1
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Sekolah Standar Nasional 1. Pengertian Standar Nasional Pendidikan (SNP), bahwa yang dimaksudkan dengan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNP tersebut mencakup standar isi (kurikulum), standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, stanadar sarana prasarana, standar pembiayaan pendidikan, standar proses pendidikan, standar pengelolaan pendidikan, standar penilaian pendidikan dan standar kompetensi lulusan. Sekolah standar nasional (SSN) adalah sekolah yang sudah atau hampir memenuhi SNP, yaitu standar isi (kurikulum), standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, stanadar sarana-prasarana, standar pembiayaan pendidikan, standar proses pendidikan, standar pengelolaan pendidikan, standar penilaian pendidikan dan standar kompetensi lulusan. 2. Karakteristik Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri Sekolah Standar Nasional adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit
2
semester. Dari ciri tersebut Sekolah Standar Nasional memiliki profil sebagai persyaratan minimal yang meliputi : a. Dukungan internal terdiri dari: 1) Kinerja Sekolah indikator terakreditasi A, rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00, persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir, animo tiga tahun terakhir > daya tampung, prestasi akademik dan non akademik yang diraih, melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jumlah siswa per kelas maksimal 32 orang, ada pertemuan rutin pimpinan dengan guru, ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua. 2) Kurikulum, dengan indikator memiliki kurikulum Sekolah Kategori Mandiri, beban studi dinyatakan dengan satuan kredit semester, mata pelajaran yang ditawarkan ada yang wajib dan pilihan, panduan/dokumen penyelenggaraan, memiliki pedoman pembelajaran, memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat, memiliki panduan menjajagi potensi peserta didik dan memiliki pedoman penilaian. 3) Kesiapan sekolah, dengan indikator Sekolah menyatakan bersedia melaksanakan Sistem Kredit Semester, Persentase guru yang menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%, Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS, Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan komputer. 4) Sumber Daya Manusia, dengan indikator persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%, relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan (90 %), rasio guru dan siswa, jumlah tenaga administrasi akademik memadai, tersedia guru bimbingan konseling/ karir.
3
5) Fasilitas di sekolah, dengan indiktor memiliki ruang kepala Sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan, ruang Unit Kesehatan, tempat Olah Raga, tempat ibadah, lapangan bermain, komputer untuk
administrasi,
informasi/komputer,
memiliki Fisika,
laboratorium:
Kimia,
Biologi,
Bahasa,
Teknologi
Multimedia,
IPS,
Perpustakaan yang memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran, memberikan Layananan bimbingan karir. b. Dukungan eksternal untuk menyelenggarakan SKM/SSN berasal dari dukungan komite sekolah, orang tua peserta didik, dukungan dari Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota,
dukungan
dari
tenaga
pendamping
pelaksanaan SKS. 3. Indikator Keberhasilan Sekolah Standar Nasional (SSN) Indikator keberhasilan Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi: 1) memiliki perangkat pembelajaran yang lengkap, dari silabus sampai dengan RPP untuk kelas VII – IX semua mata pelajaran. 2) menerapkan pembelajaran kontektual untuk kelas VII – IX semua mata pelajaran. 3) Rata-rata gain score minimal 0,6 dari tahun 1 sampai tahun 3 untuk semua mata pelajaran. 4) Rata-rata pencapaian ketuntasan kompetensi minimal 75 %. 5) Kondisi guru 75 % minimal berpendidikan S-1 pada tahun ke-3. 6) Penguasaan kompetensi, 50% guru bersertifikat kompetensi. 7) Rasio jumlah rombel dan jumlah kelas 1 : 1 (tidak boleh double shift). 8) Jumlah siswa per rombel maksimal 35 untuk semua kelas (kelas 1, 2 dan 3). 9) Rata-rata jam mengajar guru berkisar antara 18 – 20. 10) Jumlah laboratorium minimal 1 lab IPA, lab. Bahasa, lab. Komputer dan lab.
