BAB II KAJIAN TEORI
2.1. Keikutsertaan dalam Organisasi 2.1.1. Pengertian Organisasi Menurut Sutarto (1985) mengatakan bahwa organisasi adalah sistem yang saling
berpengaruh antar orang dalam kelompok yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.. Organisasi merupakan suatu kesatuan yang didalamnya terdapat sejumlah komponen (berupa manusia maupun non manusia) yang saling berinteraksi dan berpengaruh, semuanya bergerak ke arah tujuan yang telah ditentukan. Organisasi adalah suatu kesatuan yang terdiri atas bagian atau orang-orang dalam suatu perkumpulan untuk mencapai tujuan tertentu. Depdiknas (1990) mengatakan organisasi juga dapat dikatakan suatu kerjasama antara orang yang satu dengan yang lain dalam suatu perkumpulan
untuk
mencapai
tujuan
bersama.
Muhamad
(2000)
mengatakan organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Bernard (1938) mengatakan bahwa “ Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih” (Define organization as a system cooperative of two or more persons) yang sama – sama memiliki visi dan misi yang sama. Lubis dan Husaini (1987) mengatakan organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial 10
11
dari sekelompok manusia, yang berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masingmasing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya. Sutarto (1985) mengatakan organisasi adalah sistem yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Schein (dalam Muhammad, 2000), mengatakan organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Barnard (1938) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu sistem aktivitas kooperatif antara dua orang atau lebih. Griffin (1959) mengatakan organisasi merupakan penugasan orang-orang kedalam fungsi pekerjaan yang harus dilakukan agar terjadi aktivitas kerjasama dalam mencapai tujuan.
Sedangkan
pengorganisasian
merupakan
penyusunan
dan
pengelompokan bermacam-macam pekerjaan berdasarkan jenis pekerjaan, urutan sifat dan fungsi pekerjaan, waktu dan kecepatan. Dari beberapa teori di atas pada penelitian ini teori yang dipakai adalah teori Lubis dan Husaini yang mengatakan organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan
12
tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya. 2.1.2. Organisasi Kemahasiswaan a. Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah orang yang belajar di Perguruan Tinggi, baik di Universitas, Institusi atau Akademi. Takwin (2008) mengatakan mahasiswa adalah mereka yang terdaftar sebagai murid diperguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. Masa mahasiswa meliputi rentang umur 18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Winkel (1997) mengatakan rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV, periode 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII. b. Organisasi Kemahasiswaan UNNES (2003) mengatakan organisasi kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecerdasan serta integrasi kepribadian. UNNES (2003) mengatakan Kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan mahasiswa yang meliputi penalaran dan keilmuan, minat dan kegemaran serta upaya perbaikan kesejahteraan mahasiswa di perguruan tinggi. Schein (dalam Muhammad, 2000) mengatakan organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa
13
tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melaui hierarki otoritas dan tanggungjawab. Murdiyatmoko dan Handayani (2004) mengatakan interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial. Berdasarkan
Kepmen
Dikbud
nomor:155/U/1998
(dalam
Widayanti (2005) organisasi kemahasiswaan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam proses pendidikan di perguruan tinggi. Keberadaan organisasi
mahasiswa
merupakan wahana dan sarana
pengembangan diri mahasiswa kearah perluasan wawasan, peningkatan kecendekiawanan, integritas kepribadian, menanamkan sikap ilmiah, dan pemahaman tentang arah profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama serta menumbuhkan rasa dan kesaatuan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi kemahasiswaan merupakan suatu bentuk kelompok dari beberapa orang atau mahasiswa dengan suatu koordinasi yang melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecerdasan. Dalam organisasi terdapat adanya suatu hubungan atau interaksi antara anggota yang satu dengan anggota yang lain untuk melakukan suatu kerjasama demi tercapainya suatu tujuan.
14
c. Bentuk Organisasi Kemahasiswaan Pada saat ini, dikenal dua macam organisasi mahasiswa menurut As’ari (2007) mengatakan organisasi intera kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi intera kampus yaitu organisasi yang berada di dalam kampus, yang ruang lingkup kegiatan dan anggotanya hanya terbatas pada mahasiswa yang ada di kampus tersebut atau sewaktu-waktu melibatkan peserta dari luar. Organisasi intra ini terbagi dalam dua bagian, yaitu pertama, berdasarkan ruang lingkupnya yang terdiri dari organisasi tingkat jurusan (ruang lingkupnya satu jurusan), organisasi tingkat fakultas (ruang lingkupnya satu fakultas) dan organisasi tingkat universitas (ruang lingkup tingkat universitas). Kedua, organisasi berdasarkan minat dan bakat atau lebih dikenal dengan Kelompok Bakat Minat (KBM) dengan ruang lingkupnya ada yang setingkat fakultas dan yang lebih banyak setingkat universitas. Organisasi ekstra kampus merupakan organisasi yang berada di luar kampus, di mana ruang lingkup dan anggotanya adalah mahasiswa seperguruan tinggi atau lintas perguruan tinggi. Pada dasarnya organisasi kemahasiswaan Widayanti, (2005) mengatakan adalah wahana berlatih mahasiswa sepenuhnya diselenggarakan oleh, untuk dan dari mahasiswa, oleh karena itu, keberadaan, bentuk dan tempatnya sepenuhnya tergantung dari prakarsa dan kemauan mahasiswa. Walaupun demikian organisasi kemahasiswaan di dalam kampus beserta aktifitasnya harus semata – mata ditujukan untuk kepentingan pendidikan
15
dan pengembangan mahasiswa sejalan dengan misi perguruan tinggi yang bersangkutan. d. Bentuk Organisasi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga adalah: KUKM
UKSW,
(2011).
