BAB II KAJIAN TENTANG DAKWAH DAN WANITA
A. Kajian tentang Dakwah Islam a. Pengertian Dakwah Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), dakwah berasal dari bahasa Arab, yang berarti panggilan, ajakan atau seruan. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah berbentuk isim masdar, kata ini berasal dari fi’il (kata kerja), artinya memanggil, mengajak atau menyeru1. Arti kata dakwah seperti ini sering dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an, seperti :
(&' % !"#$ Artinya : Dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang beriman (QS. al-Baqarah:23)2
(''%; < , : )$ * + ,-./ 0*)$123 4) 5/6$ /7 8)9) Artinya : “Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku” penjara lebih baik aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka padaku” (QS. Yusuf: 33)3
(&A%@ + , =)>06$ 8 ?)$
,1
Artinya : “Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga)” (QS. Yunus: 25)4 Sedangkan dakwah menurut istilahnya terdapat beraneka ragam pendapat, untuk lebih jelasnya di bawah ini akan disajikan definisi dakwah, diantaranya:
1
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, al-Ikhlas, Surabaya, 1983 hal. 17
2
Depag RI, Op.Cit., hal. 12
3
Ibid, hal. 353
4
Ibid., hal. 310
11
12
1) Menurut Asmuni Syukir, bahwa istilah dakwah itu dapat diartikan dari dalam segi atau dua sudut pandang yakni pengertian dakwah yang bersifat pembinaan dan bersifat pengembangan. Adapun pengertian dakwah yang bersifat pembinaan adalah suatu usaha mempertahankan, melestarikan dan menyempurnakan umat
manusia agar tetap menjadi manusia yang hidup berbahagia di dunia maupun di akhirat. Sedangkan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan adalah usaha mengajak manusia yang belum beriman kepada Allah agar mentaati syari’at Islam (memeluk agama Islam) supaya nantinya hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat.5 2) Menurut Drs. H.M. Arifin, M.Ed dakwah adalah suatu kegiatan, ajakan baik dalam lisan maupun tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara individual maupun kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur paksaan.6 3) Menurut Drs. Hamzah Ya’qub, pengertian dakwah Islam ialah mengajak ummat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan rasul-rasulNya.7 4) Menurut Amrullah Ahmad, pada hakekatnya dakwah Islam adalah aktualisasi iman (theology) yang dimanifestasikan dalam satu sistem kegiatan manusia dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mengetahui cara merasa, berfikir dan bertindak dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.8 Berpijak pada beberapa pendapat di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dakwah merupakan kegiatan dengan lisan, tulisan, 5
Asmuni Syukir, Op.Cit., hal. 20
6
Drs. H.M. Arifin, M.Ed., Psikologi Dakwah Suatu Pengantar, Bulan Bintang, Jakarta, 1997, hal. 6 7
Dr. Hamzah Ya’qub, Publisistik dalam Teknik Dakwah dan Leadership, CV. Diponegoro, Bandung, 1998, hal. 13 8 Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, PLP2M, Yogyakarta, 1985, hal. 2
13
tingkah laku yang dilakukan dengan sadar agar orang lain bisa terpengaruh dan bisa melaksanakan ajaran yang disampaikan. Dengan kata lain usaha untuk mengajak semua orang untuk beriman dan bertaqwa sebagai pedoman untuk kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. b. Dasar Hukum dan Tujuan Dakwah 1) Dasar Hukum Dakwah Titik tolak untuk mendasari hukum dakwah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dari kedua dasar hukum tersebut ditarik kesimpulan bahwa dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia yang mengaku dirinya telah Islam.9 Berdakwah dan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar adalah salah satu kewajiban bagi setiap umat Islam dimanapun berada menurut kemampuannya masing-masing. Beberapa dalil Al-Qur’an menyebutkan kewajiban manusia dalam dakwah. Dalil-dalil tersebut antara lain :
)B4)*C * )$D-E F -G H6)I H)J K)L H.MI-EN /E8 9 #< OP )$ Q (S&A% 9R $
Artinya : "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik." (QS. Al Nisa: 125)
KZ !)M L) ) Z \ !X.$-E) ! YZ[ -0W$ VG !T UH0 !T !)B ) ) KL $] ^!T ) -)M)$3 M$ 9C) )$ -E) P (SSa % !. ` ) "6)_$ C
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman tentulah ia lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik (QS. Al Imron: 110)10
9
Drs. Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, Al-Iklhas, Surabaya, 1991, hal. 34 10
Depag RI, Op.Cit., hal. 94
14
!)M L)
) , \ !X)L-E) ! Y, !)c-?$ ) 0,bH M M )$ (Sae % -6 $ ) RW_L C N d)$
Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Al Imron: 104)11 Pengertian yang ma’ruf yaitu segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah, sedangkan mungkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita daripada-Nya. Jadi dakwah dalam arti amar ma’ruf nahi mungkar adalah syarat mutlak dari kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Ini adalah kewajiban sebagai pembawaan fitrah manusia selaku “social beeing” (makhluk ijtima’i) dan kewajiban yang ditegaskan oleh risalah (oleh kitab Allah dan Sunnah Rasul). Bukan monopoli golongan yang disebut ulama’ atau cerdik cendekiawan.12 Dalam hadist riwayat Muslim berbunyi:
ij 6, )k -)h:+-6W#)hij 6,)k -)h E !/gW)h ^!)M f)8 P ( W6 8 -no); Xl)N $)m :#W)"#)h Artinya : “Barangsiapa di antara kamu melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya (dengan kekuasaan atau kekuatan), jika dia tidak sanggup demikian (lantaran tidak mempunyai kekuasaan), maka dengan lidahnya (teguran dan nasehat dengan lisan atau tulisan), jika tidak sanggup demikian (lantaran serba lemah), maka dengan hatinya, dan yang akhir ini adalah iman yang paling lemah.” Dengan dalil-dalil tersebut jelaslah wajibnya hukum berdakwah menurut ukuran kesanggupan. 2) Tujuan Dakwah
11
Ibid, hal. 93
12
M. Nasir, Fiqhud Dakwah, Ramadhani, 1984, hal. 109-110
15
Suatu kegiatan tidak akan bermakna jika tanpa arah dan tujuan yang jelas. Tujuan dakwah adalah sangat luas sekali dan tidak dapat dicapai dalam waktu yang singkat. Sebab waktu itu sendiri tidak terbatas, bahkan sampai kapan dan dimana umat Islam berada, maka di situ pulalah tugas kewajiban dakwah harus dilaksanakan. Menurut Drs. H.M. Arifin, M.Ed, tujuan dakwah adalah menumbuhkan kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dibawakan oleh penerangan dakwah.13 Menurut Drs. Abdul Rosyad Saleh, tujuan dakwah dapat dikelompokkan menjadi dua; tujuan utama (major objective) dan tujuan departemental. a) Tujuan utama dakwah adalah nilai dan hasil akhir yang diperoleh dari
