartu pencatatan majalah dan koran 22. Kalkulator. 32. Kartu statistik. e. Perabot dan perlengkapan untuk ruang khusus. 1. Ember 4. Papan tulis 2. Meja/ kursi 5. Gelas, ceret, tatakan gelas. 3. Sabun Tambahan sesudah berkembang 6. Alat penghisap debu. 11. komputer 7. Alat pengukur suhu udara 12. Overhead proyektor 8. Televisi/ video kaset 13. layar 9. Kaset/ perekam, tape recorder. 14. Proyektor slide/film strip 10. Mike, earphone 15. Interkom f. Perabotan dan perlengkapan lain jika memungkinkan. 1. Alat pemadam api. 2. Perlengkapan kenderaan.
Universitas Sumatera Utara
2.9.3. Teknik Penataan Perabot dan Perlengkapan Menurut Tri (2007: 16) “Teknik penataan perabot dan perlengkapan merupakan pedoman yang dapat membimbing pustakawan dalam menata dan mengatur tata letak perabot dan perlengkapan dalam ruang perpustakaan”. “Pedoman penataan perabot dan perlengkapan menurut Soejono (1985: 80) adalah sebagai berikut: 1. Rak buku Rak buku dua sisi dapat berdiri sendiri ditengah ruangan. Penggunaan rak buku ini akan menghemat ruangan dan rak satu sisi sangat penting dipakai diruang referensi karena dapat dipakai sebagai penyekat ruangan menurut kehendak petugas perpustakaan. 2. Rak surat kabar Rak surat kabar dapat ditempelkan pada ujung rak – rak buku atau dimana saja yang lebih menarik. 3. Rak majalah Rak majalah dapat ditempatkan diruang peminjaman atau ruang baca. Dua buah rak dapat ditempatkan saling bertolak belakang, untuk menghemat tempat dan agar kelihatan cantik. 4. Kabinet katalog Kabinet katalog ditempatkan diruang pelayanan umum, ruang gudang dan ruang referensi. 5. Studi carrel Biasanya perabot ini dipasang diruang belajar atau diruang referensi. Meja ini digunakan untuk menghilangkan semaksimal mungkin gangguan – gangguan yang tidak diinginkan oleh para pengunjung perpustakaan. 6. Meja baca berkelompok Meja ini diletakkan tepat pada ruang baca. Perabot ini harus kuat dan kaki – kakinya sedapat mungkin diberi keset agar jika tidak dipakai atau ditarik tidak membuat berisik. 7. Papan pameraan Digunakan untuk memamerkan book jackets dari buku – buku yang baru datang. Biasanya diletakkan didekat pintu masuk atau tempat – tempat yang strategis. 8. Meja petugas perpustakaan Setiap petugas perpustakaan mempunyai meja dan kursi kerja sendiri. Meja kerja dibuatkan dengan ukuran standar yang sekaligus dapat digunakan untuk keperluan mengetik. Meja kerja seharusnya diletakkan diruang kerja atau tempat–tempat strategis dalam rangka melayani pengunjung.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Rompas (1986: 121-122) letak perabot dan perlengkapan perpustakaan sebagai berikut: 1. Rak buku Penempatan rak – rak buku, harus memperhatikan pula keadaan cahaya, dan pertukaran udara. Bagian muka harus menghadap pada sumber cahaya (matahari atau lampu/ listrik). Koleksi rak – rak hendaknya juga ditempatkan diruang yang pertukaran udaranya baik, namun tidak di daerah yang lembab udara 2. Meja baca Tempat meja baca harus ditempat yang terang dan berudara yang segar dan sejuk. Masing – masing meja baca dilengkapi dengan kursi baca. 3. Meja sirkulasi Meja sirkulasi yang berada diruang pelayanan, harusnya diletakkan ditempat yang dapat mengawasi seluruh orang – orang yang keluar masuk perpustakaan. Diusahakan pula posisinya berada di tempat dimana petugas yang berada di belakang meja dapat melihat keadaan ruang baca dan koleksi. 4. Lemari titipan barang Lemari titipan barang atau tas berada diruang pelayanan dekat pintu masuk atau keluar tetapi sebelum meja sirkulasi. 5. Meja katalog Meja katalog berisi kartu yang ditempatkan di ruang pelayanan berada dijalur masuk yang menuju ruang koleksi. 6. Papan/ rak peragaan (display) Papan/ rak ini ditempelkan diruang pelayanan namun dapat dipindah–pindahkan, ditempatlkan diteras depan bagian luar, dekat pintu masuk. Papan rak/ ini harus mudah dilihat secara dekat oleh pengunjung. 7. Papan pengumuman Papan pengumuman merupakan perlengkapan yang dapat diangkat dan dipindahkan. Papan pengumuman ini digantung di dinding atau di tempat di ruang pelayanan atau teras depan, dekat pintu masuk perpustakaan yang mudah sekali dilihat dan memungkinkan pengunjung membaca dari dekat.
