1
BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruh dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan prilaku. Witherington (dalam Yudhawati, 2011 : 32) Mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, pengetahuan dan kecakapan. Menurut Dimyati Mahmud (dalam Subini, 2012 : 83) Belajar adalah suatu perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman. Dalam hal ini juga dapat ditekankan bahwa pentingnya perubahan tingkah laku, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak. Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Gagne (dalam Suprijono, 2009 : 2). H.C. Witherington (dalam Aunurrahman, 2011 : 38) Mengemukan bahwa belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. Menurut Chaplin (dalam Syah, 2011 : 65) Berpendapat bahwa” belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat
2
latihan dan pengalaman dan belajar juga merupakan proses memperoleh responsrespons sebagai akibat adanya latihan khusus. R. Berguis (dalam, Slameto, 2003 : 8) Memberikan arti belajar sebagai transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi kesituasi lain. Belajar disebut produktif bila individu individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain. Pengertian belajar menurut Ernest H. Hilgard (dalam Subini, 2012 : 82) adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukan sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi dari pada sebelum itu. Drs. Slameto (dalam Djamarah, 2008 : 13) Merumuskan pengertian tentang belajar. Menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya. Witherington (dalam, Haryaningsih, 2010 : 23) Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk ketrampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk didalamnya belajar bagamana seharusnya belajar. Sebuah survey memperlihatkan bahwa 82% anak-anak yang masuk sekolah pada usia 5 atau 6 tahun memiliki citra diri yang positif tentang kemampuan belajar mereka sendiri. Tetapi angka tinggi tersebut
3
menurun drastis menjadi hanya 18% waktu mereka berusia 16 tahun. Nichol (dalam Aunurrahman, 2010 : 33). James O. Wittaker (dalam Djamarah, 2011 : 12) Merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Hilgard (dalam Yudhawati, 2011 : 32) Belajar adalah proses dimana suatu prilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar perubahan perilaku ini merupakan perolehan menjadi hasil hasil belajar. Belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Winkel (dalam Purwanto, 2008 : 45). Menurut Thorndike (dalam Suprijono, 2009 : 20) Belajar merupakan peristiwa berbentuk asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan renpons. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dantingkah laku dan belajar juga sebagai pengetahuan yang diperoleh dari instruksi. Gagne (dalam Slameto,2003 : 13). Howard L. Kingsley (dalam Ahmadi, 2004 : 127) Mengemukakan bahwa belajar merupakan proses dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup tidak lain adalah hasil dari belajar. Kita pun hidup menurut hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita pelajari. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar juga adalah suatu
4
proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan. Dari pengertian belajar menurut para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri seseorang, baik sifat maupun jenisnya
karena itu sudah tentu setiap perubahan dalam diri
seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. 2.1.2 Prinsip-Prinsip Belajar Dalam proses belajar, guru dituntut untuk mampu mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong untuk terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tentunya merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur, apa lagi dalam waktu yang sangat singkat. Davies (dalam Aunurrahman 2011 : 133), mengingat beberapa hal yang dapat menjadi kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses belajar yaitu : a. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. b. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. c. Seseorang murid libih banyak belajar bila mana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement). d. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, mungkin murid belajar secarah lebih berarti.
5
e. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengikat lebih baik. William Burton (dalam Hamalik, 2001 : 31) Menyimpulkan uraiannya yang cukup panjang tentang prinsip-prinsip belajar sebagai berikut: a. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under going). b. Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaranmata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan bersumber dari kebutuhan dan tujuan . c. Pengalam belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid. d. Pengalaman belajai kebutuhan bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu. e. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan. f. Proses belajar dan hasil usaha secara materiil dipengaruhi dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual di kalangan murid-murid. g. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid. h. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan. i. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur. j. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama, tetapi dapat didiskusi secara terpisah.
6
Ada juga beberapa prinsip-prinsip belajar menurut Sukmadinata (dalam, Munir, 2010) antara lain : a. Belajar merupakan bagian dari perkembangan. b. Belajar berlangsung seumur hidup. c. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan serta usaha dari individu itu sediri. d. Belajar mencakup semua aspek kehidupan. e. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu. f. Belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru. g. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi. h. Pembuatan belajar bervariasi dari yang palng sederhana sampaai yang paling kompleks. i. Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan. j.
Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang lain. Dengan
mempelajari
uraian-uraian
yang
terdahulu,
maka
calon
guru/pembimbing seharusnya sudah dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda dan oleh setiap siswa secara individu. Ripple (dalam Slameto, 2003 : 27). a. dalam belajar setiap siswa dapat diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.
7
b. Belajar harus dapat menimbulkan reiforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional. c. Belajar perlu lingkaran yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif. d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. e. Belajar itu adalah kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya. f. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan dikcovery. g. Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. h. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu sendiri memiliki struktur, penyejian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya. i. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. j. Belajar merpakan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. k. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian /ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa. Dari prinsip-prinsip menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu berlangsung secara seumur hidup yang terjadi dimana saja dan waktu kapan saja yang harus secara konsisten dan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil yang maksimal dan dapat bermanfaat bagi diri sendiri.
