BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penelitian yang Relevan Penelitian yang berjudul “Kemampuan Kepala Sekolah dalam Implementasi
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) (Studi Kasus Pada SMP Negeri 2 Brebes)” oleh Tety Yuliana adalah penelitian yang dilakukan untuk menyelesaikan sebuah tesis.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian studi kasus. Kesimpulan hasil dari penelitian ini adalahimplementasi MPMBS yang dilaksanakan oleh Kepala SMP Negeri 2 Brebes meliputi 1) Proses Belajar Mengajar; 2)Perencanaan Program Sekolah; 3) Pengelolaan Kurikulum;
4)
Pengelolaan Ketenagaan; 5) Pengelolaan Peralatan dan Perlengkapan;
6)
Pengelolaan Keuangan; 7) Pelayanan Siswa; 8) Hubungan Sekolah Masyarakat; 9) Pengelolaan Iklim Sekolah adalah cukup memadai. Berdasarkan simpulan tersebut direkomendasikan kepada Dinas P dan K Brebes Kabupaten untuk lebih memotivasi pemberdayaan sekolah-sekolah dalam implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Sdri. Tety dengan penelitian pada skripsi ini adalah sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dan tema penelitian
berbicara
tentang
kepemimpinan
kepala
sekolah.
Sedangkan
perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, jenis penelitian yang digunakan, dan program yang diimplementasikan.
8
9
Penelitian kedua berjudul “Peran kepala Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di MTs. Negeri Piyungan” oleh Gatot Kuncoro, S.Ag adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode dokumentasi, wawancara mendalam, dan observasi partisipan. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan dan mengetahui peran kepala sekolah dalam implementasi MBS di MTs. Negeri Piyungan, serta mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi MBS di MTs. Negeri Piyungan. Dari penelitian ini didapat hasil yaitu implementasi MBS di MTs. Negeri Piyungan dapat dikategorikan masih dalam periode jangka pendek. Ada beberapa peran yang dijalankan oleh kepala sekolah yaitu sebagai leader, manajer, fasilitator, mediator, educator dan administrator. Dari peran-peran tersebut kepala sekolah lebih intensif pada perannya sebagai manajer. Faktor-faktor penghambat antara lain kurangnya sosialisasi, Kurangnya pemahaman SDM tentang MBS, pelaksanaan administrasi kurang transparan dan minimnya partisipasi dari masyarakat atau orang tua murid. Faktor pendukung antara lain otonomi yang lebih luas dari pemerintah kepada madrasah, sosialisasi peningkatan mutu pendidikan dari pemerintah, anggaran pendidikan baik dari orang tua murid ataupun pemerintah, kemauan warga sekolah untuk bekerja sama, dan partisipasi dari komite sekolah. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Sdr. Agus dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penggunaan pendekatan kualitatif, membahas tentang kepemimpinan kepala sekolah, dan membahas faktor pendukung dan penghambat. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan program yang diimplementasikan.
10
Penelitian ketiga berjudul “Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengimplementasikan Pendidikan Karakter (Studi Kasus SD Ar-Rahman Jombang)” oleh Iftitakhul Farikhah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) strategi kepala sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di SD Ar-Rahman Jombang, 2) faktor pendukung dan pemberdayaannya dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di SD ArRahman Jombang, 3) faktor penghambat dan upaya mengatasinya dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di SD Ar-Rahman Jombang. Hasil
dari
penelitian
mengimplementasikan
ini
adalah
strategi
kepala
sekolah
dalam
pendidikan karakter di SD Ar-Rahman Jombang
diantaranya, 1) melibatkan seluruh stakeholder dalam kegiatan pembelajaran, 2) integrasi ke dalam kurikulum, 3) membina karakter-karakter guru, 4) pembiasaan siswa, 5) program-program khusus, 6) menerapkan gaya partisipasif dalam memimpin. Faktor pendukung dan pemberdayaannya dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di SD Ar-Rahman Jombang antara lain sebagai berikut: 1) jumlah siswa perkelas maksimal 14 siswa, pemberdayaannya yaitu dengan membuka kelas baru jika siswa baru yang mendaftar lebih dari 14 siswa, 2) tidak ada tata tertib seperti tidak ada bel masuk, pemberdayaannya dengan mengadakan kegiatan pekan budiman, 3) hubungan guru dengan kepala sekolah dan pemilik sekolah tidak ada batasan, pemberdayaanya dengan meningkatkan keterbukaan sesama pendidik, 4) hubungan harmonis antara sekolah dengan orang tua siswa, pemberdayaannya dengan meningkatkan komunikasi dengan orang tua siswa.