keseluruhan
tindakan
dakwah,
yakni
terwujudnya
kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah SWT.14 b) Tujuan
departemental
dakwah
adalah
meningkatkan
dan
merumuskan hasil-hasil atau nilai-nilai yang harus dicapai oleh masing-masing bidang yang tujuan ini merupakan perantara yang berisikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan tersebut.15 Menurut Asmuni Syukir, tujuan dakwah terdiri atas tujuan umum (major objective) dan tujuan khusus (minor objective). a) Tujuan umum dakwah Tujuan umum dakwah adalah mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar yang diridhoi Allah SWT. Agar dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat. Arti umat atau kaum di sini menunjukkan pengertian seluruh alam atau setidak-tidaknya sealam dunia. Sedangkan yang berkewajiban berdakwah ke seluruh
13
Drs. Arifin, M.Ed., Op.Cit., hal. 4
14
Drs. Rosyad Sholeh, Manajemen Dakwah Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1985, hal. 31
15
Ibid hal 37
16
umat adalah Rasulullah saw dan utusan-utusan yang lain. Seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Maaidah ayat 67 disebutkan:
Vg]WE-.)h9X_Z $) N /E8 N $) )`s+p rqWE` < 0!$ )- 2,)pP , ,!_)M$ = )"$-? ,o) ) [ -0$ N .P tX,1 OP W H)WP <8 (vw % u -L Artinya : “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu berarti) kamu tidak menyampaikan amanat”16 b) Tujuan khusus dakwah Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai rincian daripada tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksud agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya, jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa dan dengan cara yang bagaimana. Adapun tujuan khusus dakwah antara lain : (1) Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT. (2) Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih muallaf. (3) Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah (memeluk agama Islam). (4) Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.17 Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dakwah adalah terwujudnya masyarakat sejahtera yang penuh dengan suatu keislaman, suatu masyarakat di mana anggota mematuhi peraturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT, baik yang berkaitan antara manusia dengan Allah SWT, maupun manusia dengan alam sekitarnya, 16
Depag RI, Op.Cit., hal. 172
17
Asmuni Syukir, Op.Cit., hal. 51-58
17
sehingga mencapai kehidupan yang bahagia, sejahtera di dunia dan di akhirat. c. Unsur Dakwah Setiap muslim berkewajiban melaksanakan dakwah dengan cara masing-masing begitupun dengan keterampilan dan kegiatan sehariharinya.18 Usaha dakwah dalam menghadapi berbagai persoalan tidak mungkin dapat dilakukan oleh individu atau perorangan dan sambil lalu. Tetapi perlu dilakukan oleh pelaksana dakwah secara bijaksana dan terorganisir dengan terlebih dahulu dipersiapkan dan direncanakan dengan untung serta mempergunakan sistem kerja yang efektif dan efisien.19 Dalam proses kegiatan itu banyak unsur yang terlibat, unsur-unsur pokok yang harus ada dalam setiap kegiatan dakwah paling tidak terdapat tiga unsur penentu sehingga proses dakwah itu dapat berlangsung, yaitu: da’i (subjek dakwah), mad’u (objek dakwah) dan materi dakwah. Sedangkan unsur-unsur lain yang juga dapat mempengaruhi proses dakwah antara lain seperti media dan metode dakwah.20 1) Da’i atau subjek dakwah Seorang muslim mesti sadar bahwa dirinya adalah subjek dakwah, ia adalah pelaku yang tidak boleh absen. Tidak ada kekecualian seseorang untuk lepas dari kedudukan sebagai subjek dakwah. Dalam keadaan dan situasi yang bagaimanapun seorang muslim tetap harus sadar bahwa dirinya adalah subjek dakwah yang harus melaksanakan tugasnya sebagai da’i dengan cara-cara yang
18
Drs. Slamet Muhaimin Abda, Op.Cit. hal. 50
19
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, cet. II, CV. Gaya Medika Pratama, Jakarta, 1987,
hal. 41 20
M. Aminuddin Sanwar, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, 1984 hal. 40
18
sesuai dengan tempat dan situasinya.21 Dalam Al-Qur’an disebutkan pada surat An-Nahl ayat 125 :
] 64)*C * )$D-E F -G H6)I H)J K)L H.MI-EN /E89 #< O)$ Q (S&A% 9R $ , .$-E )W )C :W#< ]9)l .E )W ) C N 0E8 Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan berbantahlah mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.22 Sebagai subjek dakwah, da’i harus terlebih dahulu mengadakan introspeksi terhadap dirinya disamping akan mendapat cobaan dari Allah SWT seperti dalam surat As-Shaf ayat 2:
) $ "+)
-^" !#) x) WX_Z)o- ) $ "Z )$ , D$)- 2,p, ('y&% ; t$ ) WX_Z)o-
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.23 2) Objek Dakwah Objek dakwah adalah seluruh umat manusia tanpa terkecuali, baik pria maupun wanita, beragama maupun belum beragama, pemimpin maupun rakyat biasa.24 Objek dakwah sangat luas, yaitu masyarakat yang beraneka ragam latar belakang dan kedudukannya karena manusia yang merupakan anggota masyarakat, masing-masing mempunyai kemauan, keinginan, pikiran dan pandangan yang berbedabeda.
21
Drs. Slamet Muhaimin Abdu, Op.Cit., hal. 50
22
Depag RI, Op.Cit., hal. 421
23
Ibid, hal. 928
24
Aminuddin Sanwar, Op.Cit., hal. 66
19
Menurut Drs. H.M. Arifin, M.Ed sasaran aktivitas dakwah meliputi: a) Sasaran yang menyangkut segi sosiologis meliputi masyarakat terasing pedesaan, kota besar maupun kota kecil. b) Sasaran
dari
struktur
kelembagaan
meliputi
masyarakat,
pemerintah, dan keluarga. c) Segi kelompok sosial, dilihat dari kultural meliputi golongan priyayi, abangan dan santri. d) Segi profesi meliputi: petani, pedagang, seniman, buruh dan pegawai. e) Segi usia terdiri anak-anak, remaja, dan orang tua. f) Segi tingkat kehidupan sosial ekonomi terdiri dari golongan kaya, miskin, dan menengah. g) Segi jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. h) Golongan khusus, meliputi tunasusila, tuna karya, narapidana dan lain-lainnya. 25 Dapat disimpulkan bahwa seluruh umat manusia tanpa terkecuali menjadi sasaran dakwah, seperti dalam Al-Qur’an surat AlA' raf ayat 158:
(SA{ % \ ! o xxx -^R .G M )$ ` <8UO2+z[ -0$ )- 2,p,9 Artinya : Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.”26 3) Materi Dakwah Pada dasarnya materi dakwah hanyalah Al-Qur’an dan AsSunnah.
Al-Qur’an
merupakan
sumber
utamanya.
Al-Qur’an
merupakan materi pokok yang harus disampaikan melalui dakwah dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat.
