10 BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Kenyamanan Thermal Dalam buku karangan Ellsworth Huntington (1951) yang berjudul “principles
of human geography” menyebutkan bahwa kondisi iklim dan lingkungan yang tidak sesuai bagi manusia akan berdampak kepada produktivitas dan kesehatannya. Tubuh manusia akan memberikan tanggapan terhadap kondisi yang terjadi di lingkungannya, salah satunya adalah kondisi thermal lingkungan. Tanggapan utama terhadap kondisi thermal lingkungan adalah rasa panas dan dingin (thermal sensation) dan ketidaknyamanan akibat kulit terasa basah (sensible perspiration). Pengertian kenyamanan thermal sendiri menurut beberapa sumber antara lain: 1.
Kenyamanan thermal adalah suatu kondisi dimana tercipta keseimbangan thermal yang tetap antara manusia dan lingkungannya (B. Givoni, 1998).
2.
Kenyamanan thermal adalah batas-batas dari kondisi iklim yang dianggap nyaman dan dapat ditoleransi dalam bangunan yang berarti ketiadaan sensasi (panas atau dingin) ketidaknyamanan thermal (B. Givoni, 1998).
3.
Kenyamanan thermal adalah kondisi seseorang merasa nyaman terhadap lingkungannya (Fanger, 1970).
4.
Kenyamanan thermal adalah suatu pernyataan kepuasan yang bersifat subyektif yang berbeda bagi setiap individu dan tergantung pada kondisi lingkungan yang berlaku pada saat itu (Fuller Moore,1993). 10
11 Keempat definisi di atas mempunyai intisari yang sama dan saling terkait satu dengan yang lain. Tubuh akan merasa nyaman apabila temperatur tubuh stabil, yang dicapai dengan terjaganya keseimbangan antara temperatur tubuh dan lingkungannya, kondisi iklim dalam ruang yang berada pada batas-batas kenyamanan. Jadi kenyamanan thermal adalah suatu kondisi dimana temperatur tubuh stabil pada batas yang nyaman yang berarti tubuh tidak merasakan gangguan yang disebabkan oleh faktor thermal yang dimungkinkan oleh adanya keseimbangan temperatur tubuh dan lingkungan dan faktor iklim yang berada pada zona nyaman (comfort zone).
2.2
Faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Thermal Menurut Houghton dan Yaglou (‘Determining Lines of Equal Comfort’,
Transactions of America Society of Heating and Ventilating Engineers Vol. 29, 1923) kenyamanan thermal dipengaruhi oleh faktor radiasi panas, temperatur, kelembaban udara dan gerakan udara yang disebut sebagai temperatur efektif (TE). 2.2.1
Temperatur udara Faktor utama yang mempengaruhi temperatur udara adalah proses pemanasan
dan pendinginan permukaaan benda/bumi. Panas/dingin yang terjadi di udara adalah akibat persinggungan udara dengan permukaan yang panas/dingin. Selanjutnya lapisan udara tersebut akan memanaskan/mendinginkan lapisan di atasnya. Temperatur udara lingkungan menentukan pertukaran panas yang terjadi antara permukaan kulit tubuh dengan udara sekitarnya. Bila temperatur udara lebih
12 rendah dari temperatur tubuh maka tubuh akan melepaskan panas sedangkan bila temperatur udara lebih tinggi makan tubuh akan menerima panas. Efek dari temperatur udara langsung dapat dirasakan tubuh, penaikan/penurunan temperatur selalu menyebabkan perubahan sensasi thermal.
