9
BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1 Hakikat Peran Dasa Wisma 2.1.1
Pengertian Peran Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti
pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:854). Peran adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan utama dalam terjadinya suatu hal atau per-istiwa. Peran merupakan suatu tindakan dalam suatu peristiwa yang me-nimbulkan akibat/dampak agar sesuatu itu dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan maksud, tujuan dan fungsi serta manfaat
suatu hal tersebut dilaksanakan (Ali, 2005:735). Peran sangat
berkaitan erat dengan power seseorang atau organisasi dalam menunjang suatu kegiatan, agar berhasil maka digunakanlah suatu cara, metode dan alat penunjang yang lain. Selain itu peran tidak lepas hubungannya dengan tugas yang di emban seseorang, misalnya seorang ayah yang berperan dalam mencari nafkah dan melindungi anggota keluaga, seorang ulama berperan dalam mengajak dan menyuruh berbuat baik dan kebajikan dan meninggalkan kemungkaran. J.R. da Allen.V.L (dalam Adam, 2007:13) mengungkapkan bahwa peran adalah suatu rangakaian kegiatan yang teratur yang di timbulkan karena suatu 9
10
jabatan. Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang bagian yang terutama. Levinson (dalam Ahmadi, 2007:129), bahwa peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, tataran yang meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. Peran juga merupakan aktivitas mengambil bagian dalam suatu kegiatan tertentu, posisi seseorang dalam masyarakat yaitu sosial-position merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran. Ahmadi (2007:200) menyebutkan bahwa suatu peranan paling sedikit mencakup tiga hal yaitu: 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam manyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkain peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2. Peran adalah suatu konsep perihal suatu yang dapat dilakukan individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peran juga dapat dikatakan sebagai peri kelakuan individu yang penting bagi sturktur sosial masyarakat. Dari ketiga hal diatas, peran perlu adanya fasilitas-fasilitas bagi seseorag atau kelompok untuk dapat menjalankan peranannya. Lembaga-lembaga
11
kemasyarakatan yang ada merupakan bagian-bagian dari masyarakat yang dapat memberikan peluang untuk pelaksanaan peranan seseorang atau kelompok. Peranan yang melekat pada setiap individu dan suatu masyarakat memiliki kepentingan dalam hal-hal : 1. Bahwa peran-peran tertentu harus di laksanakan apabila struktur masyarakat hendak mempertahankan kelangsungannya. 2. Peran hendaknya di lekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya. 3. Dalam masyarakat kadang-kadang di jumpai individu yang tidak mampu melaksanakan peranannya sebagaimana di harapkan. Oleh karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang terlalu banyak artinya bagi kepentingan pribadinya. 4. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang bahkan sering kali terlihat masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut (Ahmadi, 2007:223). Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan berkelompok tadi akan terjadi interaksi antara anggota masyarakat yang satu
sdengan anggota masyarakat yang lainnya.
Timbulnya interaksi diantara mereka ada saling ketergantungan. Dalam kehidupan bermasyarakat itu muncullah apa yang dinamakan peran (role). Jadi, yang dimaksud peran dalam penelitian ini adalah aktivias sekelompok ibu rumah tangga yang menimbulkan dampak/pengaruh yang lebih berdaya guna dan berhasil guna terhadap kehidupan masyarakat lainnya. 2.1.2
Pengertian Dasa Wisma Dasa wisma terdiri dari Dasa dan Wisma. Secara hirafiah pengertian Dasa
artinya sepuluh dan Wisma artinya rumah atau tempat tinggal. Jadi Dasa Wisma adalah kelompok atau organisasi ibu-ibu yang terdiri dari sepuluh rumah tangga yang berdekatan (Kurniawan, 2007:37).
