BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Kekuasaan Dahrendorf menyatakan bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi Marx sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut Dahrendorf, hubungan-hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur-unsur bagi kelahiran kelas. Terdapat dikotomi antara mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. Maka dengan kata lain, beberapa orang turut serta dalam struktur kekuasaan yang ada dalam kelompok, sedang yang lain tidak, atau beberapa beberapa orang memiliki kekuasaan sedang yang lain tidak. Dahrendorf (1959: 173), mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dalam tingkat dominasi itu dapat dan selalu sangat besar. Tetapi pada dasarnya, tetap terdapat dua sistem kelas sosial (dalam perkumpulan khusus) yaitu, mereka yang berperan serta dalam struktur kekuasaan melalui penguasaan dan mereka yang tidak berpartisipasi melalui penundukan. Perjuangan kelas yang dibahas oleh Dahrendorf lebih berdasarkan kepada kekuasaan daripada pemilikan sarana-sarana produksi. Dahrendorf menyatakan bahwa di dalam setiap asosiasi yang ditandai oleh pertentangan terdapat ketegangan di antara mereka yang ikut dalam struktur kekuasaan, dan yang tunduk pada struktur itu. Maka kepentingan yang dimaksud oleh Dahrendorf mungkin bersifat manifes (disadari) atau bersifat laten (kepentingan potensial). Kepentingan laten disini adalah tingkah laku potensil
22
(undercurrents behavior), yang telah ditentukan bagi seseorang karena dia menduduki peranan tertentu, tetapi masih belum disadari. Menurut Dahrendorf (1959: 206), pertentangan kelas harus dilihat sebagai kelompok-kelompok pertentangan yang berasal dari struktur kekuasaan asosiasi-asosiasi yang terkoordinir secara pasti. Kelompok-kelompok yang bertentangan itu, sekali mereka ditetapkan sebagai kelompok kepentingan, maka akan terlibat dalam pertentangan yang niscaya akan menimbulkan perubahan struktur sosial. Begitu juga Dahrendorf menjelaskan bahwa teori konfliknya, merupakan model pluralistis yang berbeda dengan model dua kelas yang sederhana dari Marx. Marx menggunakan seluruh masyarakat sebagai unit analisa, dengan orangorang yang mengendalikan sarana produksi lewat pemilikan sarana tersebut atau orang yang tidak ikut dalam pemilikan yang demikian. Manusia dibagi ke dalam kelompok yang punya dan yang tidak. Dalam menggantikan hubungan-hubungan kekayaan dengan hubungan kekuasaan sebagai inti dari teori kelas, maka Dahrendorf (1959: 213) menyatakan bahwa model dua kelas ini tidak dapat diterapkan pada masyarakat secara keseluruhan tetapi hanya pada asosiasi-asosiasi tertentu yang ada dalam masyarakat. Dahrendorf mengakui bahwa penyebaran kelompok-kelompok yang ekstrim serta pertentangan-pertentangan tersebut jarang sekali terjadi dalam kenyataan. Biasanya dalam masyarakat historis tertentu pertentangan yang berbeda saling tumpang tindih, jadi dalam kenyataannya medan pertentangan itu berada di beberapa area yang dominan saja. Dahrendorf juga berpendapat bahwa kekayaan, status ekonomi, dan status sosial, walau bukan merupakan determinan kelas, demikian menurut istilah yang ia pergunakan benar-benar dapat
23
