9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Obyek Matematika Sampai saat ini belum ada kesepakatan bulat untuk mendefinisikan apa itu matematika. Walaupun belum ada definisi tunggal mengenai matematika, bukan berarti matematika tidak dapat dikenali. Seperti apa yang telah diutarakan oleh Soedjadi (1985:5) sebagai pengetahuan matematika mempunyai beberapa karakteristik, yaitu bahwa obyek matematika tidaklah konkrit tetapi abstrak. Mengenai obyek matematika, Russeffendi membedakan bahwa obyek matematika terdiri dari dua tipe, yaitu: (1) Obyek langsung, yang meliputi: Fakta, Konsep, Operasi, dan Prinsip; (2) Obyek tak langsung, yang meliputi: hal-hal yang mempengaruhi hasil belajar. Misalnya: kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja dan lain-lain), bersikap positif dan kemampuan mentransfer pengetahuan. Dan menurut Begle (1979) menyatakan bahwa sasaran obyek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi dan prinsip.7 Dalam penelitian ini obyek tidak langsung tidak dibahas, karena penelitian ini menitik beratkan pada kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika topik soal cerita yang melibatkan pecahan yang dibahas mengenai konsep dan prinsip. Sehingga dalam penelitian ini yang dibahas adalah obyek matematika yang secara langsung, meliputi sebagai berikut: 7
Herman Hudojo, Pengenbangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, Loc.cit, h. 46
10
1 Fakta Fakta
merupakan
konvensi-konvensi
(kesepakatan-kesepakatan)
yang
diungkap dengan simbol tertentu. Fakta dapat berupa simbol, rangkaian simbol. Dalam penelitian ini fakta atau kesepakatan seperti: simbol bilangan
1 " " secara umum sudah dipahami sebagai bilangan ”satu pertiga atau 3 sepertiga”, sehingga sudah dengan sendirinya menangkap maksudnya; atau 1 1 dalam bentuk rangkaian simbol seperti: " + " yang dipahami sebagai ”satu 2 3 perdua ditambah satu pertiga atau setengah ditambah sepertiga”. 2
Konsep Konsep adalah idea abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Dalam hal ini yang dimaksud konsep adalah bagaimana siswa memaknai sebuah soal sehingga siswa dapat menuliskan hal yang diketahui, menuliskan apa yang diketahui ke dalam kalimat matematika serta dalam merubah pecahan yang senilai atau ekuivalen,
1 3 seperti: "1 " senilai dengan pecahan biasa " " . 2 2 3
Operasi Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang lainnya. Dalam penelitian ini menggunakan operasi yang melibatkan dua pecahan dan melibatkan pecahan dengan bilangan bulat
11
”penjumlahan”, ”pengurangan”, ”perkalian”, ”pembagian”, dan ”campuran”. 1 1 1 1 1 1 1 Seperti: "1 + " ; " − " ; " 1 × 60 " ; " 7 − : 3 " . 3 4 2 4 2 2 4 4
Prinsip Prinsip adalah obyek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa ”aksioma”, ”teorema”, ”sifat”, dan sebagainya. Dalam penelitian ini prinsip seperti: menuliskan apa yang ditanyakan dari soal, menentukan operasi dari 1 1 kalimat matematika, dan mamahami sifat pecahan, contoh; ” + ” menjadi 2 3 3 2 ” + ” dengan menyamakan penyebut dari KPK antara 2 dan 3 6 6
B. Pemecahan Masalah Matematika Bentuk Soal Cerita
Pemecahan
masalah
matematika
merupakan
upaya
penyelesaian
matematika. Menurut Bell ”Pemecahan masalah adalah proses penemuan suatu respon yang tepat terhadap situasi yang benar-benar unik dan baru bagi siswa”, menurut Hudojo ”Pemecahan masalah merupakan strategi belajar-mengajar di sekolah yang bertujuan untuk medorong siswa agar kreatif dalam menyelesaikan soal”. Sedangkan menurut Polya (1975) ” Pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang tinggi, yakni proses psikologi belajar yang