12
Dasa Wisma adalah unit komunitas terkecil yang terbentuk dari warga sipil yang terorganisir yang dikelola secara transparan dan saling memberi informasi yang menyangkut kehidupan bersama, serta merupakan wadah kegiatan masyarakat yang memiliki peran sangat penting dalam pelaksanaan programprogram pemerintah di bidang kesehatan yang berada dalam naungan kegiatan gerakan PKK di tingkat desa (Pontoh, 2006:17). Kelompok Dasa Wisma merupakan unit terkecil dari kelompok PKK yang terdiri dari 10 sampai 20 Kepala Keluarga (KK) dalam satu wilayah Rukun Tetangga (RT). Dari 10 anggota itu, ada seorang penanggung jawab untuk memantau kondisi rumah tangga yang lain. Prinsip Dasa Wisma adalah pengawasan dan pemberdayan hingga ke masyarakat bawah dan menyentuh unit masyarakat terkecil, yakni keluarga. Dasa Wisma merupakan salah satu pembinaan wahana peran serta masyarakat dibidang kesehatan secara swadaya di tingkat keluarga yang dikendalikan langsung oleh tim penggerak PKK desa. Salah satu dari anggota keluarga pada kelompok persepuluh dipilih untuk dijadikan ketua kelompok atau penghubung dengan Pembina. Bidan Desa dijadikan sebagai Pembina yang bertugas melakukan pembinaan secara berkala dan menerima rujukan masalah kesehatan. Ketua kelompok Dasa Wisma membina 10 rumah dan mempunyai tugas menyuluh, menggerakkan dan mencatat kondisi keluarga yang ada dalam kelompoknya, seperti adanya ibu hamil, ibu menyusui, balita, orang sakit, orang buta huruf dan sebagainya. Informasi dari semuanya ini harus disampaikan
13
kepada ketua kelompok PKK setingkat diatasnya yang akhirnya sampai di Tim Penggerak PKK Desa/ Kelurahan (Kurniawan,2007:63). 2.1.3
Fungsi Pokok Dasa Wisma Salah satu organisasi yang telah ada dan diakui manfaatnya bagi
masyarakat, terutama dalam upaya meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan keluarga adalah gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Selain ekonomi atau pendapatan keluarga, yang tak kalah penting diberdayakan dalam PKK adalah peningkatan kesehatan dan spritual. Disini yang paling berperan adalah Dasa Wisma. Prinsip dasawisma adalah pengawasan dan pemberdayaan hingga kemasyarakat bawah dan menyentuh unit masyarakat terkecil, yakni keluarga. Peran PKK diharapkan dapat menggugah masyarakat agar termotivasi untuk selalu dinamis, mau mengubah keadaan kepada yang lebih maju lagi. Seperti dalam hal upaya peningkatan kesejahteraan keluarga. PKK bukanlah tempat arisan dan pengajian saja, tetapi merupakan wadah bagi pemberdayaan masyarakat. Kalau arisan dan pengajian, setiap perkumpulan beberapa orang bisa saja dilakukan. Tapi PKK lebih dari itu, merupakan wadah pemberdayaan. Dasa Wisma sebagai kelompok terkecil dari kelompok-kelompok PKK memiliki peran strategis mewujudkan keluarga sejahtera. Untuk itu, di harapkan agar Dasa Wisma menjadi ujung tombak pelaksanaan 10 program pokok PKK dan program pemerintah karena sebagai mitra. Selain itu, melalui Dasa Wisma tersebut diharapkan dapat memantau sekaligus mengantisipasi muncul serta
14
berkembangnya penyakit yang belakangan menghebohkan, dan banyak menimpa anak-anak seperti demam berdarah. Dasa Wisma sebagai salah satu wadah kegiatan masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan program-program kegiatan gerakan PKK di tingkat desa, yang nantinya akan berpengaruh pula pada kegiatan gerakan PKK di tingkat Kecamatan dan Kabupaten. Dasa Wisma melakukan kegiatan nyata bagi masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsinya, menjalin persatuan dan kesatuan dengan koordinasi yang terus menerus baik diantara pengurus maupun dengan seluruh komponen yang ada di desa. Kegiatan Dasa Wisma diarahkan pada peningkatan kesehatan keluarga. Bentuk kegiatannya seperti arisan, pembuatan jamban, sumur, kembangkan dana sehat (PMT, pengobatan ringan, membangun sarana sampah dan kotoran). Kerangka pikir pertama adalah bahwa Desa Siaga akan dapat terwujud apabila manajemen dalam pelaksanaan pengembangannya diselenggarakan secara paripurna oleh berbagai pihak (unit-unit kesehatan dan pemangku kepentingan lain yang terkait). Secara umum tujuan dari kegiatan tersebut yang berbasis masyarakat adalah terciptanya sistem kewaspadaan dan kesiapsiagaan dini di masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang akan mengancam dan merugikan masyarakat yang bersangkutan. Dari uraian tersebut maka Dasa Wisma memiliki misi seperti (Pontoh, 2006:42):