mempengaruhi intensitas pertentangan. Ia mengetengahkan proposisi yang mengatakan bahwa semakin rendah korelasi antara kedudukan kekuasaan dan aspek-aspek status sosial ekonomi lainnya, maka semakin rendah intensitas pertentangan kelas dan sebaliknya (1959: 218). Dengan kata lain, kelompokkelompok yang menikmati status ekonomi relatif tinggi memiliki kemungkinan yang rendah untuk terlibat dalam konflik yang keras dengan struktur kekuasaan daripada mereka yang terbuang dari status sosial ekonomi dan kekuasaan. Selain itu, adanya gagasan dari Foucault tentang kekuasaan lebih orisinal dan realistis. Dengan latar belakang sebagai seorang sejarawan, Foucault sama sekali tidak mendefenisikan secara konseptual apa itu kekuasaan tetapi lebih menekankan bagaimana kekuasaan itu dipraktikan, diterima dan dilihat sebagai kebenaran dan berfungsi dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam arti inilah, kekuasaan tidak hanya disempitkan dalam ruang lingkup tertentu atau menjadi milik orang atau intitusi tertentu seperti pandangan umum bahwa kekuasan itu selalu dikaitkan dengan negara atau institusi pemerintah tertentu. Atau dalam konteks Indonesia, kekuasaan tidak hanya menjadi milik institusi pemerintahan saja dan sebagainya tetapi kekuasaan menyangkut relasi antara subyek dan peran dari lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi tertentu dalam masyarakat. Sumbangan kekuatan dari setiap subyek dan lembaga-lembaga yang menjalankan peran sebaik-baiknya, itulah yang menunjukan arti kekuasaan. Pemahaman kekuasaan diatas, jelas bertolak belakang dengan pemahaman Karl Marx yang melihat kekuasaan hanya menjadi milik masyakat kelas atas saja. Dominasi dan monopoli kaum borjuis menentukan kehidupan seluruh masyarakat. Atau juga bertentangan dengan gagasan Thomas Hobbes yang mengartikan
24
kekuasaan hanya menjadi milik lembaga yang disebut negara dan negara memiliki kuasa mutlak untuk menentukan kehidupan masyarakat. Berdasarkan kedua gagasan ini, apa yang dikatakan Foucault dimana kekuasaan tidak hanya menjadi milik pemimpin atau entitas yang berpengaruh dalam masyarakat tetapi kekuasaan berawal dari kekuatan dan sumbangan pemikiran setiap subjek. Di dalamnya ada saling percaya dan menopang satu terhadap yang lain, ada pengakuan kekuatan dan kecerdasaan setiap pribadi sebagai sumbangan untuk hidup bersama. Bahwa pemahaman Foucault tentang kekuasaan memberi inspirasi yang kuat bagi munculnya paham demokrasi. Karena dilihat dari gagasan umum demokrasi yang menjunjung tinggi kreatifitas dan sikap kritis setiap subyek atau dengan kata lain adanya pengakuan kekuasaan setiap pribadi. Konsekuensi dari paham kekuasaan Marxian yakni tidak adanya relasi kekuasaan antara subyek, yang ada hanya monopoli kaum kelas atas dan perampasan segala hak milik kaum kecil. Akibat dari paham kekuasaan Thomas Hobbes ialah adanya tindakan represif yang tiada hentinya, kekerasaan, otoriter dan sebagainya. Kondisi seperti ini yang menodai makna kekuasaan itu sendiri. Mungkin berangkat dari keprihatinan seperti ini, Foucault akhirnya mengkritisi makna kekuasaan. Bagi Foucault kekuasaan lebih menunjuk pada mekanisme dan strategi dalam mengatur hidup bersama. Dalam arti ini kekuasan mengasalkan diri dari berbagai sumber dan memiliki keterkaitan satu terhadap yang lain. Adanya pengakuan struktur-struktur yang menjalankan fungsi tertentu dan dalam struktur itulah kekuasaan mengasalkan dirinya. Dari gagasan kekuasaan sebagai suatu strategi dan mekanisme; ada beberapa metodologis kekuasaan yang menjadi fokus perhatian Foucault.
