3
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hukum Hukum Tentang Gas 1. Hukum Boyle Robert Boyle (1627-1691) menyatakan hukum tentang gas setelah ia melakukan eksperimennya yang menyelidiki tentang hubungan tekanan dengan volume gas dalam suatu wadah tertutup, dimana temperatur dijaga konstan. Adapun persamaan hukum Boyle yaitu : PV konstan. 2. Hukum Charles Pada hukum Charles ini dinyatakan bahwa volume gas dalam jumlah tertentu berbanding lurus dengan temperatur mutlak ketika tekanan dijaga konstan atau dapat dirumuskan : V T 3. Hukum Gay-Lussac Joseph Gay-Lussac dalam hukum Gay-Lussac menyatakan bahwa pada volume konstan tekanan gas berbanding lurus dengan temperatur mutlak. Dapat dirumuskan P T 4. Hukum Gas Ideal Pada hukum gas ideal dapat kita ketahui sebelumnya dengan mengetahui jumlah mol dari suatu zat. persamaan gas ideal dapat dinyatakan secara matematis yaitu :
PV nRT
(2.1)
dengan R = kontanta gas universal 8,315 J/mol. K. (Giancoli, 2001:460-463)
4
2.2 Energi Kinetik Gas Teori kinetik merupakan konsep bahwa zat terdiri dari atom yang bergerak acak terus menerus. Adapun asumsi-asumsi yang menyatakan dalil-dalil dasar teori kinetik gas yaitu : 1. Ada sejumlah besar molekul N, masing-masing dengan massa m, yang bergerak acak dengan berbagai laju. 2. Rata-rata molekul-molekul berada jauh satu dari yang lainnya 3. Molekul-molekul dianggap mengikuti hukum mekanika klasik, dan dianggap berinteraksi satu sama lain hanya ketika bertumbukan. Walaupun molekulmolekul saling
memberikan gaya tarik yang lemah diantara tumbukan,
energi potensial yang dihubungkan dengan gaya ini lebih kecil jika dibandingkan dengan energi kinetik, dan diabaikan. 4. Tumbukan dengan molekul yang lain atau dinding bejana dianggap lenting sempurna.
Gambar 1. Asumsi dasar teori kinetik gas tentang keadaan molekul gas ideal. Sumber: Dokumen Pribadi
Adapun tumbukan suatu molekul gas akan mengalami perubahan impuls. Suatu molekul gas yang menumbuk dinding secara tegak lurus dengan kecepatan v, akan terpantul kembali dengan kecepatan yang besarnya sama dengan v juga, hanya
5
arahnya yang berlawanan. Maka perubahan impuls yang dialami tiap molekul pada saat tumbukan, sama dengan mv mv x mv x 2 mv
(2.2)
dimana m adalah massa molekul untuk satu tumbukan. Molekul ini melakukan banyak tumbukan dengan dinding, yang masing-masing dipisahkan oleh waktu t , dimana waktu tersebut digunakan untuk melakukan satu tumbukan bolak-balik dengan jarak 2l vx , oleh karena itu t 2l / vx . Dengan adanya hal tersebut maka gaya rata-rata dari banyak tumbukan akan sama dengan gaya yang diberikan dalam satu tumbukan (Hukum Newton 2).