Universitas Sumatera Utara
2.9.4. Gambar Perabotan dan Perlengkapan 1. Rak Buku Rak buku dapat terbuat dari baja atau kayu, sebaiknya rak dibuat terbuka dari belakang dan tidak berpintu. Menurut Pamuntjak (2000: 22): “Ukuran yang memuaskan untuk rak buku adalah sebagai berikut: tinggi 200 cm, lebar 100 cm, dalam 21 cm untuk rak buku biasa, 25 cm untuk rak buku referensi dan 30 cm untuk rak majalah papan yang paling bawah 10 cm dari lantai. Tebal papan 2 ½ cm”. Selain pendapat di atas menurut Sulistyo-Basuki (1993: 307) yang dikutip oleh Saria (2005: 19) menyatakan bahwa: Untuk rak koleksi lebih baik menggunakan baja dari pada kayu karena dalam jangka panjang baja lebih tahan lama, lebih fleksibel artinya lebih mudah dicopot serta dipasang kembali. Rak ganda memiliki ukuran tinggi 2.175 mm, panjang 1.840 mm dan lebar 460 mm, bagi rak tunggal hanya dapat menyimpan satu sisi saja ukuran tinggi ialah 2.175 mm, panjang 1.840 mm dan lebar 230 mm. Sedangkan menurut Thompson dalam Depdikbud (1994: 112) “rak satu muka, lima pagu dengan lebar 100 cm dapat memuat 115.165 eksemplar buku, 1 m2 luas lantai dapat memuat 150.220 eksepmlar buku. Berikut adalah beberapa contoh rak buku yang dapat digunakan:
Gambar 12: Rak buku besi dua sisi dengan 7 pagu http://dgwebber.en.made-in-china.com/offer/
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar di bawah ini menunjukkan rak buku kayu 5 pagu.
Gambar 13: Rak buku kayu 5 pagu. http://www.channelview.isd.esc4.net/campussites/chs/chslibrary.asp
Gambar 14: Penjajaran Rak buku kayu dua sisi dengan 7 pagu http://www.cedargroveacademy.com/facilities/library/
Universitas Sumatera Utara
Gambar 15: Penyusunan Koleksi pada rak buku dua sisi dengan 5 pagu
2. Meja dan Kursi Baca Meja dan kursi baca dapat terbuat dari logam atau dari kayu. Dalam Pedoman Perlengkapan Perpustakaan Khusus (1992: 57) dinyatakan bahwa “untuk meja baca dan kursi baca yang terbuat dari kayu, maka harus diperhatikan kayu yang digunakan. Mutu kayu sebaiknya bermutu A berdasarkan N. L – 5, P.K.K.I. 19961 yaitu: a. b. c. d. e.
