1
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Adat
"Adat" berasal dari bahasa Arab ﻋﺎدات, bentuk jamak dari ( ﻋﺎدَةadah), yang berarti "cara", "kebiasaan" dengan makna berulang kali. Merupakan nama kepada pengulangan perbuatan berkali-kali sehingga menjadi mudah dilakukannya seperti suatu tabiat. Adat istiadat adalah suatu komplek norma-norma yang oleh individuindividu yang menganutnya dijunjung tinggi dalam kehidupan. Adat istiadat ini walaupun dianggap bersifat tetap namun akan berubah didalam suatu jangka waktu yang lama. Bahkan dalam kehidupan, manusia sering menghindari dan melanggar adat yang tidak cocok dengan kebutuhan hidup pada masa tertentu. hal ini disebabkan, manusia selalu bersifat dinamis. Menurut (Koentjaraningrat 2003 : 77), Adat sering menjadi undangundang kehidupan manusia zaman dulu. Di samping itu ada bagian-bagian yang berubah disebabkan keadaan masyarakat yang mengalami perkembangan. Pada umumnya suatu adat itu mempunyai dasar bertata tingkat, yaitu: 1.tingkat nilai budaya, 2.tingkat norma-norma, 3.tingkat hukum, 4.tingkat aturan khusus. Menurut (Koentjaraningrat, 2003:78) norma –norma dari golongan adat istiadat yang mempunyai akibat yang panjang juga merupakan hukum ,walaupun mores (bersifat tetap) Pada dasarnya sistem adat istiadat yang turun temurun sejak dahulu hingga saat kini. Dengan demikian penulis mempunyai gagasan
2
kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang. Dalam tata cara adat pernikahan juga termasuk dalam nilai-nilai kebudayaan yang harus di pelihara sehingganya aspek maupun adat istiadat dalam tata cara perkawinan pada masyarakat Bolaang Mongondow dan Gorontalo memang harus dilestarikan, diperjelas kembali juga serta tata caranya agar generasi berikutnya tetap mengatahui dan juga menjadi jati diri dari suku Mongondow dan suku Gorontalo.
2.2 Kebudayaan
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, dan karya seni. Kata “Kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau kekal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal” (Koentjaraningrat, 2003 : 73). Dengan demikian budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa
3
budaya itu dipelajari. Dengan demikian hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena jumlah tindakan yang diakukannya dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak dibiasakannya dengan belajar. Menurut (Soekanto, 2012 : 150), Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Demikian hal ini penulis menegaskan bahwa manusia tidak terlepas dari kebudayaan karena manusia dan kebudayaan pada hakekatnya memiliki hubungan yang sangat erat, dan hampir semua tindakan dari seorang manusia itu adalah merupakan kebudayaan.
2.3 Hukum Adat
Hukum adalah seperangkat norma dan aturan adat atau kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. Istilah “kebiasaan” adalah terjemahan dari bahasa Belanda “gewoonte”, sedangkan istilah “adat” berasal dari istilah Arab yaitu ”adah” yang berarti juga kebiasaan. Jadi istilah kebiasaan dan istilah adat mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan. Menurut ilmu hukum, kebiasaan dan adat itu dapat dibedakan pengertiannya. Perbedaan itu dapat dilihat dari segi pemakaiannya sebagai perilaku atau tingkah laku manusia atau dilihat dari segi sejarah
pemakaian
istilahnya
dalam
hukum
di
Indonesia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat senin 14/01/2013 pukul 15:10 pm). Sebagai perilaku manusia istilah biasa berarti apa yang selalu terjadi atau apa yang lazim terjadi, sehingga kebiasaan berarti kelaziman. Adat juga bisa
4
diartikan sebagai kebiasaan pribadi yang diterima dan dilakukan oleh masyarakat. Sejarah perundang-undangan di Indonesia membedakan pemakaian istilah kebiasaan dan adat, yaitu adat kebiasaan di luar perundangan dan adat kebiasaan yang diakui oleh perundangan. Sehingga menyebabkan munculnya istilah hukum kebiasaan atau adat yang merupakan hukum tidak tertulis dan hukum yang tertulis. Di Negara Belanda tidak membedakan istilah kebiasaan dan adat. Jika kedua-duanya bersifat hukum, maka disebut hukum kebiasaan (gewoonterecht) yang
berhadapan
dengan
hukum
perundangan
(wettenrecht).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat senin 14/01/2013 pukul 15:10 pm). Istilah hukum adat sendiri berasal dari istilah Arab “Huk’m” dan “Adah”. Kata huk’m (jama’: ahakam) mengandung arti perintah atau suruhan, sedangkan kata adah berarti kebiasaan. Jadi hukum adat adalah aturan kebiasaan. Di Indonesia hukum adat diartikan sebagai hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang di sana-sini mengandung unsur agama. Terminologi “Adat” dan “Hukum Adat” seringkali dicampur aduk dalam memberikan suatu pengertian padahal sesungguhnya keduanya adalah dua lembaga yang berlainan. Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat dan lain-lain.