4
Keterampilan. 11) Memiliki telpon dan akses internet pada lab komputer, guru, dan kepala sekolah. 12) Memiliki ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BP, ruang Tata Usaha, kamar kecil yang cukup dan memadai (sesuai SPM). 13) memiliki ruang perpustakaan (termasuk ruang baca) sesuai SPM. 14) sudah melaksanakan secara konsisten aspek-aspek dalam manajemen berbasis sekolah (otonomi/kemandirian, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas dan sustainabilitas). 15) Memiliki perangkat media pembelajaran untuk semua mata pelajaran sesuai dengan SPM. 16) Sudah melaksanakan sistim penilaian yang komprehensif (ulangan harian, UTS, UAS, ulangan kenaikan kelas) dengan teknik penilaian yang variasi (sesuai PP 19 tahun 2005). 17) Memiliki standar pembiayaan minimal Rp. 100.000,- per bulan per siswa. B. Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN) Pasal 1 butir 19 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum nasional yang bersifat minimal pada dasarnya dapat dimodifikasi untuk melayani kebutuhan siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa. Namun, pada kenyataannya masih terdapat dua kendala yaitu : 1) Sekolah menjalankan kurikulum nasional yang bersifat minimal tanpa mengolah dan memodifikasi kurikulum guna melayani kebutuhan peserta didik tertentu yang berhak memperoleh pendidikan khusus. 2) ketentuan yang ada belum
5
mengakomodir kebutuhan peserta didik yang berhak memperoleh pendidikan khusus. Dengan demikian SKM/SSN di SMP adalah kurikulum SMP yang disusun berdasarkan SI dan SKL yang berlaku secara nasional, sehingga lulusan SKM/SSN memiliki kualifikasi dan standar kompetensi sesuai dengan standar nasional pendidikan. Setiap guru yang mengajar di Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional perlu terlebih dulu melakukan analisis materi pelajaran untuk menentukan sifat materi yang esensial dan kurang. Suatu materi dikatakan memiliki konsep esensial bila memenuhi unsur kreteria berikut ini : (1) Konsep dasar, (2) Konsep yang menjadi dasar untuk konsep berikut, (3) Konsep yang berguna untuk aplikasi, (4) Konsep yang sering muncul pada Ujian Akhir (Munandar, 2001; 5). Materi pelajaran yang diidentifikasi sebagai konsep-konsep yang esensial diprioritaskan untuk diberikan secara tatap muka, sedangkan materi-materi yang non-esensial, kegiatan pembelajarannya dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan mandiri (Slameto, 1991; 8). Berdasarkan paparan di atas dapat dikemukakan bahwa kurikulum dan materi pelajaran yang digunakan dalam penyelenggaraan SKM/SSN adalah kurikulum yang disusun satuan pendidikan dengan pengorganisasian materi kurikulum dibuat menjadi materi umum/wajib dan materi khusus/pilihan. Bentuk pengelolaan yang sesuai dengan uraian di atas adalah kurikulum yang disusun menggunakan pendekatan satuan kredit semester.