8
2.1.3 Peranan Guru Dalam Proses Belajar Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberikan fasilitas belajar bagi siswa-siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Crawler (dalam Ahmadi, 2004 : 104) Secara rinci tugas berpusat pada : a. Mendidik siswa dengan titik berat memberikan arah atau motivasi mencapai tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang. b. Memberikan fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai. c. Membangun perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri. Demikian dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampaian ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, akan tetapi ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepriadian murid. Ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa, sehingga dapat merangsang murid untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Peran guru dalam proses belajar menurut Biggs (dalam Subini, 2012 : 109) sebagai berikut : a. Pengajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah. Misalnya persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual, bagaiman memilih pekerjaan dimasyarakat, hasil belajar yang
9
berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah lakau sosial anak dan sebagainya. b. Pendidik. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakn peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter) tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu patuh dalam disiplin sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. c. Pembimbing. Guru harus berusaha membimbing anak didik agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya. Guru juga harus dapat membimbing anak agar dapat mencapai dan melaksankan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif. d. Korektor. Dalam sekolah, latar belakang kehidupan anak didik yang berbedabeda sesuai dengan sosio-kultural masyarakat diman anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. e. Fasilitator. Dalam peranannya sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan terciptanya kemudahan kegiatan belajar anak didik. f. Mediator. Dalam peranannya sebagai mediator guru menjadi penengah dalam proses pembelajaran anak didik. g. Supervisor. Guru harus menguasai berbagai teknik supervisi agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar anak.
10
h. Evaluator. Sebagai evaluator, guru dituntut untuk seseorang yang baik dan jujur. Penilaian yang dilakukan harus menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Dari beberapa peranan guru dalam belajar diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah tongkat keberhasil siswa, berhasil tidaknya belajar siswa tergantung pada cara guru mendidiknya. 2.2 Kesulitan Belajar 2.2.1 Pengertian Kesulitan Belajar Lerner (dalam Subini, 2012 : 58) mengemukakan kesulitan belajar adalah istilah umum dalam berbagai jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca menulis, dan menghitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena faktor lingkungan, melainkan faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemprosesan informasi terhadap objek yang diinderainya sendiri. Mursell (dalam Mulyono, 2003 : 33) menjelaskan kesulitan belajar bagi anak didik tidak hanya bersumber pada obat-obatan terlarang dan lingkungan masyarakat yang buruk, tetapi juga dapat bersumber dari media cetak dan elektronik. Di antara bahan bacaan dan majalah atau Koran bermutu. Burton (dalam Subini, 2012 : 59) mengatakan siswa diduga mengalami kesulitan belajar, apabila tidak dapat mencapai ukuran tingkat keberhasilan belajar dalam waktu tertentu. Siswa tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan dan tidak dapat mencapai tingkat penguasaan materi.
11
Abdurrahman (dalam Yudhawati, 2011 : 93) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau tulisan. Menurut Dalyono (dalam Munir, 2010) kesulitan belajar adalah suatu keadaan yang menyebabkan siswa tidak dapat belajar bagaimana semestinya. Hammill, et al., (dalam Subini, 2012 : 58) mengemukakan kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengar, bercakap-cakap, membaca, menalar dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrnsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Menurut Burton (dalam Yudhawati, 2011 : 144) Siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar yang ditunjukan dengan adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut Reber (dalam Syah, 2004 : 186) Menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuia dengan partisipasi yang diperoleh sebagai teman-teman kelasnya. Kesulitan belajar yaitu kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah. Sabri (dalam Munir, 2010). Menurut Lovitt (dalam Subini, 2012 : 58) Kesulitan belajar adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan bahasa verbal dan non verbal. Individu kesulitan belajar memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau
12
diatas rata-rata dan memiliki cukup kesempatan untuk belajar. Mereka memiliki gangguan sistem sensoris. Dari pengertian kesulitan belajar menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa orang yang mengalami kesulitan belajar itu bermacam-macam, tidak ada orang yang mengalami kesulitan itu sama persisnya, walaupun jenis kesulitannya sama.
2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Banyak para ahli yang mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dengan sudut pandang mereka masing-masing. Ada yang meninjaunya dari sudut intern siswa dan ektern siswa. Muhibbin Syah (dalam Djamarah, 2008 : 235) misalnya dilihat dari dua aspek diatas. Menurutnya faktorfaktor penyebab kesulitan belajar meliputi gangguan dan kekuranganmampuan psiko-fisik siswa, yakni berikut ini : a. Faktor Intern Siswa (faktor dalam diri sendiri) Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni: 1) Yang bersifat kongnitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/inteligensi siswa. 2) Yang bersifat efektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap. 3) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), anatara lain seperti tergangunya alatalat indera penglihatan dan pendengar (mata dan telinga).