25
Pertama; peran hukum dan aturan-aturan. Foucault mengatakan “kuasa tidak selalu bekerja melalui represif dan intimidasi melainkan pertama-tapa bekerja melalui aturan-aturan dan normalisasi”. Segala aturan dan hukum pertama tidak dilihat sebagai hasil dari ketentuan pemimpin atau institusi tertentu tetapi sebagai sintesis dari kekuasaan setiap orang yang lahir karena perjanjian. Segala aturan yang lahir karena konsensus bersama memiliki kekuatan yang lebih dalam hidup bersama. Kedua, tujuan kekuasaaan. Tujuan dari adanya mekanisme kekuasaan ialah membentuk setiap individu untuk memiliki dedikasi dan disiplin diri agar menjadi pribadi yang produktif. Setiap orang diberi ruang untuk berpikir, berkembang dan dengan bebas menyampaikan aspirasinya demi kemajuan bersama. Ketiga, Kekuaaan itu tidak dilokalisasi tetapi terdapat di mana-mana. Kesadaran akan kekuatan dari suatu negara dan masyarakat tidak dibatasi hanya dari para pemimpin tetapi atas kerjasama setiap pribadi dan lembaga yang memiliki orientasi produktif. Misalnya, dengan adanya ruang komunikasi antara pemimpin dan warganya, kesatuan tercipta dalam suasana dialogis dan mengarah kepada cita-cita bersama. Keempat, kekuasaan yang mengarah ke atas. Dalam arti ini, kekuasaan setiap orang dan lembaga dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga membentuk konsensus bersama. Atau dengan kata lain hasil dari proses komunikasi kekuasaan bersama akan menghasilkan kekuasaan bersama atau dalam bahasa, Thomas Kuhn, adanya paradigma bersama. Kelima, kombinasi antara kekuasaan dan Ideologi. Setiap anggota dalam masyarakat kurang lebih memiliki impian yang sama yaitu adanya pengakuan hal setiap orang yang terarah pada kesejahteraan bersama. Harapan ini harus berjalan bersama dengan
26
kekuasaan bersama. Segala hukum dan aturan diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Dari kelima point di atas, kita melihat dengan jelas adanya perbedaan yang sangat jelas antara gagasan Foucault dengan para pemikir abad modern. Misalnya, Machiavelli yang melihat kesejahteraan bersama tidak ditentukan oleh konsensus bersama tetapi oleh penguasa. Machievelli mengatakan “Orientasi kekuasaan tertuju kepada apa yang dinamakan penguasa artinya merujuk pada pemimpin negara. Dimana dikatakan bahwa seorang penguasa harus bisa membentuk opini umum dalam mengendalikan tingkah laku warganya. Dalam arti ini, penguasa memiliki kuasa mutlak untuk mengatur negara. Tidak ada aturan dan hukun yang muncul sebagai akibat perjanjian setiap subyek. Dengan membandingkan kedua gagasan ini, kita dapat melihat bahwa arti kekuasaan dan jiwa yang menggerakan hidup bersama memiliki titik tolak yang berbeda. Bagi Foucault menjunjung tinggi pada proses kreatif dan kritis setiap orang dalam membangun ideologi bersama. (http://id.wikipedia.org/wiki/Michel_Foucault, 9 mei 2010). Pemikiran Foucault memberi sumbangan besar dalam alam pemikiran filsafat khususnya dalam menelitik gagasan tentang kekuasaan. Kekuasaan pertama-tama bukan merujuk pada kepemilikan tetapi lebih dilihat sebagai mekanisme dan strategi kekuasaan. Itu berarti Foucault melihat kekuasaan bukan semata konsep tetapi kekuasaan itu ada di mana-mana dan dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menunjukkan keterkaitan antara pengetahuan dan kekuasaan, pemikiran Foucault memberikan pengaruh bagi pemikir-pemikir sejamannya seperti Roland Barthes, Louis Althusser. Karena ketajamannya berpikir, Foucault kemudian digolongkan sebagai filosof strukturalisme. Tetapi
27