6
Pada penerapan SKS, kurikulum dan beban belajar peserta didik dinyatakan dalam satuan kredit semeser (sks). Mata pelajaran dikelompokkan menjadi tiga, yaitu mata pelajaran umum (MPU), mata pelajaran dasar (MPD), dan mata pelajaran pilihan (MPP). MPU harus diambil oleh semua peserta didik sebagai proses pembentukan pribadi yang memiliki akhlak mulia, kepribadian, estetika, jasmani yang sehat, dan jiwa sebagai warganegara yang baik. MPD harus diambil peserta didik sebagai landasan menguasai semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. MPP adalah sejumlah mata pelajaran yang disusun menjadi program bidang tertentu yang dipilih sesuai dengan minat, potensi dan kebutuhan serta orientasi bidang studi di perguruan tinggi. Namun, mata pelajaran dari program tertentu boleh juga diambil oleh peserta didik yang telah memilih program lain untuk memperkaya bidang karirnya. Mengingat kemungkinan bervariasinya mata pelajaran yang dipilih peserta didik maka sekolah perlu menunjuk petugas pengelola data akademik untuk mendata kemajuan belajar setiap peserta didik dan menyimpannya dengan baik yang dapat dibuka kembali setiap diperlukan. Sekolah mengatur jadwal kegiatan pengganti bagi peserta didik yang pernah absen dan mengatur jadwal kegiatan remidial bagi peserta didik yang belum mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan. Sekolah menunjuk guru sebagai petugas pembimbing akademik yang membina peserta didik maksimum 16 orang setiap guru. Guru pembimbing akademik bertugas membantu peserta didik memilih mata pelajaran yang akan diambil pada suatu semester, memilih program jurusan, dan menyelesaikan
7
persoalan akademik secara umum serta menjawab pertanyaan akademik dari orang tua peserta didik yang menjadi binaannya. Peserta didik yang pada suatu semester memiliki indeks prestasi (IP) tinggi maka pada semester berikutnya diberi kesempatan untuk mengambil beban belajar lebih banyak sehingga dapat mencapai kebulatan studi dalam rentang waktu kurang dari enam semester, dan sebaliknya. 1. Sistem Penilaian Sekolah Standar Nasioal (SSN) Dalam pelaksanaan program Sekolah Standar Nasioal (SSN) dilakukan penilaian yang berkelanjutan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik. Pada setiap tahap pembelajaran dilakukan penilaian. Penilaian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian dan kemajuan belajar peserta didik pada setiap tahap atau unit pembelajaran yang didasarkan pada kriteria keberhasilan tertentu (tingkat ketuntasan belajar). Hasil penilaian ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan peserta didik yang boleh melanjutkan ke materi pelajaran berikutnya dan peserta didik yang perlu mendapat layanan perbaikan/remedial (Depdiknas, 2001). Untuk pengajaran perbaikan juga diadakan penilaian yang hasilnya digunakan untuk menentukan apakah peserta didik yang bersangkutan telah berhasil mencapai tingkat penguasaan
yang dipersyaratkan untuk bisa
melanjutkan pada materi selanjutnya. Jika pencapaiannya selalu tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan untuk sebagian besar mata pelajaran maka perlu dipertimbangkan kemungkinan untuk kembali pada program biasa.
8
Penilaian juga diadakan untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana penguasan materi pelajaran yang diberikan dan keberhasilan peserta didik dalam mengikuti program belajar. Penilaian ini mencakup aspek penguasan mata pelajaran dan aspek lainnya seperti; kematangan psikologis, kegairahan dan kejenuhan, kesiapan program itu sendiri termasuk faktor masukan (input) dan proses dalam program tersebut. Hasil penilaian digunakan antara lain untuk penentuan pencapaian kompetensi, penyempurnaan program, pelayanan baik dalam kegiatan pembelajaran maupun pelayanan lainnya. Penilaian sangat dibutuhkan untuk mengukur tingkat kemampuan dalam mengikuti pembelajaran pada SSN, perkembangan intelektual maupun emosional peserta didik seperti kematangan psikologis, kegairahan, kejenuhan dan sebagainya, dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1) Pencapaian kompetensi diukur melalui tes kinerja yang dilakukan secara menerus (continuous) menggunakan metode pengamatan, pemberian tugas, dan ujian tulis. 