(1)Badab
perwakilan
Mahasiswa
Universitas (BPMU) adalah lembaga perwakilan dan permusyawaratan mahasiswa di aras Universitas. (2) Senat Mahasiswa Universitas (SMU) adalah
lembaga
eksekutif
mahasiswa
di
aras
universitas
yang
mengkoordinasikan aktifitas mahasiswa di aras Universitas dan Fakultas. (3) Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF)
adalah lembaga
perwakilan dan permusyawaratan mahasiswa diaras fakultas.(4)Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) adalah lembaga eksekutif di aras fakultas yang mengkoordinasikan aktivitas mahasiswa di aras fakultas dan atau program studi. (5)Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) adalah himpunan mahasiswa yang terdapat pada fakultas tertentu yang mempunyai program studi. (6) Kelompok Bakat Minat (KBM) yang merupakan himpunan mahasiswa yang memiliki satu kesamaan minat, bakat,dan perhatian pada bidang tertentu yang terintegrasi dengan LK di atas fakultas atau universitas, KBM ini termasuk dalam naungan SMF. e. Tujuan organisasi di Universitas Kristen Satya Wacana adalah: KUKM UKSW, (2011). (1)Menjadi wahana bagi mahasiswa untuk berperan serta dalam mewujudkan tujuan perguruan tinggi pad aumumnya dan Universitas Kristen Satya Wacana pada Khususnya.(2) Menjadi wahana untuk membina persekutuan dan persaudaraan untuk kesejahteraan
16
mahasiswa. (3)Menjadi wahana mempersiapkan calon – calon pemimpin yang kritis-prinsipil, kreatif-realistis dan non- konformis. (4) Menjadi saluran bicara mahasiswa untuk menyalurkan aspirasi konstruktif dan bertanggung jawab, yang hidup dikalangan mahasiswa. f. Fungsi dan Peranan Lembaga Kemahasiswaan Universitas Kristen Satya Wacana adalah : KUKM UKSW, (2011). (1)Menjadi wahana bagi mahasiswa untuk berperan serta dalam mewujudkan tujuan Perguruan Tinggi pada umumnya dan Universitas Kristen Satya Wacana pada khususnya. (2) Menjadi wahana untuk membina persekutuan dan pesaudaraan untuk kesejahteraan mahasiswa. (3) Menjadi wahana mempersiapkan calon-calon pemimpin yang kritis-analitis-obyektif, kreatif-inovatif, adaptif, dinamis, dedikatif dan terampil yang religius. (4) Menjadi wahana bagi mahasiswa untuk menyalurkan aspirasi kontruktif dan bertanggung jawab, yang hidup di kalangan mahasiswa. g. Tugas dan Wewenang Organisasi yang ada di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 1. Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas KUKM UKSW, (2011). (1) Memilih dan menetapkan
Ketua
Umum SMU. (2) Membantu Ketua Umum SMU terpilih membentuk kepengurusan SMU. (3) Menyusun dan menetapkan GBHPLK di aras Universitas. (4) Menilai dan memberikan persetujuan terhadap program kerja dan anggaran yang diajukan oleh SMU untuk selanjutnya disahkan oleh Rektor. (5) Mengawasi dan menilai pelaksanaan program kerja dan
17
anggaran SMU. (6) Memberikan saran dan pemikiran kepada SMU baik diminta maupun tidak diminta. (7) Meminta penjelasan kepada SMU tentang suatu hal yang penting dan mendesak. (8) Menyalurkan usul-usul lain yang diajukan oleh BPMF dan/atau mahasiswa kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (9) Memberikan saran-saran yang kritis-prinsipiil dan kreatif-realistis kepada Pimpinan Universitas. (10) Mengatur pembiayaan pelaksanaan tugas serta wewenang BPMF dan BPMU. (11) Mengubah dan menetapkan KUKM dan selanjutnya diusulkan kepada Rektor untuk disahkan. (12) Menjalankan advokasi terhadap masalahmasalah yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak mahasiswa. (13) Membentuk Peraturan BPMU. (14) Membentuk Keputusan BPMU. (15) Memberhentikan Ketua Umum SMU. (16) Membahas dan mengesahkan rancangan Peraturan BPMU yang diajukan oleh SMU. 2. Senat Mahasiswa Universitas KUKM UKSW, (2011). (1) Menyalurkan aspirasi mahasiswa di aras Universitas. (2) Mewakili mahasiswa dalam kegiatan di dalam dan ke luar Universitas. (3) Mengangkat dan melantik fungsionaris BPMF dan SMF. (4) Mengkoordinasikan struktur program dan anggaran LK dalam Rakor. (5) Meminta laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program kerja dan anggaran SMF melalui BPMF. (6) Menyusun dan mengajukan program kerja dan anggaran berdasarkan GBHPLK Universitas kepada BPMU pada awal kepengurusan untuk selanjutnya disahkan oleh Rektor. (7) Melaksanakan program kerja dan anggaran yang telah disahkan oleh
18
Rektor. (8) Memberikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program dan anggaran kepada Rektor melalui BPMU pada akhir kepengurusan. (9) Memberikan saran dan pemikiran yang kritis-prinsipiil dan kreatif-realistis kepada Pimpinan Universitas. (10) Memberikan penjelasan kepada BPMU baik diminta maupun tidak diminta. (11) Membuat ketentuan khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas eksekutif. (12) Membentuk Peraturan SMU. (13) Membentuk Keputusan SMU. (14) Menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan BPMU untuk dibahas dan disahkan oleh BPMU. (15) Mewadahi pelaksanaan Rapat Koordinasi Lembaga Kemahasiswaan. 3. Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas KUKM UKSW, (2011). (1) Mengutus wakil mahasiswa Fakultas untuk duduk di BPMU. (2) Menarik kembali wakil mahasiswa Fakultas yang duduk di BPMU. (3) Memilih dan menetapkan Ketua SMF. (4) Membantu Ketua SMF Terpilih untuk membentuk kepengurusan SMF. (5) Mengajukan nama fungsionaris SMF Terpilih untuk diangkat oleh SMU. (6) Merumuskan GBHPLK di aras Fakultas. (7) Memberi saran dan pemikiran kepada SMF, baik diminta maupun tidak diminta. (8) Mengawasi dan menilai pelaksanaan program kerja serta anggaran SMF dan menyerahkan penilaiannya kepada SMU. (9) Memberi saran dan pemikiran yang kritis-prinsipiil dan kreatif-realistis kepada Pimpinan Fakultas. (10) Menyalurkan aspirasi mahasiswa Fakultas kepada pihakpihak yang terkait. (11) Melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan SMF
19
secara berkala. (12) Memberhentikan Ketua SMF.(13) Melakukan advokasi
terhadap
masalah-masalah
mahasiswa
berkaitan
dengan
pemenuhan hak-hak mahasiswa. (14) Membentuk Peraturan BPMF. (15) Membentuk Keputusan BPMF. (16) Membahas dan mengesahkan rancangan Peraturan BPMF yang diajukan oleh SMF. 4. Senat Mahasiswa Fakultas KUKM UKSW, (2011) (1) Menyusun dan mengajukan program kerja serta anggaran berdasarkan GBHPLK di aras Fakultas pada permulaan tahun periode
kepada
SMU
melalui
BPMF
untuk
dikoordinasikan. (2) Melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan pada Rapat LK. (3) Memberi laporan pertanggungjawaban kepada SMU melalui BPMF pada akhir periode. (4) Menggiatkan aktivitas mahasiswa Fakultas sebagai basis kegiatan akademik mahasiswa. (5) Mewakili mahasiswa Fakultas dalam kegiatan ke dalam maupun ke luar Universitas. (6) Memberi laporan berkala mengenai perkembangan pelaksanaan program kerja dan anggaran kepada SMU melalui BPMF. (7) Memberikan saran dan pemikiran yang kritis-prinsipiil dan kreatifrealistis kepada Pimpinan Fakultas. (8) Menyalurkan aspirasi mahasiswa di aras Fakultas. (9) Menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan BPMF untuk dibahas dan disahkan oleh BPMF. (10) Membentuk Peraturan SMF. (11) Membentuk Keputusan SMF.