Foucault sendiri menepis tuduhan tersebut, dia ingin terus mengalami proses kreatif dan kritis dalam berpikir sehingga pemikirannya bisa berubah sesuai dengan fakta dan kebenaran yang berkata-kata. Dengan gagasan-gagasannya, Foucault telah memberi sumbangan besar bagi dunia dalam memahami pengertian kekuasaan yang lebih orisinal. (http://id.wikipedia.org/wiki/Michel_Foucault, 9 mei 2010). Menurut Foucault bahwa kekuasaan itu harus dipraktekkan seperti pada kasus di atas, tetapi harus disadari bahwa tidak semua kekuasaan bisa dipraktikan dalam kehidupan bersama yang heterogen. Selain itu, terminologi kekuasaan sebagai kepemilikan tetapi di aktualkan kepada pemimpin, konstitusi dan aparatur negara hanya saja kepemilikan semacam itu di lihat sebagai sintesis dari kekuasaan setiap subyek atau lembaga yang ada dalam negara tersebut. Paham demokrasi lebih memilih gagasan demikian untuk menghindari penyelewengan yang terjadi oleh karena ulah para koruptor, pemberontak yang mensalahartikan kekuasaan. Gagasan tentang kekuasaan sebagai mekanisme dan strategis serentak menguburkan sistem pemerintahan negara tirani dan otoriter karena di dalam kekuasaan sebagai mekanisme, kekuasaan pertama-tama ada dalam diri setiap subyek dan lembaga-lembaga yang terbentuk. Kekuasaan negara dilihat sebagai sintesis dari kekuasaan setiap subyek tersebut. Ada slogan terkenal, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam arti negara hak, kreatifitas, tuntutan kesejahteraan hidup setiap subyek dijunjung tinggi. Bangsa Indonesia sendiri sedang dalam proses menata strategi dan mekanisme kekuasaan yang lebih solid setelah sekian lama secara tidak sadar
28
dimanipulasi oleh kekuasaan dalam arti “milik”. Kasus korupsi, terorisme, perdagangan perempuan perlahan-lahan mulai dibasmi. Sistem pemerintah dan perundang-undangan mulai dibenah, otonimitas dan kreatifitas setiap lembaga pemerintahan baik sosial, ekonomi mapun politik mulai digalakkan. Inilah tandatanda kesadaran akan penting kekuasaan sebagai suatu strategi dan mekanisme. Akhirnya, tema tentang kekuasaan menurut Foucault tidak pernah selesai untuk dikatakan karena aktualisasi pemahaman ini sedemikian efektif dan membawa setiap masyarakat kepada kemajuan yang tiada hentinya. Sistem pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila adanya saling percaya dan kerjasama antara subyek dalam masyarakat.
•
Cara-Cara Mempertahankan Kekuasaan adalah sebagai berikut : -
Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang politik, yang merugikan kedudukan penguasa, dimana
peraturan-peraturan
tersebut
akan
digantikan
dengan
peraturan-peraturan baru yang akan menguntungkan penguasa, keadaan tersebut biasanya terjadi pada waktu ada pergantian kekuasaan dari seseorang penguasa kepada penguasa lain (yang baru). -
Mengada
kan
sistem-sistem
kepercayaan
yang
akan
dapat
memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya, yang meliputi agama, ideologi, dan seterusnya. -
Pelaksanaan administrasi konsolidasi horizontal dan vertikal.
29
•
Sifat dan Hakikat Kekuasaan 1. Simetris -
Hubungan persahabatan
-
Hubungan sehari-hari
-
Hubungan yang bersifat ambivalen
-
Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya.
2. Asimetris -
Popularitas
-
Peniruan
-
Mengikuti Perintah
-
Tunduk pada pemimpin formal atau informal
-
Tunduk pada seorang ahli
-
Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya.
-
Hubungan sehari-hari
2.2 Konsep dan Fungsi Nilai Tanah Tanah dapat diartikan sebagai benda milik umum maupun pribadi , tanah merupakan persediaan yang permanen dan kurang lebih bersifat baku. Nilai harganya lebih bergantung pada ketentuan bersama atau ketentuan sosial daripada ketentuan tindakan dan kebiasaan seseorang. Tanah juga dapat diartikan bisa berarti investasi, sumber keuntungan ekonomis, dan lain sebagainya. Tanah dapat memberikan warna tersendiri bagi struktur masyarakat di kebanyakan negara dunia ketiga, termasuk pada negara Indonesia yang merupakan negara agraris. Tanah juga merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang
30
telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak manusia dalam kelangsungan kehidupan sehari-hari. Tanah sangat erat hubungannya dengan manusia, karena tanah mempunyai nilai ekonomis bagi segala aspek kehidupan manusia dalam rangka menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Tanah dapat diartikan dalam beberapa pengertian, diantaranya adalah sebagai berikut (Dalam Rizky : 2004) : •
Tanah mempunyai hubungan erat dengan rumah, bangunan, atau tanaman yang berdiri di atasnya, sehingga pada hakekatnya benda-benda yang berdiri di atasnya merupakan kesatuan dari tanah tersebut. (Menurut Kurdinanto 2004).