(mv) 2mvx mv2 x F t 2l / vx l dimana :
(2.3)
F = gaya dalam satu tumbukan (N) m = massa molekul (gram/mol) l = jarak (m) v = kecepatan molekul (m/s)
Tekanan gas pada suatu wadah merupakan gerak molekul-molekul yang menabrak dinding wadah, dimana tekanan besarnya sama dengan gaya yang berbanding terbalik dengan luas penampang, yang dirumuskan:
p
F 1 Nmv A 3 Al
2
(2.4)
6
atau
1 Nmv 2 p 3 V
(2.5)
dimana p = Tekanan gas (N/m2) F = Gaya (N) V = Volume bejana (m3) v = Kecepatan rata-rata (m/s)
m = Massa (kg)
dapat dituliskan
2 1 PV N mv 2 3 2
(2.6)
21 2 mv kT 3 2
(2.7)
maka energi kinetik rata-molekul dalam gas
EK =
1 3 mv 2 = kT 2 2
(2.8)
Pada persamaan (2.8) dikatakan bahwa energi kinetik translasi rata-rata dari molekul dalam gas berbanding lurus dengan temperatur mutlak. Sehingga semakin tinggi temperatur, maka semakin cepat molekul bergerak rata-rata. (Giancoli, 2001: 467-469). Dalam membicarakan gas ideal, ada yang disebut dengan kapasitas panas gas. Panas merupakan energi yang mengalami perpindahan. Jika panas ditambahkan
7
ke sebuah bahan, maka energi molekulernya naik. Jika gas dibiarkan memuai gas akan melakukan kerja dengan menekan dindng yang bergerak pada wadahnya. Dengan volume yang dijaga konstan, yang diamati adalah CV , yaitu kapasitas panas molar pada volume konstan. Dalam model kinetik molekuler sederhana, energi molekuler terdiri dari energi kinetik translasi Ku dari model yang berupa titik. Energi ini berbanding lurus terhadap suhu absolut T, seperti ditunjukkan dalam persamaan energi kinetik translasi rata-rata dari n mol gas ideal yaitu K u
3 nRT . Ketika suhu berubah hanya 2
sedikit sebesar dT , perubahan energi kinetik yang sesuai adalah dKu 3 2 nR dT . Dari definisi kapasitas panas molar pada volume konstan, dengan persamaan
dQ nCv dT , dimana dQ adalah masukan panas yang dibutuhkan untuk perubahan
dT . Jika Ku digambarkan sebagai energi molekuler total, maka dQ dan dKu haruslah setara. Dengan penyetaraan nCv dT 3 2 nR dT sehingga didapatkan persamaan Cv
3 R . Hasil sederhana ini menyatakan bahwa kapasitas panas molar 2
pada volume konstan dari semua gas yang molekulnya dapat direpresentasikan sebagai titik adalah sama dengan 3 R 2 . Ketika panas mengalir kedalam sebuah gas monoatomik pada volume konstan, seluruh energi tambahan berubah menjadi kenaikan energi kinetik molekuler translasi acak. Tetapi ketika suhu dinaikkan dengn jumlah yang sama pada sebuah gas diatomik dan poliatomik, panas tambahan dibutuhkan untuk
8
menyediakan kenaikan energi rotasi dan vibrasi. Maka gas poliatomik memiliki kapasitas panas lebih besar dari gas monoatomik.
Gambar 2. Nilai kapasitas panas gas pada beberapa nilai suhu. Sumber: Freedman & Young, 2000.
