8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Dalam menyusun skripsi ini, telah dilakukan tinjauan pustaka oleh penulis dan ternyata penulis menemukan ada beberapa penelitian sebelumnya menulis masalah yang melatar belakangi analisis isi, adapun pembahasan tersebut ialah analisis isi lirik lagu dari berbagai sumber lain. Namun dari segi isi atau konten permasalahan yang ditulis oleh peneliti sebelumnya dalam tulisannya berbeda penelitian ini atau konten permasalahan yang penulis teliti. Oleh karena itu, untuk menghindari halhal yang tidak di inginkan seperti “menduplikat” hasil karya orang lain, maka penulis mempertegas perbedaan antara masung-masing judul yang dibahas yaitu sebagai berikut: 1. Dalam skripsi yang berjudul “ Dakwah Melalui Dangdut (Analsis Pesan Dakwah Album Renungan Dalam Nada Karya Rhoma Irama), disusun oleh Achmad Nawafik, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode ECA (Etnografhic Content Analysis) sebagai
yaitu
peneliti
berinteraksi
dengan
material-material
dokumentasi sehingga pernyataan-pernyataan yang spesifik dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk dianalisis. Adapun temuan didalam penelitian tersebut mengandung unsur aqidah, syari’ah dan
8
9
akhlakul karimah yang secara terperinci dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Isi pesan dakwah yang lebih condong kepada hal-hal yang berhubungan dengan kekuasaan Allah b. Isi pesan dakwah menjelaskan tentang iman kepada hal-hal ghaib c. Isi pesan dakwah menjelaskan tentang larangan dan kewajiban sebagai muslim, larangan untuk berbuat zina, berbuat sombong, angkuh, dan saling menyayangi sesama manusia dalam koridor Islam.1 2. Dalam skripsi yang berjudul “Pesan dakwah dalam Album religi 1000 Bulan karya group band Radja”, disusun oleh Rabiatul Adawiyah, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas DakwahUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis R. Holsi yaitu dengan mengkategorikan bait-bait syair yang terdapat dalam lirik lagu album religi 1000 bulan karya group band Radja kedalam bentuk bagian-bagian komunikasi. Adapun temuan didalam penelitian tersebut antara lain: a. Pesan yang terkandung mengenai dakwah interpersonal dalam lirik lagu pada album 1000 bulan ada beberapa variasi dalam pesan yang tersirat. Pada lagu salam lebaran dan mudik memberikan nuansa hubungan sesama manusia. Lagu yang berjudul taubat dan sahur
1 Achmad Nawafik, “Dakwah Melalui Dangdut (Analisis Pesan Dakwah dalam Album Renungan Dalam Nada Karya Rhoma Irama)”, Skripsi, Surabaya : Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, h. 10, t.d.
10
lebih menekankan pada nuansa ibadah komunikasi dalam diri, sedangkan pada lagu 1000 malam memberikan suatu pesan yang lebih menekankan pada hubungan manusia dengan sang Kholik.2 3. Dalam skripsi yang berjudul Refresentasi Dakwah dalam Lirik Lagu “Tomat (Tobat maksiat)” Pada Album Ingat sholawat karya Group Band Wali. Disusun oleh Dinny Arissofi Wulandari, Fakultsa Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. dalam penelitian tersebut penulis menggunakan analisis dengan metode
semiotik
Roland
Barthes
yaitu
system
tanda
yang
mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Adapun temuan dalam penelitian ini yaitu: penulis berusaha merefresentasikan teks atau lirik lagu yang berunsur kedakwahan, serta berusaha mengajak manusia kembali ke jalan Allah3 Perbedaannya dengan skripsi yang penulis teliti terletak pada teknik analisis data, yang mana pada penelitian ini penulis menggunakan metode semiotika Charles S. Pierce dan substansi yang terdapat dalam penelian terdahulu berbeda dengan substansi yang ada dalam penelitian ini.
2
Robiatul Adawiyah,”Pesan Dakwah Yang Terkandung Dalam Album 1000 Bulan Karya Group Band Radja”, Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 70, t.d. 3
Dinny Arisoffi Wulandari, “Refresentasi Dakwah Dalam Lirik Lagu Tomat (Tobat Maksiat) Karya Group Band Wali”, Skripsi, Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, h. 22, t.d.
