BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Konsep Anak Usia Dini 2.1.1
Pengertian Anak Usia Dini Terdapat beberapa definisi tentang anak usia dini. Definisi yang pertama,
anak usia dini adalah anak yang berusia nol tahun atau sejak lahir sampai berusia kurang lebih delapan tahun (0-8). sedangkan definisi kedua, menurut
Undang-
Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 14 yang menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untruk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa anak usia dini adala anak yang berusia nol sampai 6 atau 8 tahun yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Lembaga pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal untuk rentang usia nol sampai dengan enam tahun. Pendidikan anak usia dini, pada hakekatnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena itu pendidikan untuk usia dini khususnya taman kanak-kanak perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat
10
11
mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang meliputi kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik dan . Menurut menyediakan
Pestalozzi,
pendidikan
pengalaman-pengalaman
taman
yang
kanak-kanak
hendaknya
menyenangkan, bermakna,
dan
hangat seperti yang diberikan oleh orang tua di lingkungan rumah (Masitoh, 2003: 41). Senada dengan hal tersebut, Solehudin
(1997 : 33) mengungkapkan
bahwa : ”Secara umum pendidikan prasekolah dimaksudkan untuk menfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai kehidupan. Pendidikan prasekolah hendaknya tidak berorientasi akademik, tetapi hendaknya dapat menyediakan pengalaman-pengalaman belajar bagi anak. Disamping itu program pendidikan prasekolah harus disesuaikan dengan kebutuhan, minat dan perkembangan anak.” Perkembangan anak usia 0 hingga 8 tahun merupakan masa keemasan dimana anak mulai mengenal dunia dan akan menentukan bagaimana ia akan tumbuh, berkembang, hidup dan berkreasi dalam menjalani kehidupannya, masa ini hanya terjadi sekali dalam kehidupan dan berdampak luar biasa ketika anak itu beranjak dewasa serta anak juga akan mengalami kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Pendidikan bagi anak usia dini sebaiknya diimplementasikan ketika mereka mulai berumur 0 tahun, karena semenjak lahir seorang anak memiliki berbagai kemampuan dan potensi genetik yang akan sangat baik sekali dan terasa manfaatnya di masa yang akan datang jika potensi tersebut diasah dan dikembangkan, namun pada kenyataanya banyak sekali para orangtua tidak menyadari hal tersebut, selain itu perkembangan ini
12
juga memerlukan keadaan lingkungan yang memungkinkan mereka agar dapat berkembang dan membantu pertumbuhannya dalam memahami diri, kepribadian, kemampuan, sikap, tingkah lakunya serta saraf nya. (Endah.http://parentingislami. wordpress. com.) 2.1.2
Ciri-ciri dan Karakteristik Anak Usia Dini
a. Ciri- ciri Anak Usia Dini Anak pada masa usia dini memiliki ciri-ciri tertentu. Kartini Kartono (1998 : 50) mengungkapkan ciri khas anak usia dini sebagai berikut : 1). Bersifat egosentris naïf, Anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dari pengetahuan dan pemahamannya sendiri, serta dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Anak sangat terpengaruh oleh akalnya yang masih sederhana sehingga tidak mampu menyelami perasaan dan pikiran orang lain. Anak belum memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan dirinya ke dalam kehidupan atau pikiran orang lain. Anak sangat terikat pada dirinya sendiri. Ia menganggap bahwa pribadinya adalah satu dan terpadu erat dengan lingkungannya. Ia juga belum mampu memisahkan dirinya dari lingkungannya; 2). Relasi sosial yang primitive, ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan sosial sekitarnya. Artinya, anak belum dapat membedakan antara kondisi dirinya dengan kondisi orang lain atau anak lain di luar dirinya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda dan peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Dengan kata lain anak membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri; 3). Kesatuan
13
jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan, anak belum dapat membedakan keduanya. Isi jasmani dan rohani anak masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku, maupun bahasanya. Anak tidak dapat berbohong atau bertingkah laku pura-pura. Anak mengekspresikan segala sesuatu yang dirasakannya secara terbuka; 4). Sikap hidup yang fisiognomis, artinya secara langsung anak memberikan atribut/ sifat lahiriah atu sifat kongkrit, nyata terhadap apa yang dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang dihadapinya masih bersifat menyatu (totaliter) antara jasmani dan rohani. Anak belum dapat membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu yang ada di sekitarnyaa dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri. Oleh karena itu, anak pada usia ini sering bercakap-cakap dengan binatang atau boneka. Anak usia dini (0-6 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Karena itulah pada usia dini dikatakan sebagai Golden Age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Aspek yang sangat menonjol dalam cara belajar anak usia dini adalah rentang perhatian yang pendek (short attention span) dan orientasi perilakunya pada “sini dan kini” (here and now). Menurut Soegeng (2000 : 34) secara umum karakteristik anak usia dini atau prasekolah adalah: suka meniru, ingin mencoba, spontan, jujur, riang, suka bermain, selalu ingin tahu (suka bertanya) banyak gerak, suka menunjukkan