11
Faktor penghambat dan upaya mengatasinya dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di SD Ar-Rahman Jombang diantaranya: 1) tidak semua orang paham dengan konsep pendidikan di Ar-Rahman, upaya mengatasinya dengan meningkatkan sosialisasi dan promosi ke masyarakat, 2) guru baru di SD Ar-Rahman membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan konsep pendidikan di SD Ar-Rahman, upaya mengatasinya dengan membentuk tutor sebaya dan meningkatkan supervisi oleh kepala sekolah, 3) tingkat kemandirian dan kemampuan siswa berbeda-beda, upaya mengatasinya dengan melakukan pembiasaan rutin dan bimbingan siswa melalui pendekatan emosional. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Sdri. Iftitakhul dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penggunaan pendekatan kualitatif, berbicara
tentang
kepemimpinan
kepala
sekolah,
dan
program
yang
diimplementasikan yaitu pendidikan karakter. Perbedaannya terletak pada penggunaan jenis penelitian, lokasi penelitian, dan pembahasan yaitu strategi dan peran. 2.2
HakikatKepemimpinan
2.2.1 Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan jiwa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Definisi leadership bermacam-macam sesuai dengan selera pembuat definisi itu sendiri, dari mana mereka memandang. Setiap kelompok, organisasi, perkumpulan maupun unit kerja membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.Kepemimpinan merupakan jembatan dalam mengambil keputusan, memecahkan persoalan maupun permasalahan yang ada dalam suatu kelompok. Kepemimpinan sudah
12
dianggap suatu hal yang penting, bahkan banyak penelitian yang bertopikan tentang kepemimpinan. Banyak sekali teori dan pendapat para ahli tentang kepemimpinan. Menurut Tead dalam
Indrafachrudi (2006:1) mengatakan bahwa
“Leadership is the process of helping the group to achieve goals which seem desirable to the group”. Jika diartikan kepemimpinan berarti proses membantu sebuah kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh kelompok tersebut.Sedangkan Thoha (2012:9) menuliskan dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan Dalam Manajemen“kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi
perilaku
manusia
baik
perorangan
maupun
kelompok”.
SelanjutnyaMangunhardjana (1993:9) mengemukakan bahwa “kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama”. Wahjosumidjo
(2010:17) juga memaparkan
“kepemimpinan
yang
diterjemahkan ke dalam istilah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antarperan, kedudukan dari satu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh”.Sujanto
(2007:67)
juga
menyebutkan
bahwa
“kepemimpinan
merupakan aspek penting yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi, yakni menyangkut perilaku seorang pemimpin dalam rangka mempengaruhi para pegawai/karyawannya, sehingga para pegawai mau bekerja sama dalam rangka mewujudkan tujuan”. Kemudian Siska (2011) merumuskan “Kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu instrument untuk membuat sekelompok orang mau bekerja sama
13
dan berdaya upaya menaati segala aturan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Thoha (2012:9) mendefinisikan bahwa “kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi tertentu. Melainkan kepemimpinan bisa terjadi di mana saja asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya memengaruhi perilaku orang-orang lain kearah teercapainya suatu tujuan”. Dari pendapat beberapa ahli di atas dijelaskan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses, kegiatan, upaya, alat untuk membantu; mempengaruhi; memotivasi suatu kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.Dalam hal ini kepemimpinan juga melibatkan pengaruh dan pentingnya proses komunikasi.
2.2.2 Teori Kepemimpinan Definisi kepemimpinan telah diuraikan menurut pendapat dari beberapa ahli dan beberapa sumber. Definisi tersebut perlu diperkuat dan dipertegas lagi oleh beberapa teori. Indrafachrudi (2006:2) mengatakan bahwa “dalam membicarakan kemimpinan, sebaiknya kita berpegang pada teori tertentu”. Wahjosumidjo (2010:19) menyebutkan “hampir seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan kedalam empat macam pendekatan, yaitu: Pendekatan pengaruh kewibawaan; pendekatan sifat; pendekatan perilaku; dan pendekatan situasional”.Tinjauan menyeluruh secara garis besar keempat macam pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1.)Pendekatan menurut pengaruh kewibawaan.Menurut pendekatan ini, dikatakan bahwa keberhasilan pemimpin dipandang dari segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahan. Pendekatan ini menekankan sifat timbal balik, proses saling mempengaruhi dan pentingnya pertukaran hubungan kerja sama antara para pemimpin dengan
14
bawahan. 2.) Pendekatan Sifat. Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin. Keberhasilan pemimpin ditandai oleh daya kecakapan luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin seperti; tidak kenal lelah atau penuh energi; intuisi yang tajam; tinjauan ke masa depan yang tidak sempit; dan kecakapan meyakinkan yang sangat menarik (irresistible persuasive skill).3.) Pendekatan perilaku. Pendekatan perilaku menekankan pentingnya perilaku yang dapat diamati atau yang dilakukan oleh para pemimpin dari sifat-sifat pribadi atau sumber kewibawaan yang dimilikinya. 4.) Pendekatan kontingensi. Pendekatan kontingensi menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situsional.
2.2.3 Fungsi Kepemimpinan Seperti telah diuraikan di atas kepemimpin berarti suatu kegiatan membantu, mempengaruhi dan memotivasi kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Sehubungan dengan itu, sebaiknya perlu diketahui pula fungsi kepemimpinan.Seperti yang telah dipaparkan oleh Indrafachrudi (2006:3) “fungsi kepemimpinan pada dasarnya dapat dibagi atas dua macam, yaitu: 1) fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai; dan 2) fungsi yang bertalian dengan penciptaan
suasana
pekerjaan
yang
sehat
dan
menyenangkan
sambil
memeliharanya”. Berikut dijabarkan fungsi pemimpin yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai yang telah diungkapkan oleh Indrafachrudi (2006:3): 1) Pemimpin berfungsi memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskannya supaya anggota dapat bekerja sama mencapai tujuan itu. 2) Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi harapan baik. 3) Pemimpin berfungsi membantu anggota kelompok dalam mengumpulkan keterangan yang perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat. 4) Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada setiap anggota kelompok untuk melahirkan perasaan dan pikirannya dan memilih buah
15
pikiran yang baik dan berguna dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh kelompok. 5) Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada setiap anggota kelompok untuk melahirkan perasaan dan pikirannya dan memilih buah pikiran yang baik dan berguna dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh kelompok. 6) Pemimpin berfungsi memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab kepada anggota dalam melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing demi kepentingan bersama.