13
b. Faktor Ekstern Siswa (faktor dari luar diri/lingkungan) Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi: 1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu. 2) Lingkungan perkampungan/masyarakat (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal. 3) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah. Selain faktor-faktor umum diatas ada juga faktor-faktor yang lain yang menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis. Reder,( dalam Syah, 2011 : 186) yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas: 1. Disleksia (dyslexsia), yakni ketidak mampuan belajar membaca. 2. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidak mampuan belajar menulis. 3. Diskalkulia (dyscalculia) yakni ketidakmampuan belajar matematika. Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ normal bahkan di anataranya ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, kesuliatan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya
14
minimal barin dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak. Lask, Reber (dalam Syah, 2011 : 186). Smith (dalam Ahmadi, 2004 : 79) Menambahkan faktor penyebab kesulitan belajar. 1. Faktor Intern b). Sebab yang bersifat fisik 1. Karena sakit Seseorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensorik dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterima melalui indranya tidak dapat diterus keotak. Lebih-lebih sakitnya lama, sarafnya akan bertambah lemah, sehingga ia tidak dapat masuk sekolah untuk beberapa hari, yang menyebabkan ia tertinggal jauh dalam pelajarannya. 2. Karena kurang sehat Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia sudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang kurang semangat, pikiran terganggu. Karena hal-hal ini maka penerimaan dab respons pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal memproses, mengelola, menginterprestasi bahan pelajaran melalui indranya. 3. Sebab karena cacat fisik Cacat tubuh dibedakan atas : a). Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, gangguan psikomotor, b). Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangan dan kakinya. b). Sebab-sebab kesulitan belajar karena rohani
15
Belajar memerlukan kesiapan rohani, ketenangan dengan baik. Jika hal-hal diatas ada pada diri anak maka belajar sulit dapat dipahami. Apabila dirinci faktor itu meliputi antara lain berikut ini : 1. Iteligensi Anak yang IQ-nya tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Anak yang normal (90-110) dapat menamatkan SD tepat pada waktunya. Mereka yang memiliki IQ 110-140 dapat digolongkan cerdas, 140 ke atas dapat tergolong genius. 2. Bakat Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawah sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang berbakat musik mengkin dibidang lain ketinggalan. Seseorang yang berbakat dibidang teknik tetapi dibidang olahraga lemah. 3. Minat Tidak ada minat seseorang anak terhadap sesuatu pelajaran akan timbul kesulita belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan, tidak sesuai dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak banyak menimbulkan problema pada dirinya. 4. Motivasi Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mecapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya.
16
5. Faktor kesehatan mental Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. 6. Tipe-tipe khusus seorang pelajar Seseorang yang bertipe visual, akan cepat mempelajari bahan-bahan yang disajikan secara tertulis, bagan, grafik, gambar. Anak yang bertipe auditif, mudah mempelajari bahan yang disajikan dalam bentuk suara (ceramah). Individu yang bersifat motorik, mudah mempelajari bahan-bahan yang berupa tulisan-tulisan, gerakan-gerakan dan sulit memahami bahan yang berupa suara dan penglihatan. 2.2.4 Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar Dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan dengan kegiatan mencari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari sumber-sumber penyebab penyerta lainnya mutlak dilakukan secara akurat, afektif, dan efisien. Menurut Sam Isbani dan R. Isbani (dalam Ahmadi, 2004 : 97) Langkahlangkah yang diperlukan ditempuh dalam rangka mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : 1. Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data dipergunakan berbagai metode, di antaranya :
17
a). Observasi, b). Daftar pribadi, c). Meneliti pekerjaan siswa, d). Kunjungan sekolah, e). Angket. 2. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, tidak ada artinya jika tidak diadakan pengolahan secara cermat. Semua data harus diolah dan dikaji untuk mengetahui secara pasti sebab-sebab kesulitan belajar yang dialami oleh anak. 3. Diagnosis Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut : a. Keputusan mengenai kesulitan belajar siswa. b. Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar siswa. c. Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar siswa. 4. Prognosis Prognosis artinya “ramalan”. Apa yang telah yang ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan bantuan apa yang harus diberikan kepada siswa untuk membantu mengatasi masalah dalam keslitan belajar. 5. Treatment (Perlakuan) Perlakuan disini dimaksud adalah pemberian bantuan kepada siswa yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun.
18
6. Evaluasi Evaluasi disini maksudnya untuk mengetahui, apakah treatment yang diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan atau tidak. Dari beberapa usaha mengatasi kesulitan belajar dapat disimpulkan bahwa dalam mengatasi kesulitan belajar bukan hanya dengan satu cara tetapi bermacammacam cara dengan mengumpulkan data tentang siswa yang mengalami kesuliatan, Setelah itu melakukan pengolahan agar dapat mengetahui dimana letak kesulitan yang dialami siswa.
19