25 26
Drs. H.M. Arifin, M.Ed, Op.Cit, hal 13 Depag RI, Op.Cit., hal. 247
20
Materi dakwah yang terkandung dalam Al-Qur’an, menurut Drs. Slamet Muhaimin Abda, meliputi: a) Aqidah yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan keyakinan (keimanan), baik mengenai iman kepada Allah, iman kepada kitabkitab Allah, iman kepada malaikat, iman kepada rasul, iman kepada hari akhir dan iman kepada qodlo dan qodar (tauhid). b) Ibadah, maksudnya adalah ibadah khusus yang langsung menghubungkan antara manusia dengan Allah SWT. Ibadah tersebut meliputi: shalat, puasa, zakat, haji, sedekah, jihad, nadzar dan sebagainya (ilmu fiqh). c) Muamalah, yaitu segala sesuatu yang diajarkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan manusia seperti masalah politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. d) Akhlak, yaitu pedoman norma-norma kesopanan dalam pergaulan sehari-hari. e) Sejarah, yaitu riwayat-riwayat manusia dan lingkungannya sebelum datangnya Nabi Muhammad saw. f) Dasar-dasar ilmu dan teknologi, yaitu petunjuk-petunjuk singkat yang memberinya dorongan kepada manusia untuk mengadakan analisa dan mempelajari isi alam dan perubahan-perubahannya. g) Lain-lain berupa anjuran-anjuran, janji-janji atau ancaman.27 Sumber kedua sebagai materi dakwah setelah Al-Qur’an adalah As-Sunnah yaitu segala sesuatu yang menyangkut perbuatan Nabi Muhammad baik dalam ucapannya, tingkah lakunya ataupun dalam sikapnya. 28 Materi dakwah pada dasarnya tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Namun secara global dapat dikatakan bahwa materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga pokok, yaitu: masalah keimanan (aqidah), ke-islaman (syari;ah) dan masalah budi pekerti 27
Drs. Slamet Muhaimin, Op.Cit., hal. 47
28
Ibid., hal. 48
21
(akhlaqul karimah) kesemuanya perlu dilestarikan dan diamalkan oleh seluruh umat Islam agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 4) Metode Dakwah Dalam penggunaan metode perlu diperhatikan bagaimana hakekat metode itu karena hakekat metode merupakan pedoman pokok yang mula-mula harus dijadikan bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaannya. Hal tersebut perlu disadari bahwa : a) Metode hanyalah satu pelayan, suatu jalan atau alat saja. b) Tidak ada metode yang seratus persen baik. c) Metode yang paling sesuaipun belum tentu menjamin hasil yang baik dan otomatis. d) Penerapan metode tidaklah dapat berlaku untuk selamanya. Hakekat metode tersebut diharuskan bagi seorang da’i memperhatikan dalam penggunaan suatu metode dakwah. Hal ini bertujuan agar para da’i dalam memilih metode tidak fanatic terhadap satu atau dua metode yang disukai, yang terpenting adalah menggunakan metode dakwah yang efektif dan efisien. Seorang da’i diharapkan pula memperhatikan factor-faktor dalam penggunaan suatu metode agar metode yang digunakan benar-benar fungsional. a) Tujuan, dengan berbagai jenis dan fungsinya. b) Sasaran
dakwah
(masyarakat/individual)
dengan
segala
kebijaksanaan/politik pemerintahan, tingkat usia, pendidikan, peradaban dsb. c) Situasi dan kondisi yang beraneka ragam keadaannya. d) Media dan fasilitas yang tersedia, dengan berbagai macam kuantitas dan kualitasnya. e) Kepribadian dan kemampuan seorang da’i.29 Metode dakwah artinya cara-cara yang digunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Sumber metode
29
Asmuni Syukir, Op. Cit, hal 100 - 103
22
dakwah yang terdapat di dalam Al-Qur’an seperti hikmah nasehat yang benar dan mujahadah atau berbantah dengan cara yang baik.30 Seperti firman Allah SWT An-Nahl ayat 125:
64)*C * )$D-E F -G H6)I H)J K)L H.MI-EN /E8 9 #< OP )$ Q (S&A% 9R $ Artinya : “Ajaklah manusia kepada jalan Allah dengan cara yang bijaksana, dan nasihat yang baik, dan bertukar fikirlah dengan cara yang baik pula.31 Metode mauidhoh hasanah yang dikehendaki dengan bentuk nasihat adalah yang seluruhnya berdasarkan atas garis agama Islam, yang biasanya diberikan melalui lisan dan perkataan. Hamzah Ya’qub menyebukan beberapa metode dakwah sebagai berikut: a) Dakwah diam-diam b) Dakwah terbuka c) Dakwah dengan surat d) Dakwah jangka pendek dan jangka panjang e) Potong kompas (menerobos sasaran dakwah) f) Hikmah kebijaksanaan 32 Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya “Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam” menyebutkan beberapa metode dakwah diantaranya: a) Metode ceramah Dalam metode ini da’i aktif berbicara sedangkan mad’u hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh da’i. b) Metode tanya jawab Metode tanya jawab adalah menyampaikan materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya (memotivasi) untuk menyatakan suatu
30
Dr. Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, 1999, hal. 54
31
Depag RI, Op. Cit., hal. 421
32
Dr. Hamzah Ya’qub, Publisistik Islami Teknik Dakwah Leaderhip, Cet. IV, CV. Diponegoro, Bandung, 1992, hal. 54-68
23
masalah yang dirasa belum dimengerti dan da’inya sebagai penjawabnya. c) Metode debat (mujadalah) Pada dasarnya debat merupakan mencari kemenangan dalam arti mempertahankan pendapat dan menunjukkan kebenaran dan kehebatan Islam. d) Percakapan antar pribadi e) Metode dakwah Rasulullah Seperti
dakwah
sembunyi-sembunyi,
surat
menyurat
dan
peperangan. f) Pendidikan dan pengajaran agama g) Metode demonstrasi Artinya seorang da’i memperlihatkan sesuatu atau mementaskan sesuatu terhadap sasarannya, guna tercapai tujuan dakwah yang diijinkan. h) Mengunjungi rumah (silaturrahmi)33 Menurut Drs. Slamet Muhaimin Abda, metode dakwah terbagi menjadi empat bagian. a) Metode dari segi cara (1) Cara tradisional, termasuk didalamnya adalah sistem ceramah umum. (2) Cara modern, termasuk didalamnya adalah diskusi, seminar dan sejenisnya yang didalamnya terjadi komunikasi dua arah. b) Metode dari segi jumlah audien (1) Dakwah perorangan, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap orang seorang secara langsung. (2) Dakwah kelompok, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap kelompok
tertentu
yang
sudah ditentukan
sebelumnya,
misalnya terhadap kelompok pemuda di suatu wilayah, kelompok ibu-ibu dan sebagainya. c) Metode dari segi penyampaian
33
Asmuni Syukir, Op.Cit., hal. 104-160
24
(1) Cara langsung, yaitu dakwah yang dilakukan dengan cara tatap muka antara da’i dan mad’unya: metode ini sudah dilakukan sejak dahulu, baik melalui sistem pengajian di masjid, surau, musholla ataupun di tempat-tempat yang memungkinkan. (2) Cara tidak langsung, yaitu dakwah yang dilakukan tanpa tatap muka antara da’i dan mad’unya. Dilakukan dengan bantuan sarana
lain
korespondensi,
yang
cocok.
penerbitan,
Misalnya televisi,
dengan
radio,
bantuan
telepon
dan
sebagainya. d) Metode dari segi penyampaian isi (1) Cara serentak, cara ini dilakukan untuk pokok-pokok bahasan yang praktis dan tidak terlalu banyak kaitannya dengan masalah-masalah lain. Walaupun demikian da’i tetap harus menjaga keutuhan permasalahan jangan sampai karena kecilnya pokok bahasan kemudian pembahasannya hanya sekilas saja. (2) Cara bertahap, cara ini dilakukan terhadap pokok-pokok bahasan yang banyak kaitannya dengan masalah lain. Untuk itu da’i harus pandai-pandai membagi pokok bahasan dan sub-sub yang lebih kecil tapi tidak lepas dari pokok bahasan utamanya.34 Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Metode dakwah adalah jalan yang digunakan dalam aktivitas berdakwah demi tercapainya tujuan dakwah. b) Dalam menentukan cara berdakwah, diharapkan melihat situasi dan kondisi mad’u. c) Dari bermacam-macam metode da’i harus menyesuaikan keadaan, dimana da’i berdakwah agar dakwahnya diterima oleh semua lapisan masyarakat.
