BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Hakikat Peran Pendidik PAUD 2.1.1 Pengertian Peran Peran menurut bahasa artinya fungsi, kedudukan atau sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa.(Hoetomo 2005;381). Pengertian Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto(1982:238) sebagai berikut : Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan–peraturan
yang
membimbing
seseorang
dalam
kehidupan
kemasyarakatan. 2.1.2 Pengertian Pendidik PAUD Yufiarti (2009:1.14). menyatakan bahwa, Pendidik atau guru merupakan suatu pekerjaan profesi seperti disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia dalam Deklarasi “guru sebagai profesi” pada tanggal 2 Desember 2004. Selanjutnya dalam Undang-undang Guru Nomor 15 Tahun 2005 Bab II Pasal 2 dinyatakan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional khususnya pada jalur formal untuk jenjang pendidikan anak usia dini. Bahkan dinyatakan bahwa pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen 8
pembelajaran Nasional.
yang mempunyai fungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan
Anak
usia dini
adalah
individu
yang berbeda,unik,memiliki
karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini adalah 0-6 tahun. Masa keemasannya dimana stimulasi seluruh aspek perkembangannya berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Pendidik anak usia dini adalah profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran dan menilai hasil pembelajaran serta melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik. Pendidk PAUD bertugas di berbagai jenis layanan, baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal seperti TK/RA, KB, TPA dan bentuk lain yang sederajat. Pendidik PAUD pada jalur formal terdiri dari guru dan guru pendamping, sedangkan pendidik PAUD pada jalur pendidikan nonformal terdiri atas guru, guru pendamping dan pengasuh. (Permendiknas Nomor 58/2009:12). 2.1.3 Fungsi dan Karakteristik Pendidik PAUD Profesi pendidik PAUD menurut Yufiarti (2010:1.16) merupakan suatu pekerjaan yang mempunyai penghasilan yang memadai mempunyai wawasan pengetahuan, dan menunjukkan kinerja dengan kualitas yang tinggi. Berdasarkan pengertian di atas terdapa tiga karasteristk pendidik PAUD yang paling mendasar, yaitu, 1) Mempunyai penghasilan yang memadai. Hal ini ditengarai bahwa pendidik PAUD memiliki pengetahuan dan perilaku yang professional, sehingga mempunyai implikasi bahwa
pendidik tersebut mendapatkan kompensasi yang
memadai, 2) Memiliki pengetahuan tentang segala sesuatu yang ditanganinya sebagai seorang ahli sehingga tujuan dapat tercapai secara efektif, 3)
Menunjukkan kinerja dengan kualitas tinggi. Karakterisitik yang lain menunjuk pada kegiatan professional adalah, a) mempunyai dasar pengetahuan, b) penekanan pada pelayanan, c) menguasai pengetahuan secara teoritis, d) mampu memecahkan masalah, e) mampu menggunakan pengetahuan untuk praktek. 2.1.4 Kompetensi dan Kualifikasi Pendidik PAUD 1. Kompetensi pendidik PAUD Satori (2010,2.2) mengatakan bahwa
kompetensi berasal dari bahasa
Inggeris competency yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Seseorang dikatakan kompeten di bidang tertentu jika menguasai kecakapan bekerja pada satu bidang tertentu. Kompetensi adalah performan yang mengarah kepada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkan. Kompetensi pendidik harus mempunyai karakteristik tertentu. Pernyataan yang sama dikemukakan Yufiarti ((2010:1.23) : Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini meliputi empat kompetensi yaitu: 1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran, 2) Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan yang yang berhubungan dengan personal meliputi, kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, bijaksana, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,3) Kompetensi professional yaitu, kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam, 4) Kompetensi social yaitu, kemampuan untuk berienteraksi dengan orang lain meliputi berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut di atas diuraikan sebagai berikut : a. Kompetensi Pedagogik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang kegiatan belajar mengajar.