12
melibatkan tidak hanya sekedar aplikasi dalil-dalil atau teorema-teorema yang dipelajari akan tetapi harus didasarkan atas adanya struktur kognitif yang dimiliki siswa”.8 Ruseffendi menyatakan bahwa ada beberapa sebab soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada siswa yaitu: (1) Dapat menimbulkan keinginan tahu dan adanya motivasi, menumbuhkan sifat kreatif, (2) Disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung, dan lain-lain), diisyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat pertanyaan yang benar, (3) dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, dan dapat menambah pengetahuan baru, (4) Dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya, (5) mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya, (6) Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi tetapi (bila diperlukan) banyak bidang studi, malahan dapat melibatkan pelajaran lain di luar pelajaran sekolah; merangsang siswa untuk menggunakan segala kemampuan. Soal cerita merupakan bentuk soal mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Pada umumnya masalah matematika dapat berupa soal cerita, meskipun tidak semuanya. Dalam penelitian ini soal cerita yang digunakan merupakan soal tipe pemecahan masalah. Adapun yang dimaksud dengan soal tipe pemecahan masalah adalah sebagai berikut:9
8 9
Ibid., h. 96 Ibid., h. 163
13
1 Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya. 2 Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui. Menurut soedjadi, untuk menyelesaikan soal cerita pelu menyusun dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:10 1 Menentukan apa yang diketahui dari soal? 2 Menentukan apa yang ditanyakan atau yang dicari? 3 Membuat simbol dan menentukan operasi apa saja yang terlibat dalam soal? 4 Membuat model matematika manakah yang dapat mewakili soal? Untuk menyelesaikan soal cerita perlu adanya pendekatan yang menggunakan langkah-langkah dalam menyelesaikannya. Adapun langkahlangkah umum yang dimaksudkan yaitu: (1) Memahami soal, (2) Pemecahan atau mencari solusi dari model matematika, (3) menafsirkan kembali solusinya ke dalam jawaban masalah asli, dan (4) Mengecek kembali solusi atau jawaban yang diperoleh. Menurut Abdurrahman ada beberapa hal penting yang perlu dikuasai dengan mantap oleh siswa agar mampu menyelesaikan soal cerita dengan baik,
10
Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Loc.cit, h. 189
14
seperti:11 (1) Kemampuan untuk membuat pemodelan matematis; (2)Penguasaan konsep dan prosedur matematika; (3) Penguasaan tentang berbagai strategi pemecahan masalah; (4) Kemampuan memverifikasi apakah selesaian yang diperoleh memang betul-betul selesaian yang diharapkan. Menurut soedjadi hubungan keterkaitan antara keempat langkah di atas dapat digambarkan dalam skema berikut: Situasi “nyata”
Situasi “model” Abstraksi
Masalah/Soal
Model matematika Pemecahan model matematika
Cek Jawaban masalah/Soal
Tafsiran Jawaban Model
Gambar 2.1 Skema Langkah-langkah Penyelesaian Soal Cerita (dalam Abdul Haris Rosyidi)12 Menurut George Polya (1957:5-15), dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu:13
11