34
Drs. Slamet Muhaimin Abda, Op.Cit., hal. 79-87
25
5) Media Dakwah Di zaman sekarang ini, dakwah harus menyesuaikan situasi dan kondisi. Dituntut efektivitas dan effisiensi dalam pelaksanaan dakwah. Tidak hanya asal melaksanakan dakwah tapi harus dipikirkan apakah dakwah yang dilakukan sudah mengena apa belum, apakah sudah berhasil atau tidak. Untuk itu disamping keberhasilan dakwah ditentukan da’i sendiri tapi juga ditentukan oleh sarana dan prasarana. Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang, orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya.35 Menurut M. Aminuddin Sanwar media dakwah adalah alat yang dipakai sebagai perantara untuk melaksanakan kegiatan dakwah. Adapun alat-alat tersebut antara lain : a) Dakwah melalui saluran lisan, yaitu dakwah secara langsung dimana da’i menyampaikan ajakan dakwahnya kepada mad’u. b) Dakwah melalui saluran tertulis, yaitu dakwah yang dilakukan melalui tulisan-tulisan. Misalnya: buku-buku, majalah, surat kabar, komik dan lain-lain. c) Dakwah melalui alat visual, yaitu kegiatan dakwah yang dilakukan melalui alat-alat yang dapat dilihat oleh mata manusia. d) Dakwah melalui alat-alat audial, yaitu alat-alat yang dapat dinikmati dengan melalui perantara pendengaran. e) Dakwah melalui alat-alat audio visual, yaitu peralatan yang dipakai untuk menyampaikan pesan dakwah yang dapat dinikmati dengan mendengar dan melihat. f) Dakwah melalui keteladanan, yaitu bentuk penyampaian pesan dakwah melalui bentuk percontohan atau keteladanan dari da’i.36 Sedangkan Asmuni Syukir menyatakan media dakwah sebagai berikut: a) Lembaga pendidikan formal 35
Asmuni Syukir, Op.Cit. hal. 163
36
M. Aminuddin Sanwar, Op.Cit., hal. 77-78
26
Artinya lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum siswa sejajar kemampuannya, pertemuan rutin dan sebagainya. b) Lingkungan keluarga Artinya bahwa kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau kesatuan sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang masih ada hubungan darah. c) Organisasi-organisasi Islam Organisasi Islam yang berasaskan Islam, bertujuan dakwah Islamiyah dan sebagainya. d) Hari-hari besar Islam e) Media massa Media massa ini tepat sekali dipergunakan sebagai media dakwah, baik melalui acara khusus agama ataupun acara yang lain. f) Seni dan budaya Kesenian maupun kebudayaan di akhir-akhir ini nampak sekali peranannya dalam usaha penyebaran Islam (amar ma’ruf nahi mungkar) seperti group qosidah, dangdut, musik band dan sebagainya.37 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa media dakwah sarana yang dapat digunakan untuk menyebarkan agama Islam melalui lesan/ceramah, tulisan, maupun melalui lembagalembaga organisasi Islam. 6) Logistik Dakwah Usaha untuk meraih sesuatu tentulah harus dengan biaya, demikian pula usaha dakwah juga membutuhkan biaya. Masalah pembiayaan dan peralatan adalah suatu hal yang banyak menentukan berhasil dan tidaknya suatu perjuangan. Semua unsur dakwah di atas sangat membutuhkan logistik demi kelangsungan usaha dakwah. Apalagi ini dakwah di alam pembangunan seperti saat ini yang sering
37
Asmuni Syukir, Op.Cit., hal. 168-179
27
menuntut pembiayaan yang cukup besar serta menuntut diterapkannya teknologi canggih.38 B. Wanita dalam Perspektif Islam Peranan seseorang, baik yang dilakukan pria maupun wanita tidaklah mungkin dilaksanakan dengan baik, kalau tidak jelas kedudukan orang yang bersangkutan dalam suatu pola kehidupan tertentu. Sebab kedudukan adalah tempat yang diduduki oleh seorang dalam pola tertentu itu.39 Setiap manusia yang menjadi warga masyarakat senantiasa mempunyai kedudukan tertentu dan berperan menurut kedudukannya. Kedudukan dan peranan tidak mungkin dicerai-pisahkan, karena peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan yang memberikan hak dan kewajiban orang yang bersangkutan. Wanita sebelum Islam berkedudukan seakan-akan sebagai hamba sahaya, tidak memiliki sesuatu hak yang diakui secara sah. Dalam masyarakat Yunani, wanita diperjualbelikan di pasar seperti memperjualbelikan komoditi lainnya, mereka tidak diberi pendidikan dan harta warisan. Walaupun harta sendiri, wanita tidak membelanjakannya, kecuali selain orang yang bertanggung jawab terhadap dirinya. Sementara golongan Yahudi, menganggap anak perempuan sebagai pembantu dan bapaknya berhak menjualnya kapan saja. Keadaan wanita sebelum Islam dalam masyarakat Arab, bukan lebih baik dari masyarakat lainnya. Seorang suami tidak menganggap istrinya mempunyai hak apa-apa, di samping itu wanita juga tidak diberi pembagian warisan. Untuk itu, bila seorang lelaki meninggal dunia, meninggalkan seorang istri dan beberapa orang anak, maka anak lelaki yang paling besar berhak mengawini isteri bapaknya, itu dianggap sebagai harta warisan seperti kekayaan lainnya.40
38
Slamet Muhaimin Abda, Op.Cit., hal. 54
39
Prof. H. Mohammad Daud Ali, SH dan Hj. Habibah Daud SH, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, cet. 1, PT Raja Grafindo Persada, hal. 197. 40
Sa' id ‘Abdul ‘Azis al-Jandul, Wanita di Bawah Naungan Islam, CV Firdaus, Jakarta, 1992, hal. 3-5.
28
Setelah Islam datang diangkatlah kedudukan wanita dan dikembalikannya ke tingkat yang layak sebagai makhluk Allah yang diciptakan untuk mendampingi kaum pria dalam misinya sebagai kholifah Allah di atas bumi. Persamaan antara manusia, baik lelaki dan wanita maupun antarbangsa, suku dan keturunannya merupakan ajaran dalam Islam. Perbedaan yang digarisbawahi dan kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah Yang Maha Esa.41 Seperti yang diuraikan dalam QS. 49: 13 OW
M ! )]
h!X $ `zp#) -^E X
M WXG O)B+ !))m M ")WT)-2+ [ -0$ )- 2,p, (S'% | !5F M)"Z)
Artinya : Wahai seluruh manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya itu termulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa.42 1. Kedudukan dan Persamaan Hak antara Laki-laki dan Wanita Menurut ajaran Islam kedudukan laki-laki dan wanita adalah sama: a. Kedudukan wanita sama dengan kedudukan pria dalam pandangan Allah.43 Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab 35.
t0 $ V )"$ )"$ V K.$ K.$ 0t .$ VX}~$ • X}~$ | !#P 0t $ VJ_R$ G !h J_R$ | p.dP 0t $ 7 s4o -. J ^!G 0•u!_g )$1 )| !