2) Prestasi belajar dinilai dengan skala skor 0 – 100 yang dinyatakan dalam kategori A; B; C; D dan E dengan konversi bobot 4; 3; 2; 1dan 0. 3) Peserta didik yang sudah memperoleh layanan khusus namun tetap belum mencapai skor (kompetensi) minimal pada mata pelajaran wajib harus mengambil ulang pada semester berikutnya, sedangkan untuk mata pelajaran pilihan boleh mengganti dengan pilihan lain pada semester berikutnya. 4) Peserta didik dinyatakan lulus SMP bila telah menyelesaikan total kredit minimal sebesar 120 SKS dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 2,00 dari IPK maksimal 4,00. 5) Peserta didik yang memiliki IPK < 2,00 dari batas kelulusan 2,00 harus mengulang
9
beberapa mata pelajaran wajib dan/atau mengambil mata pelajaran pilihan lain pada semester berikutnya. 6) Sekolah melaporkan kemajuan belajar setiap peserta didik tersebut kepada orang tua peserta didik sebelum diberikan kepada peserta didik yang bersangkutan. 7) Orang tua dari peserta didik yang memiliki IP semester < 2,50 diberitahu dan diundang ke sekolah untuk menyusun rencana pemecahannya. 2. Model Pembelajaran Sekolah Standar Nasional (SSN) Mutu kegiatan belajar-mengajar akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pelaksanaan Sekolah Standar Nasioal (SSN). Oleh karena itu, kegiatan belajarmengajar bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dirancang dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat dicapai hasil percepatan belajar secara optimal, dan sebaliknya. Seperti dikemukakan Caroll dan Bloom (dalam Munandar 2001:17) bahwa banyak peserta didik yang memiliki bakat, minat, kemampuan dan kecerdasan luar biasa, bahkan sebaliknya maka dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar dapat diterapkan pelayanan individual dan pelayanan kelompok. Pemberian layanan secara individual membawa implikasi dalam manajemen yakni penambahan tenaga, sarana dan dana. Oleh karena itu dilakukan gabungan antara layanan individual dan kelompok, dengan pengertian bahwa pada umumnya layanan pendidikan diberikan pada kelompok peserta didik yang memiliki kemampuan dalam matapelajaran yang sama. Meskipun kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara kelompok, penilaian terhadap kemajuan hasil belajar merupakan penilaian kemampuan individu setiap peserta didik. Kecuali
10
penilaian yang dirancang untuk mengetahui kemampuan dan kemajuan belajar/ hasil kerja kelompok. Model pembelajaran yang dilaksanakan saat ini mengacu pada prinsipprinsip yang dikemukakan Bruner (dalam Munandar 2001:17) yaitu memberikan pengalaman khusus yang dapat dipahami peserta didik; pengajaran diberikan sesuai dengan struktur pengetahuan/keilmuan sehingga peserta didik lebih siap menyerapnya;
susunan
penyajian
pengajaran
yang
lebih
efektif
dan
dipertimbangkan ganjaran yang sesuai. Dalam pelaksanaan pembelajaran pada SKM/SSN tidak hanya ditekankan pada pencapaian aspek intelektual saja, melainkan dalam pembelajaran perlu diciptakan kegiatan dan suasana belajar yang memungkinkan berkembangnya semua dimensi dalam pendidikan, seperti: watak, kepribadian, intelektual, emosional dan sosial. Sehingga diharapkan tercapai kemajuan dan perkembangan yang seimbang antara semua dimensi tersebut. Strategi pembelajaran yang sesuai untuk mencapai dimensi di atas, adalah strategi pembelajaran yang terfokus pada belajar bagaimana seharusnya belajar (Zamroni, 2000; 4). Strategi ini harus menekankan pada perkembangan kemampuan intelektual tinggi, memiliki kepekaan (sensitif) terhadap kemajuan belajar dari tingkat konseptual rendah ke tingkat intelektual tinggi. Untuk itu metode pembelajaran yang paling sesuai antara lain metode pembelajaran induktif, divergen dan berpikir evaluatif. Pembelajaran model hafalan pada pembelajaran program siswa yang memiliki kemampuan lebih sejauh mungkin dicegah dengan memberikan tekanan pada teknik yang berorientasi pada penemuan (discovery oriented) dan pendekatan induktif.