11
B. Konsepsi Dakwah 1. Pengertian Dakwah Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message
yang
disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan. Dengan demikian maka esensi dakwah terletak pada ajakan, dorongan, (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi keuntungan pribadinya sendiri, bukan untuk kepentingan juru dakwah. 4 Ditinjau dari etimologi atau asal kata (bahasa), dakwah berasal dari bahasa arab da’ă, yad’u, da’watan yang berarti “panggilan, ajakan, atau seruan”.5 Sedangkan secara definisi, pengertian dakwah telah banyak dibuat oleh para ahli, dimana masing-masing definisi tersebut saling melengkapi. Walaupun berbeda susunan redaksinya, namun makna dan maksud hakikinya sama.
4
H. M. Arifin, Psikologi Dakwah,Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, h. 6. 5
h. 17.
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah, Surabaya: Al Ikhlas, 1986,
12
Di bawah ini akan penulis kemukakan beberapa definisi dakwah yang dikemukakan oleh para ahli mengenai dakwah. a. Menurut Toha Yahya Omar Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagian mereka di dunia dan akhirat.6 b. Menurut A. Hasjmy Dakwah Islamiyah yaitu mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariat islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri.7 c. Menurut Quraish Shihab Dakwah adalah seruan atau ajakan keinsafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas.8 Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh orang yang beriman untuk menyampaikan pesan-pesan agama 6
Toha Jahja Omar, Ilmu Dakwah, Jakarta: Widja, 1983, h. 1.
7
A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1994, h. 17. 8
M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, cetakan ke 26, Bandung: Mizan 1994, h. 185.
13
Islam kepada orang lain agar mereka menerima ajaran islam dan melakukannya dengan baik untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun akhirat dengan mengunakan media dan berbagai macam metode. Dengan demikian dakwah merupakan bagian yang sangat esensial dalam kehidupan orang muslim, dimana esensinya berada pada ajakan dorongan (motivasi), rangsangan serta
bimbingan
terhadap orang lain untuk menerima ajaran islam dengan penuh kesadaran demi keuntungan dirinya. 2. Unsur-unsur Dakwah Dalam istilah komunikasi, dakwah merupakan suatu proses penyampaian pesan oleh seorang komunikator kepada komunikan, sehingga berlangsung hubungan komunikasi antara komunikator (sender) dan komunikan (receiver) bersifat informatif. Namun demikian, komunikasi tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga persuasif. Artinya, komunikasi tidak hanya bertujuan agar orang lain tahu dan mengerti, tetapi juga berharap agar orang lain menerima suatu paham, keyakinan atau melakukan suatu perbuatan tertentu. Dengan demikian komunikasi bukan hanya penyampaian informasi, tetapi juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude). Dengan mengutip pandangan Carl I. Hovland, Onong
14
Uchjana Effendy mengatakan bahwa “communication is the process to modify the behavior of other individuals”.9 Dalam suatu aktivitas dakwah yang berupa ajakan, melahirkan suatu proses penyampaian, paling tidak terdapat beberapa unsur yang harus ada. Unsur-unsur dakwah tersebut adalah da’i, objek dakwah metode dakwah, logistik dakwah, materi dakwah, dan media dakwah: a. Da’i Da’i berasal dari bahasa arab, da’i yang berarti orang yang mengajak. Secara umum seorang pengajak bisa saja mengajak untuk melakukan perbuatan dan perkataan jelek. Tapi da’i adalah orang yang mengajak orang lain ke jalan kebenaran, baik dengan perbuatan, perkataan ataupun seruan hati.10 Da’i juga bisa berarti orang yang melaksanakan tugas dakwah. Pelaksanaan atau subjek dakwah ini bisa perorangan atau kelompok yang bersedia dan mampu melaksanakan tugas dakwah, seperti lembaga dakwah dan sebagainya. 11 Secara teoritis, subjek dakwah atau yang dikenal dengan sebutan da’i adalah orang yang
9
Onong Uchyana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h. 9-10. 10
Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008, h. 19. 11
Rafi’udin dan Maman Abd. Djaliel, Prinsip, h. 47.