Pendapat Selznick yang dipaparkan Oleh Wahjosumidjo (2010:42-47) dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoretik dan Permasalahannya bahwa ada empat macam tugas seorang pemimpin yaitu : 1) Mendefinisikan misi dan peranan organisasi (involves the definition of the institutional organizational mission and role); 2) Fungsi kedua seorang pemimpin adalah merupakan pengejawantahan tujuan organisasi (the institutional embodiment of purpose);3) Mempertahankan keutuhan organisasi (to defend the organization’s integration); 4) Tugas terakhir seorang pemimpin adalah mengendalikan konflik internal yang terjadi di dalam organisasi (the ordering of internal conflict).
2.2.4 Gaya Kepemimpinan Setiap pemimpin bertanggung jawab ata apa yang sedang ia kelola dan pegawainya, untuk itu seorang pemimpin perlu memiliki cara atau teknik untuk menjalankan kepemimpinannya dalam hal ini yang disebut dengan gaya kepemimpinan.Gaya kepemimpinan adalah “cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan” (Purwanto, 2006:48). Sedangkan menurut Darma (2004:144)
gaya
kepemimpinan
adalah
“cara seseorang
dalam
menjalankan suatu kepemimpinan dengan berusaha mempengaruhi perilaku orang-orang yang dikelolanya”. Menurut Sundawati (2010:22) “sebagai pemimpin harus memiliki diantaranya yang berkaitan dengan pembinaan disiplin, pembangkitan motivasi
16
dan penghargaan”.Gaya kepemimpinan sederhana dalam Purwanto (2006:48) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan dibedakan menjadi tiga macam meliputi, otokrasi, demokrasi, dan laissez faire. Adapun ciri - ciri gaya kepemimpinan otokrasi, demokrasi, dan laissez faire, antara lain: 1. Kepemimpinan yang otokrasi. Dalam kepemimpinan yang otokrasi, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota- anggota kelompoknya. Menurut Hendiyat Soetopo (Soemanto, 1988:7) “bahwa kepemimpinan yang otokrasi yaitu pemimpin lebih bersifat ingin berkuasa, suasana disekolah tegang. Pemimpin sama sekali tidak memberi kebebasan kepada anggota kelompok untuk turut ambil bagian dalam memutus suatu persoalan”. Penafsirannya sebagaipemimpin otokrasi tidak lain adalah menunjukkan dan memberi perintah, tidak ada koordinasi dengan para bawahan diartikan sebagai kepicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah ditetapkan. Kekuasaan yang berlebihan ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik “Asal
Bapak Senang” terhadap pemimpin dan kecenderungan untuk
mengabdikan perintah dan tugas tidak ada pengawasan langsung. Menurut Dharma (2004:144) “dengan gaya ini supervisor membatasi peranan bawahan dan memberi tahu kepada mereka tentang apa, bagaimana, bilamana dan dimana melakukan pekerjaan”. Kepemimpinan otokrasi atau otoriter meliputi, menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi, mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, menganggap bawahan sebagai alat semata- mata, tidak mau
17
menerima pendapat, saran, dan kritik dari anggotanya, terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya, cara menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat mencari kesalahan atau menghukum. Gaya kepemimpinan yang otokrasi/otoriter ada baiknya diterapkan pada sekolah dimana keadaan para guru dan stafnya masih memerlukan petunjuk dari kepala sekolah dan belum bisa menentukan apa yang baik untuk dikerjakan, dengan gaya seperti ini perlu guru dan staf yang belum berpengalaman akan mengerjakan tugasnya sesuai dengan petunjuk dari kepala sekolah sehingga pekerjaan dapat dilakukan sesuai dengan skejul yang dibuat oleh kepala sekolah. 2. Kepemimpinan Demokratis Pemimpin
dalam tipe ini menafsirkan kepemimpinanya bukan sebagai
diktator melainkan sebagai pemimpin ditengah-tengah anggota kelompoknya, hubungannya dengan para bawahannya bukan sebagai atasan dan bawahan tetapi lebih pada saudara tua pada adiknya. Sedangkan kepemimpinan yang demokratis kepala sekolah sebagai seorang pemimpin lebih mementingkan kepentingan bersama dari pada kepentingan sendiri, sehingga terciptalah hubungan dan kerjasama yang baik dan harmonis, saling membantu didalam melaksanakan tugas sehari hari dan akan tercipta suasana kerja yang sehat. Menurut Purwanto (2006:52) gaya demokratis memiliki sifat- sifat, 1) dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu makhluk yang termulia didunia, 2) selalu berusaha menyingkronkan kepentingan dantujuan organisasi dengan kepenti ngan dari tujuan pribadi bawahan, 3) senang menerima saran, pendapat, dan kritik dari bawahan , 4) mengutamakan kerjasama dalam mencapai tujuan, 5) memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya, 6) mengusahakan agar bawahan dapat l ebih sukses dari pada dirinya, 7) selalu mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
18
Gaya demokratis dapat diterapkan bilamana para guru/staff sudah mampu mengambil keputusan apa yang dilakukan sesuai dengan kewajibannya dan sudah mempunyai pengalaman yang cukup untuk menentukan langkah-langkah dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Kepemimpinan Laissez Faire Dalam tipe kepemimpinan ini diartikan sebagai membiarkan orang berbuat sekehendaknya. Pemimpin yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggota-anggota kelompok