Abdu Rahman. Representasi: “Pentingnya dalam Pembelajaran Matematika”, Jurnal Matematika atau Pembelajaran, VII, 2 (Agustus, 2001), h. 89 12 Abdul Haris Rosyidi, Analisis Kesalahan Siswa Kelas II MTs Al-Khoiriyah Dalam menyelesaikan Soal Cerita yang Terkait dengan Sistem Persamaan Linear Dua Peubah. Tesis,( Jurusan Matematika Fakultas MIPA: Universitas Negeri Surabaya, 2005), h. 14.t.d 13 Herman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontempore,. (Japan International Cooperation Agency: Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h. 96-101
15
1. Memahami Masalah (Understanding the Problem) Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Langkah ini dimulai dengan pengenalan akan apa yang diketahui atau apa yang ingin didapatkan. Selanjutnya pemahaman apa yang diketahui serta data apa yang tersedia, kemudian melihat apakah data serta kondisi yang tersedia mencukupi untuk menentukan apa yang ingin didapatkan. 2. Merencanakan Penyelesaian (Devising Plan) Dalam menyusun rencana pemecahan masalah diperlukan kemampuan untuk melihat hubungan antara data serta kondisi apa yang tersedia dengan data apa yang diketahui atau dicari. Selanjutnya menyusun sebuah rencana pemecahan masalah dengan memperhatikan atau mengingat kembali pengalaman sebelumnya tentang masalah-masalah yang berhubungan. Pada langkah ini siswa diharapkan dapat membuat suatu model matematika untuk selanjutnya dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan-aturan matematika yang ada. 3. Menyelesaikan Masalah (Carrying Out The Plan) Rencana penyelesaian yang telah dibuat sebelumnya, kemudian dilaksanakan secara cermat pada setiap langkah. Dalam melaksanakan rencana atau menyelesaikan model matematika yang telah dibuat pada langkah sebelumnya, siswa diharapkan memperhatikan prinsi-prinsip atau aturanaturan pengerjaan yang ada untuk mendapatkan hasil penyelesaian model yang benar. Kesalahan jawaban model dapat mengakibatkan kesalahan dalam
16
menjawab permasalahan soal. Untuk itu, pengecekan pada setiap langkah penyelesaian harus selalu dilakukan untuk memastikan kebenaran jawaban model tersebut. 4. Memeriksa Kembali (Looking Back) Hasil penyelesaian yang didapat harus diperiksa kembali untuk memastikan apakah penyelesaian tersebut sesuai dengan yang diinginkan dalam soal. Apabila hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diminta, maka perlu pemeriksaan kembali atas setiap langkah yang telah dilakukan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan masalahnya, dan melihat kemungkinan lain yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Dari pemeriksaan tersebut maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan soal yang diberikan. Sedangkan yang dimaksud dengan langkah pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami Soal Pada langkah ini siswa memahami soal dengan menuliskan: a.
Apa yang diketahui?
b.
Apa yang ditanyakan?
2. Merencanakan Penyelesaian Pada langkah ini siswa merancang srategi yang sesuai dengan masalah yang diberikan, yakni menghubungkan masalah tersebut dengan pengalaman
17
sebelumnya, mencoba mengenali polanya atau menggunakan analogi. Pada langkah ini siswa ditekankan untuk membuat model matematika yang sesuaia dengan masalah yang diberikan. 3. Melaksanakan Penyelesaian Pada langkah ini siswa melakukan rencana penyelesaian masalah yang telah direncanakan. Dalam hal ini siswa menyelesaikan model (kalimat) matematika yang telah dibuat sebelumnya. Pada langkah ini siswa juga menafsirkan solusi dari masalah yang sebenarnya. 4. Mengecek Kembali Penyelesaian yang sudah diperoleh itu harus diteliti kembali dengan memperhatikan apakah hasil yang diperoleh itu sudah benar atau belum. Apakah penyelesaian yang diperoleh sudah sesuai dengan soal yang diberikan atau belum.
C. Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Perbedaan kemampuan intelektual seseorang memungkinkan adanya siswa menjawab salah atau benar atau sama sekali tidak menjawab soal yang diberikan. Perolehan skor yang rendah dari setiap evaluasi hasil belajar seseorang umumnya disebabkan adanya kesalahan yang dibuat dalam menyelesaikan soal tes. Disamping itu alasan lain adalah: kemampuan dasar yang dimiliki rendah, pemahaman yang relatif kurang mantap atas setiap pokok bahasan, tidak mampu
18
berkonsultasi untuk membahas pelajaran dan siswa biasanya menghafal serta tidak mengerti konsep yang diberikan. Kesalahan dapat diartikan sebagai penyimpangan terhadap sesuatu yang benar. Sukirman14, menyatakan bahwa kesalahan merupakan penyimpangan terhadap hal yang benar yang sifatnya sistematis, konsisten maupun insidental. Sedangkan Fredette dan Clement (dalam Sartin), menyatakan bahwa kesalahan sebagai suatu kejadian atau tingkah laku yang signifikan dapat diamati berbeda dari kejadian atau tingkah laku yang diharapkan. Pada umumnya,
dalam menyelesaikan soal matematika mempunyai
tahapan-tahapan, ada kemungkinan siswa melakukan kesalahan dalam tahap pertama, kedua dan seterusnya. Dengan demikian, berarti dapat terjadi serangkaian kesalahan, sehingga kesalahan pertama menjadi penyebab kesalahan kedua dan seterusnya. Maka dari itu Sartin dan Rosyidi meninjau kesalahan siswa dapat dari dua segi, yaitu ditinjau dari letak kesalahan dan ditinjau dari jenis kesalahan. Adapun pembahasan masing-masing segi sebagai berikut: 1. Tinjauan Tentang Letak Kesalahan
Kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kesulitan belajar matematika. Dalam penelitian yang dilakukan Rosyidi kesalahan siswa terletak pada:
14
Sartin, Analisis Kesalahan Siswa Kelas V Sekolah Dasar..............,Loc.cit, h. 37
19
a. Memahami soal yang meliputi: 1) Kesalahan menentukan apa yang diketahui, yaitu tidak menuliskan hal yang diketahui, tidak lengkap dalam menuliskan hal yang diketahui, seta salah dalam menuliskan hal yang diketahui. 2) Kesalahan dalam menentukan hal yang ditanyakan, yaitu tidak menuliskan hal yang ditanyakan, tidak lengkap dalam menuliskan hal yang ditanyakan, salah dalam menentukan hal yang ditanyakan. b. Kesalahan membuat model atau kalimat matematika, meliputi: tidak menuliskan peubah yang dipakai, tidak lengkap menuliskan permisalan, salah dalam membuat permisalan, tidak menuliskan model matematika, serta model matematika yang dibuat tidak sesuai. c. Kesalahan menyelesaikan model, meliputi: salah menggunakan aturan matematika, tidak menyelesaikan model matematika yang dibuat, dan salah dalam menyelesaikan kalimat matematika. d. Kesalahan dalam menyatakan jawaban akhir, yaitu: tidak menuliskan jawaban akhir, tidak lengkap menuliskan jawaban akhir, dan salah dalam menulskan jawaban akhir. Dalam penelitian yang dilakukan Sartin ditemukan bahwa kesalahan siswa terletak pada:15
15
Ibid, h. 113
20
a. Menentukan hal yang diketahui,
yaitu tidak menuliskan hal yang
diketahui, tidak lengkap menuliskan hal yang diketahui, dan salah dalam menuliskan hal yang diketahui. b. Menentukan hal yang ditanyakan, yaitu tidak menuliskan hal yang ditanyakan, tidak lengkap dalam menuliskan hal yang ditanyakan, dan salah dalam menuliskan hal yang ditanyakan. c. Membuat model atau kalimat matematika, yaitu tidak menuliskan kalimat matematika dan salah dalam menuliskan kalimat matematika. d.
Kesalahan dalam melakukan perhitungan, yaitu tidak melakukan perhitungan, dan salah melakukan perhitungan.