Dari plot grafik diatas, gas mengalami gerak rotasi pada suhu diatas 50 K, dan gas mengalami gerak vibrasi pada suhu diatas 600 K. Harga Cv yang besar untuk sejumlah molekul gas menunjukkan peranan dari energi vibrasi. Sebagai tambahan, sebuah molekul dengan tiga atom atau lebih yang tak berada pada garis lurus memiliki tiga, bukan dua, derajat kebebasan rotasi. Dari grafik diatas didapatkan bahwa kapasitas panas akan bergantung pada suhu, secara umum, bertambah seiring kenaikan suhu. (Freedman, 2000: 509-511). 2.3 Tekanan pada Fluida Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas, dimana gaya F difahami bekerja tegak lurus terhadap permukaan A:
9
P
F A
(2.9)
Tekanan dalam satuan SI adalah N / m 2 . Satuan ini mempunyai nama resmi pascal (pa). Konsep tekanan terutama berguna untuk membahas fluida. Dari fakta eksperimental ternyata fluida memberikan tekanan ke semua arah. Disetiap fluida yang diam, besarnya tekanan dari seluruh arah tetap sama. Sifat penting lainnya dari fluida yang berada dalam keadaan diam adalah bahwa gaya yang yang disebabkan oleh tekanan fluida selalu bekerja tegak lurus terhadap permukaan yang bersentuhan dengannya. Secara kuantitatif tekanan zat cair dengan massa jenis yang serba sama berubah terhadap tekanan. Gaya yang bekerja pada sebuah luas daerah adalah F mg Ahg , dimana A adalah luas daerah, adalah massa jenis zat cair
(dianggap konstan), h ketinggian, dan g adalah percepatan gravitasi, dengan demikian tekanan P adalah
P
F Ahg A A
P gh
(zat cair)
(2.10)
Dengan demikian tekanan berbanding lurus dengan massa jenis dan ketinggian zat cair. Pada umumnya, tekanan pada ketinggian yang sama dalam zat cair yang serba sama adalah sama. (Giancoli, 2001: 326-327)
10
2.4 Energi Dalam Gas Energi dalam (U) suatu sistem dapat didefinisikan sebagai jumlah energi kinetik seluruh partikel penyusunnya, ditambah jumlah seluruh energi potensial dari interaksi antara seluruh partikel itu (Freedman, 2000: 533). Energi dalam (U) merupakan jumlah energi kinetik translasi dari semua atom. Jumlah ini sama dengan energi kinetik rata-rata per molekul dikalikan jumlah total molekul (N) (Giancoli, 2002: 491)
1 U N mv 2 2
(2.11)
Dari persamaan 2.8, didapatkan
U
3 NkT 2
(gas ideal monoatomik)
(2.12)
U
5 NkT 2
(gas ideal diatomik)
(2.13)
dimana N merupakan hasil perkalian dari jumlah mol n dan bilangan Avogadro
N A 6.02 10 23 mol 1 .
Dengan demikian energi dalam sebuah gas ideal hanya
bergantung pada jumlah mol gas dan temperatur (Giancoli, 2001: 492) Perpindahan panas merupakan perpindahan energi, jika sejumlah panas Q ditambahkan ke sistem dan sistem tidak menghasilkan kerja selama proses, energi dalam meningkat setara dengan jumlah Q : yaitu U Q . Jika sebuah sistem melakukan kerja dan berekspansi terhadap lingkungannya dan tidak ada panas yang ditambahkan selama proses, energi meninggalkan sistem dan energi dalam
11
berkurang. Sehingga jika W positif, U adalah negatif, dan begitu pula sebaliknya. Maka U W . Jika perpindahan panas maupun kerja terjadi, perubahan total energi dalam adalah U Q W
(2.14)
atau dapat dituliskan dalam bentuk Q U W
(2.15)
Dari persamaan 2.15 diatas disimpulkan bahwa secara umum, ketika panas Q ditambahkan ke sistem, sebagian dari energi yang ditambahkan ini tetap tinggal di dalam sistem, mengubah energi dalam sebanyak U ; sisanya meninggalkan sistem lagi ketika sistem melakukan kerja W terhadap lingkungannya (Freedman, 2000: 534). 2.5 Hukum I Termodinamika Hukum pertama termodinamika merupakan pernyataan hukum kekekalan energi dimana energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, mengalami penambahan atau pengurangan akan tetapi energi hanya dapat berubah dari bentuk satu ke bentuk lainnya. Dari hukum kekekalan energi dapat dikemukakan sebuah hukum; perubahan energi dalam sebuah sistem tertutup (∆U), akan sama dengan kalor yang ditambahkan ke sistem dikurangi kerja yang dilakukan oleh sistem. U Q W
(2.16)
dimana Q adalah kalor yang ditambahkan ke sistem dan W adalah kerja total yang dilakukan oleh sistem. Persamaan 2.16 berlaku untuk sistem tertutup. Persamaan ini
