BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1
Perpustakaan Umum
2.1.1
Pengertian Perpustakaan Umum Perpustakaan umum ialah perpustakaan yang memberikan akses tidak
terbatas pada sumber dan jasa perpustakaan cuma-cuma bagi semua warga komunitas, tempat atau kawasan geografi tertentu, yang sebahagian dananya berasal dari masyarakat atau komunitas (Sulistyo-Basuki, 2004). Selanjutnya dalam UNESCO Public Library Manifesto 1994 disebutkan bahwa perpustakaan umum merupakan pusat informasi lokal yang bertujuan agar semua jenis pengetahuan dan informasi mudah diakses dan digunakan oleh pemakai (IFLA, 1995). UNESCO
tahun
1994
Manifesto perpustakaan umum yang diterbitkan berubah
menjadi
kebebasan,
kesejahteraan
dan
pengembangan masyarakat, maupun individu merupakan hal yang fundamental terhadap penerapan nilai-nilai hidup. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan umum adalah perpustakaan yang menyediakan serta menyimpan berbagai bahan bacaan berupa informasi sebagai sarana pembelajaran bagi masyarakat yang menggunakannya, selain itu perpustakaan umum terselenggara atas dana umum dan layanan yang diselenggarakannya bersifat terbuka bagi umum tanpa memandang suku bangsa, ras, agama, usia maupun jenis kelamin. Sumber dana tidak hanya berasal dari pemerintah, tetapi dapat juga dari lembaga, organisasi, atau bahkan berasal dari pribadi atau perseorangan untuk tujuan yang sama.
2.1.2
Misi Perpustakaan Umum Menurut Manifesto Perpustakaan Umum Unesco (1994), misi utama
perpustakaan umum yang dikaitkan dengan informasi, pendidikan dan kebudayaan adalah: 1. Creating and strengthening reading habits in children from an early age 2. Supporting both individual and self conducted education as well as formal education at all levels 17
3. Providing opportunities for personal creative development 4. Stimulating the imagination and creativity of children and young people 5. Promoting awareness of cultural heritage, appreciation of the arts, scientific achievements and innovations 6. Providing access to cultural expressions of all performing arts 7. Fostering inter-cultural dialogue and favouring cultural diversity 8. Supporting the oral tradition 9. Ensuring access for citizens to all sorts of community information 10. Providing adequate information services to local enterprises, associations and interest groups 11. Facilitating the development of information and computer literacy skills 12. Supporting and participating in literacy activities and programmes for all age groups, and initiating such activities if necessary Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa perpustakaan umum memberikan berbagai misi yaitu mengembangkan kreativitas, menciptakan inovasi dalam membaca, mengembangkan keterampilan dan mendukung pendidikan,
mempermudah
pengaksesan
informasi,
memfasilitasi
pengembangan informasi, dan mendukung program literasi informasi. 2.1.3
Tujuan Perpustakaan Umum Perpustakaan
tentunya
memiliki
tujuan
sesuai
dengan
jenis
perpustakaannya dan masyarakat yang dilayani. Begitu juga halnya dengan perpustakaan umum memiliki tujuan yang ingin dicapai . Dalam Public Library Manifesto (1998), tujuan utama didirikannya suatu perpustakaan umum adalah: 1. Menciptakan kebiasaan dan kegemaran membaca untuk anak-anak pada usia sedini mungkin 2. Menunjang kegiatan belajar masyarakat, baik yang bersifat formal maupun informal, dalam segala tingkatan 3. Memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan kreatifitasnya 4. Bertindak selaku agen kultural artinya perpustakaan umum merupakan pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya. Perpustakaan umum bertugas menumbuhkan apresiasi budaya masyarakat dengan cara menyelenggarakan pameran budaya, pemutaranfilm dan penyediaan informasi yang dapat meningkatkan keikutsertaan, kegemaran dan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk seni budaya
18
5. Mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan pemberantasan buta huruf untuk semua umur dan berinisiatif untuk mengadakan kegiatan serupa. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa tujuan dari Perpustakaan Umum adalah mengembangkan kebiasaan membaca dan mengasah kemampuan dalam mencari, mengasah, mengolah serta memanfaatkan informasi. 2.2
Perpustakaan Kecil
2.2.1
Pengertian Perpustakaan Kecil
2.2.2
Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Taman Bacaan Masyarakat merupakan salah satu sarana sumber belajar
yang menyediakan berbagai bahan bacaan yang dibutuhkan oleh masyrakat. Definisi TBM Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2006) Sebuah tempat atau wadah yang didirikan dan dikelola baik oleh masyarakat maupun
pemerintah untuk memberikan akses layanan
bahan bacaan bagi maasdewrfegrgsyarakat sekitar sebagai sarana pembelajaran seumur hidup dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat di sekitar TBM. Adapun pendapat Lasa (2009) mengenai TBM adalah “sumber belajar yang melaksanakan fungsi perpustakaan yang menyediakan bahan informasi yang dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan minat baca dan melek informasi”. Dari uraian defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa TBM merupakan sarana
sumber belajar bagi masyarakat dalam meningkatkan kemampuan
membaca, memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Adapun pendapat Nimsomboon (2002) mengategorikan TBM ke dalam small size public library. Misi dari TBM berhubungan dengan informasi, pendidikan, keaksaraan, dan budaya disebutkan dalam Manifesto Public Library (IFLA, 2004)
19