15
menyampaikan pesan atau menyebarluaskan ajaran agama kepada masyarakat umum (publik).12 Sedangkan secara praktis, subjek dakwah (da’i) dapat dipahami dalam dua pengertian. Pertama, da’i adalah setiap muslim atau muslimat yang melakukan aktifitas dakwah sebagai kewajiban yang melekat dan tak terpisahkan dari missinya sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah “balligũ ‘annĩ walau ãyah”.13 Kedua, da’i dialamatkan kepada mereka yang memiliki keahlian tertentu dalam bidang dakwah Islam dan mempraktekkan keahlian tersebut dalam menyampaikan pesan-pesan agama dengan segenap kemampuannya baik dari segi penguasaan konsep, teori, maupun metode tertentu dalam berdakwah.14 b. Objek Dakwah Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada hidayah Allah dan mencegah mereka dari yang sebaliknya. 15 Objek dakwah adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah. Mereka adalah orang-orang yang memiliki atau setidak-
12
Awaluddin Pimay, Metodologi Dakwah, Kajian Teoritis dari Khazanah Al-Qur’an, Semarang: Rasail, 2006, h. 21. 13
Ibid.
14
Ibid., h. 22.
15
Sayyid Muhammad Nuh, Dakwah Fardiyah, Pendekatan Personal Dalam Dakwah, Solo: Era Intermedia, h. 1.
16
tidaknya telah tersentuh oleh kebudayaan asli atau kebudayaan selain Islam. 16 c. Metode Dakwah Metodhe berasal dari bahasa latin: methodos artinya “cara” atau cara bekerja, di Indonesia sering dibaca metode. Logie juga berasal dari bahsa latin, logos, artinya “ilmu”, lalu menjadi kata majemuk
“Methodologi
methodologi
dakwah
artinya
dapat
ilmu
diartikan
cara
bekerja.
sebagai
ilmu
Jadi cara
berdakwah.17 Yang dimaksud dengan metode dakwah adalah cara berdakwah yang tepat sehingga materi dakwah dapat diterima oleh objek dakwah. 18 Landasan umum mengenai metode dakwah menurut Alquran An-Nahl ayat 125.
Artinya: “serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya 16
Awaluddin Pimay, Metodologi Dakwah, h. 29.
17
Syamsuri Shiddiq, Dakwah dan Teknik Berkhotbah, Bandung: AlMa’arif, 1981, h. 19. 18
Rafi’udin dan Maman Abd. Djaliel, Prinsip, h. 48.
17
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl:125).19 Pada ayat tersebut terdapat kerangka metode dakwah yang sangat akurat. Kerangka dasar tentang metode dakwah yang terdapat dalam ayat tersebut adalah antara lain: a. Bi Al-Hikmah Kata
hikmah
sering
kali
diterjemahkan
dalam
pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, ada paksaan, konflik maupun rasa tertekan. Dalam bahasa komunikasi disebut sebagai frame of reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhui sikap daripada pihak komunikan.20 Jadi, hikmah adalah mengajak manusia menuju jalan Allah tidak terbatas pada perkataan lembut, memberi semangat, sabar, ramah, dan lapang dada, tetapi juga tidak melakukan sesuatu yang melebihi ukurannya. Dengan kata lain harus bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya.
19
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998, h. 536. 20
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, h. 37.
18
b. Mau’izah Hasanah Yang dimaksud dengan mau’izah hasanah ialah tutur kata, pendidikan dan nasehat yang baik-baik. 21 c. Mujadãlah Mujadãlah berasal dari kata jidãl yang pada asalnya berarti hujjah atau argumentasi untuk membenarkan pendapat dan menolak pendapat orang yang menentangnya. Metode ini lebih populer disebut dengan metode diskusi, yaitu saling silang dalam menyampaikan dalil dalam sebuah perdebatan.22 Mujãdalah
merupakan jalan cara
terakhir
yang
digunakan untuk berdakwah yang digunakan untuk orangorang yang taraf pemikirannya cukup maju dan kritis seperti ahli kitab yang memang telah memiliki bekal agama dari para utusan sebelumnya. Oleh karena itu, Al-Qur’an telah memberikan perhatian khusus kepada ahli kitab, yaitu melarang berdebat dengan mereka kecuali dengan cara terbaik.