tanpa
petunjuk dan saran-saran dari pemimpin. Kekuasaan dan tanggung jawab bersimpang siur, berserakan diantara anggota-anggota kelompok, tidak merata pada posisi para anggotanyadalam melaksanakan tugasnya, atau secara tidak langsung segala peraturan, kebijaksanaan (policity)suatu institusi berada ditangan anggota. Kepemimpinanlaissez faire baik diterapkan bilamana guru dan stafsudah senior dan sangat berpengalaman pada pekerjaanya. Dengan kata lain karena para guru sudah senior dan memiliki kredibilitas yang baik tidak lagi didekte oleh kepala sekolah melainkan dibiarkan karena sudah mengerti akan kewajibannya masing - masing. Sedangkan menurut Darma (2004:152) ada empat gaya kepemimpinan yaitu “gaya instruksi (gaya bos), gaya konsultasi (gaya dokter), gaya partisipasi (gaya konsultan), gaya delegasi (gaya bebas).Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan instruksi, konsultasi, partisipasi dan gaya delegasi adalah:
19
1. Gaya Instruksi (Gaya Bos) Supervisor (kepala sekolah) membatasi peranan bawahan dan memberitahu mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melakukan pekerjaan pada umumnya daya tersebut pemimpin membuat keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaanya.Gaya instruksi ini ditujukan bagi bawahan dengan tingkatperkembangan rendah, tidak mau dan tidak mampu memikul tanggung jawab untuk suatu pekerjaan karena mereka tidak yakin dan tidak kompeten. 2. Gaya Konsultasi (Gaya Dokter) Supervisor (kepala sekolah) masih banyak memberikan arahan dan masih mengambil hampir semua keputusan. Pada umumnya gaya tersebut pemimpin mulai banyak melakukan instruksi dengan bawahan. 3. Gaya Partisipatif (Gaya Konsultan ) supervisor (kepala sekolah) mengikut sertakan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pada umumnya gaya tersebut pemimpin cenderung memberikan kepercayaan pada bawahan untuk menyelesaikan tugas sebagai tanggung jawab, sambil tetap melakukan kontak konsultatif. Dalam hal ini upaya tugas tidak digunakan, namun upaya hubungan senantiasa ditingkatkan dengan membuka komunikasi dua arah, dan iklim yang transparan. 4. Gaya Delegasi (Gaya Bebas) Supervisor (kepala sekolah) dan bawahan hanya mendiskusikan batasan masalah bersama-sama, sehingga tercapai kesepakatan. Pada umumnya gaya tersebut pemimpin berusaha mendorong bawahan untuk mengambil inisiatif
20
sendiri.Dalam hal initingkat kedewasaan yang tinggi, upaya tugas hanya diperlukan sekedarnya saja, demikian pula upaya hubungannya.
2.3
Kepemimpinan Kepala Sekolah
2.3.1 Definisi Kepala Sekolah Telah dibahas pada penjelasan sebelumnya, bahwa kepemimpinan adalah proses atau kegiatan mempengaruhi suatu organisasi. Sedangkan orang yang melakukannya disebut dengan pemimpin. Istilah yang digunakan untuk sebutan pemimpin dalam sebuah organisasi berbeda-beda. Pemimpin dalam rumah tangga disebut kepala keluarga, pemimpin dalam perusahaan disebut manajer, dan pemimpin dalam satuan pendidikan disebut dengan kepala sekolah. Kepala sekolah berasal dari dua kata yaitu “kepala” dan “sekolah”. Kata kepala dapat “diartikan ketua atau pimpinan dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga” (KBBI, 2002). Sedang sekolah adalah “sebuah lembaga di mana tempat menerima dan memberi pelajaran. Jadi secara umum sekolah atau lembaga di mana tempat menerima dan memberi pelajaran” (KBBI, 2002).Prasetyo (2013:3) juga menuliskan “Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran”.Bersumber dari Wikipedia (2015) disebutkan bahwa Secara etimologi, kepala sekolah merupakan padanan dari school principal yang tugas kesehariannya menjalankan principalship atau kekepalasekolahan. Istilah kekepalasekolahan mengandung makna sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah. Penjelasan ini dipandang penting, karena terdapat beberapa istilah untuk menyebut jabatan kepala sekolah,
21
seperti administrasi sekolah (school administrator), pimpinan sekolah (school leader), manajer sekolah (school manajer), dan sebagainya.
Utomo (2010:1056 ) memaparkan “Kepala Sekolah orang yang diberi tugas dan tanggung jawab mengelola sekolah, menghimpun, memanfaatkan, dan menggerakkan seluruh potensi sekolah secara optimal untuk mencapai tujuan”. Dijelaskan pula oleh Prasetyo (2013:4) dalam makalahnya yaitu “kepala sekolah adalah orang yang terpandang di lingkungan masyarakat sekolah. Ia adalah pusat teladan bagi warga sekolah dan warga masyarakat di sekitar sekolah, karena itu kepala sekolah wajib melaksanakan petunjuk tentang usaha peningkatan ketahanan sekolah”.Menurut PERMENDIKNAS No. 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah (2010:3) dalam pasal 1 butir 1 memaparkan bahwa Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI). Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 (Prasetyo,2013:1) bahwa “Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana”.