15
1. Memberikan Data yang Akurat Dasa Wisma sebagai kelompok terkecil dalam PKK adalah ujung tombak dari seluruh kegiatan PKK itu sendiri, karena Dasa Wismalah yang bergerak dan berhubungan langsung dengan struktur dalam masyarakat terkecil yaitu Keluarga. Pemuktahiran data pada tingkat propinsi mustahil bisa diperoleh tanpa bantuan dari Dasa Wisma, oleh karena itu begitu pentingnya fungsi dan kedudukan Dasa Wisma, kita biasakan untuk memberikan data seakurat mungkin, karena bisa jadi data tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan skala Nasional. 2. Memperbaiki pola Hidup Masyarakat Merubah pola hidup masyarakat di sekitar lingkungan menjadi lebih baik sehingga tercipta lingkungan yang nyaman, bersih, asri, sehat dan warga hidup berdampingan dengan harmonis. 2.1.4
Dasa Wisma Dalam Konteks Pemberdayaan Wanita Pemberdayaan perempuan adalah upaya perempuan untuk memperoleh
akses dan control terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri (Budi,2010:Online). Tujuan pemberdayaan perempuan (menurut Endry, 2008:48) adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan di berbagai bidang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Meningkatkan peran perempuan sebagai pegambil keputusan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan gender.
16
3. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan. 4. Meningkatkan komitmen dan kemampuan semua lembaga yang pemperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender. 5. Mengembangkan usaha pemberdayaan perempuan, kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta perlindungan anak. Arah kebijakan pemberdayaan perempuan (menurut Endry, 2008:67) adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan partisipasi dan peran serta perempuan sebagai gerak ekonomi kerakyatan. 2. Peningkatan peran perempuan sebagai pendidik generasi masa mendatang (internalisasi tata nilai). 3. Pembangunan berperspektif gender dengan memperhatikan kepentingan perempuan. a. Karakteristik Pemberdayaan Kamil (2009:55), menjelaskan ada empat bagian karakteristik dasar dalam proses pemberdayaan masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan pendidikan nonformal. Karakteristik-karakteristik tersebut meliputi : 1. Pengorganisasian masyarakat, ialah karakteristik yang mengarah pada tujuan untuk mengaktifkan masyarakat dalam usaha meningkatkan dan mengubah keadaan sosial ekonomi mereka. Pencapaian tujuan tersebut kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat diorganisir semaksimal mungkin agar mereka aktif berpartisipasi dalam mengembangkan kemampuan dan kerja keras untuk mencapai tujuan pembangunan. 2. Kolaborasi dan pengelolaan diri, yaitu pendekatan dengan sistem penyamarataan atau pembagian wewenang di dalam hubungan kerja atau di dalam kegiatan. Karena itu perlu ada struktur organisasi yang mendukung dan memperkecil adanya perbedan status, serta perlu adanya pembagian peranan. 3. Pendekatan partisipatif, yaitu pendekatan yang menekankan pada keterlibatan setiap anggota dalam keselurahan kegiatan, perlunya melibatkan para pemimpin serta tenaga-tenaga ahli setempat. Agen dalam kegiatan ini berperan sebagai fasilitator, pembimbing, sumber dari luar serta memberikan latihan sesuai dengan kebutuhan. 4. Pendekatan yang menekankan pada penciptaannya yang memungkinkan warga belajar tumbuh dan berkembang analisisnya serta memiliki motivasi untuk ikut berperan.