5
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilainilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Contohnya sejak jaman dulu, Suku Sasak di Pulau Lombok dikenal dengan konsep Gumi Paer atau Paer. Paer adalah satu kesatuan sistem teritorial hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, kemanan dan kepemilikan yang melekat kuat dalam masyarakat .Istilah-istilah dalam pemahaman adat didasarkan atas levellevel antara lain: adat adalah hukum dan aturan yang berlaku di masyarakat dibuat atas dasar kesepakatan. ~Adat yang diadatkan yaitu komunitas yang mempunyai ketentuanpetentuan hukum telah ditetapkan. ~ Adat yang teradat yaitu jika produk hukum itu sudah menjadi adat kebiasaan masih tetap diberlakukan di tengah masyarakatnya. ~ Adat Istiadat yaitu kebiasaan-kebiasaan secara turun temurun yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan leluhur (lebih pada ketentuan-ketentuan tata cara ritual) yang kini perlu mengalami perubahan untuk disesuaikan (transformasi) pada era masakini. Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat). Tingkah laku positif memiliki makna hukum yang dinyatakan berlaku disini dan sekarang. Sedangkan sanksi yang dimaksud adalah reaksi (konsekuensi) dari pihak lain atas
6
suatu pelanggaran terhadap norma (hukum). Sedang kodifikasi dapat berarti sebagai berikut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kodifikasi berarti himpunan berbagai peraturan menjadi undang-undang; atau hal penyusunan kitab perundang-undangan; atau penggolongan hukum dan undang-undang berdasarkan asas-asas tertentu dl buku undang-undang yg baku.
Menurut Prof. Djojodigoeno kodifikasi adalah pembukuan secara sistematis suatu daerah / lapangan bidang hukum tertentu sebagai kesatuan secara bulat (semua bagian diatur), lengkap (diatur segala unsurnya) dan tuntas
(diatur
semua
soal
yang
mungkin
terjadi).
(http://herwiani.blogspot.com/2012/05/pengertian-hukum-adat-menurut para-ahli.html senin 14/01/2013 pukul 14:38 pm)
Ter Haar (1937) Membuat dua perumusan yang menunjukkan perubahan pendapatnya tentang apa yang dinamakan hukum adat.
Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga
masyarakat hukum adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatanperbuatan hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan senafas dan seirama dengan kesadaran
7
tersebut, diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya ditoleransi Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusankeputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidak hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut.
2.4 Kerangka berfikir
Dengan beberapa teori diatas dari para ahli, penulis mempunyai alur pemikiran, yaitu adat adalah budaya atau kebiasaan yang secara turun temurun diwariskan oleh leluhur. Dalam hal ini adat pernikahan yang setiap suku mempunyai kesamaan dan perbedaan dalam hal studi kasus ini yaitu adat pernikahan suku Mongondow dan suku Gorontalo. Dari hasil penelitian ini penulis bisa menarik kesimpulan perbandingan atau komparasi pada adat pernikahan masing – masing kedua suku tersebut. maka penulis mempunyai kerangka berfikir sebagai berikut : Adat pernikahan Suku Mongondow
Suku Gorontalo
Kesimpulan
8
2.5 Penelitian Relevan Dalam penelitian sebelumya
ada yang meneliti dengan judul Skripsi
“Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Adat Perkawinan” oleh Renol Hasan. Dan juga Skripsi yang berjudul “ Motombulu (Kajian dalam acara Dumango pada Pernikahan Adat Gorontalo) oleh Burhanudin Une. Namun penelitian ini lebih fokus pada pekawinan adat gorontalo. Maka penelitian yang terdahulu ini yang peneliti jadikan sebagai bahan perbandingan dalan penelitian komparasi adat pernikahan suku Mongondow dan suku Gorontalo.