11
Dari pemaparan di atas sesungguhnya pembelajaran yang terjadi merupakan impelemntasi dari model Dick dan Carey dimana peran guru atau tugas utama guru adalah sebagai perancang pembelajaran, dengan peranan tambahan sebagai pelaksana dan penilai kegiatan belajar mengajar (Riyanto, 2001; 9). Dengan kata lain strategi belajar mengajar yang terapkan dalam mengajar pada SKM/SSN bukan hanya menekankan pada aspek intelektual saja melainkan pada juga pada proses kreatif dan berfikir tinggi dalam bentuk strategi belajar yang bervariasi yang harus diciptakan oleh guru secara kreatif. Menurut
Arends
(2001;
6)
seorang
guru
dalam
melaksanakan
pembelajaran harus menampilkan tiga aspek penting. Ketiga aspek ini adalah: 1) kepemimpinan, 2) pemberian instruksi melalui tatap muka dengan peserta didik, 3) bekerja dengan peserta didik, kolega, dan orang tua. Untuk membangun kelas dan sekolah sebagai organisasi belajar, ketiga aspek tersebut harus terpadu. Pada aspek kepemimpinan, banyak peran guru sama dengan peran pemimpin yang bekerja pada tipe organisasi lain. Pemimpin diharapkan mampu merencanakan, memotivasi, dan mengkoordinasi pekerjaan sehingga tiap individu dapat bekerja secara independen, dan membantu memformulasi serta menilai pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus merancang dan melakukan pekerjaan secara efisien, kreatif, tampil menarik dan berwibawa sebagai seorang aktor di depan kelas, serta hasilnya harus memenuhi standar kualitas. Pada aspek pemberian instruksi, guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas melalui tatap muka menyampaikan informasi dan mengarahkan apa yang
12
harus dilakukan peserta didik. Pada apsek ini hal yang perlu diperhatikan adalah unsur konsentrasi atau perhatian peserta didik terhadap uraian materi yang disampaikan guru. Pada umumnya perhatian penuh peserta didik berlangsung pada 5 sampai 10 menit pertama, setelah itu perhatiannya akan turun. Untuk itu guru harus berusaha menjaga perhatian peserta didik, misalnya dengan memberi contoh penggunaan materi atau konsep yang diajarkan di lapangan. Pada aspek kerja sama, untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal guru harus melakukan kerjasama dengan peserta didik, kolega guru, dan orang tua. Masalah yang dihadapi guru dapat berupa masalah di kelas, atau masalah individu peserta didik. Masalah di kelas dapat didiskusikan dengan guru lain yang mengajar di kelas yang sama atau yang mengajar mata pelajaran sama di kelas lain. Masalah individu peserta didik dibicarakan dengan orang tua peserta didik. Dengan demikian semua masalah yang terjadi di kelas dapat diselesaikan. Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik dan sumber belajar. Pembelajaran di kelas terjadi karena ada interaksi antara peserta didik dengan guru. Guru tidak saja memberi instruksi, tetapi juga bertindak sebagai anggota organisasi belajar dan sebagai pemimpin pada lingkungan kerja yang komplek. Semua perilaku guru di dalam dan di luar kelas akan mempengaruhi keberhasilan kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu model tradisional yang berpusat pada guru dan model konstruktivis yang berpusat pada peserta didik (Arends, 2001; 6). Model pembelajaran tradisonal terdiri atas ceramah atau presentasi, instruksi langsung, dan pengajaran konsep. Model
13
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik atau konstruktivis terdiri atas belajar kooperatif, instruksi berbasis masalah, dan diskusi kelas. Ada dua hal utama yang perlu diperhatikan pada model pembelajaran sekolah mandiri, yaitu : 1) pembelajaran, dan 2) evaluasi. Peran utama guru di sekolah adalah melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan yang menggunakan teknik, metode, dan strategi yang sistematik untuk mengkreasi perpaduan yang ideal antara kurikulum dan peserta didik secara sistematik. Teknik pembelajaran adalah bagian dari setiap metode, dan beberapa metode digabung menjadi strategi, yang merupakan kombinasi kemampuan dan keterampilan guru untuk menerapkan metode dan strategi pembelajaran. Teknik yang banyak digunakan antara lain : 1) menyampaikan informasi, 2) memotivasi, 3) memberi penguatan, 4) mendengarkan, 5) memberi dan menjawab pertanyaan, dan 6) pengelolaan. Strategi pembelajaran adalah kombinasi metode yang berurutan dan dirancang agar peserta didik mencapai standar kompetensi. Menururt Kindsvatter, Wilen, & Ishler (1996:169) strategi formal yang dikembangkan berdasarkan penelitian pembelajaran yang efektif dan menekankan pada hasil belajar yang lebih tinggi adalah: 1) Pengajaran aktif : fokus akademik, pembelajaran diarahkan oleh guru dengan menggunakan bahan yang terstruktur dan berurutan. 