e. Menuliskan jawaban akhir, yaitu tidak menuliskan jawaban akhir, tidak lengkap menuliskan jawaban akhir, dan salah menuliskan jawaban akhir. Letak kesalahan yang dikaji dalam penelitian ini berdasarkan atas hasil pemeriksaan jawaban pada lembar tes siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang melibatkan pecahan. Sedangkan letak kesalahan jawaban atau penyelesaian siswa dikategorikan sebagai berikut: a. Kesalahan dalam memahami soal 1) Kesalahan menentukan apa yang diketahui dalam soal: a)
Tidak menuliskan apa yang diketahui
b)
Salah menuliskan apa yang diketahui
c)
Tidak lengkap menuliskan apa yang diketahui
21
2) Kesalahan menentukan apa yang ditanyakan dalam soal a)
Tidak menuliskan apa yang ditanyakan
b)
Salah menuliskan apa yang ditanyakan
c)
Tidak lengkap menuliskan apa yang ditanyakan
3) Kesalahan dalam membuat model atau kalimat matematika a)
Tidak menuliskan permisalan yang dipakai
b)
Tidak lengkap menuliskan permisalan yang dipakai
c)
Tidak membuat kalimat matematika
d)
Salah membuat kalimat matematika
e)
Tidak lengkap membuat kalimat matematika
b. Kesalahan dalam menyelesaikan soal 1) Tidak menyelesaikan kalimat matematika yang dibuat 2) Salah menyelesaikan kalimat matematika yang dibuat c. Kesalahan dalam menuliskan jawaban akhir yang sesuai dengan permintaan soal: 1) Tidak menuliskan jawaban akhir 2) Salah menuliskan jawaban akhir 3) Tidak lengkap menuliskan jawaban akhir 4) Tidak menuliskan satuan yang ada pada jawaban akhir soal 5) Salah menuliskan satuan yang ada pada jawaban akhir soal 6) Tidak menuliskan kesimpulan 7) Salah menuliskan kesimpulan
22
2. Tinjauan Jenis Kesalahan
Seperti uraian di atas bahwa kesalahan merupakan penyimpangan terhadap sesuatu yan benar. Menurut Clement membedakan kesalahan yang dibuat siswa menjadi dua kategori yaitu kesalahan sistematis dan kealpaan.16 Sedangkan Cox, membagi kesalahan menjadi empat yaitu, kesalahan sistematis, kesalahan random, kesalahan kecerobohan, dan lembar data tidak lengkap. Sartin sendiri menggolongkan jenis kesalahan menjadi tiga, yaitu:17 a. Kesalahan konsep adalah kesalahan karena siswa tidak memahami suatu definisi
atau
siswa
salah
dalam
menggunakan
konsep
dalam
menyelesaikan soal cerita. b. Kesalahan prinsip adalah kesalahan karena siswa tidak memahami suatu prinsip, diantaranya sifat teorema atau dalil. c. Kesalahan operasi adalah kesalahan karena siswa melakukan kesalahan dalam operasi aljabar. Wingston mengklasifikasikan kesalahan menyelesaikan soal-soal cerita yang memuat program linear ke dalam empat kategori, yaitu: (1) salah memahami makna soal; (2) salah membuat model matematika; (3) salah
16
Ibid, h.38 Ibid, h. 38
17
23
menyelesaikan model matematika; (4) salah menentukan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal.18 Rosyidi mengolongkan kesalahan menjadi tiga jenis kesalahan, yaitu:19 a. Kesalahan konsep, yaitu kesalahan yanng dibuat siswa dalam menggunakan konsep-konsep yang terkait dengan materi, seperti: (1) salah dalam memahami makna soal; (2) salah dalam menerjemahkan soal ke dalam kalimat matematika; (3) salah tentang konsep peubah yang digunakan untuk membuat model atau kalimat matematika; (4) salah konsep tentang metode eliminasi dan subtitusi. b. Kesalahan prinsip, yaitu kesalahan dalam menggunakan aturan-aturan atau rumus-rumus matematika, seperti: (1) salah dalam menggunakan aturan-aturan yang ada pada metode eliminasi dan subtitusi; (2) salah dalam penarikan kesimpulan dalam menentukan jawaban akhir soal. c. Kesalahan operasi, yaitu kesalahan dalam melakukan operasi atau perhitungan, baik penjumlahan, pengurangan, perkalian, maupun pembagian. Caroline membagi kesalahan dalam menyelesaikan soal yang bentuk pecahan menjadi lima kategori, yaitu:20