17
Agar situasi tersebut dapat terwujud peranan agen adalah mengajukan permasalahan, merangsang adanya pertanyaan dan menciptakan suasana kebebasan yang bertanggung jawab. b. Tingkat Pemberdayaan Wanita Pada pendekatan pemberdayaan ini terdapat asumsi bahwa kalau ingin memperbaiki posisi perempuan, maka dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kekuasaannya untuk merubah diri sendiri nasibnya. Hal ini berarti, pendekatan ini menghendaki perlibatan kaum perempuan tidak saja sebagai obyek tetapi juga sebagai pelaku aktif, sebagai orang yang ikut merumuskan sendiri apa menjadi kebutuhan-kebutuhan mereka. Kata pemberdayaan sendiri tentunya harus memberdayakan kaum perempuan. Pendekatan pemberdayaan itu sendiri sebetulnya sangat positif yang lahir dari ketidakpuasan terhadap semua pendekatan yang ada yang didasarkan pada asumsi bahwa memperbaiki posisi perempuan harus berpusat pada upayaupaya penghapusan sub-ordinasi perempuan (Astuti, 2010:Online). Ambarwati (2009:37) mengungkapkan bahwa ada lima tingkat pemerataan di dalam kerangka pemberdayaan perempuan. Tingkat yang pertama adalah pemerataan tingkat kesejahteraan. Kalau pada awal, kelompok ini ingin diberdayakan tetapi tidak punya aset terhadap ekonomi, tidak punya peluang pada upaya meningkatkan kemampuannya di dalam perekonomian, tidak sejahtera, maka tentu tidak mungkin kita bisa mengangkat mereka dari penderitaaannya. Kedua, pemerataan akses, yaitu meningkatkan kemampuan mereka masuk ke sektor-sektor untuk mendapatkan informasi, mendapatkan kesempatan bekerja,
18
mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik yang sama kedudukannya dengan kaum laki-laki. Kalau akses itu sudah diperoleh, maka langkah yang berikutnya adalah bagaimana meningkatkan penyadaran. Ketiga, pemerataan kesadaran. Kalau kesadaran itu muncul, maka diharapkan mereka itu bisa memperbaiki sendiri apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan dari gender perempuan ini. Setelah penyadaran diperoleh, maka tingkat yang berikutnya adalah peningkatan atau pemerataan partisispasi aktif. Keempat, pemerataan partisipasi. Perempuan tidak lagi dianggap sebagai sasaran atau objek dari pembangunan, tetapi ikut serta melakukan perencanaan, ikut serta melaksanakan dan ikut serta mengevaluasi program-program yang ditimpakan padanya. Kelima, pemerataan penguasaan, dimana partisipasi perempuan pada tingkat keputusan ini tentunya akan memberikan dampak pada pemberdayaan dan apabila partisispasi ini digunakan maka akses mereka terhadap sumber-sumber ekonomi akan menjadi lebih baik serta menjamin pemerataan terhadap akses sumber dan pembagian manfaat. Kontrol atau penguasaan perem-puan terhadap pengambilan keputusan ini sering kali mengalami hambatan bukan karena masalah-masalah yang berkaitan dengan ketidak mampuan perempuan itu mengambil keputusan, tetapi hegemoni budaya seringkali menempatkan perempuan bukan seba-gai pengambil keputusan. c. Faktor-fakror yang mempengaruhi Pemberdayaan Wanita Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemberdayaan perempuan baik didalam kegiatan rumah tangga maupun dalam masyarakat yang lebih luas. Beberapa faktor tersebut menurut Licuanan (dalam Astuti, 2010:Online) adalah sebagai berikut :
19
1. Status sosial; status gender perempuan terutama yang berkaitan dengan proses pendidikan, kesehatan, dan posisi dalam proses pengambilan keputusan umumnya memberikan dampak tertentu terhadap produktivitas mereka. Kesenjangan yang terjadi antara pencapaian pendidikan laki-laki dan perempuan, disertai kenyataan bahwa perempuan secara umum kurang memperoleh akses yang sama terhadap sumberdaya pendidikan dan pelatihan telah mencipatakan konsekuensi kritis terhadap perempuan dalam peran produktif dan reproduktif mereka. 2. Hambatan memperoleh pekerjaan; peluang gender tertentu guna memperoleh pekerjaan sering dihubungkan dengan norma tradisional. Pada umumnya pekerjaan gender perempuan di kaitkan dengan kegiatan rumah tangga. Pekerjaan gender perempuan juga sering di nilai berkarakter rendah, bersifat marginal, dan muda di singkirkan. Selain itu gender perempuan menghadapi hambatan mobilitas relative. Dalam hal ini perempuan seringkali enggan bekerja jauh secara fisik, karena mereka di harapkan se-lalu berada dekat dengan anak-anaknya. 3. Satus pekerjaan; serig terjadi pembedaan posisi untuk gender yang berbeda. Perempuan sering memperoleh posisi yang lebih rendah dari rekannya laki-laki. Demikian juga sering terjadi imbalam yang berbeda untuk jenis pekerjaan yang sama. Dari segi teknologi, gender tertentu seringkali mengalami lebih banyak dampak negatif dari pada dampak positifnya. 4. Beban ganda; kaum perempuan memiliki peran ganda yang jauh lebih banyak di bandingkan laki-laki. Masalah mempersatukan keluarga dengan pekerjaan bagi perempuan jauh lebih rumit di bandingkan dengan lakilaki, karena perempuan secara tradisional selau diasumsikan untuk selalu berada dekat dengan anak-anaknya sepanjang hari, sekaligus mengerjakan perkerjaan rumah tangga. Akibatnya, perempuan pekerja mempunyai tuntutan peran simultan dari pekerjaan dan keluarga. Sementara laki-laki hanya mempunyai tuntutan peran sekuental.