•
Tanah
tidak
bergerak
sehingga
secara
fisik
tidak
dapat
diserahkan/dipindah atau dibawa. Selain itu, tanah juga bersifat abadi. Tanah tidak dapat dirubah dalam tingkatnya sebagai bagian dari bumi itu sendiri, juga tidak dapat ditambah/dikurangi sebagaimana halnya dengan bentuk-bentuk kekayaan yang lainnya. (S. Rowton Simpson). •
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi atas sekali, keadaan bumi di suatu tempat, permukaan bumi yang diberi batas, bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal, dan sebagainya).
•
Dalam hukum, tanah dalam arti yuridis adalah sebagai suatu pengertian yang telah diberikan batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok Agraria
31
(UUPA), dengan demikian pengertian tanah dalam arti yuridis adalah permukaan bumi. •
Tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan dalam berbagai segi kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat dan ruang untuk hidup dan berusaha, untuk mendukung vegetasi alam yang manfaatnya sangat diperlukan oleh manusia dan sebagai wadah bahan mineral, logam, bahan bakar fosil dan sebagainya untuk keperluan manusia (Soemadi 1994 dalam Ely 2006).
Manusia selalu berlomba-lomba untuk menguasai dan memiliki bidang tanah yang diinginkan, oleh karena itu tidak mengherankan kalau setiap manusia yang ingin memiliki dan menguasainya menimbulkan masalah-masalah tanah, seperti dalam pendayagunaan tanah. Manusia dalam mendayagunakan tanah tidak seimbang dengan keadaan tanah, hal ini dapat memicu terjadinya perselisihan antara sesama manusia seperti perebutan hak, timbulnya masalah kerusakankerusakan tanah dan gangguan terhadap kelestariannya. Dalam rangka mengatur dan menertibkan masalah pertanahan telah dikeluarkan berbagai peraturan hukum pertanahan yang merupakan pelaksanaan dari UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) sebagai Hukum Tanah Nasional.
Maka secara umum UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) dapat membedakan tanah menjadi:
32
1. Tanah Hak Tanah hak adalah tanah yang telah dibebani sesuatu hak diatasnya, tanah hak juga dikuasai oleh negara tetapi penggunaannya tidak langsung sebab ada hak pihak tertentu diatasnya. 2. Tanah Negara Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain diatas tanah itu, tanah itu disebut juga tanah negara bebas. Landasan dasar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk menyusun politik hukum serta kebijaksanaan dibidang pertanahan telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat”.
Berdasarkan
ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) makna dikuasai oleh negara bukan berarti bahwa tanah tersebut harus dimiliki secara keseluruhan oleh negara, tetapi pengertian dikuasai itu memberi wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk tingkatan yang tertinggi untuk: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
33
Hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan hak-hak atas tanah seperti Hak Milik dan Hak Guna Bangunan diatur dalam Bagian III dan Bagian V UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam kaitan ini, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) hanya memberikan hak kepada pemegangnya memanfaatkan tanah untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, karena kepemilikan tanah tersebut dipegang oleh Negara, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, SHGB dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Bila lewat dari waktu yang ditentukan maka hak atas tanah tersebut hapus karena hukum dan tanahnya sepenuhnya dikuasai langsung oleh negara. Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), pemegang haknya mempunyai kepemilikan yang penuh atas tanah dan merupakan hak turun temurun yang terkuat dari hak-hak atas tanah lainnya yang dikenal dalam UUPA. Hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik. Sedangkan, perusahaan-perusahaan swasta, seperti misalnya developer atau perusahaan pengembang perumahan tidak dapat mempunyai tanah dengan status Hak Milik. Mereka hanya diperbolehkan sebagai pemegang SHGB. Dalam hal developer membeli tanah penduduk yang semula berstatus tanah-tanah hak milik, maka dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan menurunkan status tanah-tanah yang dimiliki developer tersebut dari penduduk, menjadi berstatus Hak Guna Bangunan, yaitu hanya bangunan– bangunan yang dapat dimiliki oleh developer. Sedangkan, tanahnya menjadi milik negara, sehingga sertifikat yang dikeluarkan adalah dalam bentuk SHGB. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 36 UUPA.