18
Ibid, h.38 Abdul Haris Rosyidi, Analisis Kesalahan Siswa Kelas II MTs Al-Khoiriyah Dalam menyelesaikan Soal Cerita yang Terkait dengan Sistem Persamaan Linear Dua Peubah. Tesis, (Jurusan Matematika Fakultas MIPA: Universitas Negeri Surabaya, 2005), h. 21-22.t.d 20 Caroline S Ayal, Kesalahan Konsepsi Dalam Pembelajaran Pecahan…………,Loc.cit, h. 133 19
24
a. Kesalahan konsep pecahan, yaitu kesalahan dalam mengubah pecahan senilai (ekuivalen). b. Kesalahan prinsip pecahan, yaitu kesalahan 1) Tidak menuliskan langkah-langkah untuk menyelesaikan soal. 2) Tidak lengkap menuliskan langkah-langkahnya. c. Kesalahan algoritma yaitu kesalahan dalam prosedur penyelesaiannya tidak benar, sehingga jawabannya salah. d. Kesalahan operasi pecahan yaitu kesalahan dalam memilih suatu operasi yang diperlakukan. e. Kesalahan acak yaitu kesalahan selain kesalahan konsep, prinsip dan algoritma. Dalam penelitian ini jenis kesalahan diperoleh dari membandingkan hasil jawaban tes (letak kasalahan) dengan hasil wawancara. Adapun kategori kesalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Kesalahan konsep yaitu kesalahan yang dilakukan siswa dalam 1) Menentukan hal yang diketahui 2) Membuat kalimat matematika 3) Merubah pecahan yang senilai atau ekuivalen
b.
Kesalahan prinsip yaitu kesalahan dalam hal 1) Menentukan apa yang ditanyakan dari soal. 2) Membuat kalimat matematika (menentukan operasi yang sesuai) 3) Menyelesaikan kalimat matematika yang dibuat
25
Kesalahan algoritma yaitu kesalahan dalam prosedur penyelesaian
c.
kalimat matematika. Kesalahan acak yaitu kesalahan yang tidak termasuk kesalahan, konsep,
d.
prinsip maupun algoritma (contoh: salah menentukan hasil akhir karena ceroboh atau ngawur)
D. Faktor Penyebab Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mencapai hasil belajar efektif. Para pakar dibidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, karena dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar maka para pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberikan intervensi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh21. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar yang disebut faktor internal, dan faktor yang bersumber dari luar yang disebut faktor eksternal22. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dapt diketahui dari kesalahan
21
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993), h. 274 22 M. Joko Susilo, Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar, (Yokyakarta : PINUS, 2006), h. 69
26
yang dibuatnya. Menurut Davis, kesalahan siswa dalam banyak topik matematika merupakan sumber utama untuk mengetahui kesulitan siswa memahami matematika23. Sehingga analisis kesalahan merupakan suatu cara untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan siswa dalam mempelajari matematika. Dengan demikian hubungan antara kesalahan dengan kesulitan adalah sangat erat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kesalahan dan kesulitan dalam belajar merupakan dua hal yang berbeda dan sangat erat kaitannya, bahkan sulit untuk menentukan apakah kesulitan yang menyebabkan