22
Suparlan (2013:17)menjelaskan “Kepemimpinan Sekolah/Madrasahdiatur dalam Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan”. Menurut Nawawi dalam (Prasetyo, 2013:4) “kepemimpinan adalah kemampuan
menggerakkan,
memberikan
motivasi
dan
mempengaruhi
orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan”. Sedangkan Utomo (2010:1058) membahas “kepemimpininan Kepala Sekolah yang efektif membahas tentang visi, misi, dan tujuan, struktur organisasi, serta upaya Kepala Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan”. 2.3.1 Peraturan yang Mengatur tetntang Kepala Sekolah Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk mengefektifkan seluruh tugas, fungsi, peran dan kewenangan kepala sekolah, maka segala sesuatunya dinaungi dalam peraturan pemerintah maupun undang-undang. Ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.28 tahun 2010 (2010) tentang “penugasan guru sebagai kepala sekolah/madrasah guna melengkapi Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah”. Dari PERMENDIKNAS No. 28 tahun 2010 peneliti mendapatkan beberapa hal penting yang perlu digaris bawahi. Pada peraturan ini terdapat sepuluh BAB dan 20 pasal. Dalam BAB I terdapat 1 pasal dan 18 ayat yang berisi tentang ketentuan umum.Persyaratan umum guru yang diberikan tugas sebagai kepala sekolah/madrasah diatur dalam BAB II pasal 2 ayat 2 (poin ak).Persyaratan khusus guru yang diberikan tugas sebagai kepala sekolah/madrasah yaitu memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan pengalamannya sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan Direktur Jenderal (pasal 2 ayat 3 poin a dan b). Penyiapan calon kepala sekolah/madrasah meliputi rekrutmen serta pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah (Pasal 3 Ayat
23
1). Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah dilaksanakan dalam kegiatan tatap muka dalam kurun waktu minimal 100 (seratus) jam dan praktik pengalaman lapangan dalam kurun waktu minimal selama 3 (tiga) bulan (Pasal 7 Ayat 2). Calon kepala sekolah/madrasah direkrut melalui pengusulan oleh kepala sekolah/madrasah dan/atau pengawas yang bersangkutan kepada dinas propinsi/kabupaten/kota dan kantor wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya (Pasal 4 Ayat 2). Pengangkatan kepala sekolah/madrasah dilakukan melalui penilaian akseptabilitas oleh tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah (Pasal 9 Ayat 1).Tim pertimbangan melibatkan unsur pengawas sekolah/madrasah dan dewan pendidikan (Pasal 9 Ayat 3).Penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah dilakukan secara berkala setiap tahun dan secara kumulatif setiap 4 (empat) tahun (Pasal 12 Ayat 1). Penilaian kinerja tahunan dilaksanakan oleh pengawas sekolah/madrasah (Pasal 12 Ayat 2). Penilaian kinerja 4 (empat) tahunan dilaksanakan oleh atasan langsung dengan mempertimbangkan penilaian kinerja oleh tim penilai yang terdiri dari pengawas sekolah/madrasah, pendidik, tenaga kependidikan, dan komite sekolah dimana yang bersangkutan bertugas (Pasal 12 Ayat 3). (PERMENDIKNAS, 2010)
Persyaratan umum yang dituangkan dalam Permendiknas No.28 tahun 2010 yaitu : a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b) memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi; c)berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah; d)sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah; e) tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku; f) memiliki sertifikat pendidik; h)pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis danjenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanakkanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB; i) memiliki golongan ruang serendahrendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing; j) memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan k) memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
24
Dari kriteria tersebut diharapkan seorang kepala sekolah mampu menjalankan
peran
dan
fungsinya
secara
profesional,
terutama
dalam
mengenai
fungsi
implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar. 2.3.3Peran dan Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah Pada
pembahasan
sebelumnya
sudah
dibahas
kepemimpinan, namun pada sub-bab ini akan dibahas secara spesifik tentang fungsi dan peran kepemimpinan kepala sekolah.Koontz (dalam Wahjosumidjo, 2010:105) menyebutkan definisi fungsi kepemimpinan sebagai berikut, “the function of leadership, therefore, is to induce or persuade all subordinates of followers to contribute willingly to organizational goals in accordance with their maximum capability”. Mengacu pada definisi tersebut, dapat diartikan bahwa fungsi kepemimpinan adalah untuk membujuk atau meyakinkan seluruh bawahan untuk mau menyumbangkan kemampuan secara maksimal untuk mencapai tujuanorganisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010) “fungsi berarti jabatan sedangkan peran berarti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat”.Dalam Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan pada ayat tujuh dibahas tentang tugas dan peran kepala sekolah/madrasah yang diuraikan dalam 18 poin: a) menjabarkan visi ke dalam misi target mutu; b) merumuskan tujuan dan target mutu yang akan dicapai; c) menganalisis tantangan, peluang, kekuatan, dan kelemahan sekolah/madrasah; d) membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk pelaksanaan peningkatan mutu; e) bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah/madrasah; f) melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/madrasah; g) berkomunikasi untuk menciptkan dukungan intensif dari orang tua peserta didik dan masyarakat; h) menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan; i) menciptakan lingkungan pembelajaran
25