Kompetensi Pedagogik tersebut oleh Slamet, (dalam Sagala 2009,31) dirinci sebagai berikut: (1) Mampu berkontribusi dalam pengembangan KTSP yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkan, (2) Mengembangkan silabus mata pelajaran berdasarkan standar kompetensi (SK), dan kompetensi dasar (KD), (3) Merencanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), berdasarkan silabus yang telah dikembangkan, (4) Merancang manajemen pembelajaran dan manajemen kelas, (5) Melaksanakan pembelajaran yang pro-perubahan (aktif, kreatif, inovatif, eksperimentatif, efektif dan menyenangkan), (6) Menilai hasil belajar peserta didik secara otentik, (7) Membimbing peserta didik dalam beragai aspek, seperti pelajaran, kepribadian, bakat, minat dan karir dan, (8) Mengembangkan profesionalisme guru. Sementara itu Satori (2010:2.40) merinci kompetensi pedagogik dalam tiga sub kompetensi yaitu, (a) kemampuan yang ada hubungannya dngan penguasaan materi, (b) kemampuan mengajar, dan (c) mengenal dan mampu menggunakan metode mengajar. Adapaun
kompetensi
pedagogik
pendidik
PAUD
menurut
Yufiari
(2010:3.32) yaitu : 1) Mampu memahami anak usia dini sebagai peserta didik. 2) mampu merancanag pembelajaran, 3) mampu merencanakan program kegiatan pendidikan, pengasuhan dan perlindungan seperti a) menyusun rencana kegiatan tahunan, semesteran, bulanan, mingguan dan harian b) menetapkan kegiatan bermain yang mendukung tingkat pencapaian perkembangan anak, c) merencanakan kegiatan yang disusun berdasarkan kelompok usia, 4) mampu melaksanakan pembelajaran, pengasuhan dan perlindungan seperti, a) mengelola kegiatan sesuai dengan rencana yang disusun berdasarkan kelompok usia, b) menggunakan metode pembelajaran melalui bermain sesuai dengan karakteristik anak, c) memilih dan menggunakan media yang sesuai dengan kegiatan dan kondisi anak, d) memberikan motivasi untuk meningkatkan keterlibatan anak dalam kegiatan, e) memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan anak. 5) mampu merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, seperti; a) memilih cara-cara penilaian yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, b) melakukan kegiatan penilaian sesuai dengan cara-cara yang telah ditetapkan, c) mengolah hasil penilaian, d) menggunakan hasil-hasil
penilaian untuk berbagai kepentingan pendidkan, e) mendokumentasikan hasil-hasil penilaian, dan 6) mampu mengembangkan anak usia dini untuk mengaktualisasikan berbagi potensi yng dimilikinya. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik guru merupakan kemampuan seorang guru yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, serta memilki pengetahuan mendalam terhadap materi yang dibelajarkan. b. Kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru. Dari aspek psikologi, menurut Sagala (2009:34)
kompetensi
kepribadian guru menunjukkan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian seperti: (1) mantap dan stabil, yaitu memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku, (2) dewasa yang berarti mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru, (3) arif dan bijaksana yaitu tampilannya bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat dengan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak, (4) berwibawa, yaitu perilaku guru yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta didik, dan (5) memiliki akhlak mulia dan memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik, bertindak sesuai dengan norma religius, jujur, ikhlas, dan suka menolong. Selanjutnya
Sanusi
(dalam
Satori,
2009:2.6)
menjelaskan
bahwa
kemampuan pribadi mencakup hal-hal sebagai berikut: “ (a) penampilan sikap positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (b) pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, dan (c) penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
Adapun kompetensi kepribadian pendidik
PAUD
Kompetensi kepribadian meliputi : a) Bersikap dan berprilaku sesuai dengan kebutuhan psikologi anak; seperti Menyayangi anak secara tulus, berperilaku sabar, tenang, ceria, serta penuh perhatian, memiliki kepekaan, responsive, dan humoris, menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif dan bijaksana, berpenampilan bersih, sehat dan rapi, dan berprilaku sopan santun, menghargai dan melindungi anak. b) Bersikap dan berprilaku sesuai dengan norma agama budaya dan keyakinan anak seperti; menghargai peserta didik tanpa membedakan kepercayaan yang dianut, suku, budaya, dan jender, bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat, mengembangkan sikap anak didik menghargai agama dan budaya lain. c) Menampilkan diri sebagai pribadi yang berbudi pekerti luhur seperti (1) berprilaku jujur, (2) bertanggung jawab terhadap tugas, (3) berprilaku sebagai teladan, (Yufiari 2010:3.33) Dari uraian diatas disimpulkan bahwa pada dasarnya kompetensi kepribadian seorang pendidik adalah merupakan kemampuan seorang guru dalam menampilkan sikap positif terhadap tugas-tugasnya, serta memahami nili dan norma yang selayaknya bagi seorang guru sebagai sosok teladan. c. Kompetensi Sosial Guru Kompetensi sosial guru adalah kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara.