1. Menciptakan dan menggunakan kebiasaan membaca sejak usia dini 2. Mendukung pelaksanaan bagi pendidikan formal maupun bagi perorangan yang belajar mandiri 3. Memberikan peluang bagi pengembangan kreativitas perorangan 4. Merangsang imajinasi serta kreativitas anak dan kaum muda 5. Mempromosikan warisan budaya, penghargaan atas seni, penemuan ilmiah dan inovasi 6. Menyediakan akses pada eksoresi budaya dan semua pertunjukkan seni. 7. Membina dialog antar budaya dan mendukung keanekaragaman budaya 8. Membantu budaya lisan 9. Menjamin akses atas semua jenis informasi kemasyarakatan bagi semua warga 10. Menyediakan cukup informasi bagi perusahaan, asosiasi dan kelompok pemerhati setempat. 11. Memberi kemudahan dalam pengembangan keterampilan akan ketidak butaan informasi dan computer. 12. Membantu dan aktif dalam kegiatan pemberantasan buta huruf pada semua tingkatan umur, bahkan memulainyanapabila diperlukan. 2.2.3
Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat Dalam upaya mewujudkan upaya masyarakat belajar harus diciptakan
masyarakat
sedemilkian
rupa
yang
memungkinkan
pemelajar
memiliki
pengalaman baik melalui sumber belajar yang dirancang maupun dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. TBM sejenis dengan perpustakaan umum, namun sasarannya lebih untuk ke komunitas kelompok. Kopetensi pengelola terdiri dari kemampuan dalam merencanakan program TBM, mengorganisasikan sumber pengelola TBM. Kegiatan mengelola TBM merupakan serangkaian aktivitas yang harus dilakukan oleh seorang pengelola TBM. Maka, pengelola TBM harus menyediakan koleksi, layanan, dan peraturan di TBM. Menurut Buku Pedoman Pengelolahan Taman Bacaan Masyarakat (2006: 23) Pengelola Taman Bacaan Masyarakat harus memiliki : 1. Pengelola TBM yang diselenggarakan oleh masyarakat harus memiliki sikap peduli tanpa pamrih (relawan) untuk membantu melayani bahan bacaan dan pembimbing masyarakat membaca, berbeda dengan TBM yang dikelola oleh pemerintah. 2. Pengelola diutamakan berlatar pendidikan bidang komunikasi atau pendidikan yang memahami berbagai bahan bacaan serta responsif gender dan berkomitmen untuk mengembangkan minat baca masyarakat.
20
3. Pengelola TBM diutamakan memiliki usaha ekonomi ditempat TBM, misalnya warung kopi, wartel, counter HP. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pengelola TBM harus memiliki sikap peduli dan tanpa pamrih dalam melayani bahan bacaan kepada masyarakat yang membutuhkan informasi melalui bahan bacaan dengan latar belakang pendidikan bidang komunikasi agar dapat mengembangkan minat baca masyarakat serta memiliki usaha ekonomi ditempat dimana TBM tersebut didirikan sehingga memberi kenyamanan pada pengguna TBM. Menurut Buku Pedoman Pengelolahan Taman Bacaan Masyarakat (2006: 24) tugas-tugas pengelola TBM adalah : 1. Melakukan sosialisasi promosi bahan bacaan yang ada di TBM bagi mas yarakat sekitar dan keberadaan TBM itu sendiri. 2. Melakukan kajian sederhana untuk mendapatkan data profil masyarakat yang akan dilayani sehingga jenis bahan bacaan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan bahan bacaan masyarakat. Untuk itu pengelola TBM perlu memiliki katalog dari seluruh penerbit untuk memudahkan penelusuran dan pemesanan bahan bacaan yang diperlukan. 3. Memberi layanan membaca, meminjam, melakukan berbagai aktifitas untuk meningkatkan kemampuan membaca, merangsang minat baca dan lain-lain. 4. Mengumpulkan bahan bacaan (buku, leaflet,booklet) dari para donator bahan bacaan baik masyarakat perorangan maupun lembaga dan juga dari lembaga pemerintah maupun swasta baik dari pusat maupun daerah. Sehingga bahan bacaan selalu kaya dan bervariasi, tidak membosankan tetapi selalu berbasis kebutuhan masyarakat setempat. 5. Memberi layanan (jam buka TBM) secara optimal setiap hari sejak pagi sampai malam agar masyarakat yang tidak sempat berkunjung ke TBM pagi hari akibat kesibukan dapat dikunjungi malam hari. 6. Menata bahan bacaan di ruang display bahan bacaan. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pengelola TBM harus dapat mempromosikan bahan bacaan di TBM untuk pengguna disekitar TBM itu sendiri. Selain itu, pengelola juga memebrikan bahan-bahan bacaan yang bervariasi dan pengelola juga memilki pedoman dalam mengkatalog bahan bacaan agar pengguna lebih mudah menemukan informasi bahan bacaan yang dibutuhkan.
21
2.3
Manajemen Koleksi
2.3.1
Pengertian Manajemen Koleksi Manajemen berasal dari kata to manage (bahasa inggris) artinya
mengelola, memimpin, mengurus. Menurut Daft (2002) manajemen merupakan pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan efesien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumber daya organisasi. Koleksi adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan yang di himpun, di olah dan dilayankan (Wiji, 2010). Adapun pengertian koleksi menurut Reitz (2004): In library cataloging, there or more independent works or long excerptsfrom works by the same author, or two or more independent works or excerptsfrom wroks or excerpts from works by different authors, not written for the same occasion or for the publication in hand, published together in a single volume or uniform set of volumes. Selected by an editor, the works are listed in the table of content in order of appearance in the text. Defenisi tersebut menyebutkan bahwa koleksi merupakan karya-karya independen yang dibuat oleh beberapa penulis, memiliki perbedaan tujuan serta dalam sebuah edisi atau beberapa edisi seragam. Koleksi merupakan hasil penyeleksian yang dilakukan oleh editor, ditampilkan dalam daftar isi yang kemudian muncul di dalam teks. Menurut Johnson (2004) manajemen koleksi “as a process information gathering, communication, policyformulation, evaluation, and planning”. Manajemen koleksi didefinisikan sebagai sebuah proses pengumpulan informasi, komunikasi, perumusan kebijakan, evaluasi, dan perencanaan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen koleksi adalah suatu proses perencanaan atau kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan koleksi yang di koordinasikan agar pengguna lebih mudah dalam memperoleh ilmu.