20
5. Himpunan Mahasiswa Program Studi KUKM UKSW, (2011). (1) Membentuk Badan pengurus HMP, yang selanjutnya diangkat dengan Surat Keputusan SMF. (2) Menyusun dan mengajukan program kerja yang berorientasi pada penalaran mahasiswa serta anggarannya berdasarkan GBHPLK aras Fakultas pada permulaan tahun periode kepada SMF untuk dikoordinasikan. (3) Melaksanakan program kerja HMP yang telah ditetapkan pada Rapat Koordinasi
Lembaga
Kemahasiswaan.
(4)
Menggiatkan
aktifitas
mahasiswa program studi sebagai basis kegiatan akademik. (5) Bertanggung jawab kepada SMF. (6) Dapat mengutus perwakilan mahasiswa ke BPMF. (7) Menarik kembali perwakilannya di BPMF. (8) Menghimpun dan menyalurkan aspirasi mahasiswa program studi kepada BPMF. (9) Membentuk Keputusan HMP. 6. Kelompok Bakat Minat KUKM UKSW, (2011). (1) Membentuk Badan Pengurus KBM. (2) Mengajukan diri sebagai KBM pada setiap awal periode LK kepada SMU di aras Universitas atau SMF di aras Fakultas. (3) Menyusun dan mengajukan program kerja serta anggaran berdasarkan GBHPLK pada permulaan periode LK kepada SMF atau SMU untuk dikoordinasikan. (4) Melaksanakan program kerja KBM yang telah ditetapkan pada Rapat Koordinasi Lembaga Kemahasiswaan. (5) Menggiatkan aktivitas mahasiswa sesuai dengan bakat dan minat. (6) Bertanggung kepada SMF atau SMU. (7) Membentuk Keputusan KBM.
jawab
21
2.1.3. Keaktifan dalam Organisasi Kemahasiswaan Suharso dan Retnoningsih, (2005) mengatakan keaktifan berasal dari kata aktif, yang memiliki arti giat, gigih, dinamis dan bertenaga atau sebagai lawan statis atau lamban dan mempunyai kecenderungan menyebar atau berkembang. Keaktifan merupakan suatu perilaku yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan seorang untuk aktif dalam kegiatan. Keaktifan mahasiswa dalam organisasi merupakan suatu perilaku atau tindakan nyata yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan seorang mahasiswa dalam kegiatan organisasi tersebut. Sentosa,
(2008)
mengatakan
berdasarkan
data
penelitian,
ditemukan bahwa motivasi seseorang ikut serta dalam organisasi untuk mendapatkan
kecakapan yang tidak mungkin didapatkan di bangku
perkuliahan. Kecakapan tersebut meliputi, kecakapan mengatur waktu, kecakapan birokrasi, kecakapan surat menyurat, dan kecakapan lainnya, nampak jelas bahwa kecakapan – kecakapan tersebut jarang didapatkan dari bangku kuliah. Selain itu, motivasi lain untuk ikut dalam organisasi adalah untuk memperoleh eksistensi dan aktualisasi diri dalam lingkungan dimana mereka berada. Eksistensi ini terkait dengan keinginan dan ego yang ada dalam diri mahasiswa untuk lebih dikenal oleh mahasiswa – mahasiswa lainya. Bahkan, lingkup tersebut sampai pada keinginan untuk lebih dikenal oleh para dosen di lingkungan fakultas atau program studinya. Motivasi eksistensi ini menjadi bagian yang tak terpisahkan ketika mahasiswa ikut serta dalam suatu organisasi. Melalui organisasi,
22
mahasiswa
percaya
bahwa
potensi
tersebut
dapat
diolah
dan
dikembangkan secara kreatif sehingga memberi kelebihan tersendiri bagi mahasiswa lainnya yang tidak aktif dalam berorganisasi. Selain untuk mengembangkan potensi, motivasi lain yang mendasari mahasiswa untuk berorganisasi adalah untuk mencapai sebuah prestasi, bagi mahasiswa yang aktif berorganisasi, prestasi akademis maupun non-akademis menjadi sebuah kebanggaan tersendiri karena ia memiliki kemampuan yang tidak hanya diukur dari aspek kognitif saja tetapi ia juga bisa membuktikan kemampuan tersebut secara aplikatif dan praktis. Inilah capaian yang dimiliki oleh mahasiswa yang tidak hanya berorientasi kuliah tetapi juga organisasi, suatu kelebihan tersendiri yang membedakan dengan mahasiswa yang berorientasi pada kuliah saja. 2.1.4. Manfaat mengikuti organisasi Dengan mengikuti organisasi dapat memperoleh manfaat terutama dalam menjalin hubungan dengan orang lain karena dalam organisasi setiap anggota dituntut untuk saling berinteraksi dan bekerja sama satu dengan yang lain. Dengan adanya tuntutan tersebut dapat digunakan sebagai wadah untuk belajar dan pengalaman mahasiswa dalam menjalin hubungan atau berinteraksi dengan orang lain, sehingga berguna dalam kehidupan bermasyarakat. (1) Melatih Leadership, karena dalam berorganisasi ada banyak hal yang harus diurus seperti acara – acara organisasi yang tentu melibatkan banyak orang, baik itu sesama mahasiswa anggota organisasi maupun
23
orang – orang diluar organisasi. (2) Belajar mengatur waktu, karena kita harus pandai – pandai mengatur waktu antara tugas kuliah dan tanggung jawab sebagai anggota organisasi. (3) Memperluas jaringan atau Networking, dalam mengikuti organisasi pasti akan menambah teman – teman baru. (4) Mengasah kemampuan sosial, orang yang mengikuti organisasi biasanya akan lebih aktif di bandingkan dengan orang yang tidak mengikuti organisasi. (5) Problem Solving dan Managemen Konflik, dalam mengikuti organisasi kita dituntut untuk belajar memecahkan masalah apabila sewaktu – waktu terjadi kendala mengenai organisasi. Sentosa, (2008) mengatakan selain untuk mengembangkan potensi, motivasi lain yang mendasari mahasiswa untuk berorganisasi adalah untuk mencapai sebuah prestasi. Bagi mahasiswa yang aktif berorganisasi, prestasi akademis maupun non-akademik menjadi sebuah kebanggan tersendiri karena ia memiliki kemampuan yang tidak hanya diukur dari aspek kognitif saja tetapi juga bisa membuktikan kemampuan tersebut secara aplikatif dan praktis. Inilah capaian yang ingin dimiliki oleh mahasiswa yang tidak hanya berorientasi kuliah, tetapi mahasiswa juga mengikuti organisasi, suatu kelebihan tersendiri yang membedakan dengan yang berorientasi pada kuliah saja. Seorang mahasiswa akan memperoleh nilai tambah, jika ia tidak hanya sibuk dengan nilai akademis tetapi juga aktif berorganisasi karena dengan berorganisasi seseorang akan terbiasa bekerjasama dengan orang lain (work as ateam), memiliki jiwa kepemimpinan (work as a leader),