Slamet (dalam
Sagala,2009:38) menyebutkan bahwa kompetensi sosial guru meliputi : 1) memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan, 2) melaksanakan kerja sama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya, 3) membangun kerja tim yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah, 4) melaksanakan komunikasi secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orang tua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab terhadap kemajuan pembelajaran, 5) memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya, 6) memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat
sekitarnya, 7) melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik misalnya partisipasi, transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum dan profesionalisme, Hal yang jenis-jenis
sama dikemukakan oleh Satori (2010:2.17) yaitu tentang
kompetensi sosial yang harus dimiliki guru adalah : “ Terampil
berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik, bersikap simpatik, memiliki kemampuan bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah, pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan, dan memahamai dunia sekitarnya (lingkungan)” Adapun Kompetensi Sosial pendidik PAUD yaitu sebagai berikut : 1) mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif serta beradaptasi dengan lingkungan, seperti a) menyesuaikan diri dengan teman sejawat, b) menaati aturan lembaga, c) menyesuaikan diri dengan masyarakat selkitar, d) akomodatif terhadap anak didik, orang tua, teman sejawat dari berbagai latar belakang budaya dan sosial ekonomi. 2) Berkomunikasi secara efektif, seperti: a) berkomunikasi secara empati dengan orang tua/wali peserta didik, b) berkomunikasi efektif dengan anak didik, baik secara fisik, verbal maupun nonverbal, lisan atau tulisan (Yufiari 2010:3.33) Dengan demikian pada dasarnya kompetensi sosial guru kemampuan
merupakan
guru dalam berinteraksi dengan peserta didik, orang tua anak,
masyarakat, bekerja sama teman sekerja dan tahu menempatkan diri. d. Kompetensi Profesional Kompetensi Profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh
seorang dalam kapasitasnya sebagai guru. Guru yang
profesional diyakini mampu memotivasi siswa untuk mengoptimalkan potensinya dalam kerangka pencapaian standar pendidikan yang ditetapkan. Menurut Usman (dalam Sagala 2009:41), kompetensi profesional meliputi ;
(1) penguasaan terhadap landasan pendidikan, seperti (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekolah di masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan, (2) menguasai bahan pengajaran, (3) kemampuan menyusun program pembelajaran, dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran. Adapun Kompetensi Profesional pendidik PAUD dijelaskan sebagai berikut : a) Memahami tahapan perkembangan anak, seperti; memahami kesinambungan tingkat perkembangan anak usia 0-6 tahun, memahami standar tingkat pencapaian perkembangan anak, memahami bahwa setiap anak mempunyai tingkat kecepatan pencapaian perkembangan yang berbeda, memahami faktor penghambat dan pendukung tingkat pencapaian perkembangan. b) Memahami pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti; memahami aspek-aspek perkembangan fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosi, dan moral agama, memahami faktor-faktor yang menghambat dan mendukung aspek-aspek perkembangan anak, memahami tanda-tanda kelainan pada tiap aspek perkembangan anak, mengenah kebutuhan gizi anak sesuai dengan usia, memahami cara memantau nutrisi, kesehatan dan keselamatan anak, mengetahui pola asuh yang sesuai engan usia anak, mengenal keunikan anak, c) Memahami pemberian rangsangan pendidikan, pengasuhan dan perlindungan, seperti; mengenal cara-cara pemberian rangsangan dalam pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan secara umum, memilik ketreampilan dalam melakukan pemberian rangsangan pada setiap aspek perkembangan, d) Membangun kerja sama dengan orang tua peserta didik dalam pendidikan, pengasuhan dan perlindungan anak, seperti; mengenal faktor-faktor pengasuhan anak, sosial ekonomi keluarga dan sosial kemasyarakatan yang mendukung dan menghambat perkembangan anak, mengkomunikasikan program lembaga (pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak) kepada orang tua, meningkatkan keterlibatan orang tua dalam program di lembaga, meningkatkan kesinambungan program lembaga dengan lingkungan keluarga. (Yufiari 2010:3.34) Dengan demikian jelaslah bahwa kompetensi Profesional merupakan kemampuan guru yang berhubungan dengan profesinya sebagai guru sebagai agen pembelajaran.
2. Kualifikasi Pendidik PAUD Kualifikasi yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dan dibuktikan dengan ijazah dan sertifikat keahlian yang relevan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Yufiarti (2010:1.22) : “ kualifikasi akademik yang dipersyaratkan bagi pendidik PAUD adalah minimum Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S.1) dengan latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi, dan memiliki sertifikat profesi guru untuk PAUD”. (Yufiarti 2010:1.16) Bagi guru PAUD jalur pendidikan formal (TK,RA, dan sederajat), dan Guru PAUD jalur pendidikan nonformal (TPA,KB, dan sederajat) yang belum memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi disebut guru pendamping dan pengasuh. (Yufiarti 2010:1.22). Selanjutnya Yufiarti (2010:1.22) menjelaskan bahwa seseorang yang tidak memiliki ijazah atau sertifikat keahlian tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan. 2.1.5 Peran Pendidik PAUD dalam Proses Pembelajaran. Peran pendidik dalam PAUD adalah melakukan suatu proses perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Dalam psikologi belajar proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkannya, hingga tercapainya hasil-hasil tertentu. Dengan demikian dipahami bahwa proses belajar merupakan tahapan perubahan prilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri anak. Perubahan tersebut
bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju dari keadaan sebelumnya. Guru atau pendidik adalah pihak utama yang berhubungan langsung dengan anak dalam upaya proses pembelajaran. Pada dasarnya peranan seorang pendidik dalam pembelajaran adalah sebagai perencana, pelaksana, pengontrol dan penilai hasil pembelajaran. Terkait dengan peran guru dalam pembelajaran diuraikan sebagai berikut: 1. Peran Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Sebagai perencana dalam pembelajaran seorang guru berperan dalam menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasikan dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku siswa yang diharapkan. Perlunya perencanaan pembelajaran dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan pembelajaran. merupakan
Rencana pelaksanaan pembelajaran pada hakikatnya
perencanaan
jangka
pendek
untuk
memperkirakan
atau
memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan komponen penting dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang pengembangannya harus dilakukan secara profesional. Tugas guru yang paling utama terkait dengan RPP berbasis KTSP adalah menjabarkan silabus kedalam RPP yang lebih oprasional dan rinci, serta siap dijadikan pedoman atau skenario dalam
pembelajaran.