V.W6.$ .W6.$ ] ,!#P 0t $ V) P 0t $ .dP 0t $ V) P 0t .$ /D€$ ^!B) ,! ]€$ ('A %
41
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur' an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Mizan, Bandung, 1994, hal. 269. 42
Departemen Agama RI, Al-Qur' an dan Terjemahnya, CV Toha Putra, Semarang, 1989,
43
Prof. H. Mohammad Daud Ali, SH dan Hj. Habibah, Op.Cit., hal. 201
hal. 847
29
Artinya : “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, lakilaki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, lakilaki dan perempuan yang mempunyai kehormatan, laki-laki dan perempuan yang menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”44 b. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam berusaha untuk memperoleh, memiliki, menyerahkan dan membelanjakan harta kekayaannya. Seperti yang diuraikan dalam Qs. An-Nisa’ ayat 4 dan 32 yang masing-masing artinya :
WM)h-^6_+: ƒ U*
M)$ ‚ -)hOP W bH)WR+0 ) pP 62$ Z) (e % -6 $ Y^,! -•d C
4) Berikan maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.45
#6 -0. †3 t+`-G/!W$ OW U… XEO)W M„XE:E1 )90„ )h- /. Z-)$ ('& % -6 $ #6 -0./ †3 t+ -6ƒW$ OW 32) Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kaum lebih banyak dari sebagian yang lain, (karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan.46
44
Ibid, hal. 673
45
Ibid, hal. 115
46
Ibid, hal. 122
30
c. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam hak dan tanggung jawabnya47 Hal ini dapat dipelajari dari firman Allah dalam QS. AnNahl : 97.
,s5 )$ •H#ƒ)‚ •u 4 :0 R )W)h† K C *B+ )U!))m -^RW )9. (‡w%9R $ ) W.X, +-)- 64)-E C!G) Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.48 d. Kedudukan wanita sama dengan pria untuk menjadi ahli waris dan memperoleh warisan yakni antara wanita dan pria memperoleh bagian dari harta peninggalan ibu bapaknya dan keluarga dekatnya, menurut pembagian yang telah pasti.49 e. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam kewajiban belajar dan menimba ilmu sebanyak mungkin.50 Sebagaimana diperintahkan dalam QS. 2 : 31-34:
)-.< )YE O+ d#+))`-)")hH)MdW.$-?)W ˆ! 0‰- ]W )-.<)o = ]W ('S % u!"#$ ŠKC 31. Dan Dia mengerjakan pada Adam (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepadaKu nama benda-benda itu jika kamu memang orang yang benar!”
47
Syahrin Harahap, Islam Dinamis: Menegakkan Nilai-nilai Ajaran Al-Qur' an dalam Kehidupan Modern di Indonesia, Tiara Wacana, t.th., hal. 146 48
Depag RI, Op.Cit., hal. 417
49
Prof. H. Daud & Hj. Habibah, Op.Cit., hal. 202
50
Quraish Shihab, Op.Cit., hal. 277
31
% u!"#$ 1 M)I 1 WX$ V+)N 0+ OW - .)W - ]o - )$ W )o N R#< $)('& 32. Mereka menjawabb: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami.” Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Œ
9 ) $)))` )- d.< -E )‹)-#+)-0.)W)h ‹ -.<)-E d#+)= )p,)`-) )- ) #Z -) )W ) Ž 8)o) | .06$ 3 )• )W ) *2+z M)$ ('' % u!"#$ ) . MZ
33. Aku berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka namanama benda ini.” Maka setelah diberitahukan kepada mereka nama-nama itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?”
) )- !#M 6$ ?E)@ WE ]o 5 6)h= )o 5< H)Md)W.W$ - W ('e % u!"#$ ,!_)M$ 34. Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam, “Maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan adakah ia termasuk golongan yang berfikir.51 f. Kedudukan pria dan wanita sama dalam memilih pekerjaan Islam membenarkan antara laki-laki dan wanita aktif dalam berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya. Baik secara pribadi atau bersama dengan orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat, sopan serta selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap
51
Depag RI, Op.Cit., hal. 14
32
diri dan lingkungannya. Secara singkat dapat dikemukakan rumusan menyangkut pekerjaan wanita yaitu bahwa “wanita mempunyai hak untuk bekerja, selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan atau selama mereka membutuhkan pekerjaan itu.52 g. Kedudukan wanita dan pria sama-sama mempunyai hak dalam bidang politik.53 Dalam Islam, wanita memperoleh hak politik yaitu berhak dipilih dan memilih untuk berperan serta dalam masalah-masalah umum kemasyarakatan.54 Hak-hak politik kaum wanita seperti yang tertera dalam QS. At Taubah : 71, yaitu :
) , \ !X.$-E) ! Y,†… XE1p$ ) „ XEV K.$ ) KL N d)$ :)$<8 :)W$ ) Xj, | )s$ ) ZK, )H)WP 0 ) . ", !P )M .$ (wS % HE $ † M4 †s,s 1 ] x1 .4!< Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah auliya’ bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh untuk mengerjakan yang ma’ruf mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.55 Ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban melakukan kerjasama antar lelaki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang dilukiskan dengan kalimat menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar. Kata auliya’ dalam pengertiannya, mencakup kerjasama, bantuan dan penguasaan. Sedang pengertian yang dikandung oleh menyuruh mengerjakan yang makruf mencakup segala segi kebaikan atau perbaikan kehidupan, termasuk memberi nasihat (kritik) kepada 52
Quraish Shihab, Op.Cit., hal. 275
53
Ibid, hal. 273
54
Syahrin Harahap, Op.Cit., hal. 146
55
Depag RI, Op.Cit., hal. 291
33
penguasa. Dengan demikian, setiap lelaki dan perempuan yang muslimah hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar masing-masing mereka mampu melihat dan memberi saran (nasihat) dalam berbagai bidang kehidupan.56 2. Wanita dalam Kehidupan Keluarga Allah menciptakan wanita sebagai pasangan bagi kaum pria melalui akad nikah yang ditetapkan dalam Islam, maka resmilah keduanya sebagai pasangan suami istri. Dan dari sinilah muncul hak dan kewajiban yang merupakan tugas serta tanggung jawab bagi suami maupun isteri. Wanita yang telah berkeluarga, memegang dua peranan penting dalam keluarganya yaitu sebagai isteri bagi suaminya dan sebagai ibu bagi anak-anaknya. a. Sebagai isteri Dalam kedudukannya sebagai isteri ia menjadi kepala rumah tangga dan berhak melakukan segala sesuatu yang dianggapnya baik bagi kepentingan pembinaan rumah tangganya. Dalam kedudukannya sebagai isteri, wanita tidak kehilangan haknya untuk mempergunakan kekayaan dan miliknya sendiri, baik yang diperoleh atas usahanya sendiri dan bekerja maupun melalui warisan harta peninggalan orang tuanya.57 Seorang isteri menjadi pemimpin di rumah suaminya, artinya dia harus mampu mengatur kehidupan rumah tangganya dengan baik, harus bersikap baik terhadap suami, sayang kepada suami, harus dapat menarik simpati dan kepercayaan suami, memelihara harta suami dan anak-anaknya