14
akunya (egois), unik, dan lain-lain. Snowman (1993 : 56) di dalam Patmonodewo mengemukakan ciri-ciri anak usia dini meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak. Menurut Snowman penampilan atau gerak-gerik anak usia dini (3-6 tahun) mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahap sebelumnya. b. Karakteristik Anak Usia Dini Pandangan para ahli pendidikan tentang anak cenderung berubah dari waktu ke waktu dan berbeda satu sama lain sesuai dengan landasan teori yang digunakannya. Ada yang memandang anak sebagai makhluk yang telah terbentuk oleh bawaannya atau memandang anak sebagai makhluk yang dibentuk oleh lingkungannya. Ada juga ahli lain yang menganggap anak sebagai miniatur orang dewasa, dan ada pula yang memandang anak sebagai individu yang berbeda. Maria Montessori (dalam Hurlock, 1978 : 35) berpendapat bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka terhadap anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang , diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Masa sensitif anak pada usia ini mencakup sensitive terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, sensitif untuk berjalan, sensitif terhadap objek-objek kecil dan detail, serta terhadap aspekaspek sosial kehidupan. Pendapat lain dikemukakan oleh Erik H. Erikson (dalam Helms& Turner, 1994 (1996 copyright 2012.www.google.com), yang memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk
15
mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya maka anak akan mampu mengembangkan prakarsa dan daya kreatifnya, serta hal-hal yang produktif di bidang yang disenanginya. Orangtua yang selalu menolong, member nasehat, dan membantu mengerjakan sesuatu padahal anak dapat melakukannya sendiri, menurut Erikson dapat membuat anak tidak mendapatkan kesempatan. Menurut Siti Aisyah dkk. (2007 : 56) mengatakan bahwa anak usia dini memiliki
karakteristik
yang
khas,
baik
secara
fisik,psikis,sosial,moral,dan
sebagainya.Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk sepanjang usia hidupnya.Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan fondasi dan dasar kepribadian
yang
akan
menentukan
pengalaman
anak
selanjutnya.
Pengalaman yang dialami anak pada usia dini akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan selanjutnya.Pengalaman tersebut akan bertahan lama,bahkan tidak dapat terhapuskan.kalaupun bisa,hanya tertutupi.Beberapa hal menjadi alasan pentingnya memahami karakteristik anak usia dini. Sebagaian dari alasan tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut: 1. Usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia,sebab usia tersebut merupakan periode diletakannya dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk sepanjang hidupnya.Oleh karena itu pendidikan dan pelayanan yang tepat. 2. Pengalaman awal sangat penting,sebab dasar awal cenderung bertahan dan akan
16
mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya,disampingitu dasar awal akan cepat berkembang menjadi kebiasaan.Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman awal yang positif. 3. Perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa,dibanding dengan sepanjang usianya,bahkan usia 0-8 tahun mengalami 80% perkembangan otak disbanding sesudahnya oleh karena itu perlu stimulasi fisik dan mental. 2.1.3
Perkembangan Pertumbuhan Anak Usia Dini. Perkembangan anak usia dini merupakan perkembangan yang paling sering
diidentifikasi oleh orang tua. Meskipun demikian, kebanyakan orang tua memahami perkembangan
hanya terbatas kepada kemampuan
kasar semata. Padahal
kemampuan anak usia dini tidak hanya ditentukan oleh kemampuan kasar saja, tetapi juga kemampuan motorik halus anak. Kemampuan kasar biasanya ditentukan oleh gerak otot dan fisik. Sementara kemampuan motorik halus lebih merupakan gerak koordinasi yang dilakukan oleh seorang anak. Seiring dengan perkembangan fisik yang beranjak matang, perkembangan anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas. Anak cenderung menunjukkan gerakan-gerakan yang cukup gesit dan lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan , seperti menulis, menggambar, melukis, berenang, main bola atau atletik.( Akbar Reni-Hawadi, 2001: 18).