21
Syamsuri Shiddiq, Dakwah dan Teknik Berkhotbah, h. 27.
22
Awaluddin Pimay, Metodologi Dakwah, h. 71.
19
Firman Allah SWT:
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitabkitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".(QS. Al-Ankabut:46).23 Dari ayat tersebut, kaum muslimin (terutama juru dakwah) dianjurkan agar berdebat dengan cara yang baik, sopan santun dan lemah lembut kecuali jika mereka telah memperlihatkan keangkuhan dan kezaliman yang keluar dari batas kewajaran. d. Adanya Logistik Dakwah Salah satu unsur penting dalam berdakwah ialah adanya logistik dakwah. Adapun pengertian dari logistik dakwah yaitu segala sesuatu yang menyangkut pembiayaan dan peralatan dakwah yang digunakan untuk mencapai tujuan dakwah baik berupa uang atau
barang
23
serta segala
sesuatu
yang digunakan untuk
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h.793.
20
kelangsungan dan kelancaran dakwah itu sendiri.
24
adapun logistik
dakwah bisa berupa : uang dan barang. e. Materi Dakwah Materi dakwah adalah pesan-pesan atau segala sesuatu yang harus disampaikan oleh subjek kepada objek dakwah yang meliputi 3 (tiga) prinsip yaitu: 1. Aqidah, yaitu yang menyangkut sistem keimanan atau kepercayaan terhadap Allah swt. 2. Syari’at, yaitu serangkaian ajaran yang menyangkut aktifitas manusia muslim di dalam semua aspek hidup dan kehidupannya. 3. Akhlak, yaitu menyangkut tata cara berhubungan baik secara vertikal maupun horozontal.25 Pada dasarnya materi dakwah islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. 26 Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi materi dakwah adalah ajaran islam itu sendiri.27 f. Media Dakwah Media dakwah merupakan alat untuk berdakwah. Media dakwah ini banyak ragamnya seperti: 24
Rafi’udin dan Maman Abd. Djaliel, Prinsip, h. 51.
25
H. M. Hafi Anshari, Pemahaman dan pengamalan Dakwah, Bandung: AL-IKHLAS, 1993, h. 146. 26
Asmuni Syukir, Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al Ikhlas, h. 60.
27
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 94.
21
a. Alat-alat elektronika, seperti radio, televisi, komputer b. Tempat terbuka, seperti lapangan, halaman c. Alat-alat cetak, seperti brosur, artikel, majalah, surat kabar d. Gedung atau bangunan, seperti masjid, sekolah e. Seni, seperti kaligrafi, film, wayang, lukisan, ukiran, musik. 28 C. Konsepsi Seni Musik 1. Pengertian seni musik Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, seni adalah keahlian membuat
karya
yang
bermutu
(dilihat
dari
kehalusannya,
keindahannya dan sebagainya).29 Seni juga bisa berarti kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk menciptakan berbagai impuls yang melalui salah satu unsur panca indra, atau mungkin juga melalui kombinasi beberapa unsur panca indera, menyentuh rasa halus manusia lain disekitarnya sehingga lahir penghargaan terhadap nilai-nilai keindahan impulsimpuls tadi. Dengan demikian maka terjadilah apresiasi terhadap hasil seni yang diciptakan tadi, apresiasi mana dapat berukuran tinggi atau rendah menurut intensitas penyentuhan hati dan jiwa manusia yang tersentuh.30
28
Rafi’udin dan Maman Abd. Djaliel, Prinsip, h. 52.
29
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 1037. 30
Selo Soemardjan, dkk., Budaya Sastra, Jakarta: Rajawali, 1984, h. 2.