karena
sebagai
isteri
juga
akan
dimintai
58
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
56
Quraih Shihab, Op.Cit., hal. 273
57
Prof. H.M. Daud Ali,SH d Hj. Habibah Daud, SH., Op.Cit., hal. 205
58
Nadhirah Mudjab, Merawat Mahligai Rumah Tangga, LEKPIM, Mitra Usaha, Yogyakarta, 2000, hal. 49
34
Kedudukan dan peran seorang isteri dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: pertama, segi psikologis, kehadiran seorang isteri dituntut untuk dapat
memberikan
ketenangan
dan
kedamaian
dalam
rumah
tangganya. Kedua, segi reproduksi dan regenerasi, yakni seorang isteri diharapan mampu menghasilkan keturunan serta merawatnya dengan baik. Mengenai hak dan kewajiban isteri, Al-Qur’an menyebutkan dalam surat Al-Baqarah 228:
% u!"#$ bHG8 0 )W `-Gƒ!W$ \ !X.)$-E0 )W • €]$ 9B 2P $) xxx (&&{ Artinya : … dan para wanita yang mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.59 Derajat dalam ayat di atas sama sekali bukan dimaksudkan dengan kebolehan pria untuk bertindak sewenang-wenang terhadap wanita. Tetapi seorang suami bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kesejahteraan rumah tangganya. b. Sebagai seorang ibu Allah menciptakan wanita dan menjadikan daripadanya keturunan dengan jalan perkawinan. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa wanita sesuai kodratnya harus mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik anaknya hingga dewasa. Seorang wanita mendapat kedudukan yang sangat terhormat dalam ajaran Islam, karena tidak ada manusia yang lahir ke dunia tanpa melalui seorang ibu. Oleh karena itu, Tuhan memerintahkan kepada manusia untuk menghormati dan berbuat baik kepada ibunya. Peranan ibu sangat menentukan pertumbuhan anak yang berada dalam asuhannya, karena di tangan ibulah anak itu mulai berpikir dan
59
Depag RI, Op.Cit., hal. 55
35
merasa.60 Untuk itu, seorang ibu harus menyadari bahwa dirinya menjadi tauladan bagi anak-anaknya, dia menjadi tumpuan pandangan dan pedoman bagi mereka. Seorang ibu juga diharuskan bersikap adil terhadap anak-anaknya, karena jika tidak berlaku adil, dapat menimbulkan kebencian dan durhaka anak kepada orang tuanya. Begitu berat tanggung jawab seorang ibu, dari mulai mengandung, melahirkan dan menyusui, juga harus bertanggung jawab terhadap perkembangan fisik anak agar dapat tumbuh secara wajar. Dari sinilah dapat dipahami, mengapa Islam menempatkan seorang ibu pada posisi yang terhormat, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadist Nabi.
` <8 ‘ 9G8 -G % `- : *ˆ8 u!,! ?E •, 4 %`- –—E-R 6” •4“ ’ ` <8-E% `-"h W< : W OW – ˜ %`- (N 2 %`- – ˜%`- (N 2 %`- – ˜ %`- (N 2 (™ E ˜ %`Artinya : Abu Hurairah r.a berkata: Seorang datang kepada Nabi saw dan berkata: “Ya Rasulullah, siapakah yang berhak aku layani?” Jawab Nabi: “Ibumu”. Ditanya kemudian siapakah? Jawab Nabi: “Ibumu”. Ditanya kemudian siapakah? Jawab Nabi: “Ibumu.” Ditanya kemudian siapakah? “Ayahmu”. (HR. Bukhari Muslim)61 Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan dan hak antara lelaki dan wanita hampir dikatakan sama, kalaupun ada yang membedakan, maka itu hanyalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan Tuhan kepada masing-masing jenis kelamin itu, sehingga perbedaan yang ada tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain. Tetapi perbedaan itu justru jadi pelengkap untuk membangun kehidupan bersama yang sebaik-baiknya.
60 61
Prof. HM. Daud, SH dan Hj. Habibah, Op.Cit., hal. 206-207
Mohammad Fuad ‘Abdul Baqi ‘Al Lu’lu’walmarjan, Himpunan Hadist Shahih yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1996, hal. 983
36
3. Wanita dalam Berdakwah Seorang muslim adalah da’i sesuai dengan kemampuannya.62 Mengajak kepada yang makruf dan melarang yang mungkar adalah tugas bagi semua muslim, lelaki maupun wanita.63 Hal ini merupakan ciri khas dari lahirnya umat yang terpuji. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran: 110
KZ !)M L)
) Z \ !X.$-E) ! YZ[ -0W$ VG !T UH0 !T (SSa % !. ` -E)
Artinya : Jadilah kalian umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah (QS. Ali Imran:110)64 Wanita bertanggung jawab untuk beramar ma’ruf nahi mungkar sejak dia mengikrarkan diri masuk Islam. Karena itu, hendaklah mereka segera memerintah kepada yang makruf dan melarang yang mungkar, belajar dan mengajar, tidak tinggal diam ketika menyaksikan apa saja yang menyeleweng dari kitabullah dan Rasul. Bahkan siap membantah bila mengetahui terjadi tindak kemungkaran, sementara dirinya berada pada kebenaran.65 Di samping itu setiap wanita juga dituntut mempelajari sifat-sifat juru dakwah yang baik dan juga memiliki kepribadian yang baik pula. Kepribadian di sini meliputi kepribadian yang bersifat jasmani dan rohani. Adapun kepribadian yang bersifat rohaniah mencakup: a. Sifat-sifat seorang da’i 1) Iman dan taqwa kepada Allah 2) Tulus ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi 3) Ramah dan penuh pengertian 4) Rendah hati 5) Sederhana dan jujur 62
Said Hawa, Intelektualitas Jundullah, Al-Ishlamy Press, Jakarta, 1987, hal. 241
63
Abu Iqbal-Mahalli, Muslimah Modern dalam Bingkai Al Qur’an dan Al Lekpim Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2000, hal. 237 64
Depag RI, Op.Cit. hal. 94
65
Abu Iqbal Al Mahalli, Op.Cit., hal. 239
Hadits,
37