17
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Dengan kata lain, perkembangan sangat menunjang keberhasilan belajar anak. Sedangkan Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif atau mengandung arti adanya perubahan dalam ukuran dan struktur tubuh sehingga lebih banyak menyangkut perubahan fisik. Selain itu, pertumbuhan dipandang pula sebagai perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik Hasil dari pertumbuhan ini berupa bertambah panjang tulang-tulang terutama lengan dan tungkai, bertambah tinggi dan berat badan serta makin bertambah sempurnanya susunan tulang dan jaringan syaraf. Pertumbuhan ini akan terhenti setelah adanya maturasi atau kematangan pada diri individu. (Hadis, F.A. (1996 copyright 2006.www.google.com).
2.2. Hakekat Kemampuan Anak Usia Dini 2.2.1
Pengertian Kemampuan Setiap melakukan kegiatan pasti diperlukan suatu kemampuan, namun apa
arti kemampuan itu sendiri sering tidak diketahui. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta yang diolah kembali oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2007: 742) kemampuan diartikan kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan. Menurut Chaplin ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan)
merupakan
tenaga
(daya kekuatan) untuk melakukan suatu
18
perbuatan.
Sedangkan
menurut
Robbins
kemampuan
bisa
merupakan
kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek. Ada pula pendapat lain menurut Akhmat Sudrajat menghubungkan kemampuan dengan kata kecakapan. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi potensi
yang
ada
dalam
diri
individu
tersebut.
Proses
pembelajaran
mengharuskan siswa mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpukan kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan untuk menguasai sesuatu yang sedang dihadapi. Dalam pembelajaran menggambar kemampuan mengisi pola gambar sangat diperlukan dan harus dimiliki oleh seseorang karena kemampuan mengisi pola gambar merupakan dasar untuk menguasai berbagai gambar. 2.2.2
Perkembangan Kemampuan Anak Usia Dini Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang
merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral.
19
Perkembangan kemampuan anak usia dini merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak secara keseluruhan. Arya P.K
(
2008 : 78) mencatat beberapa aspek perkembangan kemampuan anak usia dini bagi perkembangan individu sebagai berikut : a. Aspek Perkembangan Kognitif Tahapan Perkembangan Kognitif sesuai dengan teori Piaget adalah: (1) Tahap sensorimotor, usia 0 – 2 tahun. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerakgerak refleks, bahas awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja; (2) Tahap praoperasional, usia 2 – 7 tahun. Masa ini kemampuan menerima rangsangan yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas; (3) Tahap konkret operasional, 7 – 11 tahun. Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat dan membagi; (4) Tahap formal operasional, usia 11 – 15 tahun. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi, mampu berfikir abstrak. b.
Aspek Perkembangan Fisik Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan
jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot terkoordinasi (Hurlock: 1998, copyright 2012.www.google.com). Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan
20
motorik anak usia 4-5 tahun lebih banyak berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun baru terjadi perkembangan motorik halus. Pada usia 4 tahun anak-anak masih suka jenis gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat, dan berlari kesana kemari, hanya demi kegiatan itu sendiri tapi mereka sudah berani mengambil resiko. Walaupun mereka sudah dapat memanjat tangga dengan satu kaki pada setiap tiang anak tangga untuk beberapa lama, mereka baru saja mulai dapat turun dengan cara yang sama. Pada usia 5 tahun, anak-anak bahkan lebih berani mengambil resiko dibandingkan ketika mereka berusia 4 tahun. Mereka lebih percaya diri melakukan ketangkasan yang mengerikan seperti memanjat suatu obyek, berlari kencang dan suka berlomba dengan teman sebayanya bahkan orangtuanya (Santrock,1995: 225) c.
Aspek Perkembangan Bahasa Hart & Risley (Morrow, 1993 : copyright 2012. www.google.com) mengatakan
umur 2 tahun, anak-anak memproduksi rata-rata dari 338 ucapan yang dapat dimengerti dalam setiap jam, cakupan lebih luas adalah antara rentangan 42 sampai 672. 2 tahun lebih tua anak-anak dapat mengunakan kira-kira 134 kata-kata pada jam yang berbeda, dengan rentangan 18 untuk 286. Membaca dan menulis merupakan bagian dari belajar bahasa. Untuk bisa membaca dan menulis, anak perlu mengenal beberapa kata dan beranjak memahami kalimat. Dengan membaca anak juga semakin banyak menambah kosakata. Anak dapat belajar bahasa melalaui membaca buku cerita dengan nyaring. Hal ini dilakukan untuk mengajarkan anak tentang bunyi bahasa.