2) Pembelajaran masteri: suatu pendekatan diagnostik individu pada pembelajaran di mana peserta didik melakukan pembelajaran dan diuji sesuai dengan kecepatannya untuk mencapai kompetensi. 3) Pembelajaran kooperatif :
14
penggunaan tutor sebaya, pembelajaran grup, dan kerjasama untuk mendorong peserta didik belajar. Model pembelajaran pada SKM/SSN menekankan pada potensi dan kebutuhan peserta didik agar mampu belajar mandiri yang dibangun melalui komunitas belajar di kelas. Strategi untuk memotivasi peserta didik membangun komunitas belajar tersebut meliputi : 1) meyakini potensi peserta didik, 2) membangun motivasi intrinsik, 3) menggunakan perasaan positif, 4) membangun minat belajar peserta didik, 5) membangun belajar yang menyenangkan, 6) memenuhi kebutuhan peserta didik, 7) mencapai tujuan pembelajaran, dan (8) memfasilitasi pengembangan kelompok. 3. Prinsip Pembelajaran Pada Sekolah Standar Nasional (SSN) Prinsip Pembelajaran Pada Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi : 1) Berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar. 2) Menggunakan berbagai metode yang memudahkan peserta didik belajar. 3) Proses pembelajaran bersifat kontekstual. 4) Interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi, menantang dan dalam iklim yang kondusif. 5) Menekankan pada kemampuan dan kemauan bertanya dari peserta didik. 6) Dilakukan melalui kelompok belajar dan tutor sebaya. 7) Mengalokasikan waktu sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik. 8) Melaksanakan program remedial dan pengayaan sesuai dengan hasil evaluasi formatif. C. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN) Salah satu aspek yang seyogyanya mendapat perhatian utama dari setiap administrator pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan.
15
Sarana pendidikan umumnya mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang dalam proses pendidikan, seperti: alat-alat/media pendidikan, meja, kursi dan sebagaianya. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti : gedung, ruang belajar/kelas halaman, kebun/taman sekolah, jalan menuju ke sekolah. Pengembangan sarana prasarana pada sekolah standar nasional (SSN) diarahkan pada pemenuhan standar sarana prasarana Standar Nasional Pendidikan terutama yang terkait langsung dengan penyelenggaraan proses pembelajaran, baik buku teks, referensi, modul, media belajar, dan alat peraga pendidikan lainnya. Sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya dapat dikelompokan dalam empat kelompok, yaitu tanah, bangunan, perlengkapan, dan perabot sekolah (site, building, equipment, and furniture). Agar semua fasilitas tersebut memberikan kontribusi yang berarti pada jalannya proses pendidikan, hendaknya dikelola dengan baik. Pengelolaan yang dimaksud meliputi: 1) perencanaan, 2) Pengadaan, 3) Inventarisasi, 4) Penyimpanan, 5) Penataan, 6) Penggunaan, 7) Pemeliharaan dan, 8) Penghapusan Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tetang Standar
Nasional
Pendidikan
yang
menyangkut
standar
sarana
dan
prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa; 1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
16
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 2) Setiapsatuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas yang nyaman dengan rasio ruang : siswa= 1: 28, fasilitas ICT, ruang pimpinan
satuan
pendidikan,
ruang
pendidik,
ruang
tata
usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah,tempat bermain, tempat rekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Kemampuan
masing-masing
sekolah
dalam
melengkapi
sarana
prasarana juga beragam. Bagi sekolah-sekolah favorit tidak ada kendala yang berarti dalam melengkapi sarana prasarana yang sebaliknya untuk sekolah-sekolah yang kekurangan dukungan sarana prasarana menjadikan guru harus bekerja ekstra
keras.