24
terbiasa
bekerja
dengan
managemen
(work
with
management).
Kemampuan tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia yang sebenarnya. Firdaus, (2008) mengatakan kadang seorang mahasiswa aktivis menemui kendala dalam membagi waktu antara kuliah dan organisasi. 2.1.5. Teori azas-azas organisasi Luther Gulick & Lyndall Urwick mengatakan azas-azas organisasi, yaitu: (1) orang yang layak pada struktur organisasi; (2) pengakuan seorang pimpinan puncak sebagai sumber wewenang; (3) yang bersangkutan dengan kesatuan perintah; (4) memakai staf khusus dan umum; (5) departemenisasi berdasarkan tujuan, proses, orang dan tempat; (6) pelimpahan dan pemakaian azas pengecualian; (7) membuat tanggung jawab sepadan dengan wewenang; (8) mempertimbangkan rentang control yang tepat. Dan masih banyak lagi azas-azas organisasi yang dikemukakan oleh para ahli namun pada umumnya memiliki esensi yang sama, diantaranya Alford & Russel Beatty, Henry G. Hodges, Richard N. Owen, Louis A. Allen,Stanley Vance, dan Franklin G. Moore dan lain-lain. 2.1.6. Optimalisasi Performa Individu Dalam Organisasi Apapun bentuk, sifat, dan ukuran organisasi selalu diarahkan pada keberhasilan pencapaian tujuan organisasi (organizational effectiveness) yang telah ditetapkan, dan keberhasilan organisasi ini pada dasarnya merupakan akumulasi dan agregat usaha-usaha sekaligus keberhasilan individu-individu (individual effectiveness) dalam organisasi itu sendiri Gibson (1985). Dengan
25
demikian
dapat
diungkapkan
bahwa
performa
individu
merupakan
determinan terhadap performa organisasi. Oleh karena itu dapat diterima bahwa berbagai upaya dan pendekatan telah dikembangkan untuk menciptakan dan mengoptimalkan performa individu ini, baik oleh praktisi maupun teoritis, baik yang bersifat terapan (applied) maupun teoritis (theoritical), baik ditinjau dari perspektif mikro (micro) maupun makro (macro). Dapat ditegaskan bahwa pendekatan apapun yang dikembangkan baik oleh praktisi maupun teoritisi, baik berspektif mikro ataupun makro, baik bersifat teoritis maupun applied salah satu tekanan yang senantiasa diembannya adalah pada permasalahan bagaimana mengarahkan perilaku individu pada pencapaian tujuan organisasi. Dengan melihat bahwa individu merupakan determinan terhadap efektifitas organisasi dan dengan munculnya pendekatan baru yang disebut pendekatan perilaku organisasi, dimana pendekatan ini concern terhadap individu (individu dinilai sebagai people, bukan thinks), maka tulisan ini hendak
mengkaji
upaya-upaya
secara
global
(makro)
untuk
mengoptimalkan performa individu dalam organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, dengan mendasarkan pada pendekatan perilaku organisasi. Guna membahas kajian tersebut, pada bagian awal tulisan ini akan diuraikan perjalanan dan dinamika menuju pendekatan perilaku organisasi untuk memperolah gambaran secara utuh, integratif, dan holistik akan pendekatan perilaku organisasi tersebut. Bahasan berikutnya mengenai
26
tantangan manajemen. Hal ini mengingat pendekatan perilaku organisasi tetap memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan organisasi, dan untuk hal ini tetap berkaitan dengan upaya-upaya untuk mengarahkan dan mengendalikan perilaku individu, dan sehubungan dengan hal ini tidak dilepaskan dari peranan manajer. Untuk mengarahkan dan mengendalikan perilaku individu dalam organisasi dengan melihat manusia secara utuh (humanistic oriented) maka manajemen harus memahami berbagai variabel yang mempengaruhi perilaku individu tersebut. Oleh karena itu bahasan berikutnya mengenai perilaku individu dalam organisasi. Pada bagian akhir tulisan ini akan dilakukan diskusi dan akan diberikan beberapa rekomendasi untuk memperbaiki dan mengoptimalkan performa individu dalam organisasi. a. Dinamika Menuju Pendekatan Perilaku Organisasi Satu pendekatan yang menandai perkembangan awal dari studi perilaku yang merupakan pendekatan perspektif teoritis-makro yakni yang dikenal sebagai pendekatan tradisional dengan tokoh-tokohnya antara lain W. Taylor dengan Scientific Management-nya, dan Henry Fayol dengan prinsip-prinsip
administrasinya,
serta
Max
Weber
dengan
teori
birokrasinya (theory of bureaucracy). Pendekatan tradisional ini telah memberikan kontribusi dalam studi managemen antara lain : (1) Telah mengenalkan teori-teori rasional yang sebelumnya belum ada, (2) memusatkan perhatian pada peningkatan produktivitas dan kualitas output, (3) Menyediakan mekanisme administratif yang sesuai bagi organisasi, (4)
27
Penerapan pembagian kerja, (5) Meletakkan landasan bagi studi berikutnya mengenai efisiensi metode kerja dan organisasi, (6) Mengembangkan prinsip-prinsip yang umum dalam manajemen. Namun demikian
pendekatan
ini
kemudian
banyak
ditinggalkan
karena