2.2 Hakikat Membina Gizi Balita 2.2.1 Pengertian Membina Secara hirafiah, membina berasal dari kata bina yang berarti adalah membangun atau mendirikan atau mengusahakan agar lebih baik. Dengan demikian yang dimaksud dengan membina adalah mengusahakan pembaharuan, penyempurnaan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
20
Pengertian lain dari membina adalah bimbingan atau nasehat yang memotivasi agar berbuat sesuatu, atau suatu usaha untuk membina seseorang atau kelompok untuk menuju kesempurnaan serta bertanggungjawab, atau suatu usaha mempengaruhi seseorang, perlindungan dalam bantuan yang di berikan kepada seseorang atau kelompok (Suprijanto, 2008:45). Istilah membina atau berarti “mendidik” yang merupakan pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh seseorang kepada orang lain yang belum tahu (Ali, 2005:91). Sedangkan pengertian membina dalam penelitian ini adalah melakukan suatu perbaikan dan penyempurnaan status gizi balita anak dengan harapan agar ibu rumah tangga dapat memberikan suatu respon yang positif bagi upaya membangun kemandirian di bidang kesehatan. 2.2.2 Pengertian gizi balita Gizi balita terdiri dari dua kata yaitu gizi dan balita. Gizi adalah suatu zat yang terkandung dalam bahan makanan yang dibutuhkan manusia. Dalam pengertian lain ”Gizi” atau ”nutrition” adalah suatu proses dari organisme dalam menggunakan
bahan
makanan
melalui
proses
pencernaan,
penyerapan,
transportasi, penyimpanan metabolisme dan pembuangan untuk pemeliharan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh dan produksi energi (Depkes RI, 2000:17). Pengertian balita adalah periode manusia setelah bayi sebelum anak awal, yaitu usia dua sampai lima tahun. Pada masa ini seorang anak sedang luculucunya dan terjadi perubahan siklus dalam hidupnya seperti ia sudah dapat
21
membaca keadaan, banyak bertanya sesuatu yang tidak ia ketahui, belajar berhitung, mengeja, berbicara lancar, bahkan melakukan sesuatu yang membuat orang di sekelilingnya terkejut (http://bundadananak.com/pengertian-balitaafdalah). Selain pengertian tersebut, definisi balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun, atau dalam artian khusus anak yang berusia dibawah lima tahun. Anak balita disebut sebagai usia emas karena termasuk dalam kelompok anak yang berbeda dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik (kordinasi motorik halus dan motorik kasar). Kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual). Sosio-emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus dan sesuai dengan tingkat pertum-buhan dan perkembangan yang sedang dilalui anak tersebut. Gizi balita adalah zat yang terkandung dalam makanan yang dibutuhkan anak dengan rentang 2 sampai 5 tahun. Pengertian gizi balita ini juga di tunjang dengan dibutuhkannya pola makan yang cukup atau kecukupan gizi yang seimbang. Karena anak balita biasanya rentan terhadap penyakit, sehingga pola makan dan dan kehidupannya sangat berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Oleh sebab itu makanan merupakan salah satu faktor yang penting untuk mendapatkan kesehatan yang sempurna, maka dalam kehidupan sehari-hari setiap orang membutuhkan makanan. Makan yang baik adalah mengkonsumsi sejumlah makanan atau masakan yang cukup mengandung gizi yang di sesuaikan dengan keadaan tubuh seseorang (Suhadjo,1990).