Kesenjangan
yang
mencolok
dalam
melengkapi
sarana
prasarana pastinya juga akan memberikan pengaruh terhadap kinerja guru. Kalau sarana dan prasarana minim, maka semangat peserta didik bisa melemah dan prestasi kian rendah. Terdapat perbedaan antara lembaga pendidikan dikota-kota besar dengan lembaga pendidikan di pedesaan. Lembaga pendidikan di pedesaan memiliki sarana dan fasilitas minim: gedung tidak representatif,tidak memiliki laboratorium, tempat praktik, tempat olah raga, dan lainsebagainya. Mengingat pentingnya sarana prasarana dalam kegiatan pembelajaran,maka peserta didik, guru dan sekolah akan terkait secara langsung.
17
1. Perencanaan sarana prasarana Perencanaan berasal dari kata dasar rencana yang memiliki arti rancangan atau kerangka dari suatu yang akan dilakukan pada masa depan. Perencanaan sarana prasarana pendidikan merupakan proses perancangan upaya pembelian, penyewaan, peminjaman, penukaran, daur ulang, rekondisi/rehabilitasi, distribusi atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Proses ini hendaknya melibatkan unsur-unsur penting di sekolah, seperti kepala sekolah dan wakilnya, dewan guru, kepala tata usaha, dan bendahara serta komite sekolah. Hal ini perlu dilakukan untuk membuka masukan dari berbagai pihak dan meningkatkan tingkat kematangan dari sebuah rencana. Perencanaan yang matang dapat meminimalisasi kemungkinan terjadi kesalahan dan meningatkan efektifitas dan efisiensi pengadaan sarana prasarana. Kesalahan dalam tindakan dapat berupa kesalahan membelibarang yangtidak sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan, jumlah dana yang tersedia, tingkat kepentingan, dan tingkat kemendesakan. Akibat dari kesalahan yang dilakukan ialah tingkat efektifitas dan efisiensi menjadi rendah. Hasil suatu perencanaan akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan dan pengendalian, bahkan penilaian untuk perbaikan selanjutnya. Oleh karena itu, perencanaan sarana prasaranaharus dilakukan dengan baik dengan memerhatikan persyaratan dari perencanaan yang baik. Dalam kegiatan peencanaan sarana prasarana pendidikan (Depdiknas, 2009: 8-9), ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: 1) Perencanaan pengadaan sarana prasarana pendidikan harus dipandang sebagai bagian integral dari usaha peningkatan
18
kualitas belajar mengajar, 2) perencanaa harus jelas, 3) berdasarkan atas kesepakatan dan keputusanbersama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan, 4) mengikuti pedoman (standar) jenis, kuantitas dan kualitas sesuai dengan skala priorotas, 5) perencanaan pengadaan sesuai dengan platform anggaran
yang
disediakan,
6)
mengikuti
prosedur
yang
berlaku,
7)
mengikutsertakan unsur orang tua murid, 7) mengikutsertakanunsur orang tua murid, 8) fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan keadaan, perubahan situasi, dan kondisi yang tidak disangka-sangka, 9) dapat didasarkan pada jangka pendek (1 tahun), jangka menengah (4-5 tahun), dan jangka panjang (10-15 tahun). 2. Pengadaan sarana prasarana Pengadaan merupakan serangkaian kegiatan menyediakan berbagai jenis sarana prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan pendidikan. Kebutuhan sarana prasarana dapat berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu, tempat, dan harga serta sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengadaan dilakukan sebagai bentuk realisasi atas perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya. Tujuannya untuk menunjang proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Barnawi dan Arifin, (2012:60) mengemukakan bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk kegiatan pengadaan sarana prasarana pendidikan, cara yang dimaksud yaitu: 1) pembelian, 2) produksi sendiri, 3) penerimaan hibah, 4) Penyewaan, 5) peminjaman, 6) pendaurulangan, 7) penukaran, dan 8) rekondisi/rehabilitasi.