34
Namun, pemegang SHGB tidak perlu khawatir karena berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal, tanah dengan status SHGB dapat diubah menjadi tanah bersertifikat Hak Milik, dengan cara melakukan pengurusan pada kantor BPN setempat di wilayah tanah tersebut berada. Pengurusan dapat dilakukan oleh si pemegang SHGB yang berkewarganegaraan Indonesia ataupun menggunakan jasa Notaris/PPAT. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut, yaitu:
1.
SHGB asli
2.
copy IMB
3.
copy SPPT PBB tahun terakhir
4.
identitas diri
5.
Surat Pernyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5 (lima) bidang yang luasnya kurang dari 5000 (lima ribu) meter persegi,
6.
membayar uang pemasukan kepada Negara
(http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1322/prosedur-mengurus-hakmilik-atas-tanah-untuk-rumah-tinggal)
35
2.3 Spekulasi Tanah Spekulasi tanah dapat diartikan sebagai suatu teknik investasi membeli tanah unimproved dengan harapan pertumbuhan cepat dalam harga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka spekulasi tanah juga dapat diartikan sebagai suatu resiko pembelian suatu harta yang harganya diperkirakan naik pada saat yang akan datang dan dapat dijual kembali untuk memperoleh laba, dan sebaliknya penjualan suatu barang yang diperkirakan harganya akan turun pada saat yang akan datang dan dapat dibeli kembali dengan harga yang lebih murah untuk memperoleh keuntungan, biasanya hal ini digunakan dalam pasar uang, saham, komoditas, dan lain sebagainya. Dalam proses spekulasi tanah ini, suatu elit kota pemilik tanah akan berusaha menjangkau daerah pinggiran kota dan bahkan akan lebih jauh lagi. Tetapi tidak hanya terdapat peningkatan pemilikan tanah dan bertambahnya penguasaan kota atas pedalaman saja, tetapi sementara itu berlangsung pula suatu perubahan budaya di bidang norma-norma hukum yang mengatur soal pemilikan tanah. Proses perluasan kota dan meluasnya secara fisik wilayah-wilayah yang dibangun, selama ini telah dianalisa dalam pengertian meningkatnya pembagian tanah di daerah pinggiran kota dan perluasan wilayah kekuasaan elit kota pemilik tanah. Di masa permulaan meningkatnya spekulasi, transaksi tanah cenderung lebih merupakan lembaga, yaitu antara para spekulator daripada sambungan saja antara spekulan dan penduduk kota. Pelembagaan spekulasi tanah mengurangi kemampuan para pendatang miskin membeli tanah untuk tempat tinggal di pinggiran desa dan kota, karena daerah-daerah ini cenderung menjadi objek dari
36
adanya spekulasi tanah, dan bukannya objek perluasan serta pembangunan kota. Hal ini antara lain dapat mengakibatkan berlebihnya kepadatan penduduk di pusat kota, dan terbentangnya daerah-daerah miskin dengan kelas pekerja (Sargent, 1972: 368). Akibat lain dari adanya spekulasi tanah dan peningkatan harga tanah mungkin adalah adanya perluasan daerah liar, yaitu dimana norma-norma pemilikan tanah sudah tidak lagi ditegakkan. Pada sekarang ini masih saja kita lihat bahwa masih banyaknya spekulasi tanah dalam pembangunan CBD (Central Business District) di Kota Medan. Pembangunan yang terjadi di pusat-pusat kota kebanyakannya mengalami peningkatan dalam hal spekulasi tanah. Hal ini dapat memperkaya elit kota pemilik tanah, juga dapat meningkatkan pemilikan tanah di sekitar kota, dan juga dapat menimbulkan ketergantungan sosial dan ekonomi yang semakin hari semakin besar dari daerah-daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Sehingga spekulasi tanah yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat mengakibatkan terjadinya konflik dalam hal lahan tempat tinggal ataupun tanah. Yang mana konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis. Salah satu kegiatan dalam program strategis Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia lainnya adalah percepatan penyelesaian kasus pertanahan. Berdasarkan Peraturan Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional) Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, maka kasus pertanahan adalah sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional
37
Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan, penyelesaian sesuai peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional. Konflik adalah gejala kemasyarakatan yang akan senantiasa melekat dalam kehidupan setiap masyarakat, dan karena itu tidak mungkin dilenyapkan (Nasikun, 2003). Sebagai gejala kemasyarakatan yang melekat di dalam kehidupan setiap masyarakat, ia hanya akan lenyap bersama lenyapnya masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, konflik yang terjadi hanya dapat dikendalikan agar tidak terwujud dalam bentuk kekerasan atau violence (Nasikun, 2003). Biasanya tipologi kasus pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan atau perkara pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional, maka secara garis besar dikelompokkan menjadi : 1. Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak tertentu. 2. Sengketa batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas. 3. Sengketa waris, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang berasal dari warisan.
38
4. Jual berkali-kali, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang diperoleh dari jual beli kepada lebih dari 1 orang. 5. Sertifikat ganda, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu yang memiliki sertipikat hak atas tanah lebih dari satu. 6. Sertifikat pengganti, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidangtanah tertentu yang telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah pengganti. 7. Akta Jual Beli Palsu, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu karena adanya Akta Jual Beli palsu. 8. Kekeliruan penunjukan batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang teiah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berdasarkan penunjukan batas yang salah. 9. Tumpang tindih, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak tertentu karena terdapatnya tumpang tindih batas kepemilikan tanahnya. 10. Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu
39
Konflik sosial biasanya terjadi karena adanya satu pihak atau kelompok yang merasa kepentingan atau haknya dirampas dan diambil oleh pihak atau kelompok lain dengan cara- cara yang tidak adil. Yang oleh Karl Marx di kenal dengan surplus value (Susetiawan, 2000 dan Johnson, 1986). Konflik ini dapat terjadi secara horizontal maupun vertikal (Nasikun, 2003). Konflik horizontal terjadi antara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat, yang dibedakan oleh agama, suku, bangsa, dan lain-lain. Sedangkan konflik vertikal biasanya terjadi antara suatu kelompok tertentu dalam masyarakat atau lapisan bawah dengan lapisan atas atau penguasa (Scott, 2000 dan Sangaji, 2000). Dilihat dari asal usul terjadinya konflik, Soekanto (1986) menyatakan bahwa konflik mencakup suatu proses dimana bermula dari pertentangan hak atau kekayaan, kekuasaan, kedudukan, dan seterusnya di mana salah satu pihak berusaha menghancurkan pihak yang lain. Sementara K. Sanderson (1995) lebih menekankan pada bentuk-bentuk konflik: “konflik” adalah pertentangan kepentingan antara individu dan kalangan berbagai individu dan kelompok sosial, baik yang mungkin terlihat secara gamblang ataupun tidak, baik yang mungkin pecah menjadi pertentangan terbuka atau kekerasan fisik ataupun tidak”. Baik Smelser (Muchtar, Usman dan Trijono, 2001) maupun Dahrendorf (Johnson, 1986) menyatakan bahwa konflik sosial terjadi antara dua kelompok yang berbeda kepentingan yang dipengaruhi oleh kondisi sosial dan politik yang ada. Satu kelompok berusaha untuk mengendalikan kelompok yang lainnya. Ketika satu kelompok berusaha mengendalikan kelompok lain dengan berbagai cara, selalu melibatkan kekuasaan dan wewenang, maka yang terjadi adalah dominasi kekuasaan yang dilakukan oleh satu kelompok terhadap kelompok
40
lainnya. Kelompok yang menguasai disebut sebagai superdinat dan kelompok yang dik uasai sebagai subordinat. Pembangunan yang terjadi di pusat-pusat kota kebanyakannya mengalami meningkatnya spekulasi tanah. Hal ini dapat memperkaya elit kota pemilik tanah, juga dapat meningkatkan pemilikan tanah di sekitar kota, dan juga dapat menimbulkan ketergantungan sosial dan ekonomi yang semakin hari semakin besar dari daerah-daerah pedesaan ke daerah perkotaan.