12
juga berlaku untuk sistem terbuka jika memperhitungkan perubahan energi dalam yang disebabkan oleh penurunan atau peningkatan jumlah zat. Untuk sistem terisolasi, tidak ada kerja yang dilakukan dan tidak ada kalor yang dilepaskan atau masuk ke sistem, sehingga W Q , dan berarti U 0 . Sebuah sistem tertentu, pada keadaan tertentu dapat dikatakan memiliki sejumlah energi dalam tertentu. Hal ini tidak dapat dikatakan untuk kalor atau kerja. Sistem pada keadaan tertentu tidak memiliki sejumlah kalor atau kerja tertentu. Melainkan ketika kerja dilakukan pada sistem (seperti penekanan gas), atau ketika kalor ditambahkan atau diambil dari sistem, keadaan sistem akan berubah. Berarti kerja dan kalor terlibat dalam proses termodinamik yang dapat merubah keadaan sistem (Giancoli, 2001: 519). Dua kasus khusus dari hukum pertama termodinamika pantas disebutkan. Sebuah proses yang akhirnya mengembalikan suatu sistem ke keadaannya yang semula disebut proses siklus. Untuk proses semacam itu, keadaan akhir sama dengan keadaan awal, sehingga energi dalam total adalah nol. Kasus hukum lainnya terjadi pada sistem terisolasi, yang tidak melakukan kerja pada lingkungannya dan tidak mengalami aliran panas dari atau menuju lingkungannya. Untuk proses apapun yang berlangsung dalam system terisolasi, W Q 0 , sehingga U 0 . Dengan kata lain, energi dalam suatu sistem terisolasi adalah konstan (Freedman, 2000: 535). Dalam termodinamika terdapat proses-proses yang terjadi dalam keadaan praktis yaitu “tanpa perpindahan panas” atau Adiabatik, “volume konstan” atau Isokhorik, “tekanan konstan” atau Isobarik, dan “suhu konstan” atau Isotermal.
13
a. Proses Adiabatik. Proses adiabatik didefinisikan sebagai proses tanpa perpindahan panas yang masuk atau keluar dari sistem. Ketika sistem berekspansi secara adiabatik, W adalah positif maka U adalah negatif dan energi dalam berkurang. Ketika sistem dikompresi secara adiabatik, W adalah negatif dan U meningkat. b. Proses Isokhorik. Sebuah proses isokhorik adalah proses volume konstan. Ketika volume suatu sistem termodinamik konstan, sistem tidak melakukan kerja pada lingkungannya. Maka, W 0 , dan U Q . Pada proses isokhorik, semua energi yang ditabahkan sebagai panas, akan tinggal didalam sistem sebagai kenaikan energi dalam. c. Proses Isobarik. Proses isobarik adalah proses tekanan konstan. Secara umum, tidak satupun dari ketiga kuantitas U , Q , dan W adalah nol pada proses isobarik, tapi mengitung W adalah sangat mudah yaitu dengan W p V2 V1 . d. Proses Isotermal. Proses isothermal adalah proses suhu konstan. Agar proses menjadi isotermal setiap aliran panas yang masuk atau keluar sistem harus berlangsung dengan cukup lambat sehingga kesetimbangan termal terjaga. (Freedman, 2000: 538-539).
14
2.6 Eceng Gondok Eceng Gondok merupakan tumbuhan air terbesar yang hidup mengapung bebas (Floating Plants). Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang berhasil menyebar ke seluruh dunia. Tanaman gulma (pengganggu) ini dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Eceng biasa (genjer) : Tumbuhan air yang tumbuh di sawah-sawah dan daun muda. Bunganya yang kuncup dapat dijadikan sayuran (dapat dimakan oleh manusia) . 2. Eceng gondok : Sejenis tanaman hidrofit. Tumbuhan ini tidak dapat dimakan bahkan tanaman gulma ini menjadi tanaman pengganggu bagi tumbuhan lain dan hewan sekitarnya. Eceng gondok telah menjadi masalah serius untuk perairan danau. Masalah yang dihadapi danau adalah pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat. Eceng gondok yang mati akan menimbun bahan organik, dan proses penguraian bahan organik (enceng gondok yang mati) itu membutuhkan oksigen, sehingga berpotensi menurunkan kualitas air danau (Toto, 2010). Menurut (Toto, 2010), pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat dapat mengganggu ekosistem danau. Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain: a. Meningkatnya Evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daundaun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.