Dengan
demikian
RPP
merupakan
upaya
untuk
memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. RPP perlu
dikembangkan
untuk
mengkoordinasikan
komponen-komponen
pembelajaran yaitu kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar dan penilaian. Rencana pelaksanaan pembelajaran akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran yang sedikitnya mencakup tiga kegiatan yaitu, identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran (Mulyasa, 2010: 213). 2. Peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilaku kearah yang lebih baik (Mulyasa, 2010:255). Dalam interaksi tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor, baik faktor internal yang datangnya dari individu maupun eksternal yang berasal dari lingkungan. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan prilaku bagi siswa. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup
tiga hal, pre tes, pembentukan
kompetensi dan post tes. Pembentukan kompetensi
merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan
proses pembelajaran, yakni bagaimana kompetensi dibentuik pada peserta didik, dan bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan proses pembelajaran perlu dilakukan dengan cara yang menyenangkan peserta didik. Hal ini menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kodusif. Proses
pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosialnya. 3. Peranan guru dalam Evaluasi atau Penilaian Hasil Belajar. Evaluasi merupakan bagian yang memiliki peran yang penting dalam setiap sistem pendidikan karena evaluasi dapat menunjukkan perkembangan atau kemajuan hasil belajar. Dengan evaluasi baik buruknya kualitas pendidikan dapat diketahui. Evaluasi dapat diartikan sebagai kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan beragam metode dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. (Nurhadi,2010:3). Dengan demikian evaluasi pembelajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami peserta didik dan mengolah atau menfsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Dengan demikian evaluasi adalah proses penentuan nilai terhadap obyek tertentu berdasarkan beragam kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian umum evaluasi pembelajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif dalam
sesuai dengan standar tertentu. Secara konseptual peran pendidik
evaluasi
pembelajaran
adalah
mendeskripsikan,
mengumpulkan,
menganalisis, manafsirkan dan menyajikan suatu informasi yang dilakukan secara berkelanjutan untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Pada dasarnya peran pendidik dalam pembelajaran tidak terlepas dari keberadaan kurikulum, tetapi menurut Brenner (1990) (dalam Sagala,2009:34) Sebenarnya pendidik anak prasekolah terefleksi dalam alat-alat perlengkapan dan permainan yang tersedia, cara perlakuan guru terhadap anak, adegan dan desain kelas, serta bangunan fisik lainnya yang disediakan untuk anak. Di Indonesia pendidikan pra sekolah lebih bersifat akademik dimana anak lebih banyak duduk di bangku dan harus tertib seperti di sekolah. Jarang guru memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi, mengekspresikan perasaannya dan melakukan sendiri apa yang mereka minati tanpa menemukan pemecahan masalahnya sendiri Menurut
Sumartini (2005:47) terdapat beberapa pendekatan peran
pendidik dalam pembelajaran yaitu: 1) Guru atau pendidik berperan sebagai pengajar. Dalam hal ini guru harus mengajar sesuai dengan kurikulum tanpa melihat minat anak. Semua anak dianggap botol kosong yang harus diisi dengan berbagai informasi tanpa melihat perbedaan bahkan meski anak tak berminat pun guru harus tetap menyampaikan apa yang sudah digariskan dalam kurikulum, 2) Guru atau pendidik berperan membelajarkan anak. Pada pendekatan ini guru berpegang pada panduan kemampuan yang akan dicapai anak dengan cara memahami minat, perasaan dan pengalaman anak didik. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dengan memberikan kesempatan kepada anak, untuk meningkatkan pengalaman dan perasaannya melalui berbagai interaksi kepada guru maupun teman sebayanya. Anak dapat dengan leluasa mengekspresikan apa saja yang ada dalam pikirannya. Pendekatan semacam inilah pendekatan yang efektif dan terbaik, karena anak dapat berkembang secara utuh. 2.2 Hakikat Pembelajaran PAUD 2.2.1 Pengertian Pembelajaran PAUD. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga menjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik. (Mulyasa,2010:255) Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Gagne dan Briggs (1979,3) dalam Rahmat (2011:52)
menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Dalam pembelajaran kondisi atau situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh guru.
Pengelolaan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan evaluasi pembelajaran. Adapun kegiatan pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Perencanaan pembelajaran Perencanaan adalah hubungan antara apa yang ada sekarang dengan bagaimana seharusnya yang berkaitan dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas program dan alokasi sumber (Widada,2010:1). Pembelajaran menurut Dugeng (dalam Widada,2010:2) “ adalah upaya untuk membelajarkan siswa”. Dalam pengertian ini secara implisit perencanaan
dalam pengajaran terdapat
kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan dan pengembangan metode ini didasarkan kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan inilah inti dari perencanaan pembelajaran. Perlunya perencanaan pembelajaran dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran ini menurut Widada (2010:3-4) dilakukan dengan asumsi sebagai berikut;
Pertama, untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran. Kedua, untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan sistem.Ketiga, perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang belajar.Keempat, untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada siswa secara perorangan.Kelima, pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran. Keenam, sasaran ahkir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar.Ketujuh, perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variable pembelajaran. Kedelapan, inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan
demikian
perencanaan
pembelajaran
merupakan
kegiatan
memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan yang pada intinya sebagai langkah awal dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran. 2. Pelaksanaan pembelajaran Menurut Mulyasa (2010:255) pada umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal, yaitu, pre tes, pembentukan kompetensi, dan post tes. Proses pembelajaran diawali dengan pre tes. Pre tes ini hubungannya dengan pelaksanaan pembelajaran adalah termasuk dalam salah satu langkah pada kegiatan awal pembelajaran yang memiliki banyak fungsi antara lain : a) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses pembelajaran, karena dengan pretes pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka kerjakan, b) Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang akan dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara hasil pre tes dengan hsil post tes, c) Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran, d) Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, kompetensi dasar mana yang telah dikuasai peserta didik, serta kompetensi dasar mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.