19
Berdasarkan jenisnya, pengadaan sarana prasarana pendidikan dapat dilakukan
sebagai berikut: 1) pengadaan tanah, 2) pengadaan bangunan, 3)
perabot, 4) pengadaan buku dan 5) pengadaan alat-alat sekolah (Barnawi dan Arifin, 2012:63) 3. Inventarisasi sarana prasarana Inventarisasi merupakan kegiatan mencatat dan menyusun sarana prasarana yang ada secara teratur, tertib, dan lengkap berdasarkan ketentuan yang berlaku. Melalui inventarisasi akan daat diketahui dengan mudah jumlah, jenis barang, kualitas, tahun pembuatan, merek/ukuran, dan harga barang-barang yang ada di sekolah. Secara umum, inventarisasi dilakukan untuk usaha penyempurnaan pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap sarana prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah. Secara khusus, inventarisasi dilakukan dengantujuan-tujuan sebagai berikut: a) untuk menjaga dan menciptakan tertib administrasi sarana prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah, b) untuk menghemat keuangan sekolah, baik dalam pengadaan maupun untuk pemeliharaan dan penghapusan sarana prasarana sekolah, c) sebagai bahan atau pedoman untuk menghitung kekayaan suatu sekolah dalam bentuk materi yang dapat dinilai dengan uang, d) untuk memudahkan pengawasan dan pengendalian sarana prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah (Depdiknas, 2007:41-42).
20
D. Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN) Salah satu implikasi yang menentukan keberhasilan program SSN ialah adanya guru-guru yang memiliki karakteristik dan keterampilan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa guru perlu memiliki seperangkat keterampilan dan kompetensi agar dapat mengajar secara efektif, yaitu 1) Pengetahuan tentang watak dan kebutuhan siswa berbakat, 2) Keterampilan menggunakan teks dan tes, 3) Keterampilan menggunakan dinamika kelompok, 4) Keterampilan dalam bimbingan dan konseling, 5) Keterampilan dalam pengembangan pemikiran kreatif, 6) Keterampilan menggunakan strategi seperti simulasi, 7) Keterampilan memberikan kesempatan belajar pada semua tingkat kognitif (mulai tingkat rendah sampai tingkat tinggi), 8) Keterampilan dalam menghubungkan dimensi kognitif dan afektif, 9) Pengetahuan tentang perkembangan baru dari pendidikan, 10) memiliki pengetahuan tentang riset mutakhir mengenai perkembangan siswa (Depdiknas, 2007:47). Karakteristik Guru untuk program SSN meliputi : 1) karakteristik filosofi; karakteristik filosofi menentukan pendekatan mereka terhadap siswa di kelas. Guru perlu mencerminkan sikap kooperatif dan demokratis, serta mempunyai kompetensi
dan
minat
terhadap
proses
pembelajaran,
2)
Karakteristik
Kompetensi; kompetensi profesional meliputi strategi untuk mengoptimalkan belajar siswa, keterampilan bimbingan dan penyuluhan, dan pemahaman psikologis siswa. 3) Karakteristik Pribadi; meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas dan keluwesan (Latifah, 2004; 3).