15
b. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens). c. Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan. d. Mengganggu lalu lintas transportasi air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai. e. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia. f. Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Gambar 3. Keadaan eceng gondok di perairan danau. Sumber: Dokumen Pribadi
Meski demikian, eceng gondok adalah salah satu bahan organik yang cukup potensial untuk bahan pupuk organik karena memiliki kandungan unsur N dan P yang cukup tinggi. Bahan organik, termasuk Eceng Gondok mempunyai kemampuan dalam memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah (Kemeneg LH, 2009). Eceng gondok juga ternyata berperan penting dalam mengurangi kadar logam berat di perairan waduk dan perairan danau seperti Fe, Zn, Cu, dan Hg. Selain itu,
16
eceng gondok dapat menyerap logam berat (Kemeneg LH, 2009). Menurut (Anjanabha, 2010) yang paling menarik dari tanaman ini adalah tanaman ini mengandung selulosa (25%), hemiselulosa (35%), lignin (10%), abu (20%), dan nitrogen (0.3%), dengan rasio C/N adalah 25:1 (Karki, 2005). Kandungankandungan inilah yang bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Salah satu bahan bakar bakar alternatif yang dapat dikembangkan dengan menggunakan bahan baku eceng gondok adalah biogas. Karena itu, biogas merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengendalikan pencemaran air danau. 2.7 Kotoran Sapi Kotoran ternak berdasarkan sifatnya merupakan sampah organik yaitu sampah yang berasal dari mahluk hidup, hewan, dan tumbuhan. Sampah organik bisa mengalami pelapukan (Dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau yang sering disebut kompos. Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (Biodegrability), kotoran ternak termasuk dalam kelompok Biodegradable yaitu bahan yang diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob (Nugroho, 2008: 52). Kotoran ternak masih mengandung zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen, mineral mikroba atau biota, dan zat-zat lain yang tidak diketahui (Nurtjahya, 2003). Kandungan nutrisi ini yang mengakibatkan kotoran ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, dan energi.
17
Berdasarkan hasil analisis, kotoran sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu (22,50%), hemiselulosa (18,32%), lignin (10,20%), karbon organik (24,72%), nitrogen (1,26%), dengan rasio C/N adalah 24:1 (Munawaroh, 2010). Penggunaan kotoran sapi sebagai bahan baku biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu (1) Sifatnya, dimana kotoran sapi dapat terurai secara organik (Nugroho, 2005). (2) Rasio C/N, Secara umum, rasio sekitar 20-30:1 merupakan rasio optimum dianggap terbaik untuk pencernaan anaerobik (Karki, 2005). Rasio C / N tidak boleh lebih dari 35:1. Jika rasio C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat dan laju reaksi akan menurun. Di sisi lain, jika rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan dibebaskan dan terakumulasi dalam bentuk amonia, yang beracun dalam kondisi tertentu. Bahan dengan rasio C/N tinggi dapat dicampur dengan bahan dengan rasio C/N rendah agar didapatkan rasio campuran sesuai dengan yang dikehendaki (Karki, 2005). (3) Alasan teknis dan ekonomis juga menjadi pertimbangan. Jika bahan mahal atau perlu dibeli dan menghasilkan output yang rendah, maka bahan lain sering menjadi pilihan sebagai bahan baku. Bahan baku yang murah dan mudah didapatkan adalah kotoran sapi (Teguh, 2004). Untuk mendapatkan kotoran sapi, bahkan tidak membutuhkan biaya sama sekali, terutama bagi orang yang memiliki peternakan, kotoran sapi tentu sangat mudah didapatkan. Rasio C/N dari kotoran sapi adalah 24:1 (Karki, 2005). Rasio ini masih termasuk dalam rasio optimum untuk pencernaan anaerobik yaitu antara 20-30:1. Dengan rasio C/N 24:1 ini kotoran sapi dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan energi alternatif terutama biogas.