22
Sedangkan pengertian musik memiliki dua keterangan, pertama: musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, untuk mrnghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Kedua: musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan. 31 Sepanjang sejarah banyak penyair, filsuf, penulis dan musikus sendiri berusaha mendefinisikan musik. Schopenhauer, filsuf jerman di abad ke 19 mengatakan dengan singkat, bahwa musik adalah melodi yang syairnya alam semesta. Sementara Dello Jolo berpendapat bahwa mengenal musik dapat memperluas pengetahuan, pandangan, dan halhal lain diluar musik. Pengenalan terhadap musik akan menumbuhkan rasa penghargaan terhadap nilai seni, selain menyadari akan dimensi lain dari suatu kenyataan yang selama ini tersembunyi. Seni musik atau seni suara adalah seni yang diterima melalui indera pendengaran. Rangkaian bunyi yang didengar dapat memberikan rasa indah manusia dalam bentuk konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri
31
766.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.
23
dan manusia lain dalam lingkungan hidupnya, sehingga dapat dimengerti dan dinikmati.32 Indonesia Keanekaragaman
sangat etnis
kaya di
dengan
kepulauan
suku
bangsa
Nusantara
(etnis).
menyebabkan
Indonesia sangat kaya dengan ragam-ragam lagu daerah. Namun, hanya sedikit saja yang bisa populer di Nusantara. Lagu daerah, Nasional, dan asing saling berebut pasar. Ketiga jenis lagu tersebut saling melengkapi, berkreasi untuk mengejar pasarnya. Meski lagulagu pop paling banyak diminati, sedikit sekali lagu-lagu pop yang bisa dikategorikan sebagai lagu religi. Karena dunia musik lebih berorientasi pada pasar, mereka memiliki hitungan-hitungan tersendiri dalam menembus pasarnya.33 Musik, termasuk suatu media strategis bagi komunikasi dakwah. Musik sangat digemari oleh beberapa lapisan usia, terutama kawula muda. Perusahaan rekaman tentu tidak mau rugi sehingga insting bisnis mereka lebih menyetir pencarian keuntungan, ketimbang motivasi berdakwah. Agar usaha dapat berjalan terus dan agenda komunikasi dakwah dapat terlaksana, perlu dicari jalan tengah. Diperlukan satu perjuangan strategis ke arah sana. 34
32
Nooryan Bahari, Kritik Seni, Wacana, Apresiasi dan Kreasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, h. 54-55. 33
Bambang Syaiful Ma’arif, Komunikasi Dakwah, h. 178.
34
Ibid.
24
Salah satunya dengan menyeleksi kapan suatu lagu dapat dikategorikan sebagai tembang-tembang religi. Diperlukan suatu kriteria atau standar bahwa suatu lagu dapat dikatakan sebagai suatu ‘lagu yang bernafaskan agama’, yaitu: (a) liriknya membawa kepada pengagungan Allah Rabb yang Maha Esa. (b) unsur musikalitasnya tidak cadas sehingga dapat membina jiwa secara baik. Jiwa yang disentuh oleh jenis musik (religi), terbentuk untuk tetap bersikap baik, santun dan bijak kepada sesama manusia, serta peduli pada alam sehingga tidak membuat keonaran dan kerusakan, (c) membawa pada makna-makna akan kesejatian kehidupan. Kita ini berasal dari mana, hendak kemana, dan jalannya bagaimana. Hidup penuh dengan makna yang dapat dipancarkan melalui musik, (d) menghindarkan hal-hal yang sahun dan lahun (lupa diri) karena terpedaya oleh rayuan lagulagu
yang didengarnya, baik lirik, jenis musiknya, maupun
tampilannya di panggung, (e) menjadikan manusia merenungi akan alam dan budayanya sebagai pemberian Allah SWT. Kriteria tersebut dapat
terus
disempurnakan
dan
dikontekstualisasikan
secara
fleksibel.35 Dengan kriteria tersebut, kita memiliki banyak seniman musik (artis) yang melakukannya denga baik, misalnya Bimbo, Ebit G. Ade, Rhoma Irama, Opick dan Mang Koko. Kaum muslimim perlu mengapresiasi karya-karya seni dengan baik, termasuk lagu yang
35
Ibid., h. 179.