kesalahan atau kesalahan yang menyebabkan kesulitan. Tetapi menurut Sartin indikator yang sering dipakai untuk menentukan apakah seorang siswa mengalami kesulitan dalam belajar adalah adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam memahami dan mempelajari matematika ( termasuk dalam menyelesaikan soal cerita ). Soedjadi mengatakan bahwa ”penyebab kesulitan belajar siswa secara umum dapat dibedakan yaitu kesulitan yang disebabkan faktor kognitif dan nonkognitif”24. faktor kognitif mencakup kemampuan intelektual siswa dan cara siswa mencerna materi matematika dalam pikirannya. Sedangkan faktor nonkognitif antara lain latar belakang keluarga, kesehatan, keadaan ekonomi dan sosial. Untuk mengetahui faktor penyebab yang disebabkan faktor non-kognitif diperlukan waktu yang lebih lama dan indikator yang lebih kompleks. Oleh
23
Sartin, Analisis Kesalahan Siswa Kelas V Sekolah Dasar..............,Loc.cit, h. 40 Titin Fridatun Nisa’, Analisis Kesalahan Siswa Kelas VIII SMP Assa’adah Bunga Gresik Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Sub-Materi Pokok Keliling Dan Luas Lingkaran. Skripsi, (Jurusan Matematika Fakultas MIPA: Universitas Negeri Surabaya, 2008), h. 19.t.d 24
27
karena itu, dalam penelitian ini faktor penyebab kesalahan yang dimaksud adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa yaitu menyangkut kognitif siswa, yakni kemampuan intelektual siswa dalam memahami materi pecahan. Adapun faktor penyebab kesalahan yang disebabkan oleh faktor kognitif dalam penelitian ini meliputi faktor kesalahan konsep, faktor kesalahan prinsip, faktor kesalahan algoritma, dan faktor kesalahan acak. Berikut ini penjelasan masing-masing faktor menurut Sartin, Fardatun, dan Caroline, sebagai berikut: 1
Faktor-faktor penyebab kesalahan konsep: a. Tidak memahami makna soal yang diteskan b. Cenderung mempersingkat jawaban c. Kurang cermat atau ceroboh d. Salah meletakkan hal yang diketahui dengan yang ditanyakan e. Tidak dapat merubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa f. Tidak memahami makna kalimat matematika dari soal. g. Kurang latihan soal-soal bentuk cerita
2
Faktor-faktor penyebab kesalahan prinsip a. Tidak memahami soal b. Tidak cermat dan ceroboh dalam membaca soal c. Salah langkah dalam penyelesaian kalimat matematika d. Salah menentukan operasi dalam membuat kalimat matematika
28
3
Faktor-faktor kesalahan algoritma Salah melakukan prosedur penyelesaian kalimat matematika, sehingga salah dalam menentukan hasil akhir
4
Faktor-faktor kesalahan acak Salah karena ceroboh dan ngawur serta tidak melanjutkan penyelesaian
E. Materi Pecahan
Pengertian pecahan menurut Rich (1960) sebagai berikut: (1) Pecahan dapat diartikan sebagai operasi pembagian dua bilangan bulat, (2) pecahan dapat diartikan sebagai perbandingan dan (3) pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari suatu kelompok25. Sedangkan menurut Ellerbruch dan Pyne (1978) memberikan interprestasi yang mencakup pecahan sebagai ukuran dari bagian suatu wilayah, segmen benda tiga dimensi, pecahan sebagi hasil bagi, pecahan sebagai bagian dari himpunan objek-objek dan pecahan sebagai kelas ekivalensi dari pasangan terurut bilangan-bilangan asli. Dari dua pendapat tersebut di atas maka dalam peneliltian ini, pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari suatu keseluruhan, dapat juga berupa perbandingan dua bilangan atau pembagian duan bilangan bulat.