Kayu harus kering udara. Mata kayu tidak melebihi 1/6 dari lebar balok dan tidak boleh lebih dari 3,5 cm. Balok tidak boleh mengandung wanvlak yang lebih besar dari 1/10 tinggi balok. Miring arah serat tangga tidak boleh lebih dari 1/10. Retak – retak dalam arah radial tidak boleh lebih ¼ tebal kayu dan retak – retak menurut lingkaran tumbuh tidak boleh melebihi 1/5 tebal kayu.
Menurut Pamuntjak (2000: 26): Meja ruangan baca yang cukup untuk empat orang pembaca, berukuran 100 x 150 cm jika dikehendaki meja putar maka garis tengahnya hendaknya 120 cm dan tingginya 75 cm dan untuk kursi dengan tinggi 45 cm sudah memenuhi syarat jika dibawah tiap – tiap kaki dipasang karpet maka akan tercegahla bunyi penyeretan kursi.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Indian Standard Spesification for library furniture and fitying dalam Sulistyo-Basuki (1993: 309) yang dikutip oleh Saria (2005: 18) “meja baca untuk satu orang berukuran 900 x 600 mm, ukuran meja baca untuk tiga orang adalah 2400 x 600 mm dengan ketinggian 750 mm, sedangkan ketinggian kursi baca adalah 430 mm dengan lebar 450 mm”. Sebagai pertimbangan lain dalam meperkirakan luas ruangan adalah perabot yang digunakan. Sebagai acuan Frazer G. Poole (1981: 53) menyatakan bahwa: −
ukuran meja untuk empat orang dengan luas 0,55 m2 per orang mempunyai ukuran 1.821 mm x 1.220 mm”. − Meja Tunggal atau meja parak, 900 mm x 600 mm = 2,3 m2 − Meja parak pandang dengar tunggal 1200 mm x 750 mm (dilengkapi dengan saluran listrik ) = 2,8 mm.
Berikut adalah contoh meja dan kursi baca yang dapat digunakan:
Gambar 16: Meja dan kursi baca untuk empat orang Sumber: http://www.alibaba.com/product-gs/251547089/library_desk_and_chair.html
Universitas Sumatera Utara
3. Meja Sirkulasi Jenis meja sirkulasi atau meja tempat peminjaman bermacam – macam, berikut contoh gambar meja sirkulasi yang dapat digunakan:
Gambar 17: Main Circulation Desk Sumber: http://brchildrenslibrary.blogspot.com/2010_02_01_archive.html Gambar meja sirkulasi di atas adalah multi-guna, meja tersebut dapat difungsikan untuk: − Tempat meletakkan buku (book drop-off. − Pemeriksaan buku (checking book/ material out). − Kartu Perpustakaan (Library Card). − Membayar denda (Paying Fine)s
Gambar 18: Meja Sirkulasi Sumber: http://www.amazon.com/exec/obidos/ASIN/B003DICEV4/oshboo-20
Universitas Sumatera Utara
4. Meja kerja pegawai/ petugas
Gambar 19: Meja dan Kursi kerja untuk pegawai Sumber: www.librisdesign.org 5. Kereta buku (Book troley)
Gambar 20: Kereta buku (book troley) Sumber: http://www.worthingtondirect.com/av_equipment/booktruck_with_6_slant
Universitas Sumatera Utara
6. EAS EM Library Equipment ADV-8000 EAS EM Library adalah alat yang digunakan untuk mengaktifkan kembali alarm buku yang dikembalikan oleh pengguna buku perpustakaan.
Gambar 21 : EAS EM Library Equipment ADV-8000 http://www.tradevv.com/chinasuppliers/sccxeas_p_131973/china-EAS-system
7. Rak Display Book Revolver Display Rack dapat menampung 30 buku. rak display seperti ini biasanya digunakan untuk memajang koleksi terbitan terbaru.
Gambar 22: Book Revolver Display Rack http://www.weiku.com/products/1002613/30_Pocket_Book_Revolver_Display_Rack.html
Universitas Sumatera Utara