22
Gizi seimbang adalah makanan yang di konsumsi oleh individu sehari-hari yang beraneka ragan dan memenuhi lima kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Almatsier, 2004:29). Keadaan tubuh dikatakan pada tingkat gizi optimal, jika kondisi tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang tinggi. Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorag tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan gizi yang mencakaup kelebihan dan kekurangan zat gizi. Banyaknya zat gizi yang diperlukan, berbeda antara satu orang dengan orang lain tetapi fungsi gizi pada pokoknya sama untuk semua orang (Almatsier,2004:17). Status gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2005:3). Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Suparyanto, 2001:Online). Dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi setiap hari berarti akan memperbaiki kesehatan seseorang, khususnya bagi perkembangan balita dan anak-anak. Setiap jenis makanan mempunyai kandungan zat gizi yang baik dan berfariasi, baik jenis dan jumlahnya. 2.2.3 Fator yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, terbagi atas dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Hardian, 2008:Online). a. Faktor internal Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri, meliputi status kesehatan, infeksi, diare, umur, jenis kelamin, dan kondisi fisik.
23
1) Status kesehatan Status kesehatan berkaitan dengan adanya hambatan reaksi imunologis dan berhubungan dengan terjadinya prevalensi dan beratnya penyakit infeksi, seperti kwashiorkor atau marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat berat. 2) Infeksi dan demam Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyebab utama kematian balita di bawah usia 5 tahun diberbagai Negara berkembang termasuk Indonesia. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Secara anatomis, ISPA mencakup saluran pernafasan bagian bawa termasuk jaringan paru dan jaringan adeksanya, dengan demikian jaringan paru termasuk saluran pernafasan. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari dan kronis lebih dari 14 hari. 3)
Diare Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasa (lebih dari 3 kali sehari) dan umumnya berlangsung kurang dari 14 hari. Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare antara lain adalah tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan anak, menggunakan botol susu yang tidak bersih, menyimpan makanan masak pada suhu kamar,
24
menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan setelah buang air besar serta tidak tidak membuang tinja dengan benar di samping karena faktor kurang gizi. 4) Faktor umur Faktor umur merupakan faktor yang sangat menentukan banyaknya kebutuhan protein terutama pada golongan balita yang masih dalam masa partumbuhan. Umur anak akan mempengaruhi orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita. 5) Faktor jenis kelamin Terkait dengan faktor jenis kelamin, jenis kelamin wanita lebih banyak kasusnya dibanding laki-laki dalam hal masalah gizi. 6) Kondisi fisik Balita yang sakit dan yang sedang dalam penyembuhan memerlukan pangan khusus karena status kesehatan buruk sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat. b. Faktor eksternal Fakror eksternal yang dapat mempengaruhi status gizi yaitu faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi pendidikan, pengetahuan dan pendapatan. Yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Pendidikan Pendidikan merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan. Pada umumnya
25
semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya, artinya seorang ibu dengan pendidikan yang relatif tinggi cenderung memiiki kemampuan untuk menggunakan sumber daya keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah, karena pengetahuan makanan yang bergizi sering kurang dipahami oleh ibu yang tingkat pendidikannya rendah, sehingga memberi dampak dalam mengakses pengetahuan khususnya dibidang kesehatn untuk penerapan dalam kehidupan keluarga terutama pada pengasuh anak balita. 2) Pengetahuan Pengetahuan dalam hal ini adalah pengetahuan ibu yang dimaksudkan sebagai hal yang diketahui oleh ibu sebagai pengasuh, diantaranya mengenai cara menyiapkan ataupun menyajikan makanan tanpa mengurangi gizinya, walaupun dengan harga murah atau sudah tersedia di lingkungan rumahnya. Tingginya tingkat pengetahuan ibu akan gizi membentuk sikap positif terhadap masalah gizi yang pada gilirannya dari pengetahuan dan sikap tersebut, mendorong ibu untuk menyediakan makanan dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan zat gizi anak. 3) Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas dan kuantiasnya, sebagai implikasinya ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi.
26
Sementara Soekirman dalam (Depkes, 2000), mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan kurang gizi pada balita dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Penyebab langsung Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin di derita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi. 2) Penyebab tak langsung Penyebab tidak langsung yang menyebabkan terjadinya status kurang gizi pada balita, yaitu: a) Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. b) Pola pengasuhan anak yang kuarng memadai. Setiap keluarga dalam masyarakat dikatakan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik, baik secara fisik, mental dan sosial. c) Pelayanan kesehatan dan lingkungan kuarang baik. Sistem pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
27
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluaga yang membutuhkan. Faktor-faktor
tersebut
sangat
terkait
dengan
tingkat
pendidikan,
pengetahuan, dan keterampailan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semakin baik pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. 2.2.4 Kriteria Status Gizi Balita Keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dibedakan antara status gizi buruk, status gizi kurang, status gizi baik dan status gizi lebih. Status gizi juga merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrition dalam bentuk variabel tertentu (Almatsier, 2004:34). Dalam menentukan klasifikasi status gizi digunakan ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah world health organization-national centre health statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat: pertama, gizi lebih untuk over wight, termasuk kegemukan dan obesitas. Kedua, gizi baik untuk, well nourished. Ketiga, giji kurang untuk under weightyang mecakup mild dan moderat, PCM (protein, kalori, malnutrition). Keempat, gizi buruk untuk severe PCM, temasuk marasmus, marasmik-kuasiorkor dan kuashiorkor.
28
Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekuranan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada dibawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimasud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk membawa dampak bukan hanya pada kehidupan anank-anak yang masih berusia muda, akan tetapi saat ini telah terjadi pada
hampir
semua
golongan
umur
(http://miskhey.blokspot.com/
2008/12/pengertian-gizi-buruk.html). Status gizi kurang adalah keadaan dimana balita atau orang dewasa kurang memperoleh gizi yang seimbang serta menjalani pola hidup yang kurang sehat. Status gizi baik adalah keadaan balita maupun orang orang dewasa yang berada pada keadaan normal. Satatus gizi lebih adalah suatu keadan yang melebihi berat badan normal atau seharusnya. Sedangkan obesitas adalah penimbunan lemak lubuh yang berlebihan sehingga berat badan jauh diatas normal dan dapat membahyakan kesehatan (Hardian, 2008:Online). 2.2.5 Pengaruh Status Gizi Buruk pada Balita Kasus gizi buruk terutama banyak terjadi pada anak-anak yang akan berpengaruh pada masa depan mereka, karena gizi buruk akan menyebabkan menjadi lemas, lesu, malas beraktivitas, malas untuk berfikir, bahkan kematian pada balita. Kasus ini terihat biasa dan sering diremehkan oleh penderita maupun orang tua mereka, Karena kurangnya pengetahuan mereka tentang gizi buruk
29
maupun dampaknya. Sehingga disini diharapkan peran pemerintah khususnya instansi ke-sehatan untuk memberiakn penyuluhan mengenai gizi buruk tersebut. Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang menkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi yang sangat kurang dan hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kuashiorkor atau masmik kuashiorkor. Bila jumlah asupan zat gizinya sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh di sebut seimbang (gizi baik), tetapi bila asupan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih rendah maka disebut gizi kurang, sedangkan bila asupan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sangat kurang disebut gizi buruk. Keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu yang ditandai dengan berat badan menurut umur yang berbeda (Pudjiadi, 2010:10). Seperti yang disebutkan sebelumnya, gejala gizi buruk ada tiga yaitu marasmus, kuashiorkor, dan marasmik kuarhiorkor. Marasmus memiliki ciri-ciri seperti anak sangat kurus, wajah seprti orag tua, cengen dan rewel, rambut tipis dan jarang, kusam, kulut keriput, tulang iga tampak jelas, pantat kendur dan keriput, perut cekung. Kuashiorkor memiliki ciri-ciri seperti wajah bulat dan sembab, cengeng dan rewel, apatis rambut tipis, warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit kedua punggung kaki bengkak, bercak merah kehitaman ditungkai atau dipantat. Suparyanto (2010:Online), berpendapat bahwa gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan
30
seseorang salah dalam kuantitas dan kualitas yang di sebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan pola makan yang salah dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi misalnya faktor yang menyebabkan terganggunya pencernaan, seperti gigi geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna dan kekurangan enzim. Dampak status gizi buruk bagi balita adalah tingkat intelek balita turun 10 hingga 15 point, IQ dengan konsekwensi resiko tidak mampu mengadopsi atau menangkap ilmu pengetahuan. Daya fikir mereka sangat lemah akibat defisiensi atau kekurangan berbagai mikro nutrient seperti yodium, Fe dan KEP (Kurang Energi Protein) sebagai unsur makanan bergizi, namun gizi tersebut mereka tidak dapat-kan semasa balita. Dampak yang paling parah dari gizi buruk ini adalah bisa menyebabkan kematian, terutama pada balita yang menderita gizi buruk tersebut.
2.3 Relevansi Antara Kegiatan Dasa Wisma dalam Membina Status Gizi Balita. Kegiatan Dasa Wisma merupakan bagian dari pendidikan kehidupan keluarga dan termasuk pada salah satu program Pendidikan Luar Sekolah untuk memberikan layanan kepada anggota dalam rangka mencapi tujuan-tujuan tertentu. Pendidikan yang dimaksud berkaitan dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan kegiatan kehidupan keluarga yang bertujuan untuk memperluas dan
31
memperkaya pengalaman semua anggota keluarga, laki-laki maupun perempuan, berpartisipasi dalam kehidupan keluarga sebagai satu kesatuan kelompok. Pendidikan keluarga yang dilakukan melalui kelompok Dasa Wisma merupakan bagian dari Pendidikan Luar Sekolah, yang dititik beratkan pada gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah sebagai motor penggerakan untuk membangun keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam masyarakat dan bertujuan membantu pemerintah untuk ikut serta memperbaiki dan membina tata kehidupan dan penghidupan keluarga yang dijiwai oleh pancasila menuju terwujudnya keluarga yang dapat menikmati keselamatan, ketenangan dan ketentraman hidup lahir dan batin (keluarga sejahtera). Dalam mengintesifkan kegiatannya, kelompaok Dasa Wisma mengadakan pertemuan secara bulanan untuk membahas 10 program utama Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Selain itu kelompok Dasa Wisma juga melakuan berbagai kegiatan di lingkungan masyarakat dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan pembangunan kesehatan masyarakat desa (Yoseph, 2006:163), seperti: a. Mengelola “Posyandu” (pusat perawatan kesehatan keluarga). b. Sosialisasi program lingkungan yang bersih, c. Sosialisasi program kesehatan pangan keluarga dan gizi. d. Pembinaaan ibu rumah tangga dalam pemberian asi eklusif, e. Menaggulangi anak dengan status gizi kurang/lebih f. Memanfaatkan halaman rumah untuk ditanami dengan apotik hidup.
32
Sedangkan (Pontoh, 2006:36) mengemukakan bahwa beberapa masalah kesehatan yang menjadi jangkauan kerja dari anggota Dasa Wisma sebagai berikut: a. Usaha perbaikan gizi keluarga. b. Masalah pertumbuhan anak. c. Makanan sehat bagi keluarga. d. Masalah kebersihan lingkungan. e. Masalah bencana dan kegawatdaruratan kesehatan termasuk resikonya. f. Masalah kesehatan ibu, bayi dan balita. g. Masalah penyakit Kurniawan (2007:74) berpendapat bahwa peran Dasa Wisma dalam membina status Gizi Balita adalah : 1. Mencatat dan membuat laporan tentang data keluarga seperti: ibu hamil, kelahiran serta kematian yang terjadi di lingkungannya. 2. Penyuluhan tentang Keluarga Berencana (KB), kesehatan, sanitasi dan lainlain. 3. Mengingatkan agar ibu hamil memeriksakan diri ke dokter secara rutin. 4. Usaha perbaikan gizi keluarga. Disadari atau tidak, keberadaan Dasa Wisma merupakan sebuah usaha untuk meningkatkan kesejahtraan mesyarakat melalui peningkatan kesehatan ibu dan anak. Berbagai peran yang dilakukan oleh Dasa Wisma dalam hal kesehatan khususnya dalam membina status gizi balita tak dapat diragukan lagi dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang sehat jasmani dan rohani.
33
Pengerakan dan pemberdayaan ibu rumah tangga/masyarakat dibidang kesehatan akan menghasilkan kemandirian ibu rumah tangga dibidang kesehatan. Dengan demikian kemandirian ibu rumah tangga/masyarakat dibidang kesehatan bisa diartikan sebagai kemampuan untuk dapat mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada dilingkungannya, kemudian merencanakan dan melakukan cara pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat tanpa tergatung ada bantuan dari luar.