Hubungannya dengan pembentukan kompetensi Mulyasa (2010:255) menjelaskan : Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan proses pembelajaran, yakni bagaimana kompetensi dibentuik pada peserta didik, dan bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan proses pembelajaran perlu dilakukan dengan cara yang menyenangkan peserta didik. Hal ini menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kodusif. Proses pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosialnya. Kualitas pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses pembentukan kompetensi dapat dikatakan berhasil jika sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam pembentukan kompetensi. Sedangkan dari segi hasil, proses pembentukan kompetensi dapat dikatakan berhasil bila terjadi perubahan prilaku yang positif pada peserta didik seluruhnya atau paling tidak 75 % sesuai dengan kompetensi dasar. Selanjutnya terkait dengan post tes Mulyasa (2010:256) menjelaskan : Adapun Post tes memiliki fungsi antara lain sebagai berikut: a) Untuk mengetahui tingkat penguasaan psserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, b) Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuantujuan yang belum dikuasai pesertra didik, c} Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, pengayaan serta untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar yang dihadapi, d) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang telah dilaksanakan baik terhadap perencanaan, pelaksanaan atau evaluasi. 3. Evaluasi Pembelajaran Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan beragam metode dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
(Nurhadi,2010:3).
Menurutnya
pengertian
umum
evaluasi
pembelajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai
hasil belajar yang dialami peserta didik dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan nstandar tertentu. Fungsi utama evaluasi pembelajaran adalah menelaah suatu obyek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian evaluasi pembelajaran merupakan bagian dari evaluasi pendidikian. Sedangkan fungsi evaluasi pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk: 1) membuat kebijaksanaan dan keputusan, 2) menilai hasil yangt dicapai para pelajar, 3) menilai kurikulum, 4) memberi kepercayaan kepada sekolah, 5) memonitor dana yang telah diberikan dan 6) memperbaiki materi dan program pendidikan. 2.2.2 Ciri-ciri dan Karakteristik pembelajaran di PAUD Istilah anak usia dini adalah anak yang berkisar antara usia 0-8 tahun, namun apabila dilihat dari jenjang pendidikan yang berlaku di Indonesia, yang termasuk dalam kelompok anak usia dini adalah anak yang baru lahir sampai dengan anak usia Taman Kanak-kanak yaitu sekitar usia 6 tahun. (Syaodih, 2010:2.4) Montessori (dalam Syaodih,2010:2.4) menyatakan bahwa masa sensitif anak usia dini mencakup sensitif terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, sensitive untu berjalan, sensitive terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta terhadap aspek-aspek sosial kehidupan. Yufiarti (2009:1.4) menyatakan bahwa “ pembelajaran pada PAUD adalah suatu pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan
melalui
pemberian
rangsangan
pendidikan
untuk
membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut yang dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Adapun ciri-ciri pembelajaran pada PAUD menurut Masyitoh, (dalam Sujiono,2009:138) sebagai berikut : (1)Pembelajaran pada PAUD berorientasi pada belajar, bermain dan bernyanyi, (2) Pembelajaran berorientasi pada perkembangan yang mengacu pada 3 hal yaitu, pada usia yang tepat, pada individu yang tepat, dan pada konteks sosial budaya, (3) Khusus bagi PAUD nonformal dengan ciri pembelajaran yang dilaksanakan secara santai dan fleksibel. Dari uraian di atas peneliti berkesimpulan bahwa pada dasarnya pembelajaran pada PAUD diorientasikan pada belajar, bermain, dan bernyanyi, dan berorientasi pada perkembangan yang mengacu pada usia, dan individu yang tepat serta konteks sosial budaya yang dilaksanakan secara santai dan fleksibel. Selanjutnya Yufiarti (2009:1.5) setelah mengutip pasal 28 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa: (1) PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal,(3) PAUD jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), Raudlatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, (4) PAUD jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) dan bentuk lain yang sederajat, (5) PAUD jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atyau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan (6) di samping itu pada pasal 1 ayat 14 dinyatan bahwa PAUD adalah upaya pembinaan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. Dengan demikian pembelajaran pada PAUD merupakan jalur pendidikan yang diselenggarakan pada anak sejak lahir sampai 6 tahun sebelum memasuki pendidikan dasar baik melalui jalur formal, nonformal maupun informal
2.3 Hakikat Kecerdasan Logika Matematik 2.3.1 Pengertian Kecerdasan Menurut bahasa kecerdasan berasal dari kata cerdas yang diberi klikita ke-an. Cerdas artinya sempurna perkembangan akal budinya, tajam pikiran, pandai.(Hoetomo, 2005:121). Menurut istlah cerdas bermakna luas.