25
menyuarakan kebenaran meski dulunya dibungkam. Musik mampu menggalang kekuatan kaum muslim untuk bergerak menuju kebaikan, keadilan dan kelestarian lingkungan hidup. Hal ini menjadi perhatian kaum muslim untuk mendorong kawula muda agar bersatu dalam membangun negeri ini.36 Di beberapa daerah ada lagu yang bertahan sepanjang zaman karena bersifat etnis. Rekaman-rekamannya diulang dalam beberapa versi dan aransemen, seperti musik Zappin Melayu dari Provinsi Riau. Lagu-lagu daerah memiliki banyak pesan kebajikan dan keindahan yang bertitik tolak dari daerah dan kearifan. Tema pokok lagu etnis adalah masalah cinta, yang dibingkai dalam nuansa etnis. Dalam kondisi seperti itu,
sesungguhnya
semangat kedaerahan juga
diapresiasi oleh kaum muslim sebagai kekayaan yang melahirkan kedamaian dan keharmonisan sosial. Perbedaan etnis tidak menjadi alasan untuk lahirnya konflik, justru akan menjadi jembatan keanejaragaman budaya dan etnis. 37 Lagu-lagu itu juga banyak mengusung refleksi akan hubungan manusia, Tuhan dan alam. Aspek industri dan teknologi masih sering terkesampingkan dalam perhitungan produksi suatu hasil karya. Tampaknya ke depan teknologi mempengaruhi tema-tema lagu yang dapat memperkuat kehidupan masyarakat. Musik etnis mencari makna
36
Ibid.
37
Ibid.
26
dari kehadiran teknologi yang merasuk dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat tidak membiarkan kehidupannya dirusak oleh teknologi. Berbagai problem kehidupan masyarakat direfleksikan oleh lagu-lagu etnis sehingga dapat melahirkan keteguhan dan cinta. Semakin intens suatu
masyarakat
menggunakan
teknologi
makin
diperlukan
penghayatan akan makna kehidupan itu sendiri. Di sinilah peran musik bagi komunikasi dakwah. Namun semuanya perlu pelatihan, pemahaman dan penerapan akan makna-makna kehidupan manusia. 38 Secara garis besar musik dibagi menjadi dua, yaitu pentatonis dan diatonis. Musik pentatonis adalah musik nonBarat (non-diatonis) dimana untuk membunyikannya cenderung dengan cara memukul alat musik tersebut. Contoh musik pentatonis adalah gamelan atau karawitan Jawa, karawitan Bali, karawitan Sunda, Gondang Batak, dan lain-lain.39 2. Hukum Musik Dalam Islam Masalah nyanyian atau musik dalam Islam seringkali menjadi kontroversi. Ada yang membolehkannya secara terbatas, tapi ada pula yang mengharamkannya secara mutlak. Pakar Fikih Islam menuliskan dalil-dalil dari kalangan ulama baik yang mengharamkan maupun yang membolehkan. Kemudian ia mentarjihnya dan mengambil kesimpulan. Ia berkesimpulan bahwa bagi yang telah mengkaji serius
38
Ibid., h. 180.
39
Nooryan Bahari, Kritik Seni, Wacana, h. 56-57.
27
masalah hukum musik ini dan menarik suatu kesimpulan, maka itu menjadi hukum syara’ baginya. Apakah itu haram, makruh atau mubah. Dengan kata lain, seorang mujtahid terikat dengan ijtihadnya, begitulah kaidah ushul menyatakan.40 Nyanyian dengan disertai instrumen (musik) atau tanpa musik merupakan masalah yang selalu menjadi perdebatan di kalangan para ulama sejak zaman dulu. Beberapa dalil yang menyatakan keharaman dan bolehnya menyanyi dan sanggahannya. a. Golongan yang mengharamkan nyanyian berdalil dengan riwayat dari
Ibnu
Abbas
serta
sebagian
tabi’in,
bahwa
mereka
mengharamkan nyanyian dengan argumentasi Firman Allah:
Artinya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.(QS. Luqman:6).41
.