pendekatan ini hanya menekankan aturan-aturan formal, spesialisasi, pembagian tanggung jawab yang jelas dengan memberi perhatian relatif kecil terhadap arti pentingnya personal dan kebutuhan sosial dari individuindividu yang berada dalam organisasi tersebut Bennet (1994). Bennet juga menegaskan bahwa pendekatan klasik ini memperlakukan individuindividu dalam organisasi secara mekanistik-menilai bahwa secara eksklusif manusia hanya termotivasi oleh keinginan untuk memperoleh penghargaan berupa finansial yang tinggi. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah pendekatan baru yakni pendekatan hubungan kerja kemanusiaan (human relation approach). Pendekatan ini muncul dengan diawali dengan eksperimen Hawthorne (Hawthorne experiments) oleh Elton Mayo dan team Industrial Recearch dari Universitas Harvard. Pendekatan Human Relations telah memberikan wacana baru dalam study manajemen dengan memberikan beberapa sumbangan pemikiran dan hipotesis baru antara lain: (1) secara eksplisit pertama kali mengenalkan peranan dan pentingnya hubungan interpersonal dalam perilaku kelompok, (2) secara kritis menguji kembali hubungan antara gaji dan motivasi, (3) mempertanyakan anggapan bahwa masyarakat
merupakan kelompok
individu
yang
berusaha untuk
28
memaksimalkan pemenuhan kepentingan personalnya
sendiri,
(4)
menunjukkan bahwa bagaimana sistem teknis dan sistem sosial saling berhubungan, (5) menunjukkan hubungan di antara kepuasan kerja dan produktivitasnya Bennet (1994). Dalam bagian yang sama Bennet menunjukkan beberapa kelemahan dari pendekatan ini yakni pendekatan ini mengesampingkan pengaruh struktur organisasi terhadap perilaku individu, memandang organisasi sebagai sistem tertutup (closed system) dan mengabaikan kekuatan lingkungan politik, ekonomi dan lingkungan yang lain, tidak menjelaskan pengaruh kesatuan kerja terhadap sikap dan perilaku individu, meremehkan motivasi, keinginan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan kesadaran sendiri berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, memusatkan perhatian kepada pengaruh kelompok kecil namun mengabaikan pengaruh struktur sosial yang lebih luas. Kemudian pada tahun 1970-an muncul pendekatan yang berspektif mikro teoritis yakni yang dikenal dengan istilah pendekatan perilaku organisasi (organizational behavior approach). Berkaitan dengan ini Thoha, (1990) mengatakan bahwa perilaku organisasi adalah secara langsung berhubungan dengan pengertian, ramalan, dan pengendalian terhadap tingkah laku orang-orang di dalam organisasi, dan bagaimana perilaku orang-orang tersebut mempengaruhi usaha-usaha pencapaian tujuan organisasi.
29
Duncan juga menjelaskan bahwa (1) studi perilaku organisasi termsuk di dalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu tingkah laku yang berusaha menjelaskan tindakan-tindakan manusia didalam organisasi, (2) perilaku organisasi sebagaimana suatu disiplin mengenal bahwa individu dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan diatur dan siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya, (3) walaupun dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan tugas pekerjaan bisa dijalankan. Kesimpulannya pendekatan ini mengusulkan beberapa cara supaya usaha-usaha individu itu bisa terkoordinir dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Lebih terperinci Gibson memberikan beberapa point yang perlu dicatat berkaitan dengan pendekatan perilaku organisasi ini yakni bahwa pendekatan perilaku organisasi merupakan: (1) way of thingking : tingkat analisis pada level individu, kelompok, dan organisasi, (2) interdiciplinary field : memanfaatkan berbagai disiplin, model, teori dan metode dari disiplin yang ada, (3) humanistic orientation : manusia dan segala sikap, perilaku, persepsi, kapasitas, perasaan, dan tujuannya merupakan nilai utama, (4) performance oriented : selalu mengarahkan pada performance, (5) external environment : lingkungan eksternal dilihat memiliki pengaruh terhadap perilaku organisasi, (6) metode ilmiah (scientific methode) berperanan penting dalam mempelajari variabel dan hubungan, dan (7)
30
application orientation : memusatkan perhatian untuk menjawab berbagai permasalahan yang muncul dalam konteks manajemen organisasi. Dengan demikian dapat digaris bawahi bahwa pendekatan perilaku organisasi merupakan multidisipliner, integrated, comprehensive, dan people centered approach, pendekatan yang memandang organisasi sebagai suatu sistem sosial, sehingga tidak lagi memandang organisasi sebagai wadah/alat semata, sehingga dalam rangka memperbaiki produktifitas (productivity improvement) dalam arti luas guna mencapai efektivitas organisasi (organizational effectivity) tidak cukup memberi tekanan pada struktur dan desain organisasi (organizational structure and design) saja tetapi hendaknya juga dan lebih pada manusianya (human). Gambar 1. Management Skills Necessary at Various Levels of an Organisasi SKILL NEEDED
Executive Managerial Supervisory
Human
Conseptual
Technical
Nonsupervisory
Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa human skill merupakan kapasitas yang krusial dalam setiap level manajemen. Hersey juga menegaskan bahwa human skill telah dipandang penting pada masa lalu, namun menjadi utama pada saat ini. Untuk dapat mencapai kepemimpinan
31
yang efektif yang secara langsung juga mengarahkan perilaku individu yang berorientasi tujuan organisasi (goal oriented behavior) maka perlu adanya pemahaman yang jelas terhadap berbagai variabel yang mempengaruhi perilaku organisasi. b. Perilaku Individu Individu dalam memasuki lingkungan barunya yakni organisasi akan membawa beberapa unsur yang telah membentuk karakteristiknya antara
lain
kemampuan,
kebutuhan,
kepercayaan,
pengalaman,
pengharapan. Namun demikian lingkungan barunya pun memiliki karakteristik sendiri yang berupa keteraturan yang diwujudkan dalam susunan
hirarki,
pekerjaan-pekerjaan,
tugas-tugas,
wewenang
dan