21
d.
Aspek Perkembangan Sosio-Emosional Masa anak usia dini merupakan masa kanak-kanak awal. Pola perilaku sosial
yang terlihat pada masa kanak-kanak awal, seperti yang diungkap oleh Hurlock (1998:252)
yaitu:
kerjasama,
persaingan,
kemurahan
hati,
hasrat
akan
penerimaan sosial, simpati, empat, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, perilaku kelekatan. Erik Erikson (1950 copyright 2012.www.google.com) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psikoanalisis mengidentifikasi perkembangan sosial anak: (1) Tahap 1: Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun.Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat pengalaman yang menyenamgkan akan tumbuh rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga; (2) Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun. Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya. Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu; (3) Tahap 3 : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun. Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas dan ber interaksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan
22
rasa bersalah; (4) Tahap 4 : industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6 tahun – pubertas. Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.
2.3. Konsep tentang Mengisi Pola Gambar 2.3.1
Hakikat Pola Pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam http://www.scribd.com
2012 diartikan sebagai bentuk pengorganisasian program kegiatan. Sedangkan menurut Departemen P & K, 1984, Pola adalah (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Pengertian lain dari pola adalah suatu obyek atau konsep, digunakan untuk menyajikan sesuatu yang lain, merupakan suatu realitas dalam skala kecil dan dikonversi ke suatu bentuk yang dapat dipahami secara komprehensif (Meyer, 1990: 13). Sedangkan (Simarmata, 2012:9) mendefinisikan pola sebagai abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa bagian atau sifat dari kehidupan sebenarnya. Pola adalah (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya
23
memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix-xii).
Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali (2012) menyatakan bahwa pola adalah gambar yang dibuat contoh / model. Jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. interaksi selalu dikaitkan dengan istilah sosial dalam ilmu sosiologi. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial dimulai pada saat itu. 2.3.2
Pengertian Pola Gambar Pola gambar merupakan sebuah kesatuan yang disertai dengan gambar-
gambar yang berfungsi sebagai penghias dan pendudkung pola yang dapat membantu proses pemahaman terhadap isi pola tersebut. Menurut Wikipedia the free encyclopedia dalam Ardianto (2007 : 6) pola gambar adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar yang tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehinggan membentuk jalinan pola.gambar adalah suatu bentuk ekspresi komunikasi universal yang dikenal khalayak luas. Melalui pola gambar diharapkan pembaca dengan mudah menerima informasi dans diskripsi pola yang hendak disampaikan.
24
2.3.3
Teknik Mengisi Pola Gambar dengan Serbuk kayu (Serbuk Gergaji)
a. Pengertian Serbuk kayu (Serbuk Gergaji) Serbuk kayu yang dihasilkan dari suatu kegiatan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industry, pertambangan dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Sedangkan serbuk kayu dikatakan sebagai debu kasar. N. Balaguru, P. Shah, (1992 copyright 2012.www.google.com), serbuk kayu merupakan salah satu serat alami (Cellulose fibers) yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Serbuk gergaji merupakan serbuk daripenggergajian kayu selain sedetan dan potongan-potongan kayu. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh W.T. Kartono, (1992 : 28) dalam Andrias, dkk (1996 : 283) menyatakan bahwa rata-rata serbuk kayu yang dihasilkan oleh industry penggergajian. Produksi total kayu gergajian Indonesia mencapai 2,6 Juta M 3 pertahun. Dengan amsusi bahwa jumlah serbuk kayu yang terbentuk 54,24 % dari produksi total, maka dihasilkan serbuk kayu penggergajian kayu sebanyak 1,4 juta M 3 per tahun. Angka tersebut cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian (Forestry Statatistic of Indonesia 1997/1998 dalam pari, 2002). b. Pemanfaatan Serbuk Gergaji sebagai Bahan Pembelajaran Bahan memanfaatkan serbuk kayu penggergajian kayu menghasilkan kemauananak dalam belajar yang merata dan stabil sehingga perkembangan motorik halus anak dapat di kembangkan dengan baik. Kemauan anak untuk belajar sambil bermain yang stabil dari ketidak mauannya sehingga dengan menggunakan media
25
alami ini mengakibatkan kemauan anak untuk belajar dan bermain semakin meningkat. Dengan penggunaan serbuk gergaji penggergajian kayu dapat menurunkan ketidak mauan anak untuk belajar. Guru yang efektif, akan menggunakan segala bentuk sumber atau media pembelajaran yang sesuai. Hal itu semua, meliputi sumber-sumber pelajaran yang dapat ditemukan di dalam dan di lingkungan sekitar masyarakat, termasuk sumbersumber pelajaran yang biasa tersedia di sekolah. Di sini, membuktikan bahwa tidak ada yang lebihbaik dari pada proses pembelajaran anak,
dengan memfasilitasi
mereka memfungsikan indera-inderanya untuk mencari keterangan-keterangan tentag benda-benda yang sebenarnya. Dan hal itu terjadi, apabila proses pembelajaran dikembangkan kemampuannya dengan menggunakan bahan alam dalam hal ini serbuk kayu/gergaji. Pijakan mengajar dengan menggunakan fasilitas sederhana yakni serbuk kayu sebagai laboratorium belajar, adalah konsep pemikiran yang dikembangakan oleh L.B. Sharp., bahwa mengajar dengan pendekatan alam akan lebih baik, apabila materi pelajaran tersebut lebih sesuai untuk diajarkan di luar kelas, dan mengajar di dalam ruangan kelas akan lebih baik, apabila materi pelajaran tersebut lebih sesuai untuk diajarkan di dalam ruangan kelas. Hampir semua guru yang mengetahui dan memahami arti dan potensi lingkungan dan bahan sisa (serbuk kayu) sebagai pusat sumber belajar, cenderung untuk membawa materi pelajaran. Mengajar yang keluar dari konteks, dan gaya yang tidak bervariasi, akan membawa dampak kepada kekakuan, keterbatasan serta keapatisan terhadap kegiatan belajar anak. Mengisi
26
pola gambar dengan serbuk kayu atau serbuk gergaji dengan menggunakan peraga buku gambar dikategorikan sebagai media peningkatan kualitas anak. Pola gambar dengan media buku gamabar dipilih apabila guru memiliki keterbatasan pengalaman (guru belum berpengalaman pola gambar), guru memiliki kekhawatiran kehilangan detail pola, dan memiliki keterbatasan saran pola, serta takut salah berbahasa. Musfiroh (2005 : 142) menyatakan bahwa teknik-teknik menjelaskan pola dengan serbuk kayu peraga buku gambar adalah sebagai berikut : a). Cara mengisi pola gambar sebaik diawali dengan menjelaskan cara terlebih dahulu bahan yang hendak digunakan didepan anak. Guru memiliki keyakinan memahai pola, menghayati unsur gambar dan bentuk gambar dalam mengisi polanya dengan tepat serta tahu pasti makna tiap-tiap bentuk gambar tersebut. Dengan demikian konsentrasi anak pada pola gambar menjadi tidak terganggu dan rentang perhatian anak terhadap pola menjadi 5 menit lebih panjang dari biasanya. Rentang perhatian yang lebih panjang tersebut merupakan salah satu cirri anak yang kreatif; b). Cara mengisi pola gambar dengan serbuk kayu serbuk kayu tidak terpaku pada gambar, sebaiknya guru memperhatikan reaksi anak pada saat menjelaskan pola gambar tersebut. Hal ini bermanfaat bagi guru karena dengan melihat reaksi anak, guru dapat mendeteksi anak-anak yang mengerti, karena anak yangpaham mempunyai reaksi yang kreatif serat belajar dengan cara-cara yang kreatif. Contoh dari reaksi kreatif tersebut adalah apabila guru menjelaskan pola gambar anak-anak mengajukan pertanyaan, kemudian membuat coretan-coretan sendiri yang akhirnya anak tersebut akan menemukan sendiri jawabannya. Hasil dari temuan tersebut merupakan awal dari ide kreatif; c).