Arti
kecerdasan itu sendiri adalah “Keseluruhan kapasitas atau kemapuan untuk belajar, memahami lingkungan dan memecahkan masalah.”(Mini,2007:4) Terdapat
beberapa definisi yang berbeda-beda tetapi pada prinsipnya sama.
Karena pengertian mereka berakar pada kata yang sama yaitu intelligence dalam bahasa Inggeris. Gardner dalam Campbell (2004:2) mendefinisikan kecerdasan dengan pengertian sebagai kemampuan untuk menjelaskan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan baru untuk diselesaikan, atau kemampuan untuk menciptakan sesuatu. Sementara itu Azwar (1996) dalam Masaong dan Tilome (2011:55) menjelaskan bahwa kecerdasan yang berasal dari kata intelligence
sebagai kemampuan atau kekuatan untuk
melakukan sesuatu. Gardner (dalam Masaong,2011:55) menyebutkan bahwa kecerdasan atau intellegensi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk menciptakan karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan. Hal senada dikemukakan Sarwono (dalam Masaong,2011:55) inelligensi atau kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak terarah serta mengolah danmenguasai lingkungan secara efektif. Kecerdasan yang mencakup banyak bidang dalam kehidupan sehari-hari sering diistilahkan sebagai kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence), istilah
yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog dari Universitas Harvard, Dr.Howard Gardner, dalam bukunya The Multiple Intelligence (1993). Selanjutnya menurut Campbell (2004:2) terdapat tujuh kecerdasan majemuk yang dideskripsikan sebagai berikut : (1) kecerdasan linguistik, berupa kemampuan berpikir dalam bentuk kta-kata. (2) kecerdasan logika matematika yaitu kemampuan dalam menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan proporsi dan hipotesis serta menyelesaikan oprasi-oprasi matematis.(3) kecerdasan spasial yakni suatu bentuk kecerdasan yang dapat membangkiotkan kapasitas untuk berpikir. (4) kecerdasan kenistetik-tubuh yaitu kecerdasan yang memungkinkan seseorang untuk menggerakkan obyek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus. (5) kecerdasan musik yaitu kecerdasan yang ditandai dengan kemampuan menciptakan dan mengekspresikan irama. (6) kecerdasan interpersonal berupa kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif, (7) kecerdasan intrapersonal berupa kemempuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dngan menggunakan pengetahuan dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Hal yang senada dengan itu disampaikan oleh Musfiroh (2008:1.20), hanya saja dia menambahkan dua kecerdasan lagi sehjingga menjadi sermbilan kecerdasan yaitu kecerdasan naturalis dan kecerdasan eksistensi. Kecerdasan naturalis berupa kemampuan membedabedakan suatu spesies, sedangkan kecerdasan eksistensi adalah kemampuan berpikir sesuatu yang hakiki.
2.3.2 Perkembangan Kecerdasan bagi Anak Usia Dini Anak Usia Dini memiliki ciri tertentu. Kartini Kartono (dalam Syaodih, 2010:2.6) mengungkapkan ciri khas perkembangan anak usia dini sebagai berikut : 1) Bersifat egosentri naïf. Seorang anak yang e=gosentris naïf memandang dunia luar
dengan
pandangannya
sendiri,
sesuai
dengan
pengetahuan
dan
pemahamannya sendiri serta dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit, 2) Relasi social yang primitive. Ciri ini sebagai akibat dari egosentris naïf yang ditandai dengan kehidupan anak yang yang belum dapat memisahkan antara keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan sekitarnya, 3) Kesatuan jasmani dan rohani yang hamper tak terpisahkan. Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tak terpisahkan artinya isi jasmani dan rohani anak masih merupakan kesatuan yang utuh sedangkan anak itu sendiri belum dapat membedakannya, 4) Sikap hidup yang fisiongnomis. Anak yang bersikap fisognomis terhadap dunianya artinya secara langsung anak memberikan atribut/sifat lahiriah atau sifat konkret, nyata terhadap apa yang dihayatinya. 2.3.3 Pengertian Kecerdasan Logika Matematik. “Kecerdasan
logika
matematik
didefinisikan
sebagai
kemampuan
menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar”. (Musfiroh,2008:3.3). Kemampuan ini meliputi kemampuan menyelesaikan masalah, mengembangkan masalah, dan menciptakan sesuatu dengan angka dan penalaran (Armstrong,1999) dalam Musfiroh (2008:3.3). Cerdas logika matematik berarti cerdas angka dan cerdas dalam hukum logika berfikir. Kecerdasan logika-matematik sebelum ditemukan kecerdasan naturalis, mencakup beberapa
macam pikiran yaitu mencakup tiga bidang yang saling berhubngan, yakni matematika, ilmu pengetahuan dan logika (Camphell,2002) dalam Musfiroh, 2008:3.3) kecerdasan logika-matematik adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah. Mini (2007:4) menyatakan bahwa kecerdasan berarti keseluruhan kapasitas
atau
kemampuan
untuk
belajar,
memahami
lingkungan
dan
memecahkan masalah. Kecerdasan yang mencakup banyak bidang dalam kehidupan sehari-hari sering diistilahkan sebagai kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence), istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog dari Universitas Harvard,
Dr.