18
2.8 Biogas Biogas adalah gas yang berasal dari kotoran makhluk hidup, baik dari hewan dan tanaman. Apabila kotoran hewan atau bahan tanaman telah membusuk, maka akan menghasilkan gas. Biogas adalah gas yang mudah terbakar yang dihasilkan oleh fermentasi anaerobik dari bahan organik oleh aksi bakteri Metanogen (Karki, 2005). Fermentasi itu sendiri merupakan proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik atau tanpa oksigen (Nugroho, 2008: 102). Biogas merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta bahan organik lainnya.
b
a
c
Gambar 4. Biogas. a) Bak Penampung/Digester Biogas, b) Perancangan saluran gas, c) Api hasil pembakaran Biogas. Sumber: Dokumen Pribadi
Secara umum konstruksi digester biogas memiliki 3 bagian penting, yaitu : (1) unit pencampur yang berfungsi untuk menampung campuran bahan baku yang akan dimasukkan kedalam digester, (2) bagian utama digester yang merupakan tempat berlangsungnya proses fermentasi sacara anaerob untuk menghasilkan biogas, (3) bagian pengeluaran campuran padatan dan air proses yang bisa langsung
19
digunakan sebagai pupuk organik (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Digester biogas skala individu dapat dibuat dengan menggunakan drum baja yang memiliki kapasitas tampung 150 liter dengan Retention Time (waktu tinggal) antara 18-21 hari. Sedangkan digester biogas skala kelompok yang dibuat dengan konstruksi beton berlapis bahan kedap air memiliki volume 18 m3 dengan waktu tinggal biomassa didalam digester antara 40-50 hari. Selama proses biomassa didalam digester perlu diaduk atau diencerkan dengan air agar total padatan hasil reaksi tidak mengendap didasar digester (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Campuran bahan dari biogas itu sendiri, sebelum dimasukkan kedalam digester kotoran sapi dalam keadaan segar dicampur dengan air dengan perbandingan 1:1 berdasarkan unit volume (air dan kotoran sapi dalam volume yang sama). Namun jika kotoran sapi dalam bentuk kering, jumlah air harus ditambah sampai kekentalan yang diinginkan (bervariasi antara 1:1,25 sampai 1:2). Pengadukan dilakukan untuk menjaga total partikel padat tidak mengendap pada dasar digester dan jika terlalu pekat, partikel-partikel menghambat aliran gas yang terbentuk pada bagian bawah digester. Sebagai akibatnya, produksi gas lebih sedikit daripada perolehan optimum (Karki, et al, 2005). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan biogas, yaitu 1. Temperatur, suhu udara maupun suhu didalam digester mempunyai andil besar dalam memproduksi biogas. Suhu udara secara tidak langsung mempengaruhi
20
suhu didalam digester, artinya penurunan suhu udara akan menurunkan suhu digester (Munawaroh, 2010). Biogas diproduksi pada temperatur optimum yaitu 350C, diatas 350C produksi biogas akan berhenti karena bakteri akan mati, dibawah 200C produksi gas akan menurun, dan dibawah 100C produksi gas akan berhenti karena bakteri tidak akan bekerja pada suhu dingin (Karki, 2005). 2. Derajat keasaman (pH), nilai pH 7 termasuk netral, jika nilai pH dibawah 7 tarmsuk asam, dan jika nilai pH diatas 7 termasuk basa. produksi gas optimum dapat dicapai apabila pH bahan bahan baku 6-7 (Karki, 2005). 