6) Tidak memiliki sifat egoisme 7) Sifat antusias 8) Sabar dan tawakal 9) Memiliki jiwa toleran 10) Sifat terbuka dan tidak memiliki penyakit hati b. Sikap seorang da’i 1) Berakhlaq mulia 2) Disiplin dan bijaksana 3) Wira’i dan berwibawa 4) Tanggungjawab 5) Berpandangan yang luas c. Berpengetahuan yang cukup Sedangkan kepribadian yang bersifat jasmaniah mencakup : a. Sehat jasmani b. Berpakaian necis 66 Mengingat persyaratan bagi seorang da’i tersebut, kaum wanita sebagai da’i perlu belajar terus menerus serta membenahi dirinya dengan sifat, sikap dan pengetahuan sebagai penunjang seperti tersebut di atas agar dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi pada objek garapan dakwah yang demikian kompleks. Karena pada dasarnya kegiatan dakwah adalah kegiatan amar ma’ruf nahi mungkar, tetapi bukan berarti seorang da’i sudah cukup dengan menyampaikan amar ma’ruf nahi mungkar saja. Oleh karena itu wanita Islam sebagai subjek dakwah hendaknya lebih tanggap dan peka terhadap permasalahan umat sekarang ini dan menyadari serta membuka mata kepada soal pendidikan dan ilmu pengetahuan. Didalam menentukan gerak langkah dakwah yang dilakukan kaum wanita, bisa berpijak pada pribadi dan dengan mengadakan jamaah (organisasi). a. Dakwah secara pribadi 1) Terhadap masyarakat
66
78
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, PT Al-Ikhlas, Surabaya, hal. 34-
38
Dalam melaksanakan dakwah secara pribadi ini, kaum wanita dapat menempuh berbagai cara. Dengan terbukanya lapangan
pengetahuan
dan
lapangan
sosial
memberikan
kesempatan penuh bagi kaum wanita, maka semakin luas pula kesempatan untuk menggunakan berbagai metode dan media guna menyalurkan misi dakwah yang diembankan sesuai dengan kemampuan dan profesi yang dimilikinya. Misalnya melalui ceramah (mimbar), pendidikan baik formal maupun nonformal dan sebagainya. Dalam melaksanakan dakwah secara pribadi, ini lebih leluasa dalam pelaksanaannya, karena dengan tidak ada keterkaitan dari pihak manapun dan siapapun, para da’i menyebarkan agama dengan kesungguhan hati dan kesadaran pribadi sendiri, sehingga hasil usaha yang dilakukan dengan tulus ikhlas ini insyaallah akan lebih baik, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
W< : W 9 ` <8 VXœ %`- › 8 f8 I š X< P -)h:+-6W#hij 6,)k -)h E !/gW)h ^!)M M f)8 ` _, ( W6 8 -no); XDl)N $)m :#W)"#)hij 6, )k Dengan berpedoman hadist di atas, kaum wanita Islam dituntut dengan kewajiban melaksanakan dakwah. Maka mereka berusaha untuk merealisasikan dalam tugasnya sebagai pengemban amanat dakwah, secara pribadi berdasarkan kadar kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Dengan menyadari bahwa untuk dapat melaksanakan dakwah
secara
pribadi
ini,
mereka
dituntut
mempunyai
kesanggupan untuk menyatu dengan masyarakat. Untuk itu para da’i harus bersikap luwes dalam pergaulan hidup sehari-hari menghadapi objek yang heterogen dengan segala problem yang kompleks para da’i harus sabar dan tawakal, karena dakwah adalah melaksanakan perintah Allah yang diwajibkan kepada seluruh umat, dan oleh Allah tidak diwajibkan berhasil dalam perjuangan
39
itu, oleh karena itu apabila dalam hal tersebut menghadapi cobaan dan hambatan hendaklah bersabar dan bertawakal kepada-Nya.67 Berdakwah secara pribadi ibarat berjuang seorang diri selain dituntut kesabaran dan ketakwaan serta tulus ikhlas tanpa pamrih, maka harus lebih demokratis (terbuka). Seorang da’i adalah sosok manusia biasa yang tidak sempurna, tidak akan lepas dari salah dan lupa. Maka untuk mencapai keberhasilan dakwahnya, ia harus menerima dengan gembira apabila ada kritik dan saran yang datang kepadanya, sanggup bermusyawarah jika menemui kesulitan dan tidak berpegang teguh pada pendapatnya sendiri.68 2) Terhadap keluarga Pada umumnya di dalam keluarga terdapat kesamaan agama, meskipun terkadang ada juga yang bermacam-macam agama yang dianut oleh anggota keluarga tersebut. Bagi keluarga yang beragama Islam, kesempatan yang baik keluarganya dapat dijadikan
media
dakwah,
seperti
membiasakan
anaknya
bersembahyang, puasa dan sebagainya. Di dalam keluarga yang memegang peranan penting adalah ibu, maka tepat kiranya bagi para wanita menjadikan keluarganya sebagai ajang pelaksanaan dakwah yang pertama kali, karena di dalam keluarga, ibulah yang pertama-tama memikul tanggung jawab. Ibu yang melahirkan, mengasuh dan membesarkan serta ibulah yang paling tahu keadaan anaknya. Oleh karena itu dia pula yang bertanggung jawab dan menguasai perhatian anak-anaknya untuk pertama kalinya, sedangkan seorang ayah sebagai kunci pendorong anak-anak melakukan ajaran Islam. Kehidupan keluarga yang sejahtera dan bahagia hanyalah akan terwujud apabila bersendi kepada agama yang ditaati, memiliki sumber penghasilan yang halal, dapat melaksanakan 67
Asmuni Syukir, Op.Cit., hal. 41
68
Ibid, hal. 42
40
fungsinya dengan baik, serta harmonis dalam hubungan timbal balik antara seluruh anggotanya. Oleh karena itu, dakwah terhadap keluarga ditujukan pula dalam rangka mempersiapkan kader-kader (khususnya kader dakwah) yang dicita-citakan. Dari keluarga seperti di atas akan melahirkan anggota masyarakat teladan yang sanggup di depan menjadi pemimpin umat yang mampu menciptakan situasi kehidupan yang penuh dengan limpahan ridha Allah. Apabila para wanita Islam mampu membangun keluarga dalam kehidupan yang agamis, maka akan terwujud suatu masyarakat yang agamis pula. Insyaallah tujuan dakwah Islam akan dapat dicapai dengan mudah. b. Dakwah melalui organisasi Bertitik tolak pada tujuan dasar dakwah yaitu mengajak manusia untuk berbuat kebaikan, maka dapat dikatakan bahwa proses dakwah merupakan proses perubahan keseluruhan tata hidup manusia dari yang kurang/belum Islam kepada tatanan hidup yang Islam seperti ditegaskan dalam Ali Imran: 104.
!)M L)
) , \ !X)L-E) ! Y, !)c-?$ ) ,bH M M )$ (Sae % !. ` ) RW_L C N d)$
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebijakan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”69 Ayat tersebut menunjukkan, bahwa dakwah adalah berpijak pada kebaikan, pokok dari segala kebaikan, itulah kebenaran dan dengan itu pula memperbaiki manusia dan menentukan arah tujuannya. Ayat di atas juga merupakan landasan bagi sekelompok manusia untuk mendirikan suatu organisasi atau lembaga dakwah untuk merealisaikan dakwah Islam.