yang efektif bagi peserta didik; j) bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif mengenai pelaksanaan kurikulum; k) melaksanakan dan merumuskan program supervisi, serta memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah; l) meningkatkan mutu pendidikan; m) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan; n) memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah/madrasah; o) membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah/madrasah dan program pembelajaran yang kondusif; p) menjamin manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah/mandrasah; q) menjalin kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat, dan komite sekolah/madrasah; r) memberi contoh/teladan/tindakan yang bertanggung jawab.(Suparlan, 2013:17)
Pendapat lain memaparkan bahwa (Wikipedia, 2015)“kepala sekolah berperan meyakinkan orang lain tentang perlunya perubahan menuju kondisi yang lebih baik; mengingatkan terhadap tujuan akhir dari perubahan; membantu kelancaran proses perubahan, khususnya menyelesaikan masalah dan membina hubungan antara pihak-pihak yang terkait; menghubungkan orang dengan sumber dana yang diperlukan”.Lazaruth (1994 : 20) menjelaskan “tiga fungsi kepala sekolah, yaitu sebagai administrator pendidikan, supervisor pendidikan, dan pemimpin pendidikan”.Sriyanto (2004 : 46) berpendapat lain tentang peran kepala sekolah yaitu Kepala sekolah adalah leader sekaligus manajer, pengelola terdepan yang menentukan dapat tidaknya setiap persekolahan berproses dan berinteraksi secara positif dalam proses pendidikan yang berlangsung. Kepala sekolah memiliki peluang yang sangat besar untuk mendorong atau menghambat upaya kreasi dan inovasi, baik yang berasal dari luar maupun yang berasal dari dalam sekolahnya Mulyasa (dalam Gunawan, 2014:144) mengatakan bahwa “fungsi kepemimpinan kepala sekolah itu terangkum dalam istilah EMASLIM-FM, yakni
26
fungsi edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, figur dan mediator”. 1.Kepala Sekolah sebagai Educator Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas di atas normal (Mulyasa, 2011:98). 2. Kepala Sekolah sebagai Manager Manajemen pada hakekatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah (Mulyasa, 2011:101). 3. Kepala Sekolah sebagai Administrator Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, Mulyasa (2011:104) menjelaskan “kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola
27
administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan dan mengelola administrasi keuangan”. 4. Kepala Sekolah sebagai Supervisor Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah; agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif (Mulyasa, 2011:107). 5. Kepala Sekolah sebagai Leader Mulyasa (2011:110) menjelaskan “kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi”. 6. Kepala Sekolah sebagai Innovator Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.(Mulyasa, 2011:113)
7. Kepala Sekolah sebagai Motivator Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan
28
berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB) (Mulyasa, 2011:120). Dari uraian diatas jelas, sebagai kepala sekolah berfungsi untuk mengajak atau mempengaruhi para warga sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dengan berperan sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator dan motivator. Selain itu kemampuan kepala sekolah dalam memimpin sekolah perlu ditingkatkan secara terus-menerus sehingga seluruh program dan inovasi yang diterapkan disekolah dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini termasuk pula dalam implementasi pendidikan karakter.
2.4 Pendidikan Karakter Untuk mendukung program pemerintah dalam menciptakan masyarakat yang berpendidikan dan bermoral, maka pendidikan karakter ditunjuk sebagai salah satu metode yang efektif untuk diterapkan dalam pendidikan. Pendidikan karakter menurut Suyanto (Haryanto,2012) adalah “cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara”. Sedangkan Muslich (2011:29) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek teori pengetahuan (cognitive), perasaan (felling), dan tindakan (action). Dalam buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter yang dikeluarkan oleh Kemendiknas (2011:6) memaparkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-
29
kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dari ketiga pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu cara untuk menanamkan perilaku atau kebiasaan baik yang melibatkan aspek kognitif, perasaan dan tindakan sehingga peserta didik mampu bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Perlu digaris bawahi bahwa peserta didik dituntut untuk mampu bertindak sesuai nilai-nilai, dalam hal ini berarti pendidikan karakter itu memiliki nilai-nilai tertentu. Menurut Sukamto (dalam Muslich 2011:79) ada dua belas nilai karakter yang perlu ditanamkan “yaitu kejujuran; loyalitas dan dapat diandalkan; hormat; cinta; ketidak egoisan dan sensitifitas; baik hati dan pertemanan; keberanian; kedamaian; mandiri dan potensial; disiplin diri dan moderasi; kesetiaan dan kemurnian; dan keadilan serta kasih sayang”. BALITBANG Pusat Kurikulum (2010:7) memaparkan “nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa yaitu agama, Pancasila, budaya, dan tujuan Pendidikan Nasional”. Menurut Haryanto (2012) ada 18 butir nilai-nilai karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan,
cinta
tanah
air,
menghargai
prestasi,
bersahabat/komunikatif,cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.
30
Tabel. 1 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter No. 1
Nilai Karakter Religius
2.
Jujur
3.
Toleransi
4.
Disiplin
5.
Kerja Keras
6.
Kreatif
7.
Mandiri
8.
Demokratis
9.
Rasa Ingin Tahu
10.
Semangat Kebangsaan
11.
Cinta Tanah Air
12.
Menghargai Prestasi
Deskripsi Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok. Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
31
No. 13.
Nilai Karakter Bersahabat/ Komunikatif
14.
Cinta Damai
15.
Gemar Membaca
16.
Peduli Lingkungan
17.
Peduli Sosial
18.