22
2.3.2
Inventaris Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Inventaris adalah pencatatan atau
pendaftaran milik kantor (sekolah, rumah tangga, perpustakaan) yang dipakai dalam melaksanakan tugas. Menurut Soetminah (1992, 81) dalam Perpustakaan dan Kepustakawanan dan Pustakawan, inventarisasi adalah: 1. Mencatat setiap eksemplar buku dalam buku induk 2. Memberi
nomor
induk/inventarisasi
setiap
eksemplar
buku
dan
mencatatnya dalam buku yang bersangkutan 3. Majalah di catat dalam kartu majalah dalam kartu majalah agar mudah diketahui volume dan nomor edisi yang diterima. 4. Majalah yang dijilid diperlakukan sebagai buku. 5. Memberi cap/stempel milik pada setiap buku pada halaman tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.
Tabel 2.3.3.1. Stempel Inventaris No. Induk No Klas Asal Dari Tanggal Inventaris
Menurut Milburga (2000, 76) keterangan yang dicatat dalam buku inventarisasi/induk adalah: 1. Nomor urut 2. Taggal masuk buku 3. Asal buku 4. Nama pengarang 5. Judul buku 6. Nama penerbit dan tahun terbit 7. Jumlah eksemplar Tabel 2.3.3.1. Format induk dalam inventaris buku
23
NO
Tgl terima
No. Induk
Pengarang
Judul
Edisi
Penerbit
Tahun
Asal
Harga
No Ket Panggil
Menurut Yulia (1993 : 144), kegunaan dari buku induk inventarisasi ialah: 1. Untuk mengetahui jumlah koleksi yang dimiliki perpustakaan. 2. Mengetahui jumlah judul dan eksemplar. 3. Jumlah judul eksemplar yang berbahasa Indonesia dan bahasa asing. 4. Untuk mengetahui asal bahan pustaka baik dari pembelian, hadiah, tukar- menukar dan lain-lain.
2.3.3
Pengadaan Bahan Pustaka Pengadaan koleksi bahan pustaka harus diperhatikan agar sesuai dengan
kebutuhan pemustaka, untuk itu perlu dilakukan perencanaan pengadaan koleksi bahan pustaka. Menurut Sutarno NS (2006, 174) pengadaan atau akuisisi koleksi bahan pustaka adalah pengisian perpustakaan dengan sumber-sumber informasi, bagi perpustakaan yang baru didirikan kegiatan pengadaan ini meliputi pekerjaan awal dalam mengisi perpustakaan dengan sumber-sumber informasi. Sedangkan menurut pendapat Hamakonda (1987, 7), mengatakan bahwa pengadaan koleksi mencakup tiga kegitan utama. 1. pemilihan atau seleksi bahan pustaka. 2. pengadaan bahan pustaka melalui pembelian, tukar menukar, penerimaan hadiah dan penerbitan sendiri oleh perpustakaan. 3. inventarisasi bahan yang telah diadakan. Koleksi yang ada dalam sebuah perpustakaan tidak hanya berasal dari pembelian, tetapi koleksi yang ada juga berasal dari hadiah ataupun sumbangan. Perpustakaan dapat menerima bahan pustaka sebagai hadiah, ini berarti 24
perpustakaan dapat menghemat biaya pembelian. Hadiah hanya diterima bila memenuhi persyaratan yang ditetapkan perpustakaan apabila perpustakaan telah meneliti dengan seksama subjek koleksi hadiah tersebut dikaitkan dengan tujuan perpustakaan. Menurut Lasa (2007, 63) untuk memperoleh hadiah atau sumbangan, perpustakaan harus aktif memperkenalkan diri dan mencari peluang untuk bisa memperoleh hadiah. . Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengadaan merupakan rangkaian kegiatan untuk menghimpun dan menyeleksi bahan pustaka yang sekaligus berdasarkan peraturan kebijakan pengadaan bahan pustaka sehingga dapat memenuhi bahan pustaka yang diminati pengguna perpustakaan.
2.3.4
Klasifikasi Bahan Pustaka Menurut Tairas (1995) klasifikasi adalah pengelompokkan yang sistematis
dari pada sejumlah obyek, gagasan, buku atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama. Dalam bidang perpustakaan pengertian klasifikasi adalah penyusunan sistematis terhadap buku dan bahan pustaka lain, atau catalog, atau entri indeks berdasarkan subyek dalam cara yang berguna bagi mereka yang membaca atau mencari informasi (Sulistyo-Basuki, 1991). Berdasarkan uraian definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa klasifikasi mempunyai fungsi sebagai tata penyusunan serta pengelompokkan buku dan bhan pustaka di jajaran rak penyimpanan koleksi dan sebagai sarana penyusunan entri bibliografis pada katalog, bibliografi dan indeks dalam tata susunan yang sistematis
2.3.5
Sistem Klasifikasi Ada beberapa sistem klasifikasi, diantaranya adalah:
1.
Sistem Artifisial
25
Sistem ini adalah mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan ciri atau sifat-sifat lainnya, misalnya pengelompokkan menurut pengarang, atau berdasarkan cirri fisiknya ukuran, warna sampul, dan sebagainya. 2.
Klasifikasi Utility Pengelompokkan
bahan
pustaka
di
berdasarkan
kegunaan
dan
jenisnya.Misalnya, buku bacaan anak di bedakan dengan bacaan dewasa.Buku pegangan siswa di sekolah di bedakan dengan buku pegangan guru. 3. Klasifikasi Fundamental Pengelompokkan bahan pustaka berdasarkan cirri subyek atau isi pokok persoalan yang di bahas dalam suatu buku. Pengelompokkan bahan pustaka berdasarkan sistem ini beberapa keuntungan, di antaranya: a. Bahan
pustaka
yang
subyeknya
sama
atau
hamper
sama,
letaknya berdekatan. b. Dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai koleksi yang dimilki dengan melihat subyek mana yang lemah dan mana yang kuat. c. Memudahkan
pemakai
dalam
menelusur
informasi
menurut
subyeknya d. Memudahkan pembuatan bibliografi atau weeding koleksi e. Membantu penyiangan atau weeding koleksi Klasifikasi fundamental banyak digunakan oleh perpustakaan besar maupun kecil, dalam sistem tersebut buku di kelompokkan berdasarkan subyek, sehingga memudahkan pemakai dalam menelusur suatu informasi. DDC (Dewey Decimal Classification) merupakan salah satu klasifikasi fundamental. Berikut merupakan hal yang penting berkaitan dengan klasifikasi bahan pustaka) dalam artikel klasifikasi bahan pustaka menurut Gatot Subrata (2009) 1.