Howard Gardner,dalam bukunya The Multiple
Intelligence (1993) . Masih menurut Mini indikator kecerdasan itu mencakup banyak bidang dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan bahwa sedikitnya manusia memiliki sembilan bidang kecerdasan yaitu; (1) kecerdasan gerak tubuh yaitu berupa kecerdasan yang mencakup bakat mengendalikan gerakan tubuh dan keterampilan dalam menggunakan peralatan (2) kecerdasan gambar dan ruang yakni kecerdasan yang mencakup kemampuan dalam membayangkan serta menciptakan gambar. (3) kecerdasan bahasa yaitu kecerdasan dalam mengolah kata. (4) kecerdasan logika dan angka yakni kecerdasan dalam hal-hal yang membutuhkan kemampuan berhitung, pemahaman konsep-konsep matematika serta logika berpikir (5) kecerdasan dalam musik yaitu kecerdasan yang mencakup kemampuan dalam menyerap dan menciptakan irama dan melodi (6) kecerdasan intrapribadi yakni kemampuan dalam mengakses perasannya sndiri, membedakan berbagai macam emosi, dan menggunakan pemahamannya untuk memperkaya dan membimbing hidupnya. (7) kecerdasan antarpribadi yaitu kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain (8) kecerdasan memahami alam yaitu kemampuan untuk mengamati, mengidentipikasi dan mengklasifikasikan bentukbentuk alam. (9) kecerdasan moral yakni kemampuan dalam
memahami dan menerapkan aturan yang berlaku di lingkunghan sekitarnya. (Mini ,2007:4-5) Logika merupakan suatu disiplin keilmuan yang ditemukan oleh Aristoteles dibangun dengan argumen, validitas, bukti, definisi dan konsistensi. (Uno, 2009:104). Ketika logika formal belum diketahui, orang menggunakan logika sebagai pertimbangan dalam menentukan dan memutuskan sesuatu. Hal ini terjadi karena logika menonjolkan pemikiran yang logis dalam penetapan sesuatu. Argumen khusus secara logis terdiri dari dua macam pernyataan yaitu, dasar pemikiran yang menyatakan fakta, dan kesimpulan yang dicari dari beberapa premis. Ada beberapa macam logika, namun yang paling umum adalah logika deduktif dan logika induktif (Uno, 2009:104) Sementara itu matematika sebagaimana didefinisikan Russel dalam Uno (2009:108) merupakan suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal.
Pakar
lain Sudjadi
mendefinisikan (dalam Uno,2009:108) bahwa matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik dan deduktif. Dengan memahami uraian di atas Uno (2009:108) menarik kesimpulan bahwa kecerdasan logis matematis memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Peserta didik dengan kecerdasan logis matematis tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu, menyenangkan berpikir secara konseptual dan mengadakan kategorisasi dan klasifikasi terhadap apa yang dihadapinya. Armstrong (1999)
dalam Musfiroh (2008:3.3) menyatakan bahwa kecerdasan logika matematika didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran dengan benar. Kemampuan ini meliputi kemampuan menyelesaikan masalah, mengembangkan masalah, dan menciptakan sesuatu dengan angka dan penalaran. Cerdas secara matematis-logis berarti cerdas angka dan cerdas dalam hukum logika penalaran. Dengan demikian kecerdasan logika matematika adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan pola pemikiran logis dan ilmiah. 2.3.4 Fungsi Kecerdasan Logika Matematika Bagi Anak Usia Dini (AUD) Mengacu pada definisi kecerdasan logika matematika di atas terlihat beberapa fungsi kecerdasan logika matematika bagi anak. Fungsi tersebut menurut Mini (2007:54-56) sebagai berikut : a) Membantu anak untuk memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam kehidupan. b) Membantu anak dalam mengikuti berbagai macam permainan yang membutuhkan olah pikr dan strategi, c) Memudahkan anak belajar membaca dan menulis, d) Anak akan mampu dengan cepat menemukan serta memahami cara kerja suatu benda sederhana tertentu seperti memainkan mobil-mobilan., e) Anak yang memiliki kecerdasan logika matematika besar kemungkinan kelak akan memiliki masa depan yang cerah dan bisa memiliki beraneka ragam keahlian, seperrti ilmuan, insinyur, akuntan, pembuiat program computer, ahli matematika, ahli statistic, detektif, tyeknisi, perencana keuangan, auditor, astronot, banker, ekonom, pedagang, agen asuransi dan masih banyak lagi. 2.3.5 Strategi mengembangkan kecerdasan Logika Matematika bagi Anak Usia Dini (AUD) Menurut
Musfiroh
(2008:3.15-3.24)
bahwa
strategi
dan
pola
pengembangan kecerdasan logika matematik dapat menggunakan beberapa pola atau strategi mengembangkan kecerdasan Logika Matematika pada anak PAUD,
antara lain penemuan pola, penemuan hubungan logis, penguatan pengertian bilangan,pemahaman ukuran, kecakapan konstruksi, kemampuan hipotesiseksperimental, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan klasifikasi. Lebih lanjut strategi-strategi tersebut diuraikan secara detail sebagai berikut: 1. Strategi Penemuan Pola Penemuan pola ini merupakan stimulasi untuk komponen pemolaan, penemuan fitur benda berdasarkan observasi serta kemampuan katagorisasi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk merangsang kecerdasan visual-spasial dan motorik. Terdapat beberapa langkah penemuan pola yaitu : a. Mencocokkan Pola Kontras, yaitu kegiatan pola yang bertujuan merangsang kepekaan anak terhadap pola-pola geometri. b. Memasangkan pola Konstruksi, yang merupakan kegiatan memasangkan unsur pola sehingga membentuk pola yang lengkap. Latihan ini dimaksudkan untuk merangsang kepekaan anak terhadap pola dan unsurunsurnya. 2. Penemuan Hubungan Logis Penemuan hubungan logis ditujukan merangsang kemampuan anak berpikir kausal, sebab akibat dan jika-maka. Kegiatan dilakukan dengan beberapa cara yaitu : a.