69
Depag RI, Op.Cit., hal. 93
41
Dalam ayat ini umat Islam diperintahkan untuk mengadakan suatu badan/kelompok yang mengambil tugas mengerjakan dakwah.70 Setiap laki-laki maupun wanita mempunyai kewajiban yang sama dalam berdakwah, tetapi kadar kewajibannya antara satu dengan yang lain itu tidak sama, tergantung kepada keadaan dan kemampuan masing-masing. Karena itu dengan menyadari akan keterbatasan kemampuan orang seorang, maka berhimpunlah beberapa dari banyak orang dalam suatu wadah organisasi atau lembaga dengan tujuan agar dapat melaksanakan seruan Allah.71 Disamping berdakwah secara pribadi, seperti telah diuraikan di atas kaum wanita dalam aktivitas dakwahnya adalah melalui organisasi Islam. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi Islam, sudah barang tentu segala gerak organisasinya berasaskan Islam, apalagi tujuan organisasinya banyak menyinggung ukhuwah islamiyah, dakwah islamiyah dan sebagainya.72 Sebagai suatu contoh dari suatu bentuk dakwah dengan melalui organisasi adalah dengan adanya kelompok-kelompok pengajian yang sekarang ini banyak sekali tumbuh didalam masyarakat pedesaam maupun perkotaan, baik itu berupa “Yasinan” maupun pengajian. Berorganisasi adalah suatu bentuk kehidupan yang mengikat hubungan setiap orang dengan masyarakat sesuai dengan fitrah kemanusiaannya sebagai makhluk sosial, dan setiap orang tidak dapat melepaskan dirinya dari ikatan dengan sesama tadi. Oleh karena itu setiap orang, baik sebagai makhluk individu yang bertanggung jawab terhadap masyarakatnya akan selalu diancam dengan “kehinaan” jika meninggalkan hubungan dengan sesamanya. Firman Allah dalam QS. Ali Imran: 112
70
H.S. Prodjokusumo, Dakwah Bil Hal Sekilas Pandang, “Islam dan Era Reformasi”, Pustaka Panjimas Jakarta, 989, hal. 318. 71
Ibid, hal. 319
72
Ibid, hal. 173
42
xxx[ -0$
U9#4
U9#RE]o _"Z-
,)H)$q€$
W) VE!P ˆ (SS& % -6 $
Artinya : Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia …(QS. Ali Imran: 112)73 Berorganisasi ini melaksanakan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi mungkar di tengah-tengah kehidupan masyarakat, adalah suatu proyek besar sebagai tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan yang menuntut kerjasama dan berdasarkan akidah serta kesatuan sikap dan langkah. Sedangkan untuk melaksanakan perjuangan tersebut dalam rangka membangun dan mewujudkan suatu kehidupan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya jelas menuntut satu kesatuan besar dan kompak serta sistem perjuangan yang baik dan teratur, maka untuk mencapai kekuatan tersebut Allah mewajibkan umat Islam bergotong royong atau bekerjasama dalam kebaikan seperti ditegaskan didalam firmanNya surat Al Maidah: 2.
(& % u ‹-L
X$
‰o-?W + -XZ)o f "$ ƒ!#$-?W + )-XZ
Artinya : Dan tolong menolonglah kamu (dalam mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS. Al Maidah: 2)74 Dengan adanya organisasi atau jamaah akan menimbulkan kesan kesatuan dan kekuatan suatu masyarakat, lahir atau berdirinya suatu jamaah yang hidup dalam masyarakat Islam akan mencerminkan keadaan Islam yang hidup dalam masyarakat tersebut karena kebesaran organisasi menunjukkan kebesaran Islam bahkan akan berpengaruh kepada agama lain.75
73
Depag RI, Op.Cit., hal. 94
74
Ibid, hal. 157
75
Asmuni Syukir, Op. Cit., hal. 173
43
Dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 6 Tahun 1979 tentang Susunan Organisasi Departemen Agama lembaga dakwah terklasifikasi dalam 4 (empat) kelompok, yaitu: badan-badan dakwah, majelis taklim, pengajian dan organisasi kemakmuran masjid/mushola. 1) Badan-badan dakwah, adalah organisasi Islam yang bersifat umum yang melaksanakan berbagai kegiatan seperti masalah pendidikan, keterampilan, sosial, ekonomi dan lain-lain. terdiri dari 5 (lima) badan dakwah : a) Badan Dakwah Induk, misalnya : NU, Muhammadiyah, MDI, Al Irsyad, ICMI dan semacamnya. b) Badan Dakwah Wanita misalnya Aisyiyah, Muslimat, Al Hidayah, Wanita Islam, Fatayat dan sebagainya. c) Badan Dakwah Khusus seperti yayasan-yayasan, BAZIS, Lembaga Kajian dan Pengembangan Islam (Islamic Centre) Jawa Tengah, Lembaga Penelitian IAIN dan lain sebagainya. d) Badan Dakwah Pemuda, Mahasiswa dan Pelajar, misalnya : HMI, PMII, Pemuda Anshor, Pemuda Muhammadiyyah, IPNU dan lain-lain. e) Badan Dakwah Remaja, misalnya kelompok-kelompok remaja masjid seperti IRMAS, ARIMBI dan lain-lain. 2) Majelis taklim Lembaga ini menyelenggarakan pendidikan nonformal bidang agama Islam untuk orang dewasa, ini sering juga disebut dengan pengajian. 3) Pengajian Lembaga ini merupakan
forum pendidikan nonformal agama
Islam untuk tingkat anak-anak. Saat ini populer dengan sebutan Taman Pendidikan Anak Al-Qur’an (TPA) dan TK Al-Qur’an. 4) Organisasi kemakmuran masjid/mushola Maksudnya adalah organisasi yang dibentuk untuk mengelola masjid/mushola dan melaksanakan berbagai kegiatan di dalam
44
masjid/mushola misalnya pendidikan, perpustakaan dan koperasi. Organisasi ini hampir di setiap masjid dan mushola. 76 Sebagai lembaga Islam mempunyai beberapa fungsi diantaranya: 1) Memberikan pedoman pada
anggota masyarakat (muslim)
bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang dalam masyarakat, terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok. 2) Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yakni sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya. 3) Menjaga keutuhan masyarakat.77 Sedangkan fungsi lembaga dakwah, baik badan dakwah, majelis
taklim,
pengajian
maupun
organisasi
kemakmuran
masjid/mushola adalah menggerakkan masyarakat untuk melakukan tindakan perubahan dari kondisi yang ada menjadi kondisi yang lebih baik menurut tuntutan agama Islam dan sesuai dengan perudangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan fungsinya, lembaga dakwah memerlukan manajemen dan metodologi sebagai pendukung utama. kemampuan memilih dan menggunakan daya dukung tersebut sangat tergantung kepada kejelian dan kearifan membaca dan menganalisa mobilitas masyarakat.78 Maka nampaklah, adanya organisasi baik yang bersifat formal atau nonformal khususnya organisasi sangat memberi arti bagi perkembangan dakwah. Dalam hal ini tidak berarti ada keinginan atau maksud untuk meremehkan nilai dan keberadaan da’i yang bersifat individual. Namun dengan adanya jamaah dirasa sangat penting untuk
76
Proyek Penerangan Bimbingan dan Dakwah/Khotbah Agama Islam Bidang Penerangan Agama Islam Kanwil Depag Prop. Jateng, Lembaga Dakwah Antara Kuantitas dan Kualitas, 1992, hal.9-10 77
Prof. H. Mohammaf Daud Ali SH dan Hj. Habibah Daud SH, Op.Cit., hal. 2-3
78
Kanwil Depag Jateng, Op.Cit., hal 17
45
mencapai hasil yang baik, karena organisasi merupakan alat dan tempat serta lapangan perjuangan untuk melaksanakan pengabdian kepada Allah didalam memperkuat ihsan terhadap sesama manusia. Badan dakwah wanita mempunyai peran yang sangat besar dalam berdakwah baik itu melalui lisan maupun keteladanan. Karena pada hakikatnya aktivitas dakwah adalah menyampaikan materi dakwah kepada objeknya melalui media yang tersedia untuk mencapai tujuan dakwah yang seoptimalnya yakni membangun manusia lahir batin untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.