25
18
Caroline S. Ayal, Kesalahan Konsepsi Dalam Pembelajaran Pecahan......, Loc.cit, h.15-
29
Novillis membagi konsep pecahan atas tujuh sub konsep pecahan yang disusun berdasarkan tingkat kesulitannya di sekolah dasar. Adapun ketujuh sub konsep tersebut sebagai berikut:26 1 Part group, congruent part (bagian dari suatu himpunan, bagian-bagiannya kongruen). Siswa mengasosiasikan pecahan
a dengan suatu himpunan yang terdiri b
dari b objek yang kongruen dengan memperhatikan a objek. Contoh:
“Yang diarsir ada 3 objek dari 4 objek atau yang diarsir ada sebanyak
3 dari 4
keseluruhan objek” 2
Part-whole, congruent parts (bagian dari suatu daerah, bagian-bagiannya
kongruen). Siswa mengasosiasikan pecahan
a dengan suatu daerah geometri yang b
dibagi atas b bagian yang kongruen dan memperhatkan a bagian. Contoh:
26
Ibid, h. 15-17
30
“Yang diarsir ada 3 bagian dari 4 bagian seluruhnya atau yang diarsir sebanyak
3 dari keseluruhan daerah”. 4
3 Part group, noncongruent parts (bagian suatu himpunan, bagian-bagian yang tidak kongruen) Siswa mengasosiasikan pecahan
a dengan suatu himpunan yang terdiri b
dari b bagian yang tidak kongruen dan memperhatkan a objek dalam himpunan tersebut. Contoh:
“Yang diarsir ada 3 dari 4 objek atau yang diarsir sebanyak
3 dari 4
keseluruhan objek” 4 Part group, comparison (membandingkan banyaknya anggota atau objek dari dua himpunan). Siswa mengasosiasikan pecahan
a dengan membandingkan objek pada b
dua himpunan. Jika himpunan A memuat a objek dan himpunan B memuat b objek, maka banyaknya objek himpunan A adalah himpunan B
a dari banyaknya objek di b
31
Contoh:
Himpunan B
Himpunan A
Dengan membandingkan banyaknya objek himpunan A dan objek himpunan B, maka banyaknya himpunan A adalah
3 banyaknya objek B. 4
5 Number line (garis bilangan) Suatu garis bilangan yang memuat ruas garis dengan panjang satu satuan. Ruas garis tersebut dibagi atas b bagian yang sama panjang. Siswa a dengan memperhatikan suatu titik (mewakili a b
mengasosiasikan pecahan
bagian) pada garis bilangan tersebut. P Contoh: 0
1
2
3
4
4
4
1
Kedudukan titik P pada ruas garis tersebut menyatakan pecahan
3 4
6 Part whole, comparison (membandingkan bagian himpunan) Siswa mengasosiasikan pecahan
a dengan membandingkan relatif dari b
dua daerah geometri A dan B dengan banyaknya bagian yang kongruen dari
32
A adalah a dan banyaknya bagian yang kongruen dari B adalahn b, sedangkan bagian-bagian pada A da B kongruen. Contoh:
Gambar A 3 Gambar A adalah gambar B 4
Gambar B
7 Part whole, noncongruent parts (bagian dari keseluruhan, bagian-bagiannya tidak kongruen) Contoh:
”Yang diarsir ada 3 bagian dari 4 bagian seluruhnya atau yang diarsir sebanyak
3 dari keseluruhan daerah”. 4
Ketujuh sub-konsep di atas dapat dikelompokkan menjadi 3 sub konsep, yaitu: 1 Sub konsep part whole terdiri dari sub konsep 2, 6, dan 7. 2 Sub konsep part group terdiri dari sub konsep 1,3, dan 4. 3 Sub konsep number line terdiri dari sub konsep 5. Dari ketiga sub konsep di atas yang digunakan di SD adalah sub konsep part whole yang mencakup bagian dari suatu daerah. Di SD dipelajari beberapa operasi pecahan, antara lain:
33
1 Penjumlahan Pecahan Sifat operasi penjumlahan a b a d n a b
+ + a b +
c b b d + m
a + c
= c
+
b
=
d c
=
b
c
=
d
a + b + c d
(n
+ m
a × d b × d
a + c b
)× +
b × c d × b
2 Pengurangan Pecahan Sifat operasi pengurangan a c − b b a b c − − d d d a c − m n b b a c − b d
a − c b a − b − c = d
=
=
(n
=
a × d b × d
− m
a − c b b × c − d × b
)×
34
3 Perkalian pecahan Sifat perkalian pecahan a b
c a = × d d b a b = n × n : b a a 1 a × : n = b n b a c n = (n : m b d :
: m
a b
)×
×
d c
4 Pembagian Pecahan Sifat pembagian pecahan
a b a c
c d c×b = d a×d = b
=
→
a×d = b×c
;
b
;
d
a×d c c×b = a
=