Analisis Subyek Sebelum melakukan klasifikasi terhadap bahan pustaka, analisis subyek merupakan kegiatan utama dalam proses pengklasifikasian. Kegiatan analisis subyek ini merupakan kegiatan yang sangat penting dan memerlukan kemampuan intelektual, karena disinilah ditentukan pada
26
subyek apa suatu bahan pustaka di tempatkan atau menetapkan isi bahan pustaka. 2. Jenis Subyek Dalam kegiatan analisis subyek, ada bermacam-macam jenis subyek bahan pustaka yang secara umum dapat di kelompokkan menjadi empat kelompok yaitu: a. Subyek Dasar Subyek dasar hanya terdiri atas satu disiplin atau subdisiplin ilmu saja.Misalnya, pengantar ilmu hokum, yang menjadi subyek dasarnya adalah “hukum”. b. Subyek Sederhana Hanya terdiri atas satu faset yang berasal dari satu subyek dasar. Misalnya, Agama di Indonesia, terdiri atas subyek dasar "Agama" dan faset tempat "Indonesia". c. Subyek Majemuk Subyek majemuk terdiri atas subyek dasar disertai fokus-fokus dari dua faset atau lebih. Misalnya, Hukum Perkawinan di Indonesia, di sini ada satu subyek dasar, yaitu "Hukum" dan dua faset, yaitu Hukum Perkawinan (faset jenis) dan "Indonesia (faset tempat). d. Subyek Kompleks Subyek kompleks yaitu bila ada dua atau lebih subyek dasar yang berinteraksi antara satu sama lain. Misalnya, Pengaruh Filsafat terhadap Ilmu Kalam, di sini terdapat dua subyek dasar, yaitu "Filsafat" dan "Ilmu Kalam". Untuk menentukan subyek yang mana yang akan diutamakan dalam subyek kompleks ini perlu diketahui hubungan interaksi antara subyek tersebut, yang disebut dengan istilah fase. Dalam subyek kompleks terdapat empat fase yaitu: 1. Fase Bias Suatu subyek yang disajikan untuk kelompok tertentu.Dalam hal ini subyek yang diutamakan adalah subyek yang disajikan. Misalnya: Komputer
untuk
Perpustakaan,
subyek
yang
diutamakan
adalah
"Komputer". 2. Fase alat Subyek yang digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau membahas subyek lain. Dalam hal ini subyek yang diutamakan adalah subyek yang dibahas atau dijelaskan. Misalnya: Penggunaan Analisis Statistik terhadap Keberhasilan Program KB di Indonesia, di sini yang diutamakan adalah "KB".
27
3. Fase Perbandingan Fase perbandingan dalam satu bahan pustaka terdapat berbagai subyek tanpa ada hubungannya antara satu dengan yang lain. Untuk menentukan subyek mana yang akan diutamakan ada beberapa pedoman: a. Pada subyek yang dibahas lebih banyak.Misalnya, Islam dan politik,
jika
"Islam"
lebih
banyak
dibahas,
maka
diutamakan
subyek "Islam". b.
Pada subyek yang disebut pertama kali. Misalnya, Hukum Islam
dan Masyarakat
Jawa, ditetapkan pada
"Hukum
Islam" karena
disebut pertama kali. c. Pada subyek yang erat kaitannya dengan jenis perpustakaan atau pemakai perpustakaan. Misalnya, Hukum Islam dan Kedokteran, di perpustakaan Fakultas Hukum akan ditempatkan pada subyek "Hukum"
dan
bila
di
perpustakaan
Fakultas
Kedokteran
akan
ditempatkan pada subyek "Kedokteran". 2.3.6
Dewey Decimal Classification (DDC) Dewey Decimal Classification adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang
menganut prinsip desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan (Zen,2000). Ada beberapa bagan klasifikasi yang dikenal di dunia perpustakaan dan informasi, antara lain: Dewey Decimal Classification (DDC), Library of Congress Classification (LC), Universal Decimal Classification (UDC), dan Colon Classification(CC). Adapun dalam kesempatan ini akan dikenalkan Dewey Decimal Classification (DDC). Bagan klasifikasi DDC ini merupakan bagan klasifikasi yang paling populer dan paling banyak digunakan, termasuk di Indonesia. Bagan ini diciptakan oleh Melvil Dewey pada tahun 1851-1931. Edisi pertama berupa pamflet setebal 44 halaman, terbit tahun 1876 dengan judul “A Classification and Subject Index for Cataloguing and Arranging the Books and Pamphlets of a Library”. DDC dibagi ke dalam 10 kelompok kelas utama: 000 – 099 Karya umum 100 – 199 Filsafat
28
200 – 299 Agama 300 – 399 Ilmu Sosial 400 – 499 Bahasa 500 – 599 Ilmu pengetahuan murni 600 – 699 Ilmu pengetahuan terapan/ teknologi 700 – 799 Seni, olahraga, hiburan 800 – 899 Kesusasteraan 900 – 999 Biografi ilmu bumi, sejarah Divisi 300 - Ilmu-ilmu sosial 310 - Statistik 320 - Ilmu Politik 330 - Ilmu Ekonomi 340 - Hukum 350 - Administrasi Negara 360 - Problem dan pelayanan sosial 370 – Pendidikan 380 - Perdagagangan 390 - Adat istiadat, etiket, cerita rakyat. Tiap-tiap seksi di atas dapat dibagi lagi secara desimal apabila dikehendaki menjadi bagian lebih spesifik 371 - Pendidikan secara umum 371.1 - Pengajaran dan pengajar 371.2 - Administrasi pendidikan 371.3 - Metode mengajar dan belajar 371.4 - Bimbingan dan penyuluhan 371.5 - Disiplin sekolah 371.6 - Sarana fisik 371.7 - Kesehatan dan keselamatan sekolah 371.8 - Siswa
29
371.9 - Pendidikan khusus
Unsur-unsur pokok DDC Sebagai suatu sistem klasifikasi, DDC harus memiliki unsur-unsur tertentu yang merupakan, persyaratan bagi sistem klasifikasi yang baik. Menurut Hamakonda
dan
Tairas
(1999,
2-3),
sistem
ini
memiliki
unsur-
unsur pokok antara lain: 1. Sistematika pembagian ilmu pengetahuan yang dituangkan ke dalam suatu bagan yang lengkap dan dilandaskan pada beberapa prinsip dasar tertentu. 2. Notasi, yang terdiri dari serangkaian simbol berupaya angka, yang mewakili serangkai istilah yang mencerminkan subyek tertentu yang terdapat dalam bagan. Dengan demikian setiap kelas, bagian dan subbagian di dalam bagan mempunyai notasinya sendiri yang pada bagan DDC nomor kelas. 3. Indeks relative, yang terdiri dari sejumlah tajuk dengan perincian aspekaspeknya yang disusun secara alfabetis, dan memberikan petunjuk berupa nomor kelas, yang memungkinkan orang mencari tajuk yang tercantum dalam indeks pada bagan. 4. Tabel Pembantu, berbentuk serangkaian notasi khusus, yang dipakai untuk menyatakan aspek-aspek tertentu yang selalu terdapat dalam beberapa subyek yang berbeda. Di dalam DDC edisi terakhir terdapat 7 tabel pembantu, yaitu: Tabel 1: Subdivisi standar Tabel 2: Wilayah Tabel Tabel 3: Subdivisi sastra Tabel 4: Subdivisi bahasa Tabel 5: Ras, etnik, kebangsaan Tabel 6: Bahasa Tabel 7: Orang untuk menambahkan notasi dari tabel-tabel tersebut harus mengikuti pedoman yang di tabel dan pada bagan klasifikasi.
30
5.
Bagan, Bagan atau schedule adalah serangkaian bilangan (nomor kelas) yang disusun menurut prinsip-prinsip DDC dan memuat semua subyek ilmu pengetahuan secara universal. Secara umum Melvin Dewey membagi ilmu pengetahuan dalam 10 kelas utama. Setiap kelas utama dibagi secara desimal menjadi 10 sub divisi yang disebut seksi.Pemilihan notasi langsung pada bagan ini langkah-langkahnya: a. Tentukan subyek bahan pustaka melalui proses analisis b. Tentukan
disiplin
ilmunya
untuk
memudahkan
penelusuran
selanjutnya. Golongkan subyek tersebut pada kelas utama. c. Periksalah seksi dan subseksinya sampai diperoleh notasi yang tepat.
2.3.7
Katalog Perpustakaan Perpustakaan memerlukan katalog untuk menunjukkan ketersedian yang
dimilikinya (Hasugian, 2011). Untuk itu, perpustakaan memerlukan suatu daftar yang berisikan informasi yang berisikan informasi bibliografis dari koleksi yang dimilikinya. Katalog perpepustakaan adalah suatu daftar yang sistematis dari buku dan bahan-bahan lain dalam suatu perpustakaan dengan informasi deskripstif mengenai pengarang, judul, penerbit, tahun terbit, bentuk fisik, subjek, ciri khas bahan dan tempatnya (Gates 1989,62). Pendapat lain menyatakan katalog perpustakaan merupakan “susunan yang sistematis dari seperangkat cantuman bibliografis yang mempresentasikan kumpulan dari suatu koleksi tertentu. Koleksi tersebut terdiri dari berbagai jenis bahan seperti buku, terbitan berkala, peta, rekaman suara, gambar, notasi, music, dan sebagainya”(Taylor 1992, 6). Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, katalog perpustakaan suatu sarana untuk menemukembalikan suatu bahan perpustakaan dari suatu koleksi perpustakaan.
31
Adapun tujuan dari katalog pertama sekali dikemukakan oleh Cutter pada tahun 1867 (Cutter 1904) yaitu: 1. To anable a person to find a book about which one of the following is known: the author, the title, the subject 2. To show what the library has by a given author, on a given subject, in a given kind of literature 3. To assist in the choice of a book, as to its edition, as to its characterliterary or tropical Dari pernyataan di atas tujuan pertama menyatakan bahwa katalog pustaka yang diinginkannya berdasarkan pengarang, judul, maupun subjeknya. Tujuan kedua menyatakan bahwa katalog dapat menunjukkan dokumen apa saja yang dimiliki oleh sebuah perpustakaan. Tujuan ketiga menyatakan bahwa katalog dapat membantu pada pemilihan sebuah buku berdasarkan karakternya-sastra atau topiknya.
2.3.8
Bentuk-bentuk Katalog Perpustakaan merupakan suatu organisasi yang berkembang. Hal itu, bisa
dilihat dari bentuk fisik katalog yang terus mengalami perubahan, katalog dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk fisiknya antara lain sebagai berikut: 1. Katalog kartu Katalog kartu merupakan katalog yang sudah lama digunakan oleh berbagai perpustakaan kecil, sehingga masih banyak perpustakaan yang masih menggunakan katalog jenis ini. Katalog berbentuk kartu berukuran 7,5 x 12,5 cm. Setiap entri (pengarang, judul dan subjek) ditulis pada satu kartu. Kartu kemudian dijajarkan dalam laci kantong. 2. Katalog Berkas Katalog kumpulan kertas/ kartu berupa lembaran berukuran 7,5 x 12,5 cm atau 10 x 15 cm. Masing-masing lembar berisi data katalog. Setiap berkas dapat memuat antara 500 hingga 600 lembar. Berkas yang sudah terjilid kemudian disusub menurut nomor berkas. 3. Katalog Buku
32
Bentuk katalog buku berupa daftar judul-judul bahan perpustakaan yang ditulis atau dicetak pada lembaran-lembaran yang berbentuk buku. 4. Katalog OPAC Banyak perpustakaan yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi komputer dan telekomunikasi dalam perkembangan pembuatan katalog perpustakaan, yaitu dengan menerapkan sistem otomasi perpustakaan, yang salah satu kegiatannya adalah pembuatan katalog secara online yang penelusurannya
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
berbagai
pendekatan sekaligus, missalnya melalui judul, pengarang, subjek, tahun terbit, dan sebagainya. Dengan memanfaatkan penelusuran Boolean Logic. 5. Katalog Internet Katalog yang dapat diakses dengan menggunakan komputer yang terhubung dengan telepon dalam jaringan internet Adapun keterangan-keterangan yang dituliskan pada katalog adalah sebagai berikut: 1. Nama Lengkap dengan gelar-gelar kebangsawannya dari pengarang, atau yang dianggap pengarang. 2. Judul buku, jika ada judul tambahannya serta edisi 3. Tempat penerbit dan nama penerbitnya 4. Tahun terbit atau copy-right datenya. 5. Jumlah halaman pendahuluan (angka romawi) dan jumlah halaman isi (angka arab). Jumlah halaman bisa diganti dengan jumlah jilid yang ada, jika buku-buku itu berjilid. 6. Keterangan-keterangan (notes) seperti: app, digr, graf, illus, tab 7. Keterangan tentang halaman bibliografi 8. call-number buku (biasanya ditentukan pada awal proses buku) 9. Nomor stambuk buku (pada pinggir kiri bawah kartu) 10. Tracing.
33
2.4
Tata Ruang/Gedung Perpustakaan
2.4.1 Pengertian Tata Ruang dan Gedung Perpustakaan Tata berarti pengaturan, penyusunan. Sedangkan gedung atau ruangan perpustakaan adalah bangunan yang sepenuhnya diperuntukkan bagi seluruh aktivitas sebuah perpustakaan. Dalam mendayagunakan layanan perpustakaan agar dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pengguna adalah melalui tata ruang yang dibuat menarik seperti yang dikatakan oleh Darmono (2009): Perpustakaan merupakan kegiatan berorientasi pada pelayanan dalam bentuk jasa dan orang yang datang memanfaatkannya biasanya datang secarasukarela. Untuk dapat memikat mereka untuk datang ke perpustakaan adalah melalui penataan ruangan yang menarik dan fungsional. Selain itu, Afrianto (2007) mengemukakan bahwa: Tata ruang adalah salah satu cara untuk menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan dalam perpustakaan. Ruangan yang tertata rapi dan buku- buku yang juga tertata akan membuat suatu perpustakaan memberi nuansa nyaman sehingga pemakai perpustakaan tertarik untuk membaca buku dan berlama-lama di perpustakaan. Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa tata ruang perpustakaan adalah segala sesuatu yang berada di dalam ruangan sebagai tempat/wadah yang di atur sedekemian rupa sehingga dapat tercipta suasana yang indah, rapi, bersih, aman dan nyaman bagi para petugas dan pemakai perpustakaan. Tingkat kondisi perpustakaan mendukung kegiatan yang ada di perpustakaan.
2.4.2
Desain Ruang Desain ruang merupakan suatu proses pengorganisasian unsur garis,
bentuk ukuran, warna, tekstur, bunyi, cahaya, aroma dan unsur-unsur desain lainnya, sehingga tercipata suatu hasil karya tertentu (Nurhayati, 2004,78). Sedangkan menurut Ching (1996) dalam bukunya Ilustrasi Desain Interior, desain interior adalah merencanakan, menata dan merancang ruang-ruang interior dalam bangunan .
34
Defenisi diatas memiliki makna bahwa desain interior atau ruang adalah menyusun dan merancang tata letak ruangan untuk menciptakan kenyamanan, keindahan dan sesuai dengan fungsi atau kegunaan dari ruang tersebut. Brainard (1991), Dasar-dasar desain terdiri dari 1. Introduction to Design berisi tentang pengertian (defenisi) desain dan macam (jenis) desain. 2. Unsures of Design berisi tentang pemahaman unsur desain yang terdiri dari space, shape, value, texture, color, dan lain-lain. 3. Principles of Design berisi pemahaman tentang prinsip desain yang terdiri dari role of designer, space devision and balance, unity, emphasis dan lain-lain. 4. Aplication berisi tentang pemahaman aplikasi desain yang terdiri dari problem solving, desaign devices dan analysis of designs. Desain
akan
mempengaruhi
aktivitas
pemustaka
yaitu
kegiatan
memanfaatkan fungsi perpustakaan agar dapat diukur apakah fungsi tersebut dapat mewujudkan tujuan dari didirikannya perpustakaan tersebut. Menurut Ching, ada beberapa prinsip desain interior yaitu: 1.
Proporsi (Proportion) Sistem
proporsi
merupakan
prinsip
yang
menetapkan
ukuran
keindahan.Sistem ini dapat menjadi alat desain yang sangat baik perpustakaan kecil maupun besar dalam mencapai kesatuan dan keserasian. 2. Skala (Scale) Prinsip desain skala berkaitan dengan proporsi, dimana skala merupakan benda yang tampak dan dapat diukur besar atau kecilnya benda-benda disekitar. Prinsip desain skala berkaitan dengan proporsi, dimana skala merupakan benda yang tampak dan dapat diukur besar atau kecilnya benda-benda disekitar. 3.
Keseimbangan (Balance) Keseimbangan mencakup unsur di dalam seperti perabot, dinding yang mengelilingi, lampu-lampu dan aksesoris yang mengelilinginya dan mengandung warna, tekstur, ukuran. Prinsip ini harus disusun dan ditata dengan baik agar mencapai keseimbangan yang visual.
35
4.
Ritme (Rhythm) Prinsip ritme ini hanya didasarkan pada pengulangan unsur-unsur dalam ruang dan waktu.Prinsip ini membangkitkan kesinambungan ritme gerak yang dapat menarik pandangan orang yang memandang.
5.
Penekanan (Emphasis). Penekanan merupakan unsur yang sangat penting dalam desain interior, pada prinsip ini diharuskan untuk tidak terlalu banyak unsur-unsur yang mencolok karna desain akan tampak ramai dan kacau, masing-masing desain harus diberi arti yang tepat sesuai dengan tingkat kepentingannya dalam rancangan keseluruhan. Menurut Elaine Cohen (1994) dalam artikelnya berjudul The Architectural
and Interior Design Planning Process, “Library are object – intensive facielities.Their resources, services, and programs depand on the installation of certain types of furniture and equipment”.Dalam uraian tersebut perpustakaan di desain harus sesuai dengan fungsi, karna dalam menilai interior desain yang baik dengan melihat apakah desain tersebut fungsional atau tidak. Dalam membangun perpustakaan besar (Big Library) atau perpustakaan kecil (Small Library) tata ruang sangat penting untuk mendukung fungsi dalam pelayanan (Ching, 2006).
2.4.3
Elemen – elemen desain interior Kugler (2007), mengungkapkan bahwa terdapat beberapa unsur yang
membentuk desain interior diantaranya yaitu: ruang, variasi, hirarki, area personal, pencahayaan, tata suara, suhu udara, perawatan, kualitas udara, gaya dan fashion. 1.
Ruang (Tata Letak) Sebuah perpustakaan yang dirancang dengan baik harus dapat beroperasi tanpa harus bergantung pada ketersediaan penunjuk arah (signage). Elemen interior harus cukup jelas terutama jika ruang tersebut berukuran besar atau kompleks. Lantai, dinding, furnitur, ukuran dan penempatan segala hal harus total ruang.
2.
Variasi (Keberagaman Jenis Ruang)
36
Sebagai makhluk sosial yang ditandai dengan terus meningkatnya berbagai keinginan, maka sebuah perpustakaan umum baru harus mampu menyediakan untuk berbagai preferensi pengguna. Minimal perpustakaan dapat menyediakan berbagai jenis ruang yang disesuaikan untuk setiap karakteristik kebutuhan pengguna, baik individu maupun kelompok, seperti ruang baca untuk individu dan berkelompok. Berbagai model pengaturan tempat duduk yang bermacam – macam yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gaya belajar dan kenyamanan pengguna juga harus dipertimbangkan sebagai tujuan untuk memenuhi keinginan pengguna. 3.
Hirarki Penciptaan hirarki visual dapat membantu memisahkan berbagai macam jenis tingkatan informasi dan dapat membantu batas – batas tersebut untuk membedakan setiap ruangan yang ada di perpustakaan. Lantai, dinding, furnitur, ukuran, dan penempatan ruangan harus dapat memberikan penekanan atau perbedaan pada fungsi dan kegiatan yang ada pada keseluruhan ruang dan perbedaan tingkatan yang mereka tonjolkan.
4.
Area Personal Para
ilmuwan
mengungkapkan
bahwa
manusia
memiliki
kebutuhan sosiologis dan psikologis untuk menciptakan sebuah tempat dan suasana yang dikehendaki. Untuk menciptakan area personal dalam hal ini yaitu penggunaan tempat secara individu dengan area yang dapat digunakan secara berkelompok, perpustakaan harus memiliki definisi yang jelas untuk hal tersebut, agar pengguna merasa aman, dihargai, dan nyaman 5.
Pencahayaan Pencahayaan didalam perpustakaan pada umumnya cenderung lebih terangdan biasanya seragam jenisnya secara keseluruhan.Pada perpustakaan
modernjuga
menghendaki
bahwa
beberapa
tingkat
pencahayaan dapat membantu pengguna dalam menentukan kegiatan dan kualitas mereka ketika berada di perpustakaan, serta penentuan jumlah
37
lampu juga dapat memberikan dampak yangcukup besar terhadap kenyamanan visual pengguna perpustakaan. 6.
Tata Suara Pengaturan tata suara juga merupakan salah satu masalah yang palingumum untuk perpustakaan, khususnya pada area layanan sirkulasi dan ruangreferensi. Area perpustakaan dengan pengaturan tata suara yang kurang tepat (bising) tentu saja sangat tidak dianjurkan, namun jika area perpustakaan tersebut terlalu hening akan dapat menimbulkan gema dan gaung terhadap percakapan yang dilakukan oleh pengguna. Maka dengan mengusung hal – hal yang menjadi trend dalam edukasional bahwa akan lebih bijaksana jika perpustakaan mampu menempatkan ruangan dimana pengguna dapat memanfaatkan ruangan untuk berdiskusi dan berbicara serta untuk pengguna yang menginginkan suasana perpustakaan yang tenang.
7.
Suhu Udara Walaupun pada umumnya yang terjadi suhu udara selalu konstan, namun kontrol area juga dapat membantu dalam penentuan zona level kenyamanan. Keadaan suhu normal bagi manusia adalah bekisar kurang lebih 24 derajat Celcius. Dengan kesesuaian temperatur ruangan dengan kebutuhan suhu tubuhmanusia akan memberikan dampak positif bagi seseorang dalam aktivitasnya didalam ruangan. Menurut Grandjen (1993) dalam Purnomo, Hari (2000) merekomendasikan batas toleransi untuk suhu udara tinggi yang dapat dilampaui oleh batas kemampuan fisik dan mental manusia yaitu sebesar 35 – 40 oC untuk negara dengan 2 musim seperti di Indonesia. Standar kenyamanan suhu udara di Indonesia berpedoman pada standar Amerika (ANSI/ ASHARE, 1992; 55 dalam Karyono T.H. 2001). Mereka merekomendasikan suhu nyaman 22,5 oC – 26 oC atau disederhanakan menjadi 24 oC atau rentang 22 oC hingga 26 oC.
8.
Perawatan
38
Perawatan yang dimaksud disini adalah bagaimana caranya pustakawan mampu mengatur keuangan, sehingga dapat menerapkan prinsip ekonomi yaitu dengan biaya yang minimum dapat memberikan hasil yang maksimal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendistribusi ulang furnitur yang ada, mengecat kembali lemari dan rak yang memiliki corak bahan logam dan jika anggaran masih memungkinkan, dapat digunakan untuk membeli perabotan baru, mengganti karpet atau lantai serta menambah signage baru. 9.
Kualitas Udara Menjaga kualitas udara yang baik sangat penting untuk menjaga kestabilan ruangan, baik dari alam maupun dari sistem ventilasinya. Aroma secara langsung dapat menyambungkan hubungan antara kondisi ruangan dengan aspek psikis (emosi) pengguna perpustakaan dan beberapa perpustakaan saat ini telah menggunakan aroma bunga atau kopi sebagai pengharum ruangan untuk menciptakan rasa tenang dan nyaman.
10.
Style and Fashion Gaya dan fashion adalah bagian dari budaya populer masa kini, dan sepertiyang selalu kita inginkan bahwa perpustakaan saat ini secara visual tidak mungkin dapat dihindari bahwa akan selalu memperhatikan nilai estetikanya dalam perencanaan interior meskipun gaya dan fashion tersebut bersifat dinamis. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan menghindarkan rasa jenuh agar perpustakaan dapat menjadi tujuan utama bagi pengguna dalam mencari informasi serta memberikan keindahan dan kenyamanan terhadap pengguna perpustakaan. Tingkat harapan dari pengguna perpustakaan dapat berubah sebagaimanapustakawan berani memainkan dan meningkatkan serta mengkombinasi jenis danfungsi dari penggunaan interior yang ada (misalnya menggabungkan antara public area dengan cafe dan musik).
11.
Kenyamanan Kenyamanan yang semakin baik mengindikasikan adanya rasa motivasi yang tinggi untuk mengunjungi perpustakaan.Ruang yang
39
nyaman bias menyebabkan pengguna merasa tidak tertekan, gelisah, dan merasa mendapatkan kebebasan beraktifitas diruangan (Sukesi, 2009). Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa kenyamanan merupakan hal yang sangat penting,karena dengan terciptanya rasa nyaman terhadap lingkungan sekitarnya ketikaberada di suatu tempat, maka secara tidak langsung akan lebih memberikan dampak yang positif bagi individu tersebut.
2.4.4
Perabot dan Perlengkapan Perabot perpustakaan merupakan sarana pendukung atau perlengkapan
perpustakaan yang digunakan dalam proses pelayanan pemakai perpustakaan dan merupakan kelengkapan yang harus ada untuk terselenggaranya perpustakaan. Dalam buku Pedoman Umum Perlengkapan Perpustakaan Umum (1992, 4) Perabot perpustakaan adalah: “barang-barang yang berfungsi sebagai wadah atau wahana penunjang fungsi perpustakaan seperti meja, kursi, rak buku, papan peragaan dan lain sebagainya. Sedangkan perlengkapan
perpustakaan adalah barang -
barang yang merupakan perlengkapan dan suatu komponen atau kegiatan perpustakaan misalnya mesin ketik, komputer, layar proyektor dan sebagainya” Menurut Siregar (2011,96) menyatakan bahwa “perabotan adalah segala peralatan dan perabotan yang digunakan oleh perpustakaan dan pengguna dalam melakukan kegiatan perpustakaan”.
Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa perabot dan perlengkapan perpustakaan merupakan kompenen yang penti ng dalam kelancaran kegiatan perpustakaan, baik juga menyangkut dengan kenyamanan pengguna.
2.4.5
Penataan Tata Ruang
40
Ruangan yang tertata rapi dan buku–buku yang juga tertata akan membuat suatu
perpustakaan memberikan nuansa nyaman sehingga pemustaka tertarik
untuk membaca buku dan betah berada di perpustakaan. Prinsip-prinsip penataan ruangan perpustakaan menurut Lasa (2007, 202) 1. Untuk pelaksanaan tugas yang memerlukan konsentrasi hendaknya ditempatkan di ruangan terpisah atau di tempat yang aman dari gangguan hal ini bertujuan agar tidak mengganggu konsentrasi dalam melaksanakan pekerjaan. 2. Bagian yang bersifat pelayanan umum hendaknya ditempatkan di lokasi yang strategis. 3. Penempatan perabot seperti meja, kursi, rak buku, lemari, dan lainnya hendaknya disusun dalam bentuk garis lurus. Tujuannya agar segala kegiatan pemustaka lebih mudah dikontrol oleh pustakawan. Selain itu juga akan membuat ruangan lebih indah, teratur dan tidak sempit. 4. Jarak antara satu perabot dengan perabot lainnya dibuat agak lebar.Jarak perabot diatur agar pustakawan maupun pemustaka bisa leluasa untuk berjalan. 5. Bagian-bagian yang mempunyai tugas yang sama, hampir sama, atau merupakan kelanjutan, hendaknya ditempatkan di lokasi yang berdekatan 6. Bagian yang menangani pekerjaan yang bersifat berantakan seperti pengolahan, pengetikan atau penjilidan hendaknya ditempatkan di tempat yang tidak tampak oleh khalayak umum. Bertujuan agar pemustaka tidak terganggu oleh suasana yang berantakan 7. Apabila memungkinkan, semua petugas dalam suatu unit/ruangan hendaknya duduk menghadap ke arah yang sama dan pimpinan duduk di belakang.
41