Imajinasi Jika-Maka, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk merangsang berpikir abstrak tentang hubungan kausalitas (sebab-akibat)
b.
Mencocokkan gambar berpasangan, yaitu merupakan kegiatan mencocokkan gambar, yang memiliki nilai kausalitas, yang bertujuan
untuk merangsang kemampuan berpikir logis khususnya berpikir kausal dan serial melalui kegiatan menemukan kaitan antara satu gambar dengan gambar yang lain. c.
Brainstorming sebab-akibat, yang bertujuan untuk menumbuhkan kemandirian, berpikir divergen, dan memupuk kretivitas pada anak.
3.
Penguatan Pengertian bilangan, yaitu: kegiatan yang bertujuan merangsang kemampuan numerik, yakni simbola
angka, konsep pembilangan, penjumlahan, pengurangan. Cara yang digunakan meliputi : a. Bercerita dengan media angka,
yaitu kegiatan bercerita yang
mengunakan angka-angka sebagai tokoh cerita. Kegiatan ini bertujuan untuk
merangsang
kesenangan
anak
terhadap
angka,
dan
mengembangkan kemampuan melakukan korespondensi simbol dan angka. b. Permainan angka, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk merangsang kesenangan
anak
terhadap angka
dan
merangsang kemampuan
mengidentifikasi jumlah dan simbolnya. c. Permainan hitung, yaitu kegiatan yang ditujukan untuk merangsang kemampuan membilang pada anak, merangsang anak senang menghitung dan memahami jumlah. d. Menyanyi angka, yaitu kegiatan yang dimaksudkan untuk merangsang kepekaan anak terhadap angka. Caranya dengan menyanyi mengenalkan nama angka.
e. Teka-teki angka dan jumlah, yakni kegiatan yang bertujuan untuk merangsang kepekaan anak terhadap simbol angka 4.
Pemahaman ukuran, yaitu kegiatan dengan permainan membandingkan langsung, perkiraan atau tebakan, dan praktek mengukur atau menimbang, yang dimaksudkan merangsang keterlibatan anak dengan ukuran dan pengamaan.
5.
Kecakapan konstruksi, yang merupakan kemampuan memecahkan masalah secara logis, yang bertujuan untuk merangsang kepekaan kemampuan rancang bangun.
6.
Kemampuan Hipotetis-eksperimental, berupa kegiatan melakukan dugaandugaan langsung dan membuktikan dugaannya. Kegiatan ini ditujukan untuk merangsang kekuatan ingin tahu pada anak.
7.
Kemampuan memecahkan masalah, berupa kegiatan yang mengundang ideide anak yang mungkin bertentangan antar mereka sendiri, yang ditujukan untuk melatih anak memecahkan masalah
8.
Kemampuan klasifikasi dan serial. Kemampuan ini dapat dirangsang dengan permainan mengelompokkan benda-benda berdasarkan ciri tertentu.
2.4 HAKEKAT MEDIA PEMBELAJARAN ANAK Istilah media pembelajaran berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari bentuk medium. secara harfaiah berarti perantara atau pengantar.pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Manfaat media pembelajaran yaitu : a. Media menurut AECT (Association of Education and Communication Technology) adalah segala sesuatu untuk menyalurkan pesan, b. Memvisualkan yang abstrak, c. Membawa objek yang sukar didapat ( binatang buas/berbahaya) d. Membawa objek yang terlalu besar (gunung,pasar,pantai dll) e. Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat. (vidio) f. Dapat disajikan dengan menarik dan variatif g. Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu obyek secara serempak. Dengan siaran radio atau televisi ratusan bahkan ribuan maha peserta didik dapat mengikuti kuliah yang disajikan seorang Profesor dalam waktu yang sama. h. Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat, dan temponya masing-masing. Dengan modul atau pengajaran berprogram, peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan, kesempatan, dan kecepatan masing-masing.