2.2.2
Kelembaban Udara Kelembaban udara adalah kandungan uap air di udara. Sumber dari uap air
tersebut antara lain adalah penguapan air laut, permukaan yang basah, repirasi/pernafasan dari tumbuhan dan juga dari tubuh manusia. Tingkat kelembaban udara akan berbeda apabila jumlah pengguna di suatu tempat yang sama berbeda. Kelembaban udara juga
dipengaruhi angin. Semakin sering dan kuat angin,
kelembaban udara akan semakin menurun, karena angin membawa dan mendistribusikan uap air yang ada di udara. Kelembaban udara yang terlihat pada nilai relatif humidity (RH) menentukan nilai evaporasi yang dimungkinkan oleh lingkungan dan adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap perubahan nilai evaporasi tersebut. Nilai RH 100% berarti udara sudah dalam keadaan jenuh, tidak ada lagi uap air yang mampu ditampung oleh udara.
Efek
kelembaban
udara
terhadap
kenyamanan
thermal
tergantung
kombinasinya dengan faktor-faktor lain yaitu temperatur, kecepatan angin, pakaian dan tingkat metabolisme tubuh. Berdasarkan
SNI 03-6572-2001, nilai RH yang dianjurkan untuk suatu
ruangan antara 40%-50%, dan untuk ruangan dengan pengguna yang padat masih
13 diperbolehkan pada rentang 55%-60%. J.W.Weller dan Youle juga
menyatakan
bahwa kelembaban udara yang dirasa nyaman yaitu pada tingkat relatif humidity (RH) 40-60%. Nilai RH optimum tersebut didasarkan dari pemenelitian dimana jika nilai RH tidak pada rentang tersebut maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan lain sebagainya, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Zona Optimal Kelembaban Sumber: Theodor D.Sterling and Associates,Ltd
2.2.3
Kecepatan angin Angin terjadi karena perbedaan tekanan udara pada suatu area dengan area di
sekitarnya. Angin mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Dalam proses pergerakannya angin membawa suhu udara dingin dan uap air. Kecepatan angin dalam ruang dipengaruhi bentuk geometri dan lokasi bukaan pada ruang tersebut terhadap arah datangnya angin.
14 Efek kecepatan angin terhadap kenyamanan thermal pada manusia bergantung pada temperatur dan kelembaban udara. Pada temperatur <33°C penaikan kecepatan angin akan mengurangi sensasi thermal. Pada temperatur 33-37°C kecepatan angin tidak mempunyai efek yang berarti terhadap sensasi thermal hanya dapat mengurangi ketidaknyamanan akibat kulit basah. Pada temperatur >37°C penaikan kecepatan angin sebenarnya dapat menaikkan thermal sensation yang disebabkan panas, tetapi dapat menurunkan kadar kebasahan kulit. Kecepatan angin yang dapat menimbulkan rasa segar berkisar antara 0,15-0,3 m/s (J.W.Weller dan Youle, 1981). Berdasarkan SNI 03-6572-2001, tentang tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung menyebutkan bahwa: 1.
Jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi.
2.
Untuk menghitung pergantian udara didalam bangunan dengan cara menghitung luas lubang bukaan dan sistem ventilasi digunakan rumus persamaan 2.1 (Terry S.Boatet, 1987): Q = CV.A.V........................................................ (2.1)
dimana: Q = laju aliran udara, m³/detik. A = luas bebas dari bukaan inlet, m². V = kecepatan angin, m/detik.
15 CV = effectiveness dari bukaan (CV dianggap sama dengan 0,5 ~ 0,6 untuk angin yang tegak lurus dan 0,25 ~ 0,35 untuk angin yang diagonal).
2.2.4
Radiasi matahari Radiasi matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses thermo-
nuklir yang terjadi di matahari. Energi radiasi matahari berbentuk sinar dan gelombang elektromagnetik. Spektrum radiasi matahari sendiri terdiri dari dua jenis yaitu, sinar bergelombang pendek diantaranya, sinar x, sinar gamma, sinar ultra violet, dan sinar bergelombang panjang seperti sinar infra merah. Radiasi matahari memancarkan sinar ultra violet (6%), cahaya tampak (48%) dan sinar infra merah yang memberikan efek panas sangat besar (46%). Radiasi matahari ini merupakan faktor utama pada perancangan dengan iklim tropis karena radiasi matahari berlebih akan mempengaruhi pertambahan panas bangunan. Pertambahan panas bangunan dapat terjadi dari berbagai sumber, akan tetapi radiasi matahari yang masuk ke dalam bangunan melalui selubung bangunan menjadi penyumbang yang terbesar. Sehingga untuk menghasilkan desain yang optimal dalam mereduksi radiasi matahari ini, harus mengetahui parameter-parameter desain yang mempengaruhinya. Untuk lebih jelasnya mengenai masuknya energi radiasi matahari ke dalam bangunan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
16
Gambar 2.2 Sumber Panas Bangunan Sumber: http://mnre.gov.in/solar-energy/ch4.pdf
Kuantitas total panas matahari yang mengenai permukaan terdiri dari radiasi langsung (direct radiation) yang tidak terbayangi dan radiasi tidak langsung (diffuse radiation) yang berasal dari pembiasan langit serta pemantulan permukaan bangunan dan tanah sekitar (Bradshaw, 2006) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Jenis Radiasi Matahari Sumber: http://tboake.com/carbon-aia/strategies1a.html Untuk kepentingan analisa besaran radiasi yang masuk ke dalam bangunan pada bab selanjutnya, peneliti berpedoman ke pada SNI 03-6389-2000 tentang
17 konservasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung yang menyebutkan selubung bangunan harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Perolehan panas radiasi matahari total untuk dinding dan atap tidak boleh melebihi nilai perpindahan panas menyeluruh. 2. Untuk membatasi perolehan panas akibat radiasi matahari lewat selubung bangunan, yaitu dinding dan atap, maka ditentukan nilai perpindahan thermal menyeluruh untuk selubung bangunan tidak melebihi 45 watt/m². 3. Harga maksimum transmitasi thermal (U) untuk penutup atap tanpa lubang cahaya misalnya atap ringan (<50kg/m²) dengan warna terang adalah 0,7 W/m² K, sedangkan warna gelap 0,5 W/m² K.
2.2.4.1 Overall Thermal Transfer Value (OTTV) OTTV adalah suatu nilai yang diterapkan sebagai kriteria perancangan untuk dinding dan kaca bagian luar bangunan gedung yang dikondisikan. Konsep OTTV ini mencakup tiga elemen dasar perpindahan panas melalui dinding luar bangunan, antara lain: a. Konduksi panas melalui dinding tidak tembus cahaya. b. Konduksi panas melalui kaca. c. Transmisi radiasi matahari melalui kaca. Besarnya transmisi radiasi matahari dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari yang diterima, koefisien peneduh dari kaca dan dari alat peneduh (kalau ada). Konduksi panas melalui dinding dan kaca dipengaruhi oleh harga transmitansi
18 (U) dari dinding dan dari kaca, beda temperatur udara di luar terhadap temperatur udara didalam bangunan (∆T) dan absortansi radiasi matahari dari permukaan luar dari dinding. Ketiga masukan panas ini dirata-ratakan pada seluruh permukaan dari dinding luar bangunan. Dengan memberikan harga batas tertentu untuk OTTV, maka besarnya beban eksternal dapat dibatasi. Besarnya OTTV dipengaruhi oleh perencanaan dari selubung bangunan, antara lain: luas dan jenis kaca, luas dan jenis bahan dinding serta ketebalannya, warna pemukaan luar dinding dan orientasinya. Nilai perpindahan thermal menyeluruh atau OTTV untuk setiap bidang dinding luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu, harus dihitung melalui persamaan 2.2. OTTV = α (Uw x (1-WWR)) x TDek + (SC x WWR x SF) + (Uf x WWR x ∆T)......(2.2) Dimana: OTTV
= Nilai perpindahan thermal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau orientasi tertentu (Watt/m²).
α
= Absorbstansi radiasi matahari.
Uw
= Transmitansi thermal dinding tidak tembus cahaya (Watt/m².K).
WWR
= Perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan.
TDek
= Beda temperatur ekuivalen (K).
SC
= Koefisien peneduh dari sistem fenestrasi.
SF
= Faktor radiasi matahari (W/m²).
19 Uf
= Transmitansi thermal fenestrasi (W/m².K).
∆T
= Beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam.
Untuk menghitung OTTV seluruh dinding luar, digunakan persamaan 2.3. OTTV= (A01 x OTTV1) + (A02 x OTTV2)+....................+ (A0i x OTTVi).............(2.3) A01+ A02+...................+ A0i Dimana: A0i
= Luas dinding pada bagian dinding luar i (m²). Luas ini termasuk semua permukaan dinding tidak tembus cahaya dan luas permukaan jendela yang terdapat pada bagian dinding tersebut.
OTTVi
= Nilai perpindahan thermal menyeluruh pada bagian dinding i sebagai hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan. a. Absorbtansi thermal (α) Absorbtansi thermal adalah nilai penyerapan energi thermal akibat radiasi matahari pada suatu bahan dan ditentukan pula oleh warna bahan tersebut. Nilai absorbtansi berbagai jenis material berbeda-beda, dengan material bata merah yang memiliki tingkat penyerapan radiasi matahari yang paling sedikit. Sedangkan untuk material yang paling baik penyerapan radiasi matahari yaitu lembaran alumunium yang berkilat, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
20 Tabel 2.1 Nilai Absorbtansi Radiasi Matahari Untuk Dinding Luar dan Atap Tidak Tembus Cahaya
α
Bahan dinding luar Bata merah Bitumunous felt Batu sabak Beton ringan Aspal jalan setapak Kayu permukaan halus Beton ekspos Ubin putih Bata kuning tua Cat alumunium Kerikil Seng putih Bata gelazur putih Lembaran alumunium yang dikilapkan.
0,91 0,89 0,88 0,87 0,86 0,82 0,78 0,61 0,58 0,50 0,40 0,29 0,26 0,25
Sumber: SNI 03-6389-2000 b. Transmitansi thermal (U) Transmitansi thermal adalah koefisien perpindahan kalor dari udara pada satu sisi bahan ke udara pada sisi lainnya. Untuk dinding tidak tembus cahaya dan fenestrasi yang terdiri dari beberapa lapis komponen bangunan maka besarnya U dapat dihitung dengan persamaan rumus 2.4. U=1/Rtotal................................................... (2.4) Dimana Rtotal = Tananan panas total yang besarnya sama dengan jumlah dari masing-masing tanahan panas dari permukaan udara luar, bahan homogen, bahan tidak homogen dan permukaan udara dalam.
21 Resistansi thermal terdiri dari: 1.
Resistansi lapisan udara luar (Rug)
Nilai resistansi lapisan udara luar (Rug) untuk beberapa jenis permukaan dinding baik itu permukaan dinding dalam maupun luar dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Nilai R Lapisan Udara Permukaan Untuk Dinding dan Atap Jenis permukaan
Resistansi Thermal R (m².K/Watt)
Permukaan dalam (RUP)
Permukaan luar (RUL)
Emisifitas tinggi
0,120
Emisifitas rendah
0,299
Emisifitas tinggi
0,044
Sumber: SNI 03-6389-2000 Keterangan: a. Emisifitas tinggi adalah permukaan halus yang tidak mengkilap (non reflektif). b. Emisifitas rendah adalah permukaan dalam yang sangat reflektif, seperti alumunium foil. 2. Resistansi thermal bahan (Rk) menggunakan persamaan rumus 2.5. Rk = t/k.................................................... (2.5) Dimana :
22
t= Tebal bahan (m), k = nilai konduktifitas thermal bahan (watt/m.K). Nilai k untuk berbagai jenis bahan dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan 2.4. Tabel 2.3 Nilai K Pada Berbagai Jenis Bahan Bangunan NO
Bahan bangunan
OOo 1 2
Beton Beton ringan
2400 960
(W/m. 1,448 0,303 K)
Bata dengan lapisan plester Bata langsung dipasang tanpa plester,tahan terhadap cuaca Plesteran pasir semen Kaca lembaran Papan gypsum Kayu lunak Kayu keras Kayu lapis Glasswool Fibreglass Paduan Alumunium Tembaga Baja Granit Marmer/Batako/terazo/keramik/mozaik
1760
0,807
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Densitas (kg/m3)
K
1,154 1568 2512 880 608 702 528 32 32 2672 8784 7840 2640 2640
0,533 1,053 0,170 0,125 0,138 0,148 0,035 0,035 211 385 47,6 2,927 1,298
Sumber: SNI 03-6389-2000 3. Resistansi thermal rongga udara (RRU) Tabel 2.4 Nilai R Lapisan Rongga Udara No 1
2 3
Jenis celah udara RRU untuk dinding Rongga udara vertikal a. Emisifitas tinggi b. Emisifitas rendah RRU untuk atap Rongga udara horizontal/miring (aliran panas rongga udara horizontal
5 mm
10 mm
100 mm
0,110 0,250
0,148 0,578
0,160 0,606
0,110
0,148
0,174
23 Tabel 2.4 (Lanjutan) No
4
Jenis celah udara
5 mm
rongga udara dengan kemiringan 22 ½ RRU untuk loteng Emisifitas rendah
0,110
10 mm 0,148 0,458 1,356
100 mm 0,165
Sumber: SNI 03-6389-2000 4. Resistansi thermal lapisan udara permukaan (RUP) Nilainya seperti yang ditunjukkan pada tabel lapisan udara untuk dinding dan atap. 5. Beda temperatur ekuivalen Beda temperatur ekuivalen (TDEK) dipengaruhi oleh: a. Tipe, massa dan densitas konstruksi. b. Intensitas radiasi dan lamanya penyinaran. c. Lokasi dan orientasi bangunan. d. Kondisi perancangan. Untuk menyederhanakan perhitungan OTTV, nilai TDEK untuk berbagai tipe konstruksi tercantum pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Beda Temperatur Ekuivalen Untuk Dinding Berat/satuan luas (kg/m2 )
TDEK
Berat/satuan luas (kg/m2 ) Kurang dari 125 126 ~ 195
15 12 10
Sumber: SNI 03-6389-2000 6.
Faktor rerata radiasi matahari
24 Faktor radiasi matahari dihitung antara jam 07.00 WIB sampai dengan jam 18.00 WIB nilai SF diambil dari data intensitas radiasi matahari tertinggi dalam 1 bulan pada tahun 2014. Dari data yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa intensitas radiasi matahari tertinggi terdapat pada bulan April 2014 sebesar 1134 joule/hari. 1134 j/hari dibagi 11 jam = 103.1joule/cm² = 103.1 x 10000/3600= 286,4Watt/m², Maka SF = 286, 4 Watt/m².
2.2.4.2 Roof Thermal Transfer Value (RTTV) RTTV adalah suatu nilai yang ditetapkan sebagai kriteria perancangan untuk penutup atap. Nilai perpindahan thermal dari penutup atap bangunan gedung dengan orientasi tertentu, harus dihitung melalui persamaan rumus 2.6. α (Ar x Ur x TDEK ) + (As x Us x DT) + ( As x SC x SF)...............(2.6) A0
RTTV = Dimana:
RTTV = Nilai perpindahan thermal atap yang memiliki arah atau orientasi tertentu (Watt/m2) a
= Absorbtansi radiasi matahari.
Ar
= Luas atap yang tidak tembus cahaya (m²).
As
= Luas skylight (m²).
A0
= Luas
Ur
= Transmitansi thermal atap tidak tembus cahaya (Watt/m².K).
TDEK
=
total atap = Ar + As (m²).
Beda temperatur ekuivalen (K).
25 Sc
= Koefisien peneduh dari sistem fenestrasi.
SF
= Faktor rasiasi matahari (W/ m²).
Us
= Transmitansi thermal fenestrasi (skylight)(W/m².K).
DT
= Beda temperatur perencaan antara bagian luar dan bagian dalam a. Transmitansi thermal atap (Ur). Transmitansi thermal atap adalah koefisien perpindahan kalor dari udara pada satu sisi bahan atap ke udara pada sisi lainnya, untuk berbagai jenis nilai transmitansi atap penutup atap dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Nilai transmitansi thermal maksimal penutup atap (Ur) Berat per satuan luas atap (kg/m2)
Transmitansi thermal maksimal (W/m2.K)
Di bawah 50 .....(1)
0,5
50 ~ 230 .........(2)
0,8
lebih dari 230.........(3)
1,2
Sumber: SNI 03-6389-2000 Keterangan: 1) Atap genteng. 2) Atap beton ringan. 3) Atap beton ketebalan > 6 inci (15 cm). b. Beda temperatur ekuivalen atap (TDEK).
26 Beda temperatur ekuivalen atap juga dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut antara lain: tipe atap, massa atap, densitas konstruksi atap, dan intensitas matahari dan lamanya penyinaran yang mengenai atap bangunan. Untuk mempermudah perhitungan RTTV maka nilai TDEK untuk berbagai tipe konstruksi atap dapat dilihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Beda Temperatur Ekuivalen Untuk Berbagai Penutup Atap Berat per satuan luas atap (kg/m2)
Beda temperatur Ekuivalen (TDEK),K
Di bawah 50 .....(1)
24
50 ~ 230 .........(2)
20
lebih dari 230.........(3)
16
Sumber: SNI 03-6389-2000 c. Faktor radiasi matahari atap (Sf) Nilai faktor radiasi matahari untuk bidang horizontal yang dihitung antara jam 07.00 WIB sampai dengan 18.00 WIB adalah SF = 316 Watt/m². D. Koefisien peneduh atap ( Sc) Koefisien peneduh (SC) untuk skylight dari material cor beton. e. Rttv atap tanpa skylight Dalam hal ini untuk menghitung nilai RTTV hanya perlu mencantumkan nilai U dimana nilai U harus kurang dari U maksimal. Untuk mempermudah perhitungan RTTV atap tanpa skylight dapat dilihat pada Tabel 2.8.
27 Tabel 2.8 Nilai U Bahan pada perhitungan RTTV Lengkungan (kubah=dome)
Transmita nsi (t)
Diffuseringan (tembus cahaya)
Penahan (curb)
Tinggi
Jernih
0.86
Ya 0.58
Jernih
0.86
Tidak ada
Jernih
0.86
Tidak ada
Bening, tembus
0.52
Tidak ada
Bening, tembus cahaya
0.27
Tidak ada
0 230 460 0
460
Perbandingan lebar Terhadap tinggi 5 2.5
Koefisien peneduh (SC)
0.61 0.58 0.50 0.99
2.5
0.88
0 460 0
2.5
0.57 0.46 0.34
230 460
5 2.5
0.30 0.28
Sumber: SNI 03-6389-2000 2.3
Elemen Bangunan yang Mempengaruhi Kenyamanan Thermal Kondisi thermal dalam ruang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan intrenal
bangunan. Maka untuk mengontrol faktor-faktor iklim agar kondisi thermal ruang berada dalam comfort zone, perlu diketahui elemen bangunan yang mempengaruhi kenyamanan thermal. Elemen tersebut antara lain: 2.3.1. Material Material bangunan menjadi media perantara antara` temperatur luar ruang dan radiasi matahari dengan temperatur dalam ruang. Pemilihan material bangunan yang akan digunakan dipengaruhi pertimbangan iklim. Faktor–faktor yang perlu
28 diperhatikan yaitu karateristik dan ketebalan material dan warna permukaan luar dari material. Fakor karateristik material yang paling menentukan adalah nilai transmisi panas atau u-value dan thermal resistance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari adalah penyumbang jumlah panas terbesar yang masuk ke dalam bangunan. Besar radiasi matahari yang ditransmisikan melalui selubung bangunan dipengaruhi oleh fasade bangunan yaitu perbandingan luas kaca dan luas dinding bangunan keseluruhan (wall to wall ratio), serta jenis dan tebal kaca yang digunakan. Seperti ilustrasi pada Gambar 2.4 menunjukkan proses masuknya radiasi matahari melalui dinding dan jendela bangunan.
Gambar 2.4 Proses Masuknya Panas ke dalam Bangunan Sumber: Menciptakanya Kenyamanan Thermal Bangunan, Basaria Talarosha, 2005 Selain itu untuk material dinding mempunyai waktu tunda pemindahan panas ke dalam bangunan yang disebut dengan istilah time lag. Saat energi panas jatuh pada permukaan dinding, partikel-partikel pada lapisan pertama akan menyerap sejumlah
29 panas sebelum panas diteruskan kepada lapisan berikutnya. Ini akan menyebabkan efek penundaan (time lag), sehingga temperatur puncak dari lingkungan baru dirasakan di dalam ruang beberapa waktu kemudian. Menurut Egan, material bangunan dengan massa yang masif dan berat mempunyai time lag yang besar. Sebagai akibatnya akan tercipta kondisi yang lebih stabil. Beberapa contoh pengaruh tebal material terhadap time lag dapat dilihat pada Tabel 2.9. Bahan Bata (umum)
Kayu
Tabel 2.9 Nilai Time Lag untuk Bata dan Kayu Ketebalan (inci) Nilai-U 4 0,61 8 0,41 12 0,31 0,5 0,69 1 0,47 2 0,3
Time Lag 2,5 jam 5,5 jam 8,5 jam 10 menit 25 menit 1 jam
Sumber: David Egan 1975 2.3.2 Shadding Menurut (B.Givoni,1976) shadding berfungsi mengontrol sinar matahari yang masuk pada bangunan. Pada dasarnya hanya ada dua tipe, yaitu: 1. Shadding vertikal yang disebut fin. 2. Shadding horizontal yang disebut overhang. Overhang dan elemen horizontal lain paling evektif untuk bangunan yang mempunyai hadapan Selatan-Utara. Sedangkan fin dan elemen vertikal lain paling baik untuk bangunan dengan hadapan Timur-Barat. Untuk melihat berbagai jenis tipe shadding dapat dilihat dapat dilihat pada Gambar 2.5.
30
(1) Cantilever Overhang
(2) Louver Overhang (Horizontal)
(3)
(4)
Panel (atau Awning)
Horizontal Louver Screen
(6)
(5) Gambar 2.5 Jenis-jenis Shadding Pada Bangunan Egg Crate(kombinasi elemen Sumber: David Egan 1975 Dalam Jurnal Menciptakanya Kenyamanan Vertical Louver (bisa diputar Thermal horozontal dan vertikal) arahnya) Bangunan, Basaria Talarosha, 2005
Penggunaan shadding pada bangunan seringkali dikombinasikan dengan jendela karena shadding dapat mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk melalui jendela. Semakin banyak jumlah shadding yang dipakai pada jendela bangunan maka semakin sedikit jumlah radiasi matahari yang masuk ke dalam bangunan. 2.3.3
Ventilasi Ventilasi merupakan proses untuk mencatu udara segar ke dalam bangunan
gedung dalam jumlah yang sesuai kebutuhan (SNI 03-6572-2001). Aliran udara dari lingkungan luar ke dalam bangunan akan masuk, jika bukaan berada pada titik yang memiliki perbedaan tekanan udara. Ada beberapa jenis ventilasi antara lain: 1. Ventilasi silang (Horozontal) yaitu metode memanfaatkan angin untuk memaksa udara luar yang dingin ke dalam gedung melalui saluran masuk
31 (pintu, jendela, ventilasi dll) dan untuk memaksa udara interior yang hangat keluar dari gedung melalui outlet (pintu, jendela, ventilasi dll). Kemungkinan lain udara luar dapat masuk melalui bukaan pada suatu sisi bangunan (inlet) yang berada pada daerah bertekanan tinggi mengalir dalam bangunan, dan keluar melalui outlet yang berlokasi di daerah yang bertekanan rendah keluar dari bangunan. Menurut (B.Givoni,1976) perbedaan tekanan udara bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu: 1. Perbedaan temperatur dalam dengan luar ruang 2. Angin yang bertiup ke dalam bangunan 2. Ventilasi vertikal yaitu metode memanfaatkan aliran udara keluar bangunan melalui saluran udara yang disebabkan oleh perbedaan berat jenis lapisan udara luar dan dalam bangunan. Contohnya saja seperti pembuatan cerobong. Semakin tinggi cerobong udara, maka semakin baik pula sirkulasi udara dalam ruangan. Fungsi ventilasi cukup penting dalam menciptakan ruang dalam bangunan yang nyaman. Bahkan ada suatu pendapat bahwa pada musim panas kenyamanan thermal sering diasosiasikan dengan banyaknya ventilasi dan tingginya frekuensi angin yang diterima bangunan. Pendapat ini didasarkan dari hasil percobaan yang dilakukan pada Universitas Essex di Inggris. Pada percobaan yang dilakukan pada temperatur udara yang tinggi, guru-guru tetap merasa tidak nyaman bila ruangan tidak mendapat banyak angin (Davies, 1971). Ventilasi mempunyai tiga fungsi yaitu:
32 1.
Mempertahankan kualitas udara dalam bangunan dengan mengganti udara dalam bangunan dengan udara segar dari luar bangunan (health ventilation).
2.
Memberikan kenyamanan thermal dengan cara meningkatkan pelepasan panas
(heat
loss)
dari
tubuh
dan
menghindari
terjadinya
ketidaknyamanan karena kulit yang basah ( thermal comfort ventilation). 3.
Mendinginkan struktur bangunan (structure cooling ventilation).
Pada daerah panas terutama pada kondisi panas dan lembab fungsi utama ventilasi adalah untuk memberikan kenyaman thermal pada bangunan melalui angin, yang akan memberikan pendinginan yang memadai. Fungsi ventilasi sebagai kenyamanan thermal yang perlu diperhatikan adalah kecepatan angin pada ruangruang tempat dilakukannya aktivitas. Kecepatan angin pada ruang tergantung bentuk geometri dari ruang dan lokasi dari bukaan. Ventilasi bangunan tergantung dari: 1.
Orientasi dari bangunan terutama orientasi bukaan yang disesuaikan dengan arah angin.
2.
Luas area bukaan pada tempat yang memiliki perbedaan tekanan udara.
3.
Tipe jendela dan detail dari bukaan.
4.
Interior yang dilalui angin dari inlet menuju outlet.
Penempatan ventilasi yang baik yaitu menyesuaikan dengan arah datangnya angin. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan aliran udara masuk ke dalam sebuah bangunan. Apabila ventilasi diletakkan pada dinding bangunan yang tidak
33 mendapatkan aliran udara/angin hal ini mengakibatkan fungsi ventilasi menjadi siasia. Untuk itu sebelum meletakkan ventilasi atau bukaan pada sebuah bangunan hendaknya terlebih dahulu melakukan survey awal terkait letak atau posisi bangunan terhadap kawasan sekitar untuk mengetahui arah datangnya angin pada daerah tersebut. Berbagai jenis dan model ventilasi banyak dijual di pasaran, hal ini juga menjadi pertimbangan Arsitek untuk memilih jenis dan model ventilasi yang sesuai dengan karateristik bangunan. Material yang digunakan terbuat dari kayu, alumunium serta PVC. Selain itu jenis dan model ventilasi juga menyesuaikan dengan fungsi ruangan tersebut, untuk ruangan kamar mandi jenis ventilasi yang menjadi alternatif adalah jenis bouven, atau batu bata rooster.