tanggung jawab, sistem penggajian (reward system), sistem pengendalian dan lain sebagainya. Kemudian dalam proses pencapaian tujuan organisasi, kedua karekteristik ini melakuakn interaksi dan akan membentuk suatu perilaku individu dalam organisasi (Anderson dan Anna Kyprianou, 1994; Thoha, 36). Lebih lanjut Thoha menggambarkannya sebagai berikut :
32
Gambar 2. Model Umum Perilaku dalam Organisasi Kareakteristik Individu Kemampuan Kebutuhan Kepercayaan Pengalaman Pengharapan Dan lainnya
Perilaku Individu Dalam Orgnisasi
Kareakteristik Organisasi Hirarki Tugas-tugas Wewenang Tanggungjawab Sistem Reward Sistem Kontrol Dan lainnya
Oleh karena itu manajer yang efektif adalah manajer yang mampu memahami karakteristik individu-individu yang berada dalam organisasi tersebut, dan hal ini dapat dilakukan dengan memahami prinsip-prinsip dasar yang mempengaruhi perilaku individu. Thoha (1990) menyebutkan beberapa prinsip dasar tersebut yakni: (1) manusia berbeda perilakunya karena kemampuannya tidak sama, (2) manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda, (3) orang berpikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang bagaimana bertindak, (4) seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya, (5) seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang (affective), (6) banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang. Dengan demikian tantangan yang dihadapi manajemen adalah
33
berkaitan dengan kemampuan untuk mengidentifikasikan setiap perilaku individu yang berada dalam organisasi dengan berbagai historical background-nya, dan tentunya ini perlu suatu strategi dan teknik tertentu. Secara lebih mendetail dan lebih terperinci Gibson (1985) mengidentifikasikan berbagai variabel yang mempengaruhi perilaku dan performa individu dalam organisasi, dan hal ini digambarkan pada gambar 3. Gambar 3. Variables That Influence Behavior and Performance
Individual Variabel Abilities and skills Mental Physical Background Family Social Class Experiences Democratis Age Race Sex
Individual behavior (e.g) What a person does Performance (e.g) Desired result
Psychological Variables Perception Attitude Personality Learning Motivasion
Organizational Variabel Resources Leadership Rewards Structure Job desaign
Dari ilustrasi di atas dapat diamati bahwa banyak variabel yang mempengaruhi dan menentukan perilaku dan performa individu, tidak hanya dari variabel organisasional, namun juga dari variabel individual dan variabel psikologis, yang semuanya tentunya perlu mendapat perhatian manajer secara menyeluruh dan terintegrasi.
34
Yakni dengan (1) partisipasi individu dalam pembuatan keputusan, (2) kondisi kerja dan budaya organisasi yang membuat krasan (convenient), (3) adanya program pengembangan karier yang jelas, (4) hubungan interpersonal dan intergroup yang harmonis, (5) gaya kepemimpina yang mendukung situasi dan kondisi yang harmonis dan kondusif untuk mengembangkan daya kreativitas dan inovatif atau dengan konsep Osborne dan Gaebler lebih mengarah ketimbang mengayuh, (6) tingkat stres yang seminimal mungkin. 2.2. Pengertian Interaksi Sosial Gerungan (2000) mengatakan interaksi sosial yaitu individu yang satu dapat menyesuaikan secara autoplastis kepada individu yang lain, di mana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain. Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu. Walgito (2003) mengatakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan saling timbal balik. Ali (2004) mengatakan Interaksi sosial adalah hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok atau hubungan kelompok dengan kelompok disebut sebagai interaksi sosial. Mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang
35
menjadi pasangannya. Shaw (1991) mengatakan interaksi adalah suatu pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Interaksi sosial adalah proses, melalui tindak balas tiap-tiap kelompok berturut-turut menjadi unsur penggerak bagi tindak balas dari kelompok yang lain. Roucek dan Warren (dalam abdul syani, 2007) mengatakan interaksi social adalah suatu proses timbal balik, dengan dimana satu kelompok dipengaruhi oleh tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan berbuat demikian ia mempengaruhi tingkah laku orang lain (Pandangan ini disampaikan oleh Interaksi sosial menurut kajiannya ahli sosiologi Gillin dan Gillin, (1992) mengatakan proses-proses sosial yaitu cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Bonner, ( 1992): “Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara 2 individu atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya”.
Dari beberapa pengertian Interkasi sosial menurut para ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa, interaksi sosial adalah hubungan timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari
36
sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi. 2.2.1. Yang mendorong terjadinya interaksi sosial menurut Gerungan (2000 ) berdasarkan pada beberapa faktor, yaitu : a. Faktor peniruan atau imitasi Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara orang banyak. Individu yang hanya mengandalkan perilaku dari meniru dapat mengakibatkan individu tersebut menjadi tidak berkembang dan menghambat perkembangan kebiasaan berpikir kritis. Imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan dimana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, mereka melakukan dari apa yang mereka lihat. Adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejalagejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia, yang mendangkalkan kehidupannya. b.
Faktor sugesti Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Sugesti adalah pengaruh psikis, baik yang datang dari diri sendiri, maupun yang datang dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Wagito, (2003). “ Misalnya seseorang sering merasa sakit-sakit saja, walaupun secara objektif yang bersangkutan dalam keadaan sehat-sehat saja. Tetapi karena auto-sugesti orang tersebut merasa tidak dalam keadaan sehat........ dalam lapangan psikologi sosial peranaan hetero-sugesti lebih menonjol bila dibandingkan dnegan auto-sugesti. Dalam kehidupan sosial banyak individu menerima sesuatu cara, pedoman, pandangan, norma, dan sebagainya dari orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu terhadap apa yang diterimanya “
Secara garis besar terdapat beberapa keadaan tertentu serta syaratsyarat yang memudahkan sugesti terjadi yaitu: sugesti karena hambatan berfikir, sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah, segesti karena otoritas, sugesti karena mayoritas dan sugesti karena “will to believe”.
37
c.
Faktor identifikasi Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. Sebenarnya manusia itu, ketika masih berkekurangan akan norma, sikap-sikap, cita-cita atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacam-macam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih berkekurangan pegangan itu. Demikianlah manusia itu terus menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama didalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasisituasi kehidupannya serba ragam.
d.
Faktor simpati Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain (Gerungan, 2000). Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan, seperti juga pada proses identifikasi. Saling mempengaruhi dalam interaksi sosial yang berdasarkan simpati, jauh lebih mendalam akibatnya daripada yang terjadi atas dasar imitasi atau sugesti. Dari keterangan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dalam interaksi sosial, saling pengaruh atau saling mengubah tingkah laku antara manusia itu merupakan kelangsungan yang kompleks, tetapi diantaranya dapat dibedakan faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati yang masing-masing, sendiri atau dalam gabungan dengan yang lain, mempunyai peranannya. Interaksi sosial dapat dibagi menjadi tiga yaitu kerjasama, persaingan dan pertentangan atau pertikaian (Soekanto, 2002): a. Kerja sama (Co-operation) Kerja sama akan timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama, mempunyai pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
b. Persaingan (Competition) Persaingan dapat diartikan sebagai proses bilamana perorangan atau kelompok bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu tertetnu menjadi pusat perhatian umum dengan
38
cara usaha-usaha menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. c. Pertentangan/pertikaian (Conflict) Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Walaupun pertentangan merupakan proses disosiasif yang agak tajam, akan tetapi pertentangan sebagai salah satu bentuk proses sosial juga mempunyai fungsi positif bagi masyarakat. 2.2.2. Aspek-aspek yang Mendasari Interaksi Sosial a.
Komunikasi Soekanto,
(2002)
memberikan tafsiran pada
mengatakan perilaku
komunikasi orang
lain
adalah (yang
bahwa
berwujud
pembicaraan, gerak-gerik badaniah, atau sikap, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dalam komunikasi terdapat empat unsur antara lain: adanya pengirim dan penerima berita, adanya berita yang dikirimkan, ada media atau alat pengirim berita, ada sistem simbol yang digunakan untuk menyatakan berita. Dayaksini,
(2003)
mengatakan
verbal
ataupun
nonverbal
merupakan saluran untuk menyampaikan perasaan ataupun ide/pikiran dan sekaligus sebagai media untuk dapat menafsirkan atau memahami pikiran atau perasaan orang lain. Komunikasi tidak lepas dari kehidupan individu karena dengan komunikasi individu dapat berhubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan. Dalam mengadakan kerja sama untuk mnecapai suatu tujuan individu juga mengadakan interaksi dan dalam interaksi tersebut terdapat
39
komunikasi. Komunikasi sangat penting dalam kehidupan dan merupakan unsur yang penting dalam menjalin interaksi sosial. Dengan adanya komunikasi, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok atau orang perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lain. b. Sikap Wirawan, (1999) mengatakan Sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan). Sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi, dan diubah, dengan demikian sikap seseorang atau individu tergantung dimana individu tersebut tinggal. Walgito, (2000) mengatakan sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau perilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya. Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap dapat bersifat positif, dan dapat pula bersifat negatif. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu. c. Tingkah Laku Kelompok Menurut tokoh psikologi dari aliran klasik tingkah laku kelompok adalah hubungan dari tingkah laku individu secara bersama-sama. Tingkah laku individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari
40
stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Dalam suatu kelompok seorang individu akan bertingkah laku dengan individu atau sesama anggota dalam kelompok dengan mengadakan hubungan dan kerja sama. Menurut Walgito (2000) mengatakan tingkah laku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, maupun berpengaruh pada lingkungan, demikian pula lingkungan dapat mempengaruhi individu dan sebaliknya. Dalam suatu kelompok, tingkah laku individu dapat saling mempengaruhi dan individu juga dapat membentuk tingkah lakunya sesuai dengan kelompok yang ada. Tingkah laku yang terjadi dalam suatu kelompok mempengaruhi terbentuknya kerja sama dalam kelompok tersebut. d. Norma Sosial Gerungan, (2000) mengatakan norma sosial adalah patokanpatokan umum mengenai tingkah laku dan sikap individu anggota kelompok yang dikehendaki oleh kelompok mengenai bermacam-macam hal yang berhubungan dengan kehidupan kelompok yang melahirkan norma-norma tingkah laku dan sikap-sikap itu mengenai segala situasi yang dihadapi oleh anggota kelompok. 2.2.3. Komponen Interaksi Sosial Menurut Gerungan (2000), Walgito (2003), (dalam Widayanti, 2005) Interaksi sosial merupakan suatu hubungan timbal balik yang dilakukan antara dua orang atau lebih baik secara individu maupun secara kelompok, di mana dalam interaksi sosial tersebut tidak lepas dari komunikasi dan penyesuaian diri. Adapun komponen-komponen interaksi sosial dirumuskan sebagai berikut:
41
a. Hubungan timbal balik Manusia senantiasa hidup dalam suatu lingkungan, baik lingkungan fisik, psikis, atau spiritual, yang di dalamnya terdapat hubungan timbal balik. Menurut Gerungan (2002) di dalam hubungan timbal balik akan terjadi saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungannya. Sejak dilahirkan manusia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memuhi kebutuhan biologisnya. Pada perkembangan menuju kedewasaan, interaksi sosial diantara manusia dapat merealisasikan kehidupannya secara individual. Hal ini dikarenakan jika tidak ada timbal balik dari interaksi sosial maka manusia tidak dapat merealisasikan potensi-potensinya sebagai sosok individu yang utuh sebagai hasil interaksi sosial. Potensi-potensi itu pada awalnya dapat diketahui dari perilaku kesehariannya. Pada saat bersosialisasi maka yang ditunjukkannya adalah perilaku sosial. Pembentukan perialku sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Pada aspek eksternal situasi sosial memegang pernana yang cukup penting. Gerungan (1978) Situasi sosial diartikan sebagai tiap-tiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain). Dengan kata lain setiap situasi yang menyebabkan terjadinya interaksi social dapatlah dikatakan sebagai situasi sosial. Contoh situasi sosial misalnya di lingkungan pasar, pada saat rapat, atau dalam lingkungan pembelajaran pendidikan jasmani. b. Komunikasi antara kedua belah pihak Walgito, (1991) mengatakan komunikasi merupakan suatu proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti, baik yang berwujud informasi, pemikiran, pengetahuan ataupun yang lainnya dari penyampai (komunikator) kepada penerima (komunikan). Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan informasi, ide, ataupun pemikiran, pengetahuan, konsep dan lain-lain kepada orang lain secara timbal balik. Dengan komunikasi manusia dapat bekembang dan dapat melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan mahasiswa dalam organisasi memberikan kontribusi dan latihan pada mahasiswa dalam berkomunikasi. Tuntutan-tuntutan yang harus dilaksanakan dalam organisasi mengharuskan mahasiswa untuk berkomunikasi dengan orang atau anggota yang lain, sehingga memberikan pengalaman pada mahasiswa dalam berkomunikasi secara baik. c. Penyesuaian diri dari setiap individu Dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Walgito, (1991) mengatakan pengertian penyesuaian disini dalam arti yang luas yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan disekitarnya, atau
42
sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan. Penyesuaian diri sangat penting dalam membantu individu mengadakan suatu interaksi sosial dengan lingkungannnya, karena dengan penyesuaian diri individu dapat menempatkan dirinya sesuai posisinya. Bergabungnya individu dalam suatu kelompok atau organisasi membantu individu dalam menyesuaiakan diri dengan kegiatan-kegiatan yang diikutinya. Mereka juga dapat belajar memahami diri sendiri dan orang lain dengan berbagai karakteristik yang berbeda. 2.2.4. Pengaruh Organisasi Terhadap Interaksi Sosial Seorang mahasiswa akan memperolah nilai tambah, jika ia tidak hanya sibuk dengan nilai akademis tetapi juga aktif berorganisasi karena dengan berorganisasi seseorang akan terbiasa bekerjasama dengan orang lain, karena dengan mengikuti organisasi mahasiswa akan memiliki jiwa kepemimpina, akan memiliki relasi yang banyak baik didalam kampus maupun diluar kampus, interaksi sosial dengan orang lain pun juga akan lebih kelihatan baik, karena dengan mengikuti organisasi kita dituntut untuk dapat bekerja sama dengan orang lain, mahasiswa yang mengikuti organisasi juga akan memiliki kemampuan interaksi sosial yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi . Work as a team, memiliki jiwa kepemimpinan (works as a leader),terbiasa bekerja dengan managemen (work with managemen) mahasiswa yang mengikuti organisasi akan terbiasa bekerja dengan mengatur waktu, karena dalam organisasi mahasiswa dituntut untuk bisa mengarur waktu, tidak hanya itu saja mahasiswa yang mengikuti organisasi juga dituntut untuk belajar memecahkan masal.
43
Hal ini dilakukan agar anggota organisasi bisa mencari jalan keluar atau memecahkan masalah sewaktu-waktu dalam organisasi yang diikutinya mengalami masalah. Kemampuan tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia yang sebenarnya. Tetapi kadang seorang mahasiswa aktif organisasi menemui kendala dalam membagi waktu antara kuliah dan organisasi, ada mahasiswa yang beranggapan bahwa mengikuti organisasi malah akan membuat prestasi akademisnya menurun, sehinggan mereka mengambil keputusan tidak mengikuti organisasi saja dan memilih untuk fokus dalam perkuliahannya. (Firdaus, 2008). 2.3. Penelitian yang Relevan Penelitian Widayanti (2005), yang berjudul Perbedaan Interaksi Sosial Mahasiswa S1 yang Mengikuti dan Tdak Mengikuti Organisasi Kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Tahun Akademik 2004/2005, menemukan bahwa mahasiswa yang mengikuti keorganisasian yang ada di kampus memiliki interaksi sosial yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengikuti keorganisasian. Penelitian Rusiaty (2003), yang berjudul Perbedaan Kemandirian Siswa yang Aktif dengan yang Tidak Aktif Berpartisipasi dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler Di Sekolah Menengah Kebangsaan Kundasang, Ranau, Sabah, Malaysia Tahun Pelajaran 2002/2003, menemukan bahwa kemandirian siswa yang aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler lebih tinggi
44
dibandingkan dengan kemandirian siswa yang tidak aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler. Penelitian Fitrianingsih (2003), yang berjudul Pengaruh Keaktifan Pengurus OSIS terhadap Kepercayaan Diri (Studi tentang Pengurus OSIS SMU
Negeri
Kutasari
Tahun
Pelajaran
2002/2003).
Semarang.
Menemukan tentang pengaruh keaktifan pengurus OSIS terhadap kepercayaan diri menunjukkan bahwa “Kepercayaan diri siswa dapat diperoleh dari banyaknya pengalaman dalam organisasi, karena dalam organisasi siswa akan terbiasa merencanakan dan melaksanakan sebuah kegiatan dan melalui kegiatan siswa akan berinteraksi dengan orang lain. 2.4. Hipotesis a. Hipotesis empirik Ada perbedaan yang signifikan kemampuan interaksi sosial antara mahasiswa yang mengikuti organisasi dan mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2008,2009, dan 2010 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. b. Hipotesis statistik Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H0 : µl = µp : tidak ada perbedaan kemampuan interaksi sosial yang signifikan
antara
mahasiswa
yang
mengikuti
organisasi dan mahasiswa yang tidak mengikuti
45
organisasi pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2008, 2009, dan 2010 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. H1 : µl ≠ µp : ada perbedaan kemampuan interaksi sosial yang signifikan
antara
mahasiswa
yang
mengikuti
organisasi dan mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2008, 2009, dan 2010 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.