3. Rasio C/N, Secara umum, rasio sekitar 20-30:1 merupakan rasio optimum dianggap terbaik untuk pencernaan anaerobik. Rasio C / N tidak boleh lebih dari 35:1. Jika rasio C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat dan laju reaksi akan menurun. Di sisi lain, jika rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan dibebaskan dan terakumulasi dalam bentuk amonia, yang beracun dalam kondisi tertentu (karki, 2005). 4. Retention Time (waktu tinggal), merupakan periode waktu saat bahan masih berada dalam digester dan proses pencernaan oleh bakteri Metanogen (Karki, 2005). Pembentukan biogas, terdiri dari 3 tahapan yaitu: a. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut seperti karbohidrat, lipid, dan protein, menjadi senyawa rantai pendek yang mencakup monosakarida, asam amino, asam lemak (E. Menya, 2013). b. Asidifikasi (pengasaman), pada tahap asidifikasi komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk dari tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan
21
bagi bakteri pembentuk asam. Bekteri pembentuk asam mengubah senyawa rantai pendek pada proses hidrolisis menjadi gula asam asetat, asam propionate, laktat, asam butirat, dan etanol (E. Menya, 2013). c. Methanogesis, tahap ini merupakan tahap pembentukan gas metan oleh bakteri pembentuk gas metan (Metanogen) menjadi metan, karbondioksida, air, dan hasil lainnya. (Karki, 2005). Reaksi pembentukan gas metan oleh bakteri metanogen adalah sebagai berikut:
CH 3COOH CH 4 + CO 2 asam asetat 2CH 3CH 2 OH
metan karbondioksida + CO 2 CH 4 + 2CH3COOH
etanol CO 2
karbondioksida metan asam asetat 4H 2 CH 4 + 2H 2O
+
karbondioksida
hidrogen
metan
air
Hasil dari pembentukan biogas adalah gas metana, karbondioksida, dan beberapa gas lain dalam jumlah kecil (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Metana dihasilkan oleh bakteri pengurai bahan organik tanpa adanya oksigen Gas metana memiliki unsur kimia CH4, merupakan komponen utama dari biogas. Gas metana pada suhu ruangan dan tekanan standar, termasuk gas yang tidak berwarna dan tidak berbau (Stanley, 2013). Komposisi rata-rata biogas disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Komponen Penyusun Biogas Komponen
Jumlah (%)
Metana (CH4)
55-75
Karbondioksida (CO2)
25-45
22
Nitrogen (N2)
0-0.3
Hydrogen (H2)
1-5
Hydrogen sulfide (H2S)
0-3
Oksigen (O2)
0.1-0.5
Sumber : Al Seadi, et al. (2008)
Penelitian lainnya tentang biogas yang telah dilakukan sampai dengan saat ini antara lain deteksi Jumlah Bakteri Total dan Coliform Pada Sludge Dari Proses Pembentukan Biogas Campuran Feses Sapi Potong dan Feses Kuda (TB Benito, 2010), Peranan Biogas Limbah Ternak Sapi (Darlim, 2009), Pembuatan Biogas Dari Sampah Sayuran (Andreas dkk, 2012), Biogas: Limbah Peternakan Yang Menjadi Sumber Energi Alternatif (Tuti, 2006), Pembuatan Biogas Dari Bahan Sampah Sampah Sayuran (Kubis, Kangkung dan Bayam) (Joko, 2010). Manfaat energi Biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak. Biogas yang dihasilkan oleh akivitas anaerob sangat populer digunakan untuk mengolah limbah Biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbondioksida yang lebih sedikit (Nugroho, 2005: 108). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Limbah biogas yang kotoran ternak yang telah hilang gasnya merupakan pupuk organik yang sangar kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman.