BAB II KAJIAN TEORI A.
Budaya Kerja A.1.
Pengertian Budaya Kerja
Budaya berasal dari bahasa sansakerta “budhayah” sebagai bentuk jamak dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan
akal
pikiran,
nilai-nilai
dan
sikap
mental
(Kepmenpan
No.
25/KEP/M.PAN/04/2002). Budidaya berarti memberdayakan budi sebagaimana dalam bahasa Inggris di kenal sebagai culture (latin–cotere) yang semula artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu (mengolah tanah pertanian), kemudian berkembang sebagai cara manusia mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity), dan hasil karyanya (performance). Budidaya dapat juga diartikan sebagai keseluruhan usaha rohani dan materi termasuk potensi-potensi maupun keterampilan masyarakat atau kelompok manusia. Budaya selalu bersifat sosial dalam arti penerusan tradisi sekelompok manusia yang dari segi materialnya dialihkan secara historis dan diserap oleh generasi-generasi menurut “nilai” yang berlaku. Nilai disini adalah ukuran-ukuran yang tertinggi bagi perilaku manusia. Slocum (1995) (dalam West, 2000) mendefinisikan budaya sebagai asumsiasumsi dan pola-pola makna yang mendasar, yang dianggap sudah selayaknya dianut dan dimanifestasikan oleh semua fihak yang berpartisipasi dalam organisasi. Budaya diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi (Osborn dan Plastrik, 2000). Sehingga untuk merubah sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang yang telah melekat.
8
2
Pada bagian lain Sofo. F (2003) memandang budaya sebagai sesuatu yang mengacu pada nilai-nilai, keyakinan, praktek, ritual dan kebiasaan-kebiasaan dari sebuah organisasi. Dan membantu membentuk perilaku dan menyesuaikan persepsi. Pentingnya budaya dalam mendukung keberhasilan satuan kerja menurut Newstorm, JW dan Keith Davis (1993) budaya memberikan identitas pegawainya, budaya juga sebagai sumber stabilitas serta kontinyuitas organisasi yang memberikan rasa aman bagi pegawainya, dan yang lebih penting adalah budaya membantu merangsang pegawai untuk antusias akan tugasnya. Tujuan fundamental budaya adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan (Triguno, 2004). Secara sederhana kerja didefiniskan sebagai segala aktivitas manusia mengerahkan energi bio-psiko-spiritual dirinya dengan tujuan memperoleh hasil tertentu (Sinamo. JH, 2002). Menurut Hasibuan (2000) kerja adalah pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu. Kerja perlu diartikan sebagai kegiatan luhur manusia. Bukan saja karena kerja manusia dapat bertahan hidup tetapi juga kerja merupakan penciptaan manusia terhadap alam sekitarnya menjadi manusiawi. Dengan demikian kerja juga merupakan realisasi diri. (S. Poepowardojo, 1985).
3
Pada hakekatnya bekerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk mengaktualisasikan dirinya. Bekerja merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian suatu tujuan (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Budaya kerja sudah lama dikenal oleh manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisai. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya dan mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja. (Triguno, 2004) Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja”. Triguno, 1996 (dalam Prasetya, 2001). Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, member inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik, dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani (Kepmenpan Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002). Sulaksono, (2002) budaya kerja adalah ‘the way we are doing here” artinya sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas. Dengan demikian, maka
4
setiap fungsi atau proses kerja harus mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya, yang mengakibatkan berbedanya pula nilai-nilai yang sesuai untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Seperti nilai-nilai apa saja yang sepatutnya dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya seperti “budaya kerja” merupakan suatu proses tanpa akhir” atau “terus menerus”. Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Supriyadi,dan Tri Guno) Biech (dalam Triguno, 2004) bahwa semuanya mempunyai arti proses yang panjang yang terus menerus disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan SDM itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui. Dari berbagai pengertian tentang budaya kerja dapat disimpulkan bahwa budaya kerja adalah cara pandang yang menumbuhkan keyakinan atas dasar nilainilai yang diyakini pegawai untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik. A.2.
Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik : 1. Meningkatkan jiwa gotong royong
5
2. Meningkatkan kebersamaan 3. saling terbuka satu sama lain 4. Meningkatkan jiwa kekeluargaan 5. Meningkatkan rasa kekeluargaan 6. Membangun komunikasi yang lebih baik 7. Meningkatkan produktivitas kerja 8. Tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll. A.3.
Hambatan Budaya Kerja Guru
Budaya Kerja pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang menjadi kebiasaan seseorang dan menentukan kualitas seseorang dalam bekerja. Nilai-nilai itu dapat berasal dari adat kebiasaan, ajaran agama, norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Dari definisi tersebut, rasanya jelas bahwa seseorang yang memiliki budi pekerti, taat pada agama, dan memiliki nilai-nilai luhur akan mempunyai kinerja yang baik dalam arti mau bekerja keras, jujur, anti KKN, serta selalu berupaya memperbaiki kualitas hasil pekerjaannya demi kemajuan organisasi. Ada beberapa nilai-nilai yang mendasari kehidupan kerja seseorang, yaitu : 1). Nilai-Nilai Sosial, yang terdiri dari Nilai Kemanusiaan, Keamanan, Kenyamanan, Persamaan, Keselarasan, Efisiensi, Kepraktisan; 2) Nilai-Nilai Demokratik , yang terdiri dari Kepentingan Individu, Kepatuhan, Aktualisasi Diri, Hak-Hak Minoritas, Kebebasan/Kemerdekaan, Ketepatan, Peningkatan; 3) NilaiNilai Birokratik, yang meliputi Kemampuan Teknik, Spesialisasi, Tujuan Yg Ditentukan, Lugas Dalam Tindakan, Rasional, Stabilitas, Tugas Terstruktur; 4)
6
Nilai-Nilai Profesional, termasuk Keahlian, Wewenang Memutuskan, Penolakan Kepentinan Pribadi, Pengakuan Masyarakat, Komitmen Kerja, Kewajiban Sosial, Pengaturan Sendiri, Manfaat Bagi Pelanggan, Disiplin; 5) Nilai-Nilai Ekonomik, yaitu Rasional, Ilmiah, Efisiensi, Nilai Terukur dengan Materi, Campur Tangan Minimal, Tergantung Kekuatan Pasar. Untuk dapat menghasilkan kinerja yang optimal, seorang PNS dalam hal ini guru sebaiknya berusaha mentransformasikan nilai-nilai tersebut pada unit kerja mereka. Berikut ini hambatan transformasi nilai-nilai budaya kerja yang dialami sebagai berikut : a. Nilai-Nilai Sosial Adanya kesenjangan sosial antar teman sekerja menjadi hambatan utama dan menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan dalam bekerja. Perbedaan pangkat dan kedudukan, termasuk senioritas menjadi salah satu penyebabnya, disamping sebab individual seperti rasa tenggang rasa yang rendah, serta sifat egois yang tinggi Dari segi efisiensi, beban kerja yang terlalu berat dirasakan oleh para junior di tempat kerja. Disamping itu prosedur kerja dirasakan masih terlalu birokratis dan berbelit-belit serta membingungkan. b. Nilai-Nilai Demokratik Faktor utama penyebabnya adalah kondisi mereka yang masih masih CPNS atau masih junior hingga perlakuan-perlakuan tak sedap sering di alami seperti: pembatasan hak-hak, perlakuan diskriminatif antara pegawai senior dengan junior, kesulitan dalam mengurusi masalah administrasi kepegawaian, serta pembatasan pengembangan dan aktualisasi diri. Sebagian besar ini terjadi di
7
sekolah yaitu di lingkungan kependidikan yang notabene identik dengan nilainilai luhur. c. Nilai-Nilai Birokratik Kurangnya tenaga guru menyebabkan seorang guru harus mengajar diluar bidang studi yang menjadi spesialisasinya. Hal itu diperparah dengan sarana dan prasarana sekolah yang tidak lengkap dan kurang mendukung dalam upaya pelaksanaan proses belajar-mengajar yang baik. d. Nilai-Nilai Profesional Hambatan yang cukup dominan antara lain adalah adanya kebiasaan para guru senior yang kurang baik, yaitu sering datang terlambat, tidak masuk kerja tanpa izin, tidak tepat waktu dalam melaksanakan tugas, serta adanya PNS guru yang masih merangkap tugas di lain sekolah. Disamping itu pemberian tugas mengajar di luar bidang studi spesialisasinya sehingga tidak profsional dalam mengajar. e. Nilai-Nilai Ekonomik Masih sering terjadinya potongan-potongan pada gaji tanpa melalui musyawarah terlebih dahulu. Disamping itu kenaikan gaji PNS masih dirasakan kurang signifikan apabia dibandingkan dengan kenaikan harga kebutuhan pokok di pasaran.
B. Budaya Disiplin Kerja Guru Kedisiplinan adalah fungsi operasiomal dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya
8
Manusia (MSDM) yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan semakin tinggi disiplin kerja yang dapat dicapainya. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Secara operasional “diciplin” dapat dijelaskan sebagai berikut: Kata disiplin berasal dari bahasa Inggris “Disciplin” artinya “tata tertib” atau ketertiban, yang secara jelas sebagai berikut: Disiplin adalah peraturan yang dilakukan dengan tegas dan ketat, tidak saja disiplin itu menghendaki dilaksanakannya dengan segala peraturan secara teliti dan murni bahkan hal-hal yang sekecil apapun tak boleh di kesampingkan atau keharusan yang dijatuhkan kepada hukuman kepada siapapun yang berani melanggar atau mengabaikan peraturan yang keras dan mutlak tidak dapat ditawar.(Handoko, 2000:208) Pengertian di atas menekankan bahwa disiplin itu menghendaki dilaksanakannya segala peraturan yang ada serta apabila terjadi pelanggaran haruslah diambil tindakan yang berupa hukuman atau sanksi yang tegas dan tidak dapat ditawar.
9
Hani T. Handoko (2000:214) , Menjelaskan “Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional”. “Disiplin kerja adalah sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi”. Unsur-unsur yang terikat dalam disiplin kerja adalah peraturan, pedoman, sanksi, hukuman, kesadaran dan kesediaan, mentaati serta memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan disiplin kerja adalah bentuk kesadaran dan kesediaan pegawai untuk menghargai, patuh, dan taat pada peraturan-peraturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak serta mau menerima sanksi atas tindakan yang dilakukan untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasional atau Institusi.Kedisiplinan adalah syarat mutlak bagi setiap kita yang akan membangun sebuah kebiasaan baru. Setiap manusia baru akan memiliki sebuah kebiasaan baru ketika dia secara disiplin melakukan hal tersebut secara terus-menerus tidak pernah terputus selama sedikitnya 30 –90 hari. Telah dikemukakan bahwa pembinaan disiplin tenaga guru dapat dikembangkan dengan cara kepemimpinan yang dapat dijadikan panutan atau teladan bagi para bawahan. Di depan selalu memberikan teladan, di tengah selalu membangkitkan semangat dan kegairah kerja, dan di belakang selalu bertindak sebagai motivator sesuai semboyan Ki Hajar Dewantoro “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani sebagaimana sering dijadikan prinsip seorang guru.
10
Mengenai disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil di atur dalam PP 30/1980 Petaruran Disiplin Pegawai Negeri Sipil diperlukan untuk membina Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat agar tetap setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, dan berhasil guna, sadar akan tanggungjawabnya
untuk
menyelenggarakan
tugas
pemerintah
dalam
pembangunan. Menurut PP Nomor 30/1980, tentang Peraturan Disiplin Pengawas Negeri Sipil mengatur tiga hal, yaitu: 1) Kewajiban yang harus ditaati oleh setian pegawai Negeri sipil. 2) Larangan yang tidak boleh dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. 3) Sanksi yang akan dijatuhkan apabila Pegawai Negeri Sipil tidak mentaati kewajiban dan melanggar. Oleh karena itu, apabila organisasi kerja ingin membina disiplin kerja para tenaga pendidik agar datang tepat waktunya, hendaknya pimpinan berusaha datang selalu tepat waktu dengan penuh konsekuensi. Dalam memakai seragam (trademark) ditonjolkan untuk sekolahannya dan sebagainya, semuanya harus dipatuhi terlebih dahulu oleh pimpinan, khususnya para pimpinan yang berhubungan langsung dengan para guru yang nantinya akan diikuti oleh murid sebagai objek tugasnya sehari-hari. Karena guru adalah awal anak mengenal atau berinteraksi dengan orang lain. Ungkapan digugu dan ditiru sudah mendarah daging bagi bangsa tercinta ini, maka siapapun yang memilih profesi ini harus memberikan keteladanan bagi anak didik.
11
Kecerobohan pimpinan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari tidak mustahil akan memberikan dampak merembet kepada para tenaga pendidik dalam jangka pendek, yang pada akhirnya akan diikuti oleh anak didiknya. Tindakan iseng mungkin juga akan mengakibatkan hal-hal yang kurang menguntungkan sekolah. Barulah pimpinan sadar bahwa tindakannya diikuti oleh para bawahan dan untuk mengubah sangatlah memerlukan alokasi waktu yang panjang, tidak bisa begitu saja. Atasan adalah cermin bawahan, tindakan positif yang dilakukannya setiap saat, lambat laun akan diikuti oleh para bawahan. Demikian pula tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma tenaga pendidik, dalam waktu singkat anak buah akan menirunya. Apalagi bagi para guru angkatan muda yang mudah menyesuaikan dengan lingkungan dan yang dianggapnya memiliki perbedaan yang cukup besar. Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para guru yang melanggar norma-norma pegawai negeri sipil khususnya tenaga kependidikan adalah memperbaiki dan mendidik para anak didik yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh karena itu, setiap kepala sekolah atau pengawas yang menghukum wajib mengadakan penelitian terlebih dahulu dengan metode dan teknik yang memiliki validitas dan tingkat reliabilitas yang tinggi atas tindakan dan praduga pelanggaran disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan sehingga secara adil dapat diterima. Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap pola perilaku untuk memberbanyak, mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar
12
peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Disiplin kerja guru adalah merupakan sikap mental yang terbentuk melalui proses tingkah laku baik untuk perorangan maupun kelompok terkait dengan peraturan dan ketentuan atau etika dan kaidah yang berlaku, menjungjung tinggi prakarsa dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas dan wewenang. Jadi disiplin kerja guru adalah merupakan sikap patuh dan taat pada peraturan dan ketentuan atau etika dan kaidah yang berlaku. C. Program Kerja Guru Kinerja adalah suatu wujud atau hasil kerja yang telah dilaksanakan seseorang dalam mencapai tujuan dengan mengerahkan kemampuannya agar dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Kerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh pegawai telah memenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan yang telah ditetapkan. Kualitas kerja merupakan mutu hasil pekerjaan atau sebaik apa harus diselesaikan. Kualitas kerja pegawai dapat dilihat dari adanya kemampuan menghasilkan pekerjaan yang memuaskan, tercapainya tujuan secara efektif dan efisien serta kecakapan yang ditunjukkan dalam menjalankan pekerjaanya. Dalam melakukan pekerjaannya seorang pegawai dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satu diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Anwar Prabu (2000). Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation)
13
a. Faktor Kemampuan. Secara Psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan relity (knowledge + skill) artinya pegawai yang memiliki (IQ diatas rata-rata 110 sampai 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. b. Faktor Motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). E. Mulyasa (2003) menyatakan : beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk memotivasi tenaga kependidikan agar mau dan mampu meningkatkan kinerjanya, diantaranya : 1) Tenaga kependidikan akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan. 2) Tujuan kegiatan harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada tenaga kependidikan sehingga mereka mengetahui tujuan mereka bekerja. Tenaga kependidikan juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut. 3) Para tenaga kependidikan harus selalu diberi tahu tentang hasil dari setiap pekerjaannya. 4) Pemberian hadiah lebih baik dari pada hukuman, sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
14
5) Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu dari tenaga kependidikan. 6) Usahakan
untuk
memperhatikan
perbedaan
individual
tenaga
kependidikan, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang dan sikap mereka terhadap pekerjaannya. 7) Usahakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa pemimpin memperhatikan mereka, mengatur pengalaman sedemikian rupa sehinga setiap tenaga kependidikan pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan. Guru merupakan tenaga professional yang mempunyai tugas khusus untuk mendidik dan mengajar kepada siswanya di sekolah. Oleh karenanya seorang guru dituntut untuk selalu berupaya meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya. Kaitan dengan ini Supriadi, Dedi (2003) mengemukakan bahwa : Seorang guru yang profesional dituntut untuk meningkatkan wawasan serta pengetahuannya di bidang pendidikan dan ilmu-ilmu penunjang umumnya dan proses belajar mengajar. Hanya dengan cara ini guru dapat lebih baik dan dapat lebih yakin bahwa setiap kegiatan belajar-mengajar yang dikekolanya itu dan sekaligus perwujudan interaksi pendidikan. Lebih jelas lagi seorang guru harus selalu sadar untuk berupaya. Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa seorang guru dalam meningkatan kinerjanya senantiasa mampu meningkatkan keprofesionalannya. Kemampuan
professional
berkaitan
dengan
kemampuan
guru
untuk
15
berkomunikasi, berinteraksi, dan bergaul dengan semua pihak yang bersangkutan dengan pendidikan pada khususnya dan orang lain dari semua tatanan masyarakat pada umumnya. Kemampuan profesional merujuk pada keteladanan guru dalam melaksanakan layanan kependidikan. Hal ini diharapkan guru mampu melakukan apa yang harus dilakukannya dengan baik serta memahami batas-batas kemampuan dan tanggung jawabnya. Pengembangan professional guru dimaksudkan untuk memenuhi tiga kebutuhan yang sungguhpun memiliki keragaman yang jelas, terdapat banyak kesamaan, antara lain : 1) Kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi, serta melakukan adaptasi untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial. 2) Kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staf pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas. Dengan demikian, guru dapat mengembangkan potensi sosial dan potensi akademik generasi muda dalam interaksinya dengan alam lingkungannya. 3) Kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong keinginan guru untuk menikmati dan mendorong kehidupan pribadinya, seperti halnya dia membantu siswanya dalam mengembangkan keinginan dan keyakinan memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasar. Kebutuhan pertama, terkait langsung dengan kepedulian kemasyarakatan guru ditempat mereka berdomisili. Kebutuhan kedua, terkait dengan spirit dan moral guru di sekolah tempat mereka bekerja. Kebutuhan ketiga, dan mungkin
16
yang paling penting adalah sebagai proses seleksi untuk menentukan mutu guruguru yang akan disertakan dalam berbagai kegiatan pelatihan dan perjenjangan jabatan. 1. Guru Sebagai Pusat Pengembangan professional guru dapat didekati berdasarkan orientasi kemasyarakatan.
Sekolah
atau
perseorangan.
Apakah
kita
mendekati
pengembangan profesional guru dari orientasi masyarakat, sekolah atau perorangan, bukanlah hal yang patut dipersoalkan di sini. Fokus aktivitas pengembangan profesioanl guru adalah kehidupan guru itu sendiri. Banyak diantara guru pemula yang merasa sedih karena mereka tidak dipersiapkan secara matang untuk melaksanakan tugas-tugas komplek dan diperlukan di di dalam kelas. Pendidikan prajabatan bagi guru-guru dinilai masih terlalu lemah sehingga guru-guru pemula masih banyak belajar di dalam pekerjaan, serta saling membantu satu sama lainnya dalam batas-batas yang bisa mereka perbuat. Profesi guru tampaknya masih relatif berbeda dengan profesi-profesi yang berpijak dari ilmu-ilmu keras (hard sciences). Profesi yang bebasis ilmu-ilmu keras tertentu benar-benar mengondisikan penyandang profesi-profesi itu untuk melakukan praktik-praktiknya berdasarkan teori keilmuan, teori yang benar-benar menjadi masukan dalam praktek. Di samping itu, penyandang profesi didukung oleh sains yang kompleks, tradisi otoritas profesi, institusi yang kuat dan berpengaruh, dan kesejahteraan pribadi. Demikian juga dalam bidang kedokteran. 2. Program-program kerja Guru
17
Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menyukseskan program sebagai berikut: a. Program harus menyeluruh dan harus ada kesesuaian relatif antara masukan-masukan dari masyarakat kaum professional. b. Efek artisipasi yang sama bagi guru-guru untuk menghindari keterasingan dan untuk mengembangkan perasaan bermanfaat, guru harus lebih aktif. c. Partisipasi guru harus ada dalam proses perencanaan, perlu diperbesar partisipasi dalam kelompok, dan memperkuat persepsi mereka mengenai manfaat program. d. Memungkinkan bagi guru dan masyarakat untuk mengakses kebutuhankebutuhan lokal dan mengambil tindakan yang mereka senangi. e. Program-program diarahkan bagi dan terfokus pada guru, anggota masyarakat dan propesional, dan hal itu tidak dilepaskan dari masalahmasalah penting di sekitar mereka. Ada beberapa reposisi untuk meningkatkan mutu pengembangan proporsional, yaitu berikut ini : 1) Tugas-tugas dan kegiatan pendidikan dalam jabatan yang berkelanjutan dapat mengembangkan kompetensi professional guru secara regular, meningkatkan mutu sekolah, mempercayai khasanah kehidupan individual guru. 2) Ada banyak bentuk pendidikan dalam jabatan yang dapat menampung tujuan-tujuan itu, persyaratan ini membutuhkan kondisi yang berbeda bagi penghantaran yang efektif.
18
3) Banyak hasil penelitian bidang pendidikan dalam jabatan yang bermutu. Sesungguhnya metode-metode pelatihan yang dianjurkan yang diyakini sangat efektif banyak pula , tetapi hingga saat ini belum sepenuhnya diterapkan dalam sistem pendidikan dan jabatan. 4) Latihan
meneliti
akan
mendorong
guru
untuk
menemukan
ide
pengembangan profesional, model dan keterampilan mengajar. Hal ini lebih menentukan daripada kondisi-kondisi kekuatan yang dikreasi. 5) Hambatan-hambatan yang diaplikasikan pengalaman menuntut adanya perluasan kegiatan pelatihan secara besar-besaran bagi guru. 6) Bagaimanapun juga guru menjadi peserta pelatihan yang lebih efektif daripada peserta lainnya sehingga banyak staf sekolah yang mempunyai kemampuan mengajar orang dewasa lainnya. 7) Barangkali banyak sumber pengembangan yang secara potensial efektif menjadi lemah atau salah digunakan saat ini. 8) Ekologi sekolah berbeda secara luas dan membangun kombinasikombinasi yang sangat berbeda dari pilhan-pilihan stafnya. Pada berbagai situasi yang ada, sesungguhnya produktif yang memungkinkan setiap orang untuk melakukan aktivitas-aktivitas pengembangan dengan kata lain, penerapan konversi. 9) Ada beberapa besar di dalam keluasan, yang individu-individunya mengambil keuntungan dengan cara berbeda dari peluang-peluang yang ada dalam lingkungan mereka. Orang-orang yang berpartisipasi secara aktif dalam satu jenis pengembangan staf cenderung mengerjakan pekerjaan
19
lainnya secara baik, dan mempunyai sifat yang favorable menghadapi pilihan yang ditawarkan, dengan kata lain, kebanyakan orang yang aktif. “Menyeberang keluar” dan merasa tampil percaya diri, oleh karena itu, sistem harus di usahakan untuk menghantarkan pelayanan kepada mereka. 10)
Kolaborasi pemerintah dengan sekolah, personil atau tokoh
masyarakat, kepala, guru dan anggota masyarakat, personil, universitas dan asisten teknis, semuanya muncul menjadi rantai bagi usaha membangun lingkungan yang favorable dan keterlibatannya sangat krusial. Program komprehensif pengembangan proporsional guru hendaknya mempunyai tiga dimensi yaitu sebagai acuan sistem untuk melaksanakan kegiatan pelatihan dalam jabatan (in service training ) yang cocok bagi guru, sebagai bekal di sekolah untuk meningkatkan kualitas program-programnya dan menciptakan suasana atau kondisi yang memungkinkan guru sebisa mungkin mengembangkan potensinya
secara
optimal.
Pengembangan
proporsional
Guru
secara
Komprehenship, dalam jabatan, memungkinkan adanya model komprehensif bagi pengembangan proporsional guru benar-benar dirasakan sangat mendesak. Untuk itu ada tiga model parsial pengembangan proporsional, yaitu pelatihan dalam jabatan, menjajaki kemungkinan adanya keterlibatan pemerintah untuk memberi pengakuan yang sama terhadap pekerjaan proporsional dari anggota-anggota komunitasnya
dan
mencoba
memanfaatkan
potensi,
program-program
pengembangan professional dan program-program perbaikan sekolah sebagai proses yang berkelanjutan.
20
Salah satu bentuk kegiatan pendidikan tambahan dalam jabatan adalah penataran. Permasalahannya hingga saat ini masih ada kesan kuat bahwa kegiatan penataran belum dikelola secara professional. Dalam kontek ini kemudian kegiatan penataran perlu dilakukan secara hati-hati, dan harus ada kejelasan dalam tujuan dan arah, pengetahuan dan keterampilan yang luas serta komitmen professional yang mendalam. Kemampuan professional guru antara lain dapat ditingkatkan melalui program pendidikan dalam jabatan, pengembangan professional dimaksudkan untuk memenuhi tiga kebutuhan yang sungguhpun terdapat keragaman yang kentara, yaitu kebutuhan sosial, kebutuhan untuk mengembangkan potensi akademik dan mendorong guru agar dapat menikmati kehidupan pribadinya.