2.4 CBD (Central Business District) Dalam pemerintahan yang mengatur keuangannya sendiri, kota-kota di Indonesia banyak melakukan pembenahan, salah satu caranya yaitu dengan memacu pertumbuhan bisnis di Indonesia khususnya di Kota Medan dengan pembangunan kawasan pusat bisnis atau Central Business District (CBD), sebagai pusat kawasan perdagangan dan jasa. CBD merupakan simbol kekuatan kehidupan sosial ekonomi suatu kota yang menunjukan tingkat intensitas interaksi antara orang dan aktivitasnya pada suatu kawasan tertentu yang relatif kecil, tetapi dapat menciptakan suatu kondisi yang dinamis. Pada umumnya CBD terletak pada pusat kota yang merupakan kawasan tertua dari pusat kota. Sebagai wadah kegiatan ekonomi CBD berkaitan dengan fungsi-fungsi sebagai berikut : •
Tempat pelaksanaan transaksi atau lingkungan kerja.
•
Pasar tenaga kerja, sejumlah besar tenaga kerja dengan keahlian yang berbeda-beda dapat dijumpai di pusat keuangan pasar kredit.
41
•
Fasilitas perbelanjaan skala tinggi merupakan lain dari prasarana yang tersedia di pusat kota.
CBD (Central Business District) atau disebut juga dengan DPK (Daerah Pusat Kegiatan), adalah bagian kecil dari kota yang merupakan pusat dari segala kegiatan politik, sosial budaya, ekonomi, dan teknologi. CBD (Central Business District) memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari bagian kota yang lain. Adapun ciri-ciri tersebut adalah : •
Adanya pusat perdagangan, terutama sektor retail.
•
Banyak kantor-kantor institusi perkotaan.
•
Tidak dijumpai adanya industri berat/manufaktur.
•
Permukiman jarang, dan kalau pun ada merupakan permukiman mewah (apartemen) sehingga populasinya jarang.
•
Ditandai adanya zonasi vertikal, yaitu banyak bangunan bertingkat yang memiliki diferensiasi fungsi.
•
Adanya pedestrian, yaitu suatu zona yang dikhususkan untuk pejalan kaki karena sering terjadi kemacetan lalu lintas. Tetapi zona ini baru ada di negara-negara maju.
•
Sering terjadi masalah penggusuran untuk redevelopment/renovasi bangunan.
42
CBD (Central Business District) ini terdiri dari dua bagian yaitu : 1. Bagian Paling Inti (The Heart of The Area) Dapat juga disebut RBD (Retail Business District). Dominasi kegiatan pada bagian ini adalah department stores, smartshops, office building, clubs, banks, hotels theatres and headquarters of economic, social, civic, and political life. Pada kota-kota yang kecil fungsi-fungsi tersebut berbaur satu sama lain, namun untuk kota besar fungsi-fungsi tersebut menunjukkan diferensiasi yang nyata. 2. Bagian di Luarnya yang Disebut WBD (Wholesale Business District) Daerah ini ditempati bangunan yang digunakan untuk kegiatan ekonomi dalam jumlah
yang besar seperti
pasar, pergudangan,
(warehouse), gedung penyimpanan barang supaya tahan lebih lama (storage building).
43