40
Nuim Hidayat, Musik Dalam Islam: Bolehkah?, h. 1-2,
41
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h.812
28
Mereka menafsirkan lahwul-hadits (perkataan yang tidak berguna) ini dengan nayanyian. 42 Dalam kaitannya ini Ibnu Hazm berkomentar: “Argumentasi ini tidak benar karena: Pertama tidak ada hujjah bagi seseorang selain Rasulullah saw Kedua, pendapat mereka ini ditentang oleh para sahabat da tabi’in yang lain Ketiga, nash itu sendiri membatalkan argumentasi mereka dengannya, karena dalam ayat itu disebutkan: “diantara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan”. Orang yang demikian sifat dan perilakunya adalah kafir, tanpa diperselisihkan lagi, karena ia menjadikan jalan Allah sebagai olokolokan. Dan andaikata seseorang membeli mushaf untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya olok-olokkan, sudah barang tentu dia kafir hukumnya. Inilah yang dicela oleh Allah SWT, dan Allah tidak sama sekali mencela orang yang memepergunakan lahwul-hadits untuk hiburan dan bersenang-senang tanpa maksud untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.43
42
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, alih bahasa As’ad Yasin, Jakarta: Darul Ma’rifah, 1988, h. 675-676. 43
Ibid., h. 677.
29
Mereka juga berdalil dengan Firman Allah yang memuji sifat orang-orang mukmin:
Artinya: Dan apabila mereka mendengar Perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi Kami amal-amal Kami dan bagimu amalamalmu, Kesejahteraan atas dirimu, Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil".(QS. Al-Qashash: 55).44 Menurut golongan ini, nyanyian termasuk perkataan yang tidak bermanfaat, karena itu wajib dijauhi. Alasan ini dapat disanggah, bahwa menurut zhahir ayat yang dimaksud dengan al-laghwu (perkataan yang tidak bermanfaat) itu ialah perkataan yang berupa caci maki dan sebagainya. Andaikata kita terima bahwa pengertian laghwu dalam ayat tersebut meliputi nyanyian, maka ayat tersebut hanya “menyukai” kita berpaling dari mendengarnya dan memujinya, artinya tidak “mewajibkan” berpaling darinya. Selain itu, makna laghwu sama dengan pengertian kata bathil, yakni sesuatu yang tidak beguna itu tidak haram hukumnya, selama tidak tidak menjadikan tersia-sianya hak atau melalaikan kewajiban.45
677.
44
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h.775.
45
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, alih bahasa As’ad Yasin, h.
30
Mereka juga mengemukakan alasan dengan hadits:
, ُ ُ ﻓـَﺮ َ ﺳ َ ﻪ,ﻠَﻪ ُ ﻪ ﺔُاﻟﺮﺟدُﻳـ ْ ﺒ ْ َ ﺗَﺎء:َﺔًوﺒ َﻼَﻋ ﻛُﻞ ُ ﳍَْﻮﻳـ َ ﻠْﻬ ُ ﺆ ْ ﻣﻦ ُ ﻓـَﻬ ُ ﻮ َ ﺑﺎَ ﻃﻞ ٌ ﻣاﻻﺛَُﻼَ ﺛ (وﻓﻴﻪ اﺿﻄﺮاب,ﻋَﻦُ ْ ﻗـَﻮ ْ ﺳﻪ )رواﻩ أﺻﺤﺎ ب اﻟﺴﻨﲔ اﻵرﺑﻌﺔ و َ ر َﻣْ ﻴُﻪ Artinya: semua permainan yang dilakukan orang mukmin adalah batil kecuali tiga perkara: bercumbu dengan istri, melatih kuda,dan melepaskan anak panah dari busurnya.46 Golongan
yang memperbolehkan nyanyian memberikan
jawaban bahwa hadits tersebut dhaif, dan seandainya sahih pun tidak dapat dijadikan hujjah, karena kata bathil dalam teks hadits tersebut tidak menunjukkan kepada haram, melainkan hanya menunjukkan tidak berfaedah. 47 b. Golongan yang memperbolehkan nyanyian Ketahuilah bahwa sesunggunhya para ulama berbeda pendapat tentang hukum mendengarkan alat musik. Diantara mereka
ada
yang
mengharamkan
dan
ada
pula
yang
memperbolehkannya. Yang dimaksud dengan mendengarkan alat musik disini ialah mendengarkan suara-suara merdu, berirama dan bisa
dinikmati,
sehingga
sanggup
menggerakkan
hati
pendengarnya. Hal ini hanya akan menimbulkan kenikmatan yang bisa dirasakan oleh indera pendengaran dan hati. Sama fungsinya 46
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, alih bahasa Taufiq Hamzah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2010, h. 228. 47
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, h. 680.