Tanggung Jawab
Definisi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
2.4.1 Implementasi Pendidikan Karakter Dalam penerapan atau implementasi pendidikan karakter di sekolah (KEMENDIKNAS,
2011:17)“diperlukan
peran
pemimpin
yang
visioner,
humanis, demokratis, kraetif, mampu menginspirasi dan membudayakan. Pemimpin sekolah harus bekerja dengan ikhlas, berani, bersemangat dan bertanggung jawab”. Selain itu kepala sekolah juga perlu memahami bagaimana penerapan pendidikan karakter disekolah.
32
Bagan 1. Strategi Kebijakan Pendidikan karakter (BALITBANG, 2011:11) STRATEGI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER
1. Intervensi melalui kebijakan Top-down
- Sosialisasi; - Pengembangan Regulasi; - Pengembangan Kapasitas; - Implementasi & Kerjasama; - Monitoring & Evaluasi
2. Pengalaman praktisi Bottom-up
3. Revitalisasi program
Ilustrasi Best Practice: Talent scouting; Satuan Pendidikan; The ESQ Way 165;
SOSIO PEDAGOGIS Pramuka; Kantin Kejujuran; UKS; PMR; Perlombaan / olimpiade; revitalisasi gugus sekolah
ITEGRASI TIGA STRATEGI 1. KBM; 2. Pengembangan budaya satuan pendidikan; 3. Kegiatan kokurikuler dan/ ekstrakurikuler; 4. Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat
33
Dari bagan 1tampak bahwa, pendekatan yang digunakan Kementerian Pendidikan Nasional dalam pengembangan pendidikan karakter,yaitu pertama melalui stream top down; kedua melalui stream bottom up; dan ketiga melalui stream revitalisasi program. Penjelasan lebih rinci tentang bagan 1 adalah sebagai berikut : 1. Intervensi melalui kebijakan (Top-down) “Hal ini dilakukan pertama kali oleh Pemerintah /Kementerian Pendidikan Nasional dan didukung secara sinergis oleh Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota” (BALITBANG, 2011:11). Dalam hal ini strategi yang dimaksud adalah : a. Sosialisasi, untuk
membangun
kesadaran
kolektif
tentang
pentingnya
pendidikan karakter pada lingkup/tingkat nasional, melakukan gerakan kolektif dan pencanangan pendidikan karakter untuk semua. b. Pengembangan regulasi,untuk terus mengakselerasikan dan membumikan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter, Kementerian Pendidikan Nasional bergerak mengkonsolidasi diri di tingkat internal dengan melakukan upayaupaya pengembangan regulasi untuk memberikan payung hukum yang kuat bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pendidikan karakter. c. Pengembangan kapasitas, Kementerian
Pendidikan
Nasional
secara
komprehensif dan massif akan melakukan upaya-upaya pengembangan kapasitas sumber daya pendidikan karakter. “Perlu disiapkan satu sistem pelatihan bagi para pemangku kepentingan pendidikan karakter yang akan menjadi pelaku terdepan dalam mengembangkan dan mensosialisikan nilainilai karakter” (BALITBANG, 2011:12).
34
d. Implementasi
dan
kerjasama,
Kementerian
Pendidikan
Nasional
mensinergikan berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok, fungsi, dan sasaran unit utama. e. Monitoring dan evaluasi,secara
komprehensif
“Kementerian
Pendidikan
Nasional akan melakukan monitoring dan evaluasi terfokus pada tugas, pokok, dan fungsi serta sasaran masing-masing unit kerja baik di unit utama maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta
pemangku kepentingan
pendidikan lainnya” (BALITBANG, 2011:12). Monitoring dan evaluasi sangat
berperan
dalam mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan
pendidikan karakter di setiap unit kerja. 2. Pengalaman Praktisi (Bottom-up) Pembangunan pada tahap ini adalah “diharapkan dari inisiatif yang datang dari satuan kepada
pendidikan.
Pemerintah
sekolah-sekolah yang telah
memberikan
mengembangkan
bantuan
dan
teknis
melaksanakan
pendidikan karakter sesuai dengan ciri khas di lingkungan sekolah tersebut” (BALITBANG, 2011 : 12). 3. Revitalisasi Program Pada tahap ketiga, “merevitalisasi kembali program-program kegiatan pendidikan karakter di mana pada umumnya banyak terdapat pada kegiatan ekstrakurikuler
yang
sudah
ada
dan
sarat
dengan
nilai-nilai
karakter”(BALITBANG, 2011 : 12). Ketiga jalur/tingkat pada Bagan 4, yaitu: top down yang lebih bersifat intervensi, bottom
up
yang lebih
bersifat
penggalian
bestpractice dan
35
habituasi, serta revitalisasi program kegiatan yang sudah ada yang lebih bersifat pemberdayaan merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan. Ketiga pendekatan tersebut, hendaknya dilaksanakan secara terintegrasi dalam keempat pilar penting pendidikan karakter di sekolah sebagaimana yang dituangkan dalam Desain Induk Pendidikan Karakter, (2010:28), yaitu: “kegiatan pembelajaran di kelas, pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler”.
Bagan 2. Landasan dan Proses penerapan nilai karakter (KEMENDIKNAS, 2010:19) Pengalaman terbaik (best practices) dan praktik nyata.