27
Penjelasan pola gambar dengan lambat (slowly) dengan serbuk kayu yang lebih jelas daripada mengisi biasa. Hal ini bertujuan agar anak dapat meresapi tata cara mengisi pola gambar dengan serbuk kayu (serbuk gergaji) yang disampaikan oleh guru sehingga anak dapat membangun imajinasinya dari pola yang mereka dengar melalui imajinasi-imajinasinya tersebut anak membangun pengetahuan sehingga dapat melahirkan ide-ide yang dituangkan lewat pola gambar yang mereka bangun dari imajinasinya; c). Pada baigian-bagian tertentu, penjelasan berhenti sejenak untuk memberikan komentar, atau meminta anak-anak memberi komentar mereka. Dengan demikian dapat member kesempatan kepada anak untuk berkomentar terhadap cara mengisi gambar yang telah disampaikan dan dapat merangsang anak mengajukan pertanyaan seputar mengisi pola gambar yang disampaikan seperti pola gambar bunga, gambar binatang, dan akhir bentuk gambar. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merangsang anak untuk menemukan ide kreatifnya; d). Guru yang menjelaskan memperhatikan semua anak yang berusaha untuk menjalin kontak mata. Dengan menjalin kontak mata tersebut, guru dapat melihat anak yang mempunyai rentang perhatian yang panjang, dimana rentang perhatian tersebut merupakan salah satu cirri anak kreatif; e). Guru yang menjelaskan sebaiknya sering berhenti untuk menunjukkan gambar-gambar yang berada dalam buku gambar dan pastikan semua anak dapat melihat gambar tersebut. Dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk melihat gambar, maka akan memberi kesempatan kepada anak untuk berfantasi dengan gambar tersebut. Anak yang memiliki banyak fantasi dapat dikatakan sebagai anak yang perhatian; f). Guru sebaiknya melakukan penjelasan sesuai rentang etensi
28
anak dan tidak menjelaskan pola gambar lebih dari 10 (sepuluh) menit (Musfiroh, 2005 : 143). Hal ini bertujuan agar anak tidak bosan terhadap pembelajaran mengisi pola gambar yang disampaikan oleh guru atau peneliti.. Karena dengan bereksplorasi anak membangun rasa percaya diri. Rasa percaya diri pada diri anak yang akan menjadi bekal anak untuk mengorganisasikan kemampuan dirinya. Karena ciri dari anak kreatif itu sendiri adalah anak mampu mengorganisasikan kemampuan diri yang menakjubkan; g). Guru sebaiknyua memegang buku gambar pola di samping kiri bahu bersikap tegak lurus kedepan; h). Saat tangan kanan guru menunjukkan gambar, arah perhartian disesuaikan dengan urutan pola; i). Guru memposisikan tempat duduk di tengah agar anak bisa melihat dari berbagai arah sehingga anak dapat melihat pola gambar secara keseluruhan; j). Guru perlu melibatkan anak dalam penjelasan mengisi pola gambar agar terjalin komunikasi multi arah. Komunikasi muti arah tersebut akan merangsang anak untuk terlibat dengan kegiatan bagaimana mengisi pola gambar denga serbuk gergaji tersebut. Apabila anak terlibat dalam kegiatan mengisi pola gambar maka anak akan mendapatkan bentuk gambar baru lebih banyak. Gambar baru tersebut akan menjadi bekal anak untuk menjadi penggambar yang baik. Hal ini dikarenakan anak yang menikmati mengisi pola gambar dengan serbuk gergaji serta sebagai pengisian pola gambar yang alami; k). Guru sebaiknya menyebutkan bentuk pola dan model gambar. Dengan guru menyebutkan pola gambar dan bentuknya, maka gambar anak akan menjadi lebih baik hasilnya. Gambar tersebut yang akan mendorong anak untuk mengembangkan imajinasinya dalam mengisi pola gambar dengan menggunakan serbuk kayu yang telah diwarnai.
29
2.4. Hipotesis Tindakan Hipotesis adalah degaan sementara yang dianggap dapat dijadikan jawaban dari suatu permasalahan yang dimaksudkan. Hipotesis merupakan kesimpulan yang nilai kebenarannya masih diuji, melihat permasalahan dan teori yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan hipotesis yaitu, jika guru menggunakan media serbuk gergaji dalam pembelajaran, maka kemampuan mengisi pola gambar anak pada PAUD Cempaka meningkat.
2.5. Indikator Kinerja Adapun yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah tolak ukur keberhasilan guru dalam meningkatkan kemampuan anak mengisi pola gambar di PAUD Cempaka Desa Pangeya Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dengan tindakan perbaikan dengan melalui penelitian tindakan kelas ini. Dari jumlah anak 4 anak (45%) menjadi 12 anak (75 %).