31
dengan kenikmatan yang dirasakan oleh indera penglihatan dan juga hati ketika memandang tanaman yang hijau dan asri.48 Adapun
mustahil
jika
dikatakan,
bahwa
hukum
mendengarkan alat musik itu dilarang di dalam al-Qur’an. Sebab, mendengarkan suara burung murai juga tidak dilarang oleh alQur’an. Dengan kata lain, jika mendengarkan kicau burung yang merdu diperbolehkan, maka suara yang berirama (alat musik) juga tidak diharamkan. Betapa tidak suara-suara alat musik yang berirama adalah jenis alunan suara yang tersusun serasi. Hal ini tidak berbeda dengan suara merdu yang keluar dari tenggorokan manusia, burung atau binatang lainnya. Hingga tidak dilarang menganalogkan suara yang keluar dari benda seperti gendang, rebana dan lain sebagainya dengan suara-suara burung. Jadi dalam hal ini tidak didasarkan dari jenisnya, kecuali ada nash yang secara jelas mengharamkannya. Contohnya adalah alat musik sepeti biola, dan seruling yang biasa digunakan untuk mengiringi para peminum khamar masa itu. Jika dalil seputar minuman keras dan apa yang mengitarinya itu menjadi sumber dilarangnya memainkan alat musik, maka seharusnya segala sesuatu yang biasa terkait dengannya saja yang dilarang.49
48
Al Ghazali, Ringkasan Ihya’ ‘Ulumuddin alih bahasa ‘Abdul Rosyad Siddiq, Jakarta Timur: Akbar Media Eka Sarana, 2008, h. 194. 49
Ibid., h. 195.
32
c. Ketentuan dan syarat musik dan nyanyian yang dibolehkan dalam Islam 1. Tema yang terdapat dalam nyanyian harus sesuai dengan adab dan ajaran Islam Adapun maksud dari sesuai dengan adab dan ajaran Islam yaitu
dalam
syair-syair
lagu
atau
nyanyian
tidak
diperbolehkannya mengandung kata-kata yang kotor, keji, yang dapat menjerumuskan ke dalam dosa. 2. Gaya dan penampilan juga mempunyai arti penting, kadangkadang isi nyanyian itu tidak terlarang dan tidak buruk, tetapi penampilan sang vocalis dalam membawakannya dengan nada dan gaya sedemikian rupa sehingga dapat membangkitkan nafsu orang-orang yang melihatnya. 3. Nyanyian itu jangan disertai dngan sesutu yang haram, seperti minuman keras, menampakkan aurat, atau pergaulan dan percampuran antara laki-laki dan perempuan tanpa batas. 4. Tidak boleh berlebih-lebihan dalam musik atau nyanyian. Hal ini dimaksudkan supaya seluruh waktu terbagi untuk hal-hal lainnya dan tidak hanya terfokos pada musik semata sehingga melupakan hal-hal lain seperti sholat lima waktu, bersosialisasi. 50
50
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Alih Bahasa As’ad Yasin, h. 698-701.
33
D. Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. 51 Bidang kajian semiotik atau semiologi adalah mempelajari fungsi tanda dalam teks, yaitu bagaimana memahami sistem tanda yang ada dalam teks yang berperan membimbing pembacanya agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya. 52 Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. 53 Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk halhal yang tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena system tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna
51
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, h. 95. 52
53
Ibid., h. 106-107.
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h. 263.
34
tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi social dimana pengguna tanda tersebut berada.54 Semiotika Charles S. Pierce berangkat dari tiga elemen utama, yang disebut dengan segitiga makna atau triangle meaning antara lain: 1. Tanda Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain diluar tanda itu sendiri. Acyan tanda ini disebut objek. 2. Acuan Tanda (objek) Adalah konteks social yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda 3. Pengguna Tanda (Interpretant) Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya kesuatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.55 Sign
Interpretant
54
Ibid., h. 264.
55
Ibid., h. 265.
Object