Teori pendidikan, psikologi, nilai, sosial budaya
Agama, Pancasila, UUD 1945, UU No. 20/2003 ttg sisdiknaas
Nilai- nilai Luhur
HABITUASI
Masyarakat
Satuan Pendidikan
PERANGKAT PENDUKUNG Kebijakan, pedoman, sumber daya, lingkungan, sarana dan prasarana, kebersamaan,Komitmen pemangku kepentingan
Perilaku Berkarakter
Keluarga
36
Dari bagan 2 dapat dijelaskan bahwa pendidikan karakter berlandaskan pengalaman terbaik dan praktik nyata; teori pendidikan psikologi, nilai sosial budaya; Agama, Pancasila, UUD 1945, UU No. 20 tahun 2003 tentang SISIDIKNAS. Landasan-landasan ini menginginkan adanya nilai-nilai luhur yang dibiasakan melalui lingkungan satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini memiliki perangkat pendukung kebijakan, pedoman, sumber daya, lingkungan, sarana dan prasarana, kebersamaan, komitmen pemangku kepentingan sehingga terciptalah prilaku berkarakter.
Bagan 3. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah (KEMENDIKNAS, 2011:2)
SATUAN PENDIDIKAN
BUDAYA SEKOLAH
Pelaksanaan
KEGIATAN KESISWAAN
pendidikan
karakter
KEGIATAN KESEHARIAN
diintegrasikan
BUDAYA AKADEMIK
kedalam
kegiatan
pendidikan yang berkarakter yaitu melalui budaya sekolah, kegiatan kesiswaan, kegiatan keseharian dan budaya akademik. Budaya sekolah adalah pembiasaan kehidupan keseharian disekolah. Budaya sekolah terdiri dari; “keyakinan, nilainilai, norma, dan kebiasaan di dalam sekolah yang telah dibangun dalam waktu
37
yang lama oleh warga sekolah” (KEMENDIKNAS, 2011:15). Budaya akademik di terapkan melalui tugas pengembangan ilmu, teknologi dan seni. Pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam kegiatan kesiswaan antara lain melalui pramuka, olahraga, karya tulis dan seni, serta dalam memperingati harihari besar Nasional. Kemudian pada kegiatan keseharian penerapan pendidikan karakter dilakukan di lingkungan keluarga, asrama dan masyarakat.
2.5 Kurikulum 2013 Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (Mistar, 2014:2). Menurut
Sanjaya (Fadlillah, 2014:14)
berpendapat bahwa “selain
diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran, kurikulum dapat pula dimaknai sebagai serangkaian pengalaman belajar peserta didik”. Kurikulum 2013 adalah pengembangan dari kurikulum sebelumnya. Mistar memaparkan (2014:2) “pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu”. Nuh ( 2013:1) dalam artikel Kurikulum 2013 menjelaskan bahwa “dasar dari kurikulum 2013 adalah konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi”. Kemudian pendapat dari Mistar menambahkan bahwa,
38
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan ketentuan yuridis yang mewajibkan adanya pengembangan kurikulum baru, landasan filosofis, dan landasan empirik.Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-Undang 1945 nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.Landasan yuridis pengembangan Kurikulum 2013 lainnya adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia tahun 2010 tentang Pendidikan Karakter, Pembelajaran Aktif dan Pendidikan Kewirausahaan. (2014:2) Selain landasan yuridis, disebutkan pula landasan lainnya dalam pengembangan kurikulum 2013 yaitu landasan filosofis dan landasan empiris. Ketiga dimensi kehidupan bangsa, masa lalu-masa sekarang-masa yang akan datang, menjadi landasan filosofis pengembangan kurikulum. Sedangkan yang menjadi landasan empiris adalah pertumbuhan ekonomi, kekerasan yang merajalela, beban belajar, pencemaran dan kerusakan lingkungan, sehingga kurikulum perlu membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat, perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran, kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung, dan pembentukan karakter, dan kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah secara kreatif. (Mistar, 2014:2-4) Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi ( Mistar, 2014:5). Dipaparkan lebih rinci oleh Mistar (2014:5) bahwa Kompetensi untuk kurikulum 2013 adalah isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. Proses pembelajaran Kurikulum 2013 terdiri atas pembelajaran intrakurikuler dan pembelajaran ekstra-kurikuler.Proses pembelajaran intrakurikuler adalah proses pembelajaran yang berkenaan dengan mata pelajaran dalam struktur kurikulum dan dilakukan di kelas, sekolah, dan masyarakat.Pembelajaran ekstrakurikulerPembelajaran ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas yang dirancang sebagai kegiatan di luar kegiatan pembelajaran terjadwal secara rutin setiap minggu.
39
2.6 Kerangka Berpikir Semakin terkikisnya karakter generasi muda, kian lunturnya budaya nasional, semakin terpuruknya kehidupan berbangsa dan bernegara, serta pendidikan yang lebih mementingkan perkembangan intelegensi, menjadi permasalahan yang dianggap penting dan menarik perhatian penulis. penulis. Untuk itu penulis berpikir bahwa pendidikan karakter disekolah perlu dicanangkan. Penerapan pendidikan karakter disekolah tentunya tidak terlepas dari peranan Kepala Sekolah yang pastinya diharapkan mampu menjadikan dan melahirkan generasi bangsa yang ang cerdas, berbudaya dan berkarakter. Bagan.4 Kerangka berpikir penelitian
PERMASALAHAN PENDIDIKAN KARAKTER
PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH ● Educator ● Manager PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
● Administrator ● Supervisor ● Leader
GENERASI MUDA YANG CERDAS, BERBUDAYA DAN BERKARAKTER